Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN METODE EDUKASI GIZI TENTANG DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM PP (POSTPRANDIAL)

PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS KEDUNGKANDANG KOTA MALANG dr. Siswanto*, Fuadiyah Nila Kurniasari**, Ireka Rizka Dayana** Abstrak Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai kadar glukosa darah melebihi nilai normal. Prevalensi DM Tipe 2 menurut Departemen Kesehatan (2008) sebesar 12,8% dan menurut Dinas Kesehatan Kota Malang (2011) sebesar 30,97%. Upaya pencegahan dan penanganan penyakit degeneratif ini dengan merubah pola hidup dan pola makan masyarakat. Perubahan ini bisa dilakukan melalui edukasi gizi berupa konseling atau pemberian leaflet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara metode edukasi gizi terhadap perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp ( postprandial) pada pasien DM tipe 2. Studi true experiment menggunakan pretest posttest with control group design terhadap penderita DM tipe 2. Sampel dipilih dengan cara randomisasi dimana satu kelompok mendapat konseling dan kelompok lain mendapat leaflet. Besar sampel masingmasing kelompok 21 orang. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara metode konseling dengan metode pemberian leaflet terhadap perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp responden (Independent t-test, 213,9580,51 vs. 218,3873,73, p=0,519), namun terdapat perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp yang bermakna sebelum dan sesudah konseling atau pemberian leaflet (Paired t-test, p<0,05). Baik metode konseling maupun metode pemberian leaflet tidak menunjukkan perbedaan terhadap perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp responden. Kata kunci: DM tipe 2, metode edukasi gizi, kadar glukosa darah 2 jam pp ( postprandial) Abstract Diabetes Mellitus (DM) is a chronic disease that characterized blood glucose levels to an exceeded normal value. The prevalence of type 2 diabetes is 12,8% and 30,97% based on data from Department of Health (2008) and Malang City Health Department (2011) respectively. Changing lifestyle and eating habits could be used for preventing and treating degenerative disease. These change can be done through nutrition education by counseling or giving leaflets. The aim to determine the correlation of nutrition education method to the changes in 2 hours postprandial blood glucose levels in patients with type 2 diabetes. The study used a pretest-posttest true experimental control group design. Samples were selected by randomization in which one group received counseling and the other group received the leaflet. The sample size of each group is 21 people. No significant differences between counseling and giving leaflets to change 2 hour postprandial blood glucose levels s respondent (Independent t-test, 213,9580.51 vs. 218,3873,73, p= 0,519), but there are significantly different in 2 hour postprandial blood glucose levels before and after either counseling or giving leaflets (Paired t-test, p<0,05). Conclusion: Both methods of counseling and giving leaflet have no differences on changes in 2 hour postprandial blood glucose levels respondents. Keyword: Type 2 diabetes, nutrition education method, 2 hour postprandial blood glucose levels * Program Studi Pendidikan Dokter FKUB ** Program Studi Ilmu Gizi FKUB
1

PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya produksi insulin atau gangguan pada fungsi insulin, meskipun jumlahnya normal. Hal ini disebabkan karena terjadi kerusakan pada sebagian atau seluruh sel-sel kelenjar pankreas (sel beta). Kondisi ini menyebabkan gula (dalam bentuk glukosa) yang dikonsumsi tidak dapat diproses secara sempurna. Akibatnya, kadar gula dalam darah meningkat (Utami, 2009). Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penderita diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2011, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes melitus. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menyatakan bahwa prevalensi nasional penyakit DM di Indonesia sebanyak 5,7%. Dari 17 provinsi di Indonesia, Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi penyakit DM diatas prevalensi nasional, yaitu sebanyak 6,8%. Penelitian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes 2001, menunjukkan bahwa prevalensi DM tipe 2 terbesar pada usia 25-64 tahun yaitu sebesar 12,8% (Depkes, 2008). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Malang dan Badan Pusat Statistik Kota Malang (2011), prevalensi tertinggi DM tipe 2 pada tahun 2011 berdasarkan kelompok umur 40-64 tahun terdapat di Puskesmas Kedungkandang yaitu sebesar 30,97%. Hal tersebut menggambarkan tingginya kejadian DM tipe 2 di Puskesmas Kedungkandang Kota Malang. Peningkatan prevalensi DM dihubungkan dengan gaya hidup dan
2

diet. Gaya hidup yang saat ini banyak dianut adalah gaya hidup kebaratbaratan yang dicirikan dengan kurangnya aktifitas fisik dan pemilihan makanan yang tidak sehat yang merupakan pencetus terjadinya DM tipe 2 (Pusthika, 2011). Menurut Karyadi (2002), suatu langkah yang bisa diambil sebagai upaya pencegahan dan penanganan penyakit degeneratif ini adalah dengan merubah perilaku hidup masyarakat terutama dalam memilih makanan sehari-hari. Perubahan ini bisa dilakukan melalui pendidikan kesehatan yaitu edukasi gizi (nutrition education) berupa penyuluhan dan konsultasi gizi. Edukasi gizi merupakan usaha di bidang kesehatan untuk membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan responden menuju konsumsi pangan yang sehat dan bergizi sesuai dengan kebutuhan tubuh (Widhayati, 2009). Metode dalam edukasi gizi dibedakan menjadi metode berdasarkan teknik komunikasi yaitu metode penyuluhan langsung dengan cara konseling gizi dan metode penyuluhan tidak langsung dengan cara membaca leaflet (Stang dan Story, 2005). Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan metode edukasi gizi tentang diabetes melitus (DM) tipe 2 terhadap perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kedungkandang Kota Malang. Tujuan khusus penelitian ini antara lain (1) Mengkaji perbedaan rerata nilai pengetahuan responden terkait DM tipe 2 sebelum dan sesudah konseling gizi maupun sebelum dan sesudah pemberian leaflet. (2) Mengkaji perbedaan rerata nilai sikap responden terkait DM tipe 2 sebelum dan sesudah konseling gizi maupun sebelum dan sesudah pemberian leaflet. (3) Mengkaji perbedaan rerata asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat responden DM tipe 2 sebelum dan sesudah konseling gizi

maupun sebelum dan sesudah pemberian leaflet. (4) Mengkaji perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) responden DM tipe 2 antara yang diberi konseling gizi dengan pemberian leaflet. (5) Mengkaji perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) responden DM tipe 2 sebelum dan sesudah konseling gizi maupun sebelum dan sesudah pemberian leaflet. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunkan rancangan True Experiment dengan menggunakan rancangan Pretest Posttest with Control Group. Dalam rancangan ini dilakukan randomisasi (R), dimana intervensi pada setiap sampel yang terpilih dari populasi (subjek) dilakukan berdasarkan acak atau random. Kemudian dilakukan pretest (O1), diikuti intervensi (X1 dan X2), setelah beberapa waktu dilakukan posttest (O2) (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) 200 mg/dl yang menjadi pasien di Puskesmas Kedungkandang Kota Malang. Sampel penelitian yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi (Notoadmodjo, 2010), sebagai berikut: (1) Pasien di Puskesmas Kedungkandang Kota Malang. (2) Pasien menderita DM tipe 2. (3) Usia >40 sampai kurang dari 65 tahun dan masih melakukan aktifitas fisik. (4) Menggunakan obat metformin atau glibenklamid atau kombinasi metformin dan glibenklamid. Obat yang dikonsumsi responden harus homogen supaya tidak menjadi confounding factor. (5) Bersedia menjadi sampel penelitian dan mau menandatangani informed consent. Adapun kriteria eksklusinya, sebagai berikut: (1) Menggunakan diet tertentu. (2) Pasien menderita komplikasi jantung. (3) Responden pindah ke kota lain ketika masih dalam penelitian.
3

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan metode edukasi gizi tentang diabetes melitus tipe 2 terhadap perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) pada pasien diabetes melitus tipe 2, diolah dengan menggunakan software SPSS 16.0 for Window, dengan uji parametrik Independent t-test. Untuk mengetahui perubahan tingkat pengetahuan, sikap, pola makan (asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat), dan perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp pada pasien diabetes melitus tipe 2 antara sebelum dan sesudah konseling atau pemberian leaflet diuji dengan menggunakan uji Paired t-test, apabila tidak memenuhi syarat (distribusi data tidak normal), maka menggunakan uji non parametrik Wilcoxon signed-rank test (Dahlan, 2011). HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Pengetahuan Pengetahuan responden diuji dengan menggunakan pretest kemudian responden diberi konseling atau leaflet, dua minggu kemudian dilakukan posttest. Perbedaan rerata nilai pengetahuan responden sebelum dan sesudah konseling maupun pemberian leaflet disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. menunjukkan bahwa analisis statistik dengan uji Wilcoxon dengan IK 95% diperoleh nilai p-value pengetahuan pada metode konseling adalah 0,001 (p<0,05), dan nilai p-value pengetahuan pada metode pemberian leaflet adalah 0,003 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata nilai pengetahuan yang bermakna sebelum dan sesudah konseling maupun sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Dengan kata lain, terjadi perubahan nilai pengetahuan responden setelah diberi konseling maupun diberi leaflet.

Tabel 1. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Konseling maupun Pemberian Leaflet Pengetahuan Sebelum dan sesudah konseling Negative ranks Positive ranks Ties Total Negative ranks Positive ranks Ties Total 1a 19b 1c 21 3a 15b 3c 21 Mean Rank 18,00 10,11 Sig*

0,001

Sebelum dan sesudah pemberian leaflet


*Uji Wilcoxon

6,00 10,20

0,003

Keterangan: a. Pengetahuan setelah intervensi < pengetahu an sebelum intervensi b. Pengetahuan setelah intervensi > pengetahuan sebelum intervensi c. Pengetahuan setelah intervensi = pengetahuan sebelum intervensi

Pada metode konseling terdapat 19 orang dengan hasil nilai pengetahuan setelah konseling lebih baik daripada sebelum konseling, sedangkan pada metode pemberian leaflet terdapat 15 orang dengan hasil pengetahuan setelah pemberian leaflet lebih baik daripada sebelum pemberian leaflet. Dapat disimpulkan bahwa metode konseling lebih baik daripada metode pemberian leaflet dalam meningkatkan nilai pengetahuan responden.

Sikap Sikap responden diuji dengan menggunakan pretest kemudian responden diberi konseling atau leaflet, dua minggu kemudian dilakukan posttest. Perbedaan rerata nilai sikap responden sebelum dan sesudah konseling maupun pemberian leaflet disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Rerata Nilai Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Konseling maupun Pemberian Leaflet Sikap Sebelum dan sesudah konseling Negative ranks Positive ranks Ties Total Negative ranks Positive ranks Ties Total 0 14b 7c 21 5a 14b 2c 21
a

Mean Rank 0,00 7,50

Sig*

0,001

Sebelum dan sesudah pemberian leaflet


*Uji Wilcoxon

9,10 10,32

0,042

Keterangan: a. Sikap setelah intervensi < sikap sebelum inte rvensi b. Sikap setelah intervensi > sikap sebelum intervensi c. Sikap setelah intervensi = sikap sebelum intervensi

Tabel 2. menunjukkan bahwa analisis statistik dengan uji Wilcoxon dengan IK 95% diperoleh nilai p-value sikap pada metode konseling adalah 0,001 (p<0,05), dan nilai p-value sikap pada metode pemberian leaflet adalah 0,042 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata nilai sikap yang bermakna sebelum dan sesudah konseling maupun sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Dengan kata lain, terjadi perubahan nilai sikap responden setelah diberi konseling maupun diberi leaflet. Pada metode konseling menunjukkan bahwa tidak ada responden dengan hasil nilai sikap setelah konseling lebih buruk daripada sebelum konseling, sedangkan pada metode pemberian leaflet terdapat 5 orang dengan hasil nilai perubahan sikap setelah pemberian leaflet lebih

buruk daripada sebelum pemberian leaflet. Dapat disimpulkan bahwa metode konseling lebih baik daripada metode pemberian leaflet dalam merubah nilai sikap responden. Pola Makan berdasarkan Asupan Energi dan Zat Gizi (Protein, Lemak, dan Karbohidrat) dari Hasil Recall 24 Jam Perubahan pola makan berdasarkan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat) responden dilihat dengan metode recall 24 jam kemudian responden diberi konseling atau leaflet, setelah dua minggu dilakukan recall 24 jam kembali. Perbedaan rerata asupan energi dan zat gizi responden sebelum dan sesudah konseling maupun pemberian leaflet disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan Rerata Asupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat Responden Sebelum dan Sesudah Konseling maupun Pemberian Leaflet Metode Edukasi Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Asupan Energi Protein Lemak Karbohidrat Energi Protein Lemak Karbohidrat Mean SD 1245,84 275,04 1341,72 293,89 38,19 10,58 50,20 10,36 38,64 11,65 48,25 9,47 207,34 39,05 294,97 60,21 1264,56 401,48 1391,70 306,99 43,18 8,12 50,61 8,93 38,10 14,24 48,58 8,80 184,27 63,55 265,00 64,82 Mean -95,89 -12,01 -9,6 -87,6 -127,14 -7,43 -10,48 -80,74 Sig* 0,003 0,001 0,004 0,000 0,001 0,016 0,005 0,000

Konseling

Pemberian Leaflet

*Uji Paired t-test

Tabel 3. menunjukkan bahwa analisis statistik dengan uji Paired t-test dengan IK 95% diperoleh nilai p-value asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat pada metode konseling berturut-turut adalah 0,003; 0,001;
5

0,004; 0,000 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang bermakna sebelum dan sesudah konseling gizi. Nilai p-value asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat

pada metode pemberian leaflet berturut-turut adalah 0,001; 0,016; 0,005; 0,000 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang bermakna sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Dengan kata lain, terjadi perubahan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat responden sesudah diberi konseling maupun diberi leaflet Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP (Postprandial) Perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) dilihat

dengan menggunakan dua metode edukasi gizi, yaitu metode konseling dan metode pemberian leaflet. Perbedaan Rerata Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP (Postprandial) Responden yang Diberi Konseling dengan Pemberian Leaflet pada Awal dan Akhir Penelitian Perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) responden antara yang diberi konseling dengan pemberian leaflet disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Rerata Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP (Postprandial) Responden yang Diberi Konseling dengan Pemberian Leaflet pada Awal dan Akhir Penelitian Kadar Glukosa Darah 2JPP Waktu Penelitian Awal Akhir Metode Edukasi Konseling Leaflet Konseling Leaflet n 21 21 Mean SD 289,95 306,95 213,95 218,38 79,17 77,99 80,51 73,73 Sig* 0,931 0,519

*Uji Independent t-test

Tabel 4. menunjukkan bahwa analisis statistik dengan uji Independent t-test dengan IK 95% diperoleh rerata kadar glukosa darah 2 jam pp responden pada awal penelitian antara metode konseling dengan metode pemberian leaflet adalah 289,9579,17 vs. 306,9577,99, p=0,931, sedangkan pada akhir penelitian adalah 213,9580,51 vs. 218,3873,73, p=0,519, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara metode konseling dengan metode pemberian leaflet terhadap kadar glukosa darah 2 jam pp responden pada akhir penelitian.

Perbedaan Rerata Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP (Postprandial) Responden Sebelum dan Sesudah Konseling maupun Pemberian Leaflet Pada penelitian ini, kadar glukosa darah 2 jam pp responden diperiksa kemudian responden diberi konseling atau leaflet, setelah dua minggu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam pp responden kembali. Perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp responden sebelum dan sesudah konseling maupun pemberian leaflet disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan Rerata Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP Responden Sebelum dan Sesudah Konseling maupun Pemberian Leaflet Kadar Glukosa Darah 2JPP Metode Konseling Metode Pemberian Leaflet *Uji Paired t-test Tabel 5. menunjukkan bahwa analisis statistik dengan uji Paired t-test dengan IK 95% diperoleh nilai p-value kadar glukosa darah 2 jam pp pada metode konseling adalah 0,000 (p<0,05), dan nilai p-value kadar glukosa darah 2 jam pp pada metode pemberian leaflet adalah 0,000 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp yang bermakna sebelum dan sesudah konseling maupun sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Dengan kata lain, terjadi perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp responden setelah diberi konseling maupun diberi leaflet. PEMBAHASAN Pengetahuan Perbedaan rerata nilai pengetahuan responden dilihat dengan menggunakan dua metode, yaitu metode konseling dan metode pemberian leaflet. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Konseling Hasil analisis statistik dengan uji Wilcoxon diperoleh nilai p=0,001 (<0,05), artinya ada perbedaan nilai pengetahuan yang bermakna antara sebelum konseling dengan sesudah konseling. Dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan nilai pengetahuan responden sesudah konseling. Peningkatan nilai pengetahuan yang terjadi setelah konseling menunjukkan
7

n 21 21

Mean SD 289,95 79,17 213,95 80,51 306,95 77,99 218,38 73,73

Mean 76,00 88,57

Sig* 0,000 0,000

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

bahwa tujuan konseling tercapai dan menunjukkan bahwa konseling merupakan metode yang sesuai untuk meningkatkan pengetahuan, sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan pengetahuan seseorang dapat digunakan dengan cara ceramah, membaca, dan konseling (Rantucci, 2007). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian lain, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Hiswani dan Bahri (2005) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode diskusi bisa meningkatkan pengetahuan, sikap dan dapat menurunkan kadar gula darah pasien DM tipe 2. Penelitian oleh Magdalena (2005) juga menyatakan bahwa metode konseling gizi dapat meningkatkan pengetahuan pasien DM tipe 2. Selain itu, hasil penelitian Milne et al. (1994), menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan, pemahaman, kesadaran pasien juga terjadi perbaikan yang signifikan kontrol glukosa darah setelah konseling gizi. Penelitian-penelitian ini diperkuat dengan teori yang dinyatakan oleh Soegondo (2002), bahwa penyuluhan gizi diperlukan agar pasien yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya akan mengubah sikap dan perilakunya dan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih lama. Sukmaniah (2000) menambahkan, pasien DM yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang memadai tentang

standar diet yang tepat serta mengaplikasikannya dalam diet seharihari, diharapkan berat badan dan kadar glukosa darahnya dapat dikendalikan dengan baik, sehingga dapat dicegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Leaflet Hasil analisis statistik dengan uji Wilcoxon diperoleh nilai p=0,003 (<0,05), artinya ada perbedaan nilai pengetahuan yang bermakna antara sebelum pemberian leaflet dengan sesudah pemberian leaflet. Dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan nilai pengetahuan responden sesudah pemberian leaflet. Hasil penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitan yang dilakukan oleh Pulungan (2008) yang menyatakan bahwa hasil penyuluhan dengan menggunakan metode pemberian leaflet terbukti dapat meningkatkan pengetahuan responden dari 86,7% menjadi 100%. Faktor metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Bentuk penyuluhan ini bisa disampaikan baik melalui ceramah, diskusi, maupun dengan bantuan media seperti poster, brosur, pamflet dan leaflet. Penyuluhan dapat dibantu oleh beberapa media yang mengutamakan pesan visual seperti poster, brosur, majalah, lembar balik, pamflet, stiker, dan leaflet. Kelebihan media cetak ini antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Tetapi media ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulur efek gerak dan efek suara, dan mudah terlipat (Notoadmodjo, 2010). Sikap Perbedaan rerata nilai sikap responden dilihat dengan
8

menggunakan dua metode konseling pemberian leaflet.

metode, yaitu dan metode

Perbedaan Rerata Nilai Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Konseling Analisis statistik dengan uji Wilcoxon diperoleh nilai p=0,001 (<0,05), artinya ada perbedaan nilai sikap yang bermakna antara sebelum konseling dengan sesudah konseling. Dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan nilai sikap responden sesudah konseling. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata, diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sebagai contoh seorang pasien yang telah mempunyai pengetahuan dan sikap yang baik terhadap keteraturan berolahraga, mungkin tidak dapat menjalankan perilaku tersebut karena keterbatasan waktu (Basuki, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2010) menyatakan bahwa konseling mampu menghasilkan perbaikan sikap dan perilaku ke arah yang lebih baik (p<0,001). Penelitian lain yang juga mendukung penelitian ini adalah penelitian oleh Kurniawan (2010) yang menyatakan bahwa konseling dapat meningkatkan sikap secara signifikan dengan nilai t=71,001 dan nilai signifikansi p = 0,000. Hasil penelitian-penelitian tersebut diperkuat dengan teori oleh Niven (2002), yang menyatakan bahwa sikap seseorang adalah komponen yang sangat penting dalam perilaku kesehatannya, yang kemudian diasumsikan bahwa adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku seseorang. Sikap terbentuk dari 3 komponen utama yaitu: (1) komponen afektif, berhubungan dengan perasaan dan emosi tentang seseorang atau sesuatu, (2) komponen kognitif, berhubungan dengan kepercayaan tentang sesorang atau sesuatu objek, (3) komponen perilaku, sikap terbentuk dari tingkah laku atau perilaku. Untuk

mendapatkan sikap yang diinginkan maka pasien harus melewati 3 komponen tersebut. Jadi, pengaruh konseling terhadap perubahan sikap juga dipengaruhi oleh sikap responden itu sendiri. Perbedaan Rerata Nilai Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Leaflet Hasil analisis statistik dengan uji Wilcoxon diperoleh nilai p=0,042 (<0,05), artinya ada perbedaan nilai sikap yang bermakna antara sebelum pemberian leaflet dengan sesudah pemberian leaflet. Dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan nilai sikap responden sesudah pemberian leaflet. Penelitian lain yang menjelaskan tentang efek pemberian leaflet terhadap sikap yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sukardjo (2007) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menggunakan media seperti leaflet dapat memberikan perubahan sikap responden, namun perubahan ini terjadi setelah responden diberi intervensi. Penelitian lain oleh Pulungan (2008) yang menyatakan bahwa hasil penyuluhan dengan menggunakan metode pemberian leaflet terbukti dapat meningkatkan sikap responden dari 48,3% menjadi 98,3%. Penelitian ini diperkuat dengan teori oleh Azwar (2005) yang menyebutkan bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Melalui sikap yang positif serta pro aktif, pasien DM bisa hidup normal seperti orang sehat serta bisa produktif. Memang hal ini sulit dipraktekkan dalam keseharian, tetapi kondisi tersebut merupakan tantangan bagi penderita DM untuk tetap bisa mendapatkan kondisi yang fit serta bisa melakukan aktifitas sehari-hari dengan normal. Notoatmodjo (2003) menambahkan bahwa penyuluhan kesehatan tidak dapat lepas dari media, pesan-pesan disampaikan dengan mudah dipahami, dan lebih menarik. Media juga dapat menghindari
9

kesalahan persepsi, memperjelas informasi, mempermudah pengertian, dapat mengurangi komunikasi yang verbalistik, dan memperlancar komunikasi. Dengan demikian, sasaran dapat mempelajari pesan tersebut dan mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan. Pola Makan berdasarkan Asupan Energi dan Zat Gizi (Protein, Lemak, dan Karbohidrat) dari Hasil Recall 24 Jam Perubahan pola makan responden berdasarkan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat diperoleh melalui hasil recall 24 jam yang diambil sebanyak dua kali. Perubahan ini dapat dilihat dengan menggunakan dua metode, yaitu metode konseling dan metode pemberian leaflet. Perbedaan Rerata Asupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat Responden Sebelum dan Sesudah Konseling Hasil analisis statistik dengan uji Paired t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang bermakna sebelum dan sesudah konseling gizi. Dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat responden sesudah konseling. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salman (2002) yang menyatakan bahwa konsultasi gizi dengan standar diet dapat mempengaruhi pengendalian asupan zat gizi. Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori yang dinyatakan oleh Callabero et al. (2003), bahwa pengetahuan mengenai jenis makanan mempengaruhi pemilihan makanan yang akan dikonsumsi yang pada akhirnya akan berdampak pada asupan makanan yang dikonsumsi. Menurut Podojoyo, dkk. (2007), konseling gizi dapat memberikan perubahan konsep dan perilaku responden yang

overweight dan obesitas untuk mengubah pola makan yaitu dengan mengurangi konsumsi energi dari biasanya dan meningkatkan aktivitas fisik. Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori menurut Suhardjo (2003) yang menyatakan bahwa penyuluhan gizi adalah suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan dan mempertahankan gizi yang baik. Perubahan asupan energi dan zat gizi reponden pada akhir penelitian menunjukkan peningkatan, namun peningkatan tersebut masih dalam batas normal (tidak melebihi kebutuhan). Jika dilihat dari hasil analisis data diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai status gizi overweight (52,4%) dan sebesar 23,8% responden dengan status gizi obesitas dimana seharusnya terjadi penurunan asupan makanan setelah intervensi untuk membantu responden mencapai berat badan ideal dan menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada akhir penelitian (2 minggu setelah penelitan awal) peneliti tidak menggunakan alat bantu food model atau gambar model bahan makanan pada saat melakukan recall 24 jam, sehingga menyebabkan adanya kemungkinan perbedaan persepsi ukuran atau porsi bahan makanan antara peneliti dengan responden yang menyebabkan hasil perhitungan asupan energi dan zat gizi menjadi tidak akurat. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan asupan responden sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa seorang pasien yang telah berniat untuk makan sesuai dengan pola diet makanan yang telah dianjurkan ahli gizi, kadangkadang keluar dari jalur tersebut karena situasi di rumah atau di kantor yang tidak mendukung, seperti sedang ada pesta atau perayaan (Basuki, 2009). Perbedaan Rerata Asupan Energi Protein, Lemak, dan Karbohidrat
10

Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Leaflet Hasil analisis statistik dengan uji Independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang bermakna sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat responden sesudah pemberian leaflet. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Farudin (2011) yang menyatakan bahwa metode edukasi gizi dengan pemberian booklet maupun leaflet mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan asupan energi penderita DM, dengan hasil analisis yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan efektifitas terhadap asupan energi antara pemakaian leaflet dan booklet. Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori yang dinyatakan oleh Widhayati (2009), bahwa edukasi gizi bertujuan untuk membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan responden menuju konsumsi pangan yang sehat dan bergizi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP (Postprandial) Perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) dilihat dengan menggunakan dua metode edukasi gizi, yaitu metode konseling dan metode pemberian leaflet. Perbedaan Rerata Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP (Postprandial) Responden yang Diberi Konseling dengan Pemberian Leaflet pada Akhir Penelitian Hasil analisis statistik dengan uji Independent t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara metode konseling dengan metode pemberian leaflet terhadap perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp pada akhir penelitian, artinya baik metode konseling maupun

metode pemberian leaflet keduanya tidak berbeda secara signifikan terhadap kadar glukosa darah 2 jam pp responden. Tidak adanya perbedaan tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor berikut, seperti peluang terjadinya pertukaran informasi antar responden sangat besar karena respoden berada pada satu daerah atau satu wilayah yang sama. Selain itu, adanya kemungkinan pemberian informasi berlebih dari peneliti kepada responden yang memperoleh intervensi pemberian leaflet, sehingga menyebabkan tidak ada perbedaan antara responden yang diberi konseling maupun yang diberi leaflet. Hasil penelitian yang dilakukan pada awal penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pulungan (2008) yang menyatakan bahwa sebelum dilakukan penyuluhan responden mempunyai karakteristik pengetahuan dan sikap yang hampir sama (tidak ada perbedaan). Keadaan ini diperkuat dengan teori yang dinyakatan oleh Arikunto (2006) bahwa salah satu persyaratan penelitian eksperimen adalah mengusahakan kedua kelompok responden dalam kondisi yang sama (tanpa intervensi), sehingga paparan tentang hasil akhir dapat betul-betul merupakan hasil ada dan tidaknya perlakuan. Namun, hasil penelitian yang dilakukan pada akhir penelitian bertolak belakang dengan hasil penelitian Pulungan (2008) yang menyatakan bahwa sesudah pemberian penyuluhan baik dengan metode ceramah dan leaflet maupun dengan metode ceramah dan film dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap responden menjadi baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua metode dapat memberikan efek positif terhadap perubahan pengetahuan dan sikap responden. Perbedaan ini dapat terjadi karena pada penelitian ini, metode edukasi yang digunakan oleh peneliti terbatas pada media visual, yaitu dengan metode konseling dan pemberian leaflet, sedangkan pada
11

penelitian Pulungan (2008), menggunakan media audio visual yaitu metode ceramah dan leaflet dengan metode ceramah dan film. Dimana media ini memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh media visual, seperti lebih mudah dipahami, sudah dikenal masyarakat, mengikutsertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang, dan lebih menarik karena film menyuguhkan gerak, gambar, warna dan suara (WHO, 1992), sehingga akan lebih efektif untuk memberikan perubahan positif dari intervensi yang telah dilakukan. Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Pulungan (2008) adalah penelitian ini hanya menggunakan media visual sedangkan pada penelitian Pulungan, menggunakan metode audio visual. Dimana media visual memiliki kelemahan dibandingkan media audio visual seperti tidak dapat menstimulur efek gerak dan efek suara, dan mudah terlipat, sehingga daya terima responden cenderung lebih sulit dibandingkan dengan menggunakan media audio visual. Perbedaan Rerata Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP (Postprandial) Responden Sebelum dan Sesudah Konseling Hasil analisis statistik dengan uji Paired t-test menunjukkan terdapat perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) yang bermakna yaitu p=0,000 (p<0,05) sebelum dan sesudah konseling gizi. Selain konseling, penurunan kadar glukosa darah 2 jam pp respoden juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola makan yang baik dan konsumsi obat anti diabetes (OAD) yang teratur, dimana seluruh responden pada penelitian ini mengkonsumsi OAD jenis glibenklamid dan metformin. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Salman (2002) yang menyatakan

bahwa konsultasi gizi dengan standar diet mempengaruhi pengendalian asupan zat gizi, berat badan dan kadar gula darah pasien DM tipe 2. Penelitian lain oleh Mona, dkk. (2012), menyatakan bahwa ada hubungan frekuensi pemberian konsultasi gizi dengan kepatuhan diit pasien (p = 0,045) dan ada hubungan kepatuhan diit dengan kadar glukosa darah responden (p = 0,001), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan konsultasi gizi terhadap perubahan kadar glukosa darah responden. Penelitian ini diperkuat oleh teori tentang peran konseling gizi terhadap pengendalian kadar glukosa darah. Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah. Pengendalian gula darah merupakan upaya yang harus dilakukan untuk menghindari terjadinya komplikasi. Upaya pengendalian gula darah pasien DM dilakukan dengan cara pemberian edukasi gizi, perencanaan menu, kegiatan jasmani, dan pemberian obat hipoglikemik (Farudin, 2011). Perbedaan Rerata Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP (Postprandial) Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Leaflet Hasil analisis statistik dengan uji Paired t-test menunjukkan terdapat perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp (postprandial) yang bermakna yaitu p=0,000 (<0,05) antara sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Selain pemberian leaflet, penurunan kadar glukosa darah 2 jam pp respoden juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola makan yang baik dan konsumsi obat anti diabetes (OAD) yang teratur, dimana seluruh responden pada penelitian ini mengkonsumsi OAD jenis glibenklamid dan metformin. Hasil penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian oleh Hiswani (2001) bahwa pendidikan kesehatan dengan menggunakan media cetak dapat
12

meningkatkan pengetahuan, sikap dan dapat menurunkan kadar gula darah pasien DM tipe 2. Jazilah (2002) menambahkan bahwa penderita DM yang mempunyai pengetahuan tinggi, sikap positif dan praktik yang baik kadar glukosa darahnya cenderung lebih terkendali. Berbeda dengan penelitian Farudin (2011) yang menyatakan bahwa metode edukasi gizi dengan pemberian booklet lebih efektif untuk meningkatkan skor pengetahuan dan mengendalikan kadar gula darah dibandingkan leaflet, dan tidak ada perbedaan efektifitas terhadap asupan energi antara pemakaian leaflet dan booklet. Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap mental sehingga seseorang tahu, mau, dan mampu melaksanakan perubahanperubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, sehingga dengan pemberian metode edukasi gizi dapat meningkatkan pengetahuan, dimana saat pengetahuan seseorang meningkat diharapkan terjadi perubahan sikap dan perilaku yang teraplikasi pada perbaikan pola makan, sehingga dapat mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah responden. Dari beberapa perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa apapun bentuk edukasi gizi yang diberikan baik melalui ceramah, konseling ataupun dengan bantuan leaflet atau booklet dapat menurunkan kadar glukosa darah responden. KESIMPULAN 1. Terdapat perbedaan rerata nilai pengetahuan yang bermakna (p<0,05) sebelum dan sesudah konseling maupun sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Dengan kata lain, terjadi perubahan nilai pengetahuan responden setelah

2.

3.

4.

5.

diberi konseling maupun diberi leaflet. Terdapat perbedaan rerata nilai sikap yang bermakna (p<0,05) sebelum dan sesudah konseling atau sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Dengan kata lain, terjadi perubahan sikap responden setelah diberi konseling maupun diberi leaflet. Terdapat perbedaan rerata asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang bermakna (p<0,05) sebelum dan sesudah konseling atau sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Dengan kata lain, terjadi perubahan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat responden setelah diberi konseling maupun diberi leaflet. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara metode konseling dengan metode pemberian leaflet terhadap kadar glukosa darah 2 jam pp responden pada akhir penelitian. Terdapat perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp yang bermakna (p<0,05) sebelum dan sesudah konseling atau sebelum dan sesudah pemberian leaflet. Dengan kata lain, terjadi perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp responden setelah diberi konseling maupun diberi leaflet.

3.

4.

selama penelitian berlangsung, supaya data yang digali dapat dikonversikan ke dalam nutrisurvei dengan jumlah porsi yang tepat. Untuk penelitian selanjutnya, seharusnya ada satu kelompok lagi yang tidak diberi perlakuan yaitu kelompok kontrol, sehingga penurunan kadar glukosa darah 2 jam postprandial pasien dapat dilihat secara obyektif karena pengaruh intervensi atau karena obat anti diabetes yang dikonsumsi responden. Secara teoritis, banyak faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap tindakan seseorang atau individu agar mempunyai perilaku yang positif, diantaranya pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/ keyakinan dan lain-lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit DM. Untuk membuktikan apakah variabel-variabel tersebut benarbenar berhubungan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Azwar, S. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang. 2011. Malang dalam Angka 2011 (Malang City in Figures 2011). Hal. 23-27. (http://sjamsiarfiaub.lecture.ub.a c.id/files/2012/01/MDA_11.pdf. Diakses pada 8 Juli 2012 pukul 21.29 WIB)

SARAN 1. Dilihat dari segi usia responden yang sebagian besar adalah lansia (51-64 tahun), menjadi salah satu kendala dalam melakukan recall 24 jam karena keterbatasan daya ingat responden. Sebaiknya, pada penelitian selanjutnya melibatkan serta melakukan pendekatan lebih dalam kepada anggota keluarga responden supaya memperoleh data seobyektif mungkin. Perlu pemakaian food model atau gambar model bahan makanan pada saat melakukan recall 24 jam
13

2.

Basuki, E. 2009. Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 59, Nomor 2, Februari

Dahlan, MS. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Depkes RI. 2008. Pedoman Penemuan Dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Mellitus, DITJEN PP dan Pl. Jakarta, hal. 1 Farudin, A. 2011. Perbedaan Efek Konseling Gizi dengan Media Leaflet dan Booklet terhadap Tingkat Pengetahuan, Asupan energi dan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tesis: Program Gizi Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Hiswani. 2001. Penyuluhan Kesehatan pada Penderita Diabetes Mellitus . Karya Ilmiah: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara Hiswani dan Bahri, S. 2005. Penyuluhan Kesehatan pada Penderita Diabetes Mellitus . Jurnal Info Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Vol. IX. No. 3. Hal : 209-215 Karyadi, E. 2006. Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung. Koroner. Jakarta: Intisasi Mediatama Kurniawan, VE. 2010. Pengaruh konseling terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku penderita Diabetes Mellitus tentang perawatan kaki di Wilayah Kerja Puskesmas Kabuh Jombang. Tesis: Program Studi Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta Magdalena. 2005. Pengaruh Konseling Gizi Menggunakan Standar Diet
14

terhadap Pengetahuan dan Kepatuhan Diet pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD Ulin Banjarmasin. Tesis: Sekolah Pascasarjana, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Mona E., Bintanah S., dan Astuti R. 2012. Hubungan Frekuensi Pemberian Konsultasi Gizi dengan Kepatuhan Diit serta Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Rawat Jalan di RS. Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. November 2012, Volume 1, Nomor 1 Niven, N. 2002. Psikologi Kesehatan: Pengantar untuk Perawat dan Profesional Kesehatan Lain (Edisi 2). Penerjemah: A. Waluyo. Jakarta: EGC Notoadmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, hal. 113 Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Podojoyo, Susyani, dan Nuryanto. 2007. Konseling Gizi terhadap Penurunan Berat Badan Remaja Overweight dan Obesitas di Kota Palembang. Jurnal Pembangunan Manusia (http://balitbangnovda.sumselpr ov.go.id/data/download/3bab4.p df. Diakses pada 29 Januari 2013 pukul 16.37 WIB) Pulungan, R. 2008. Pengaruh Metode Penyuluhan terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Dokter Kecil dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN-DBD) di Kecamatan Helvetia Tahun 2007. Tesis: Universitas Sumatra Utara,

Medan. (http://repository.usu.ac.id/bitstr eam/123456789/6813/1/09E013 41.pdf. Diakses pada 17 Mei 2012 pukul 12.23 WIB) Pusthika, IO. 2011. Pengaruh Frekuensi Konseling Gizi dan Gaya Hidup terhadap Indeks Massa Tubuh, Lingkar Pinggang, Tekanan Darah, dan Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus . Artikel Karya Tulis Ilmiah, Universitas Diponegoro. (http://eprints.undip.ac.id/33314/ 1/Inggar.pdf. Diakses pada 18 Mei 2012 pukul 22.23 WIB) Rantucci, MJ. 2007. Komunikasi Apoteker-Pasien: Panduan Konseling Pasien (Edisi 2). Penerjemah: A.N. Sani. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Riskesdas 2007. Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Desember 2008. (http://www.google.co.id. Diakses pada 24 Juni 2012 pukul 11.12 WIB) Stang, J. dan Story, M. 2005. Guidlines for Adolescent Nutrition Services .(http://www.epi.umn.ed u./let/pubs/adol_book.shtm.Diak ses pada 2 Juni 2012 pukul 08.17 WIB) Suhardjo. 2003. Berbagi Cara Pendidikan Gizi. Bogor: Bumi Aksara Utami, P. 2009. Solusi Sehat Mengatasi Diabetes. Jakarta: Agromedia Pustaka Widhayati, RE. 2009. Efek Pendidikan Gizi terhadap Perubahan Konsumsi Energi dan IMT pada
15

Remaja Kelebihan Berat Badan. Universitas Diponegoro Semarang. (http://www.undip.ac.id. Diakses pada 1 Juni 2012 pukul 22.56 WIB) Wijayanti, HS. 2010. Perbandingan Pengaruh Konseling dan Penyuluhan Kelompok terhadap Perubahan Sikap dan Perilaku Ibu Balita Gizi Buruk di Kabupaten Ponorogo. Tesis: UNS-Pascasarjana Prodi. Magister Kedokteran Keluarga, Surakarta

Pembimbing I

dr, Siswanto, M.Sc NIP. 19510110 198103 1 003

Anda mungkin juga menyukai