Anda di halaman 1dari 29

HEMOFILIA MAKALAH

(Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi II)

Disusun oleh: Kelompok 12 Ajeng Gustiani 220110110006 Asti Nurhalimah 220110110042 Dewi Yulia Fathonah 220110110056 Fauzia Fatharani 220110110028 Fransiska Yusrida 220110110108 Lusiyanti 220110110047 Melda Iskawati 220110110043 Mona Yosefhin 220110110129 Nurul Iklima 220110110055 Oky Octaviani 220110110064 Putri Panjaitan 220110110133 Ria Herliani 220110110038 Toayah Indah Sari 220110110072

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

HEMOFILIA MAKALAH
(Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi II)

Disusun oleh: Kelompok 12 Ajeng Gustiani Asti Nurhalimah Dewi Yulia Fathonah Fauzia Fatharani Fransiska Yusrida Lusiyanti Melda Iskawati Mona Yosefhin Nurul Iklima Oky Octaviani Putri Panjaitan Ria Herliani Toayah Indah Sari (Scriber 2) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Chair) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Scriber 1) (Anggota) (Anggota)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini membahas tentang sistem imun dan hematologi I khususnya mengenai Hemofilia. Dalam penulisan makalah ini, penulis menemui beberapa kendala, tetapi dapat teratasi berkat bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Ermiati, S.Kp., M.Kep, Sp.Mat selaku dosen koordinator mata pelajaran Sistem Imun dan Hematologi II 2. Ibu Siti Yuyun, S.Kp., M.Kes selaku dosen tutor kelompok 12 3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Amin. Jatinangor, Oktober 2012

Penulis

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik tertua yang pernah dicatat.Kelainan perdarahan yang diturunkan yang terjadi pada seorang laki-laki tercatat dalam berkas Talmud pada Abad Kedua.Sejarah modern dari hemofilia dimulai pada tahun 1803 oleh John Otto yang menerangkan adanya anak yang menderita hemofilia. Pada tahun 1820, untuk pertama kalinya dilakukan ulasan tentang hemofilia oleh Nasse. Pembuktian adanya kecacatan pada proses pembekuan darah pada hemofilia dilakukan oleh Wright pada tahun 1893. Namun, faktor VIII (FVIII) belum teridentifikasi hingga tahun 1937 ketika Patek dan Taylor berhasil mengisolasi faktor pembekuan dari darah, yang saat itu disebut sebagai faktor antihemofilia (AHF). Suatu bioasai dari faktor VIII diperkenalkan pada tahun 1950. Walaupun hubungan antara FVIII dan faktor von Willbrad (vWF) telah diketahui, namun hal ini tidak disadari saat itu. Pada tahun 1953, kurangnya faktor VIII pada pasien dengan defisiensi vWF pertama kali dijelaskan. Penelitian berikutnya oleh Nilson dan kawan-kawan mengindikasikan adanya interaksi antara 2 faktor pembekuan sebelumnya. Pada awal tahun 1960an, kriopresipitat adalah konsentrat yang pertama kali ada untuk terapi hemofilia. pada tahun 1970an, lyophilized intermediate-purity concentrates atau konsentrat murni liofil menengah pertama kali dibuat dari kumpulan darah donor. sejak saat itu terapi hemofilia secara dramatis berhasil meningkatkan harapan hidup penderitanya dan dapat memfasilitasi mereka untuk pembedahan dan perawatan di rumah Pada tahun 1980an, risiko tertular penyakit yang berasal dari konsentrat FVII pertamakali diketahui. kebanyakan pasien dengan hemofilia berat terinfeksi oleh penyakit hepatitis B dan hepatitis C. pada akhir tahun 1980an hampir semua pasien hemofilia berat terinfeksi hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C dan HIV. teknik virisidal terbaru kemudian ditemukan dan efektif membunuh virus-virus tersebut. standar terbaru tatalaksana hemofilia sekarang menggunakan konsentrat FVIII rekombinan sehingga dapat menghilangkan risiko tertular virus.

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

1.2 Rumusan Masalah a) Apa definisi hemofilia ? b) Apa etiologi hemofilia ? c) Bagaimana manifestasi klinis hemofilia ? d) Bagaimana patofisiologi hemofilia ? e) Bagaimana pemeriksaan diagnostik hemofilia ? f) Bagaimana pemeriksaaan penunjang hemofilia ?

g) Bagaimana penatalaksanaan hemofilia ? h) Bagaimana discharge planning pada pasien hemofilia ? i) Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien hemofilia ?

1.3 Tujuan a) Umum Agar mahasiswa mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien hemofilia b) Khusus Mengetahui definisi hemofilia Mengetahui etiologi hemofilia Mengetahui manifestasi klinis hemofilia Mengetahui patofisiologi hemofilia Mengetahui pemeriksaan diagnostik hemofilia Mengetahui pemeriksaaan penunjang hemofilia Mengetahui penatalaksanaan hemofilia Mengetahui discharge planning pada pasien hemofilia Mengetahui cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien hemofilia

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

BAB II ANALISIS KASUS


2.1 Uraian Kasus Seorang anak laki-laki (8 tahun), dengan BB 25 kg dan TB 131 cm, diantar oleh keluarganya ke IGD dengan keluhan mimisan tidak berhenti sejak semalam pukul 22.00, darah keluar dari hidung sedikit-sedikit namun terus-terusan dan mengeluh badan panas 2 hari ini. Klien juga mengeluh sakit pada persendian, sendi lutut bengkak. Pasien pernah menderita sakit yang sama yaitu mimisan tidak berhenti sehingga sampai rawat inap 2 kali di RS dan dilakukan transfuse darah yaitu saat pasien berumur 4 tahun. Jari tangan pasien pernah teriris pisau dan baru berhenti setelah dilakukan penekanan selama 1 jam. Pernah transfusi cryopresipitate 3x namun berhenti karena tidak punya dana untuk melanjutkan. Seharusnya transfusi cryopresipitate 16x. Pada umur 4 tahun , pasien jatuh dari teras rumah, luka berdarah pada lutut dan perdarahan tidak berhenti. Pasien dibawa ke RS dan dilakukan transfuse darah. Orang tua mengatakan saat ini klien belum disunat. Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum pasien tampak lemah, kesadaran somnolen, nadi 88x/menit, respiratory rate 24x/menit, tipe torakoabdominal suhu 38C. Hasil pemeriksaan fisik enunjukan wajah pucat, hidung epistaksis (sudah ditampon) akral sianotik pada ekskremitas bawah, terdapat purpura/ekimosis pada genue sinistra, terdapat purpura/ekimosis pada regio brachium distal dextra, deformitas tulang (-), koilonika (-). Hasil pemeriksaan darah rutin menunjukkan: Hb=7,6g/dl, Ht=26%, eritrosit=4,2jt/ul, trombosit=731.000, BT=2 menit, CT=5 menit, protombin time=13,12 detik, APTT=103,3 detik, MCV=72, leukosit=11.500/ul. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan terdapatnya peningkatan inhibitor factor VIII.Kadar factor VIII < 8%. Pasien diberikan terapi kausatif transfuse kryopresipitate (tiap 15ml: 100IU F.VIII, 250mg fibrinogen, Faktor Von Willebrand, factor XIII), Paracetamol 3x250mg (p.o). Infus KaEn 3B 1400cc/24jam dan transfuse PRC 3 kolf.

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

STEP 1 1. regio brachium distal dextra (Fauzia) 2. transfusi cryopresipitate (Oky) 3. torakoabdominal (Nurul) 4. transfuse PRC 3 kolf (Mona) 5. Inhibitor factor VIII (Melda) 6. Koilonika (Toayah) 7. Faktor Von Willebrand (Dewi) 8. BT=2 menit, CT=5 menit (Lusianty) 9. Terapi kausatif (Asti) 10. Infuse KaEn (Melda) 11. APTT (Toayah) 12. Genue sinistra (Mona) Jawaban 3. Pernafasan menggunakan dada dan perut (Dewi) 4. Transfusi sel darah merah (Melda), PRC = Packed Red Cells (Toayah) 8. BT=Blooding Time; 1-6 , CT=Cloting Time; 5-8 9. Terapi yang mengatasi sebab penyakit 12. Daerah sebelah kiri (Putri)

STEP 2 1. 2. 3. 4. 5. Diagnosa medis anak? Mengapa? (Oky) Pengaruh/efek transfusi cryopresipitate dilakukan 16x?(Nurul) Darah keluar, mengapa akral sianotik? (Asti) Apa yang menyebabkan sakit pada persendian dan lutut menjadi bengkak? (Toayah) Kalau disunat bagaimana? Sementara anak teriris pisau 1 jam baru berhenti? Terapi yang isa dilakukan? (Lusianty) 6. Mengapa setelah dilakukan penekanan selama 1 jam luka baru berhenti? (Melda) 7. Diagnosa keperawatan? (Nurul) 8. Nilai normal BT, CT, protombin time, APTT? (Melda) 9. BT dan CT pemeriksaan diarea mana dan caranya seperti apa? 10. Jalur koagulasi?

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

STEP 3 3. Akral adalah daerah diujung, darah itu membawa oksigen jadi pada saat darah keluar, di akral oksigen tidak berkurang sehingga menyebabkan metabolisme di akral terhambat sehingga menimbulkan sianotik (Dewi, Melda, Ajeng) 6. Ada masalah pada proses pembekuan darah (Fauzia) 1. Hemofilia, dan dampak lain dari factor-faktor pembeku dari factor ke I sampai XIII (Fauzia, Melda) 7. Gangguan rasa nyaman/nyeri, resiko intoleransi aktifitas, hipertermi, gangguan perfusi jaringan, pendarahan, pola nafas tidak efektif. (Dewi) 8. Protombin time=11-15 detik 2. Transfusi cryopresipitate yang dilakukan oleh pasien hanya dilakukan 3x yang seharusnya dilakukan 16x menyebabkan proses penyembuhan pasien tidak selesai yang berakibat terulang kembali penyakit pasien (Ajeng) 4. Tulang bekerja lebih keras menyebabkan tulang melebar dan nyeri pada daerah persendian

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

STEP 4

MANIFESTASI KLINIS

PATOFISIOLOGI

PENATALAKSANAAN

TERMINOLOGI

FARMAKO

NON-FARMAKO

HEMOFILIA

DEFINISI

EPIDEMIOLOGI

KLASIFIKASI ETIOLOGI ASKEP PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

STEP 5 LEARNING OBJEKTIVE 1. 2. 3. 4. MIND MAP KOILINOKIA INHIBITOR FAKTOR VIII FAKTOR VON WILLEBRAND

STEP 6 SELF STUDY

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

2.2 REPORTING (STEP 7) 2.2.1 Definisi Hemofilia berasal dari bahas Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan .(www.hemofilia.or.id ). Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003 ). Hemofilia merupakan gangguan koagulasi kogenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VII, IX atau XI yang ditemukan secara genetik ( Nelson, 1999 ) Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten ( Price & Wilson, 2005 ). Hemofilia adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan kelainan pembekuan darah herediter pada trombosit yang tidak bisa membuat factor VIII (AHF/antihemopilitic factor). (Arita Murwani,2008.90) Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi factor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X. (Wiwik Handayani,Andi Sulistyo Haribowo,2008.119) 2.2.2 Klasifikasi a) Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama : Hemofilia klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Hemofilia kekurangan faktor VIII : terjadi karena kekurangan faktor 8 ( Faktor VIII ) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. Sekitar 80% kasus hemofilia adalah hemofilia A. b) Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama : Christmas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang yang bernama Steven Christmas asal Kanada.

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

Hemofilia kekurangan faktor IX : Terjadi karena kekurangan faktor 9 ( Faktor IX ) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. Faktor IX diproduksi hati dan merupakan salah satu faktor pembekuan dependen vitamin K. Penderita Hemofilia B sekitar 12-15% . c) Hemofilia C Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :
Klasifikasi Berat Kadar FVIII dan FIX di dalam darah < 1% dari jumlah normal Episode perdarahan Perdarahan spontan,perdominan pada sendi dan otot Sedang 1% - 5% dari jumlah normal Perdarahan spontan kadangkadang.Perdarahan berat dengan trauma. Ringan 5%-30% dari jumlah normal Perdarahan berat dengan trauma / pembedahan mayor

2.2.3 ETIOLOGI 1. Faktor congenital Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan atau perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma. Pengobatan: dengan memberikan plasma normal atau konsentrat factor yang kurang atu bila perlu diberikan transfuse darah.

2. Faktor didapat Biasanya disebabkan oleh defisiensi factor II (protrombin) yang terdapat pada keadaan berikut: Neonatus, terutama yang kurang bulan karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya faktor II mengalami gangguan. Pengobatan: umumnya dapat sembuh tanpa pengobatan atau dapat diberikan

vitamin K.

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

Defisiensi vitamin K, hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap protrombin. Disseminated intravascular coagulation (DIC). Pengobatan ditunjukkan pada penyakit primernya, missal pemberian vitamin K. Di samping itu dapat pula diberikan darah, plasma dan lain-lain. (IKA 1 FKUI, 1985)

2.2.4 EPIDEMIOLOGI Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B 1:25.000-30.000 orang. Sebenarnya, belum ada data mengenai angka kejadian di Indonesia. Namun, diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200juta penduduk Indonesia saat ini. Kasus Hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan kasus Hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dna 10-15% tanpa memandang ras, geografi, dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi Gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga.

2.2.5 PENGERTIAN ISTILAH 1. KOILONIKIA adalah pendataran dan konkavitas lempeng kuku dengan hilangnya kontur normal, mnghasilkan kuku brbntuk sndok. Koilonikia diwariskan sebagai ciri autosom dominan atau bersama dg anemia kronis, sindrom Plummer-Vinson dan hemokromatosis. Lempeng uku relatif tipis selama umur 1-2 tahun pertama dan akibatnya dapat berbentuk sendok. 2. Inhibitor Faktor VIII: Factor VIII adalah factor pembekuan darah. Dikenal juga sebagai factor anti hemofilia. Hasil dari kerusaan faktor VIII adalah hemophilia A. Inhibitor FVIII ditemukan dalam darah penderita hemofilia yang mendapat transfusi berulang kali, merupakan aloantibodi (antibodi yang terbentuk terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh). Bersifat menetralisir FVIII dari replacement therapy sehingga tidak efektif. 3. Faktor von Willebrand

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

Faktor von Willebrand adalah protein dengan berat molekul besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit. Fungsinya sebagai protein pembawa F VIII dan melindunginya dari degradasi proteolisis. Di samping itu faktor von Willebrand juga berperan pada proses adhesi trombosit. 2.2.6 MANIFESTASI KLINIS Sistem Muskuloskeletal : hemartrosis di lutut dan pergelangan tangan, terjadi kompartmen syndrome Sistem Vascular : perdarahan di mulut, terjadi mimisan Sistem Pencernaan : terjadi perdarahan dalam feses, hepatomegali, spenomegali, hepatosplenomegali Sistem Urinary : hematuria Sistem Neurology : intracranial hemorage, sakit kepala, gangguan pengelihatan Sistem Respirasi : Obstruksi jalan nafas akibat perdarahan Sistem Integumen : purpura, hematoma

2.2.7 PATOFISIOLOGI
Ayah Hemofilia >< Ibu Carrier Terpaut Kromosom Ayah normal >< Ibu Carrier HEMOFILIA Mimisan tanpa henti Pembuluh darah pecah Turbulensi darah Tubuh mengkompensasi untuk memenuhi suplai darah ke seluruh tubuh Pendarahan terus-menerus Gangguan fase koagulasi Mutasi gen Faktor VIII Anyaman penutup luka tidak menutup sempurna

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

Pendarahan semakin luasDefek factor koagulasiPendarahan di dalam jaringan akibat trauma/jatuh NyeriSendi lutut bengkak Eritrosit keluar vascular dan terkumpul dalam jaringan Pengeluaran stotoksin Inflamasi Infeksi Fagosit oleh jaringan

Hb dimetabolisme menjadi Interleukin 2 Set point hipotalamus Suhu Demam Hipertermi besi warna coklat hitam

Hematodin berwarna kuning muda

Memar kebiruan/hematoma/ekimosis Risiko tinggi trauma Luka berdarah pada lutut Kesadaran somnolen dan tampak lemah Intoleransi aktivitas

2.2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


HDL akan menyatakan hitung trombosit normal Uji DNA untuk untuk hemophilia A akan mendeteksi carrier penyakit Amnionsentesis akan mendiagnosis hemophilia pada waktu pranatal

Pemeriksaan Lab. Darah : a) Hemofilia A Defisiensi factor VIII PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang PT (Prothrombin Time/ waktu protombin) memanjang

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan plasma abnormal Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal

b) Hemofilia B Defisiensi factor IX PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang PT (Prothrombin Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan normal TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum abnormal

Pemeriksaan Penunjang a) Uji skining untuk koagulasi darah. Jumlah trombosit ( normal 150.000 450.000 per mm3 darah ). Masa protombin ( normal memerlukan waktu 11 13 detik ). Masa tromboplastin parsial ( meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik ). Fungsional terhadap faktor VIII dan IX ( memastikan diagnosis ) Masa pembekuan trombin ( normalnya 10 13 detik ).

b) Biopsi hati : digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur. c) Uji fungsi faal hati Digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati .Misalnya, serum glutamic piruvic trasaminase (SPGT ), serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT),fosfatase alkali, bilirubin. 2.2.9 PENATALAKSANAAN a) Penatalaksanaan Medis Transfusi periodic dari plasma beku segar (PBS) Pemberian konsentrat factor VIII dan IX pada klien yang mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan pembedahan Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan Bidai dan alat orthopedic bagi klien yang mengalami perdarahan otot dan sendi.

Terapi Suportif Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar factor anti hemophilia yang kurang. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas factor pembekuan sekitar 30-50% Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan 1. Rest (istirahat), usahakan seseorang diistirahatkan dan tidak melakukan apapun. 2. Ice (kompres dengan menggunakan es), kompres ini berguna untuk menciutkan pembuluh darah dan es juga bisa berfungsi sebagai penghilang nyeri. 3. Compression (ditekan atau dibalut), untuk mengurangi banyaknya darah yang keluar. 4. Elevation (ditinggikan), usahakan daerah yang mengalami luka berada pada posisi yang lebih tinggi. Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia. Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

Terapi pengganti Faktor pembekuan Pemberian factor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemophilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan factor anti hemophilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi. Terapi pengganti factor pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan dengan memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor-faktor pembekuan tsb. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi. b) Penatalaksanaan Keperawatan. Memperhatikan perawatan gigi agar tidak mengalami pencabutan gigi. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka. Gunakan alat bantu seperti tongkat bila kaki mengalami perdarahan. Kompreslah bagian tubuh yang terluka dan daerah sekitar dengan es. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak bergerak ( immobilisasi ). Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang lembut. Tabel Terapi Perdarahan pada Hemofilia A Jenis perdarahan Dosis Konsentrat Faktor VIII 20-40 U/kgbb atau 15 U/kgbb bila diberikan sejak awal. Pemberian Hemartrosis diulang setiap hari sampai fungsi sendi normal kembali. Hemotom atau perdarahan 20 U/kgbb. dapat diberikan secara alternate sampai membaik. otot Pencabutan gigi 20 U/kgbb dan terapi antifibrinolitik Tekan selama 15-20 mnt, paasang tampon oli, terap antifibrinolitik, Epistaksis konsentrat factor VIII diberikan bila terapi tersebut gagal. 50-75 U/kgbb. kemudian diteruskan infuse kontinyu 2-4 U/kgbb/jam untuk mempertahankan kadar faktor Bedah mayor,perdarahan VIII > 100 U/dL selama 24 jam ; kemudian diteruskan infuse yang mengancam jiwa kontinyu 23 U/kgbb/jam selama 5-7 hr untuk mempertahankan kadarnya > 50 U/dL dan 5-7 hr kemudian pada kadar >30U/dL

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

50 U/kgbb kemudian diteruskan dengan 25 U/kgbb tiap 12 jam sampai asimtomatik, dan diteruskan dengan Perdarahan iliopsoas 20 U/kgbb secara alternate sampai total pemberian selama 10-14 hr. Istirahat, cairan 1x rumatan, bila perdarahan tidak terkontrol beri Hematuria konsenrat factor VIII 20 U/kgbb, bila masih belum terkontrol beri prednisone (kecuali pada infeksi HIV) Profilaksis 20 U/kgbb setiap 2-3 hr untuk mencapai kadar 1% Sumber : Montgomery dan Scott ;2004 Tabel Terapi Perdarahan pada Hemofilia B Jenis perdarahan Dosis Konsentrat Faktor IX 40 U/kgbb atau 30 U/kgbb bila diberikan sejak awal. Pemberian Hemartrosis diulang setiap hari sampai funsi sendi normal kembali. Petrtimbangkan terapi profilaksis. Hemotom atau perdarahan 40 U/kgbb. dapat diberikan setiap 2-3 hr sekali sampai membaik. otot Pencabutan gigi 40 U/kgbb dan terapi antifibrinolitik Tekan selama 15-20 mnt, pasang tampon oli, terapi antifibrinolitik, Epistaksis konsentrat factor IX dengan dosis 30 U/kgbb diberikan bila terapi tersebut gagal. 120 U/kgbb. kemudian diteruskan 50-60 U/kgbb setiap 12-24 jam Bedah mayor,perdarahan untuk mempertahankan kadar > 50 U/dL selama 5-7 hr dan yang mengancam jiwa kemudian pada kadar >30 U/dL selama 5 hr. 120 U/kgbb kemudian diteruskan dengan 50-60 U/kgbb tiap 12-24 jam untuk mempertahankan kadar > 40 Perdarahan iliopsoas U/dL sampai asimtomatik, dan diteruskan dengan 40-50 U/kgbb secara alternate sampai total pemberian selama 10-14 hr. Istirahat, cairan 1x rumatan, bila perdarahan tidak terkontrol beri Hematuria konsenrat factor IX 40 U/kgbb, bila masih belum terkontrol beri prednisone (kecuali pada infeksi HIV) Profilaksis 30 U/kgbb setiap 2-3 hr untuk mencapai kadar 1%

Perawatan Kesehatan Secara Umum yang dibutuhkan oleh seorang penderita hemofilia untuk menjaga kondisi tubuh yang baik : 1. Mengkonsumsi makanan/minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh tidak berlebihan. Karena berat berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat). 2. Melakukan kegiatan olahraga. Berkaitan dengan olah raga, perhatikan beberapa hal berikut:

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

a. Olah raga akan membuat kondisi otot yang kuat, sehingga bila terbentur otot tidak mudah terluka dan perdarahan dapat dihindari. b. Bimbingan seorang fisio-terapis atau pelatih olah raga yang memahami hemofilia akan sangat bermanfaat. c. Bersikap bijaksana dalam memilih jenis olah raga; olah raga yang beresiko adu fisik seperti sepak bola atau gulat sebaiknya dihindari. Olah raga yang sangat di anjurkan adalah renang. d. Bimbingan seorang fisio-terapis dari klinik rehabilitasi medis diperlukan pula dalam kegiatan melatih otot pasca perdarahan. 3. Rajin merawat gigi dan gusi dan melakukan pemeriksaan kesehatan gisi dan gusi secara berkala/rutin, paling tidak setengah tahun sekali, ke klinik gigi 4. Mengikuti program imunisasi. Catatan bagi petugas medis adalah suntikan imunisasi harus dilakukan dibawah kulit (Subkutan) dan tidak ke dalam otot, diikuti penekanan lubang bekas suntikan paling sedikit 5 menit. 5. Menghindari penggunaan Aspirin, karena aspirin dapat meningkatkan perdarahan. Penderita hemofilia dianjurkan jangan sembarang mengkonsumsi obat-obatan. Langkah terbaik adalah mengkonsultasikan lebih dulu kepada dokter. 6. Memberi informasi kepada pihak-pihak tertentu mengenai kondisi hemofilia yang ada, misalnya kepada pihak sekolah, dokter dimana penderita berobat, dan teman-teman di lingkungan terdekat secara bijaksana. 7. Memberi lingkungan hidup yang mendukung bagi tumbuhnya kepribadian yang sehat agar dapat optimis dan berprestasi bersama hemofilia. Perawatan kesehatan khusus diberikan ketika penderita hemofilia mengalami luka atau perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di bagian dalam dan luar tubuh. Perdarahan di bagian dalam tubuh umumnya sulit atau tidak terlihat mata. Pada kondisi ini diperlukan kewaspadaan dan pertolongan segera. Kewaspadaan juga diperlukan karena perdarahan dapat terjadi tanpa sebab yang jelas. Kewaspadaan lainnya yang harus dilakukan apabila terjadi benturan keras pada kepala penderita. Penderita hendaknya segera dibawa kerumah sakit terdekat untuk dapat dirawat secara khusus dan seksama oleh dokter. Karena perdarahan yang terjadi pada kepala dapat berakibat buruk bahkan hingga sampai pada keadaan yang mematikan. Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia memberikan beberapa saran, yaitu : * Segera obati bila terjadi perdarahan. Pada umumnya, penderita hemofilia dapat merasakan suatu sensasi (nyeri atau seperti urat ditarik) di lokasi yang akan mengalami perdarahan. Dalam

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

keadaan ini, pengobatan dapat segera dilakukan, sehingga akan menghentikan perdarahan, mengurangi rasa sakit, dan mengurangi risiko terjadinya kerusakan sendi, otot, maupun organ lain. Makin cepat perdarahan diobati, makin sedikit faktor VIII atau faktor IX yang diperlukan untuk menghentikan perdarahan. * Bila ragu-ragu, segera obati. Kadangkala pada penderita hemofilia terjadi gejala yang tidak jelas: perdarahan atau bukan? Bila ini terjadi, jangan ditunda-tunda, segera berikan faktor VIII dan faktor IX. Jangan ditunggu sampai gejala klinik yang lebih jelas timbul, seperti rasa panas, bengkak, dan nyeri. * Sampai saat ini, belum ada terapi yang dapat menyembuhkan hemofilia, namun dengan pengobatan yang memadai penderita dapat hidup sehat. Tanpa pengobatan yang memadai, penderita hemofilia -- terutama hemofilia berat -- berisiko besar mengalami kecacatan. Penderita bisa mengalami kemuduran fisik dan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti berjalan atau bahkan meninggal dalam usia sangat muda. 2.2.10 ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN Identitas : Nama: Umur: 8 tahun Keluhan : mimisan tidak berhenti dan badan panas, sakit persendian. Riwayat kesehatan : P: mimisan Q: sedikit tapi terus menerus R: hidung S: T: terus terusan/tidak berhenti Riwayat kesehatan masa lalu : -mimisan tidak berhenti lalu dirawat 2 kali -terluka karena pisau, perdarahan berhenti setelah ditekan selama 2 jam -luka berdarah di lutut dan tidak berhenti Pemeriksaan fisik: - TTV: nadi 88x/mnt, RR 24x/mnt, suhu C - Keadaan umum: pucat, lemas, kesadaran somnolen. - Inspeksi: hidung epistaksis, akral sianotik, ppurpura genue sinistra dan regio brachium distal dextra, deformitas tulang, koilonikia. Pemeriksaan laboratorium : Hb 7,6 g/dl, Ht 26%, Eritrosit 4,2 jt/ml, Trombosit 73100, Leukosit 11.500, BT 2 mnt, CT 5 mnt, APTT: 103,3(s)

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

ANALISA DATA No Data yang menyimpang 1. DS: klien mengeluh sakit pada persendian DO:sendi lutut bengkak

Etiologi
Pendarahan terus-menerus Pendarahan di dalam jaringan akibat trauma/jatuh Defek factor koagulasi Pendarahan semakin luas Sendi lutut bengkak NyerI Memar kebiruan/hematoma/ekimosis Risiko tinggi injuri

Masalah Nyeri

2.

3.

DS: Klien mengeluh mimisan tidak berhenti sejak pukul 22.00, darah keluar sedikit namun terus menerus. Klien pernah jatuh dari teras, luka berdarah pada lutut dan perdarahan tidak berhenti DO: kadar factor VIII:<1% Hb: 7,6 g/dl Eritrosit: 4,2 jt/ul Trombosit : 731000 DS : Klien mengeluh sakit pada persendian DO: kesadaran somnolen Wajah pucat

Resiko Tinggi Injuri

Kesadaran somnolen dan tampak lemah Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas

DAIGNOSA KEPERAWATAN a) Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan sendi dan kekakuan yang ditimbulkannya. Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang Kriteria Hasil :Peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

INTERVENSI a) Kolaborasi pemberian analgetik oral non opioid b) Motivasi klien untuk bergerak perlahan

RASIONAL Untuk mengurangi rasa nyeri

Dengan bergerak perlahan diharapkan dapat mencegah stress pada sendi yang terkena

c) Lakukan relaksasi dengan menyuruh klien berendam air hangat d) Bantu klien menggunakan alat bantu

Rendan air hangat dapat mengurangi nyeri

Alat Bantu berguna untuk memindahkan beban tubuh pada sendi yang nyeri

b) Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cidera. Kriteria hasil : Injuri dan komplikasi dapat dihindari atau tidak terjadi
INTERVENSI a) Awasi setiap gerakan yang memungkinkan Pasien terjadinya cidera. RASIONAL hemofilia mempunyai resiko

perdarahan spontan tak terkontrol sehingga diperlukan pengawasan setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cidera.

b)

Ajurkan pada orang tua untuk segera Identifikasi dini dan pengobatan dapat membawa anak ke RS jika terjadi injuri. membatasi beratnya komplikasi

c)

Jelaskan

pada

orang

tua

pentingnya Orang tua dapat mengetahui manfaat dari pencegahan cidera atau resiko perdarahan dan menghindari injuri dan komplikasi.

menghindari cidera.

c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri dan kekakuan sendi Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan mobilisasi fisik dan fungsi yang optimal dengan krieria : tidak ada nyeri pada sendi dan tidak ada kaku bila melakukan aktivitas fisik, pergerakan terbatas,klien dapat beraktivitas
INTERVENSI Kaji kekuatan motorik, kemampuan secara fungsional RASIONAL Menentukan perkembangan/ munculnya kembali tanda yang

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

menghambat tercapainya tujuan pasien

Beri posisi yang nyaman dengan menyokong persendian dengan menggunakan bantal atau papan kaki Lakukan rentang gerak pasif bila pembengkakan dan nyeri pada persendian sudah berkurang

Mempertahankan persendian dalam posisi fisiologis, mencegah kontraktur dan kekakuan otot Menstimulasi sirkulasi dan meningkatkan mobilitas sendi

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi Anatomi Darah merupakan cairan ektraseluler yang terletak dalam saluran yakni pembuluh darah, yang terdiri atas pembuluh darah dan sel darah. Fungsi darah : a) Transportasi pernapasan, dimana sebagian besar oksigen diangkat oleh eritrosit dari alveoli ke organ atau jaringa tubuh, dan karbondioksida diangkut oleh jaringan oleh plasma darah menuju alveoli paru b) Transfortasi zat makanan, mineral, vitamin, elektrolit, dan air dari gastrointestinal menuju hati melalui proses metabolisme, baru kemudian ke organ atau jaringan tubuh lain. c) Transportasi metabolit atau hasil sisa yakni zat yang tidak digunakan dikirim ke ginjal untuk selanjutnya di keluarkan melalui urine. d) Transportasi hasil suatu jaringan atau organ seperti hormon yang dihasilkan oleh kelenjar akan diangkut oleh darah. e) Transportasi hasil metabolisme di hati diangkut oleh plasma sel dan limfosit, leukosit yang berperan dalam fagositosis. f) Mempertahankan keseimbangan asam dan basa, juga sebagai transportasi bahan bahan yang diberikan melalui cairan yang lewat aliran darah. g) Hemostasis yang terletak pada plasma darah. Proses hemostatasis ini merupakan upaya untuk mempertahankan hilangnya darah akibat kerusakan pembuluh darah atau pecah. Proses homeostasis melalui berbagai tahap, yakni tetap vascular, koagulasi, serta dan rekontruksi. 1. Tahap vascular. Tahap ini merupakan tahap awal dari kerusakan pembuluh darah, dapat terjadi vasokontriksi lokal dan retraksi, kemudian trombosit akan mengadakan agregasi, aglutinasi berperan atau akan lisis dan mengeluarkan bahan untuk proses homeostasis seperti serotinin. 2. Tahap koagulasi

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

Pada tahap koagulasi, faktor pembekuan dan zat yang menghambat koagulasi atau anti koagulan berperan dan terjadi keseimbangan. Proses koagulasi terdiri atas tiga tahap. Diawali dengan proses pembekuan aktifator protrombin, perubahan protombin menjadi trombin,dan perubahan frbrinogen menjadi fibrin.

Mekanisme pembekuan dibagi menjadi dalam 3 tahap dasar yaitu : a) Pembekuan tromboplastin plasma intrinsik yang juga disebut tromboplastogenesis, dimulai dalam trombosit, terutama faktor trombosit III dan faktor pembekuan lain dengan pembekuan kolagen. b) Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisasi oleh tromboplastin, faktor IV, V, VII. c) Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator trombin, faktor trombosit I dan III 3. Tahap pembersihan dan rekontruksi. Merupakan tahap akhir dalam proses hemostasis berupa proses fibrinolisis dan pembentukan jaringan baru pada jaringanyang mengalami kerusakan.(Hidayat, 2006 ). Faktor-faktor pembekuan darah: a) Faktor I(fibrinogen) b) Faktor II ( protombin ) c) Faktor III(tromboplastin ) d) Faktor IV ( kalsium dan bentuk ion ) e) Faktor V ( proaseleran, faktor labil ) f) Faktor VII ( prokonverin, faktor stabil ) g) Faktor VIII (AHG = Antihemophilic Globulin / faktor pembekuan darah) h) Faktor IX (PTC = Plasma Thrombo ( lastin Antecedent ) i) Faktor XII ( hageman ) j) Faktor XIII ( faktor stabilitas febrin ). Perbedaan proses pembekuan darah antara orang normal dan penderita hemofilia Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

normal dengan penderita hemophilia menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentukan perdarahan. Proses pembekuan darah normal a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh. b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil. c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh. d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh. Proses pembekuan darah penderita hemofilia a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh. b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil. c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh. d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan


Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki karena hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita hanya sebagai pembawa atau carier. Hemofilia dibedakan menjadi 2 yaitu hemofilia tipe A yang disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan darah ke VII dan hemofilia tipe B yang disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan darah ke IX. Salah satu tanda dan gejalanya ialah terjadinya perdarahan pada jaringan, karena dapat dengan mudah mengalami perdarahan jika terjadi trauma sedikit saja. Kurangnya faktor pembekuan darah tersebut dapat diatasi dengan melakukan transfusi dengan teknik virisidal.

4.2 Saran
Tidak ada saran yang terlalu mengikat dalam kasus ini, hanya saja untuk penderita lebih hatihati dalam melakukan aktifitas sehari-hari agar tidak terjadi injuri. Untuk para perawat hendaklah selalu berhati-hati dalam melakukan tindakan pada tiap pasien yang akan dilakukan tindakan keperawatan maupun medis, riwayat penyakit yang lalu sangat menentukaan tindakan kita yang selanjutnya.

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

DAFTAR PUSTAKA
Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong, EGC, Jakarta. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1, Infomedika, Jakarta. Sodeman, 1995, Patofisiologi Sodeman : Mekanisme Penyakit, Editor, Joko Suyono, Hipocrates, Jakarta. Brunner dan Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2.Media Aesculapius. Jakarta. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta. http://www.hemofilia.or.id/hemofilia.php http://id.wikipedia.org/wiki/Hemofilia

Imune and Hematologic System II SGD kasus 1

Anda mungkin juga menyukai