Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ASD (ATRIAL SEPTAL DEFECT)

Disusun Oleh Kelompok 9 1. LINDA SULISTIYAWATI 2. ANREKA YUDHA (2004.46) (2004.13)

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN 2005 / 2006

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASD (ATRIAL SEPTAL DEFECT) 1. LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian ASD adalah kelainan natomik jantung kibat terjadinya kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringn pada tahap perkembangan pemisahan rongga atrium menjadi atrium kanan dan kiri. 1.2 Etiologi Penyebab secara pasti belum diketahui tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain : 1.2.1 1.2.2 1.2.3 Faktor genetik : Kelainan kromosom seperti pada down syndrom, tuner syndrom dan lain lain. Faktor lingkungan : gangguan sirkulasi utero placentair. Pada saat hamil ibu menderita pubella, ibu hamil yang alkoholik, usia ibu yang saat hamil lebih dari 40 tahun. 1.3 Patofisiologi ASD akibat terjadinya kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan pada tahap perkembangan pemisahan organ atrium menjadi atrium kiri dan kanan. Akibat adanya celah patologis antara atrium kanan dan atrium kiri, klien dengan defec septum atrium mempunyai beban pada sisi jantung kanan , akibat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan. Beban tersebut merupakan beban volume (volume overload). Aliran darah pintas kiri ke kanan pada tipe osteum sekundum dan tipe sinus venosus akan menyebabka keluhan kelemahan dan sesak nafas, umumnya timbul pada usia dewasa muda. Kegagalan jantung kanan serta aritma supra ventrikulear dapat pula terjadi pada stadium lanjut. Namun apabila repurigtusi mitral berat, gejala serta keluhan akan muncul lebih berat dan lebih awal. Gejala ini umumnya ditemukan pada umur 20 40 tahun.

Terdapat 3 bentuk anatomik ASD yaitu : 1.3.1 1.3.2 cava superior dan inferior). 1.3.3 ASD 1.4 Gejala Klinis 1) Sesak nafas 2) Capek selama aktivitas (kelemahan fisik, letih, lelah). 3) Anoreksia, mual, muntah kadang - kadang terjadi 4) Pada pemeriksaan ditemukan : Aktifitas ventrikel kanan jelas teraba pada parasternal kanan. Bunyi Sistolik murmur II Wide fixed split bunyi jantung II I (ASD Primer) bila Endokardial Eushion Defect (5%) atau lubang terletak didaerah ostium prenium(termasuk salah satu bentuk defec septum atrioventrikuler. Defec Fossa Sekundum (90%) atau ASD II (ASD Sekunder) bila lubang terletak didaerah fosa ovalis. Defek sinus venosus atau vena cava superior (5%) bila lubang terletak didaerah venosus (dekat muara vena

1.5 Komplikasi Bias disertai dengan kelainan jantung lain. 1.6 Prognosa Bila ukuran kecil (1 cm) tidak ada keluhan Defect sedang / besar akan timbul keluhan pada umur 50 tahun. Pada endocardial Eushion defect akan lebih cepat terjadi penyakit jantung. 1.7 Penatalaksanaan Tindakan bedah dilakukan atas indikasi. ASD dengan keluhan shunt besar ASD dengan pulmonag blood flow 2 x sistemic blood flow.

2. LANDASAN ASKEP 2.1 Pengkajian 1) Biodata Terutama lebih banyak menyeraang anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. 2) Keluhan Utama Nyeri 3) Riwayat Penyakit Sekarang Sesak nafas sianosis, kelemahan, nafas cepat, nyeri. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Pernah menderita penyakit jantung. 5) Riwayat Penyakit Keluarga Didalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung. 6) Activity Daily Life Nutrisi Anoreksa, mual, muntah, kadang kadang terjadi. Aktivitas Mengalami kelemahan fisik, letih, lelah. Istirahat tidur Mengalami gangguan karena sesak. Eliminasi Memerlukan bantuan Personal Hygiene Memerlukan bantuan 7) Pemeriksaan Aktivitas ventrikel kanan jelas teraba parasternal kanan, dan thrill (25%) di sela iga II atau kiri, pada auskultasi didapatkan sistolis mur mur II , pada defect besar didapatkan.

Efection sistolik mur mur Flow mur mur Mur mur pernsistolic di apex bila terdapat mitral defectelert. Wide fixed split bunyi jantung.

Pada foto thorax pembesaran jantung, atrium kanan, atrium kiri dan arteri menonjol. 2. Diagnosa keperawatan 2.1. Ganguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan sesak. 2.2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 2.3. Resiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa O2 (kehilangan darah) 2.4. Dx I Tujuan : klien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri Kriteria hasil : mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelemahan selama aktivitas Intervensi 1) Pantau tanda vital selama, sebelum dan setelah aktivitas R/ Deteksi dini terjadinya komplikasi 2) Catat respon kardiopulmunal terhadap aktivitas, catat takikardia, disritmia, dispsnea, kekeringan, pucat. R/ Penurunan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan O2 juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

3) Kaji penyebab kelemahan R/ Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (B Bloker, traquilizer dan sedatif) nyeri dan program penusstres juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan. 4) Evaluasi peningkatan Intoleran Aktivitas R/ Dapat menunjukkan peningkatan gugal jantung dari pada kelebihan aktivitas 5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan dini sesuai indikasi, selidiki periode aktivitas dan istirahat. R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien tanpa mempengaruhi stress miokrad/kebutuhan O2 berlebih 6) Anjurkan untuk meningkatkan mobilitas secara bertahap R/ Peningkatan terhadap aktivitas menghindari kerja jantung / konsumsi O2 berlebih 2.5. Dx II Tujuan : mempertahankan pola nafas normal / ekfetif bebas sianosis dan tanda / gejala lain dari hipoksia dengan bunyi nafas bilateral, area paru bersih. Kriteria : Intervensi 1) Evaluasi Frekuensi pernafasan dan kedalaman R/ Kecepatan dan upaya mungkin karena nyeri, akumulasi sekret, hipoksia atau deteksi gaster, penurunan pernafasan dapat terjadi karena penggunaan analgesik berlebih. 2) Auskultasi bunyi nafas R/ Bunyi nafas sering menurun pada dasar para selama periode waktu setelah pembedahan dengan terjadinya atelektasis. Kehilangan bunyi tidak ada tanda sianosis / tanda-tanda hipoksia

nafas aktif pada area ventilasi sebelumnya dapat menunjukkan kolaps segmen paru. 3) Observasi karakter batuk dan produksi sputum R/ Batuk dapat menunjukkan kongesti baru, sputup purulen menunjukkan infeksi paru 4) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi / semi flower R/ Merangsang fungsi pernafasan / ekspansi paru. 2.6. Dx. III Tujuan : Klien dapat mempertahankan berat badannya. Kriteria hasil : BB meningkat Diet dengan masukan kalori yang adekuat.

Intervensi : 1) Jelaskan pentingnya nutrisi R/ Penjelasan yang dekuat meningkatkan kesadaran akan pentingnya nutrisi baagi tubuh. 2) Berikan kesenangaan, suasna makan yang rileks R/ Meningkatkan nafsu makan.

3) Ajarkan atau bantu individu untuk istirahat sebelum makan R/ Kelelahan fisik saat makan mengurangi nafsu makan.

4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering. R/ Makanan porsi kecil dapaat mengurangi kerja lambung secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Manjoer (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Media Aesculapius, Jakarta. Doengoes (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC., Jakarta. Linda Jual Carpenito(2000),Diagnosa Keperawatan, Edisi 8 EGC,Jakarta. Purnawan Junadi (1982), Kapita Selekta, Edisi ke-2 , Media Aesculapius, Jakarta. Syaifullah Noer, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi III , Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai