Anda di halaman 1dari 37

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Mata kuliah ini membahas tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan integumen, meliputi review anatomi fisiolofi sistem muskuloskelatal dan integumen, konsep dasar penyakit muskuloskeletal dan integumen, serta konsep dasar dan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal dan integumen. Metode pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, diskusi, discovery learning, case study, Problem Based Learning, dan praktikum (Rondiyanto, 2012). Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak dijumpai dalam masyarakat, dan jumlah penderitanya kebanyakan pada usia tua. Osteoarthritis merupakan tipe arthritis (radang sendi) yang paling sering terjadi di lutut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan osteorthritis sebagai salah satu dari empat kondisi musculoskeletal (tulang dan otot) yang menjadi beban utama bagi individu, sistem kesehatan, maupun sistem perawatan sosial dengan biaya tidak langsung cukup besar. Prevalensi osteoarthritis cukup tinggi. Di seluruh dunia kecenderungan penderita wanita lebih tinggi dibanding pria, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 tahun atau lebih menderita Osteoarthritis. Indisen (kasus baru) osteoarthritis meningkat dengan bertambahnya usia, 80% pasien berusia lebih dari 75 tahun memiliki bukti radiologis adanya osteoarthritis. Presentasi ini dapat terus meningkat akibat pola hidup tidak sehat, obesitas dan bertambahnya usia harapan hidup. Pada masa yang akan datang tantangan terhadap dampak osteoarthritis akan lebih besar karena semakin banyak populasi lansia. Didukung data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 2000, menyebutkan Indonesia

merupakan negara urutan keempat dengan jumlah lansia paling banyak sesudah Cina, India, dan Amerika Serikat. Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.

1.2 Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan osteoarthritis?

1.3 Tujuan Untuk mengetahui asuhan keperawatan osteoarthritis.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulangtulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian (Darmojo & Hadi, 1999). Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau

osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (Smeltzer , C Suzanne, 2002:1087). Osteoartritis (OA) didefinisikan sebagai kelompok kondisi yang menyebabkan gejala dan tanda sendi yang berhubungan dengan kerusakan integritas kertilago artikular selain perubahan pada tulang yang mendasarinya (Bashers, 2007) Osteoartritis adalah penyakit tulang degeneratif yang di tandai oleh pengeroposan kartilago artikular (sendi). Tanpa adanya kartilago sebagai penyangga, tulang di bawahnya mengalami iritasi, yang menyebabkan degenerasi sendi (corwin, 2009). Osteoartritis merupakan kelainan degeneratif pada persendian sehingga lebih sering dijumpai pada orang tua, obesitas dan keadaan degeneratif lainnya, kelainan ini terutama menyerang sendi yang besar seperti sendi lutut yang berfungsi untuk menyangga beban tubuh (Hartono, 2006).

Osteoartritis (OA) yang di kenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartritis, merupakan gangguan sendi yang paling umum dan seringkali menyebabkan ketidak mampuan pada pasien yang ditandai oleh kehilangan kartilago secara progresif (Suddarth (Baughman dan Hackley. 2000) Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif non-inflamasi yang ditandai dengan degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi tulang pada tepiannya, dan terjadi di ujung jari atau ibu jari (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

2.2 Etiologi Berdasarkan patogenesisnya, etiologi osteoartritis dapat dibedakan menjadi dua yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer disebut jugs osteoartritis idiopatik yaitu osteoartritis yang kasusnya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh adanya trauma sendi, infeksi, kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, dan imobilisasi yang terlalu lama (Davey, 2005). Namun beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis menurut Kalim (1996) antara lain adalah : 1. Umur Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. 2. Jenis Kelamin Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.

3.

Genetik Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dananak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.

4.

Suku Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.

5.

Kegemukan Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).

6.

Trauma Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.

7.

Keturunan Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.

8.

Akibat penyakit radang sendi lain

Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi membran sinovial dan sel-sel radang. 9. Joint Mallignment Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi. 10. Penyakit endokrin Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun. 11. Deposit pada rawan sendi Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi. oleh

2.3 Manifestasi klinik Menurut Baughma& Hackley (2000), menyatakan bahwa gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena, etrutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dn perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi. Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak emnonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara lain; 1. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain. 2. Hambatan gerakan sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri. 3. Kaku pagi Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi, seperti duduk dari kursi, atau setelah bangun dari tidur. 4. Krepitasi Rasa gemeretak (kadqang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit. 5. Pembesaran sendi (deformitas) Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan yang paling sering) secara perlahan-lahan membesar. 6. Perubahan gaya berjalan Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien yang umumnya tua (lansia).

2.4 Patofisiologi Penyakit sendi degenerative merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini disebabkan oleh pemecahan kondrosit yang merupakan unsure penting rawan sendi. Pemecahan tersbut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit

sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan seperti panggul, lutut dan kolumna vertebralis, sendi interfalanga distal, dan proksimasi. Osteoarthritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degenratif tersebut bisa dikarenakan beberapa kejadian seperti cedera sendi, infeksi sendi deformitas dan penyakit peradangan sendi lainnya yang akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsic dan ekstrinsik, sehingga menyebabkan frkatur pada ligament atau adanya perubahan metabolism sendi yang pada akhirnya menyebabkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran. Tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertrofi atau nodulus (Soeparman, 1995).

2.5 Pemeriksaan Diagnostik 2.5.1 Pemeriksaan radiografi Pada penderita Osteoartritis, dapat dilakukan pemeriksaan radiografi pada sendi yang terkena (nyeri). Dimana pemeriksaan sendi tersebut sudah dapat

memberikan suatu gambaran diagnostic. Dimana gambaran radiografi sendi yang dapat mendukung diagnosis Osteoartritis adalah sebagai berikut: a. penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian yang menanggung beban seperti lutut ); b. peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis); c. terdapat kista pada tulang; d. osteofit pada pinggir sendi; dan e. perubahan struktur anatomi sendi. Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka osteoartritis dapat

diberikan suatu derajat dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Dan perlu

diketahui bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal.

2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada osteoartritis biasanya tidak terlalu menunjang atau berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas batas normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam batas batas normal. Pada osteoartritis yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan (< 8000/ m ) dan peningkatan nilai protein (Soeroso, 2006 dalam).

2.6 Penatalaksanaan 2.6.1 Terapi non-farmakologis a. Edukasi Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai (Soeroso, 2006 dalam Kurniasari, 2010). b. Terapi fisik atau rehabilitasi Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. (Soeroso, 2006 dalam Kurniasari, 2010). c. Penurunan berat badan Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat osteoartritis. Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan

diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih (Soeroso, 2006 dalam Kurniasari, 2010).

10

2.6.2 Terapi farmakologis Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi. a. Obat Anti inflamasi Nonsteroid (AINS), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada osteoartritis lutut. Penggunaan obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada osteoartritis. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2 (Kurniasari, 2010). b. Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien osteoartritis. Obat obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,

kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya (Kurniasari, 2010).

2.6.3 Terapi pembedahan Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari hari penderita. Selain penatalaksanaan diatas terdapat juga beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteoarthritis. Menurut Horisson (1999)

Langkah yang paling penting dalam penangan imobilitas adalah tindakan pencegahan untuk menghindari kemungkinan dari tirah baring. Kalau hal ini tidak dapat dihindari, beberapa tindakan dapat melakukan untuk mengurangi konsekuensinya. Berikut ini beberapa penatalaksaan yang dapat dilakukan, antara lain :

11

1. Pasien harus diletakkan dalam posisi sedemikian rupa sehingga mendekati posisi tegak yang kalau mungkin dilakukan beberapa kali sehari; 2. Berbagai latihan dan gerak harus segera dimulai dan kulit pada bagian-bagian tubuh yang tertekan harus sering dilihat; 3. Latihan isometric dan isotonic harus dilakukan sementara pasien berbaring ditempat tidurm dan kalau mungkin, paien sendiri harus membantu mengatur posisi tubuhnya, pemindahan, serta perawatan dirinya sendiri. Seiring dengan terjadinya mobilitas, sebaiknya dimulai ambulasi bertahap; 4. Jika timbul dekubitus, keragaman terapi topical menegaskan kenyataan bahwa tidak ada satu pun diantara semua terapi topical yang secara nyata lebih efektif daripada lainnya; 5. Tindakan debridement mungkin diperlukan untuk lesi dengan jaringan nekrotik yang rapuh; 6. Kasus khusus (misalnya, kasur udara statis atau kasur air) mingkin diperlukan bagi pasien yang kondisi umumnya sangat menurun. 7. Disamping mengatasi semua factor yang dapat dikenali sebagai penyebab imobilitas, bantuan ahli fisioterapi harus dimintakan untuk turut menangani masalah ini. 8. Tindakan memasang rel untuk pegangan, merendahkan tinggi ranjang, dan menyediakan kursi yang tingginya pas dengan bagian sandaran tangan serta pelindung karet yang anti gelincir memungkinkan pasien untuk bergerak dengan aman dirumah. 9. Tongkat atau tripot penyangga dengan ukuran dan bentuk yang pas sebagai alay bantu untuk berjalan akan sangat membantu.

12

BAB 3. PATHWAY

13

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian I. Biodata A. Identitas Klien 1. Nama (Inisial) 2. Jenis kelamin 3. Umur/tgl. Lahir 4. Status Perkawinan 5. Agama 6. Suku/ bangsa 7. Pendidikan 8. Pekerjaan 9. Alamat B. Identitas penanggung 1. Nama lengkap (Inisial) 2. Jenis kelamin 3. Pekerjaan 4. Hub. dengan klien 5. Alamat I. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama : . 2. Riwayat keluhan utama : a. Mulai timbulnya keluhan b. Sifat keluhan c. Lokasi : .. : Laki-laki / Perempuan : .. : .. : .. : : Laki laki / Perempuan : .. / : . : . : : : :

14

d. e. f.

Keluhan lain yang menyertai Faktor pencetus yang menimbulkan serangan Apakah keluhan bertambah/berkurang pada saat-saat tertentu (saatsaat mana)

g.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan Alergi terhadap : Tindakan :

3. Alergi : ya/tidak Reaksi : 4. Kebiasaan : -

Merokok (berapa batang /bungkus sehari) : Minum alkohol : Lamanya :

Minum kopi : Lamanya :

Minum obat-obatan : Lamanya :

II.

Riwayat Keluarga`/ Genogram (diagram 3 generasi) Analisa keadaan kesehatan keluarga dan faktor resiko. Buat pada lembar lain

III.

Pemeriksaan Fisik 1. Tanda-tanda vital : 2. Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu badan : .. : .. : .. : ..

Kepala dan leher : Bentuk Tyroid Suara jelas / tidak : simetris / tidak, kepala maupun leher : terdapat pembesaran / tidak : klien mengeluarkan kata-kata dengan

15

Denyut nadi karotis Vena jugularis Penyebaran rambut Sakit kepala Pusing

: teraba / tidak : teraba / tidak : merata, tampak banyak uban / tidak : terjadi / tidak terjadi : Tidak

3. Penglihatan Bentuk mata Ketajaman Konjungtiva Pupil Sklera Pakai kaca mata Penglihatan kabur Nyeri Peradangan Pernah operasi : simetris / tidak : baik / kurang : anemis / tidak : isokor / tidak : ikterus / tidak : iya / tidak : iya / tidak : iya / tidak : ada / tidak : pernah / tidak

5. Pendengaran Bentuk Lubang telinga abnormal Gangguan pendengaran Nyeri Peradangan : ada / tidak : ada / tidak : ada / tidak : Simetris / tidak : Terdapat serumen dalam batas normal /

6. Tenggorokan dan mulut Keadaan gigi Keadaan lidah Caries Memakai gigi palsu Bentuk bibir : : : : :

16

7.

Keadaan bibir Gangguan bicara Gangguan menelan Pembesaran kelenjar leher

: : : :

Pernapasan a. Inspeksi Bentuk thorax Pernapasan : :

b. Perkusi Cairan Udara Massa : : :

c. Auskultasi Inspirasi Ekspirasi Ronchi Wheezing Krepitasi Clubbing Finger : : : : : :

8. Pencernaan Inspeksi Turgor kulit Keadaan bibir Basah Pecah Keadaan rongga mulut Warna Mukosa : Merah muda/Merah/Pucat luka/ perdarahan : : Ya/Tidak : Ya/Tidak :

17

Tanda-tanda radang Keadaan gusi Keadaan abdomenWarna kulit Luka Peristaltik usus yang Nampak Pembuluh darah kapiler yang Nampak Pembesaran Luka Perdarahan TidakLecet/ tumor/ bengkak :

: : : : : : : : :

Auskultasi Bising usus Bunyi vaskuler Bunyi peristaltic Bunyi jantung janin Cairan Udara Massa Tonus otot Nyeri Massa : : : : : : : : : :

9. Cardiovaskuler Inspeksi Kesadaran Bentuk dada Bibir Kuku : : : :

18

Tangan : edema/ tidak Kaki :edema/ tidak Sendi :edema/ tidak Ictus cordis/Apical Pulse Vena jugularis Pembesaran jantung

: : : : : :

Auskultasi BJ I BJ II Murmur : : : :

10. Persyarafan Tingkat kesadaran Kejang Jenis kelumpuhan Parasthesia Koordinasi gerak : : : : :

11. Musculoskeletal -

Nyeri otot Refleksi sendi Kekuatan otot Atropi / hyperthropi Range of Motion (ROM) :

: : :

12. Kulit/ Integumen

Rash Lesi

: :

19

Turgor Warna Kelembaban Petechie

: : : :

13. ReproduksiPria

Pembesaran prostat Lain-lain

: :

IV.

Pola kegiatan Sehari-hari (ADL) 1. Nutrisi Kebiasaan: Pola makan Frekuensi makan Nafsu makan Makanan pantangan Makanan yang disukai : : : : : :

Banyaknya minuman dalam sehari

Jenis minuman dan makanan yang tidak disukai : BB : kg TB : : cm

Perubahan selama sakit 2. Eliminasi Buang air kecil (BAK)

a. KebiasaanFrekuensi dalam sehari : b. Warna : c. Bau : d. Jumlah/ hari : e. Perubahan selama sakit : Buang air besar (BAB)

kali

20

a. Kebiasaan : b. Frekuensi dalam sehari : c. Warna : d. Bau : e. Konsistensi : f. Perubahan selama sakit : 3. Olah raga dan Aktivitas Kegiatan olah raga yang disukai Apakah olah raga dilaksanakan secara teratur : kali / sehari

4. Istirahat dan tidur V. Tidur malam : Bangun : Tidur siang : Apakah mudah terbangun : Apa yang dapat menolong untuk tidur nyaman:

Pola Interaksi Sosial Siapa orang yang penting/ terdekat : Organisasi sosial yang diikuti : Jika mempunyai masalah apakah dibicarakan dengan orang lain yang dipercayai/Terdekat : Bagaimana klien mengatasi suatu masalah dalam keluarga : Bagaimana interaksi dalam keluarga :

VI.

Kegiatan Sosial Keadaan rumah dan lingkungan :

VII.

Kegiatan Keagamaan Ketaatan menjalankan ibadah : Keterlibatan dalam organisasi keagamaan :

XI.

Keadaan Psikologis Selama Sakit Persepsi klien terhadap penyakit yang diderita :

21

XII.

Persepsi klien terhadap keadaan kesehatannya : Pola interaksi dengan tenaga kesehatan dan lingkungannya :

Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan Darah Pemeriksaan Feses Pemeriksaan Urine Pemeriksaan Radiologi (X-Ray)

4.2 Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengkajian diatas dapat diangkat diagnosa sebagai berikut: 1. Nyeri berhubungan dengan penebalan tulang pada sendi; 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur pada sendi; 3. Ansietas berhubungan dengan perubahan persepsi terhadap penyakit; 4. Defisit perawatan diri berhubungan penurunan fungsi gerak; 5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.

4.3 Rencana Keperawatan No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil 1 Nyeri berhubun gan dengan penebalan tulang pada sendi. Tujuan: nyeri rasa yang 1. Kaji keluhan nyeri 1. 2. Intervensi Rasional

22

Mengetahui tingkat nyeri dan letak nyeri pasien guna menentukan program management nyeri. Matras yang lembut/empuk, dan bantal guna mempertahankan posisi kesejajaran tubuh,

pasien, catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 10). Catat faktorfaktor mempercepat yang dan 3. 4.

dialami pasien berkurang atau hilang dua setelah perawatan Kriteria Hasil: pasien mendemonstra sikan nyeri dialami bahwa yang pada hari

Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri Tirah baring diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.

tanda-tanda nyeri yang dirasakan pasien 2. Berikan kasur matras lembut atau dan

Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,

empuk, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan pasien 3. Berikan pasien posisi 6. 5.

mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi Kompres meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan kekakuan. Meningkatkan relaksasi dan mengurangi rasa sakit serta mencegah

23

mengalami penurunan.

yang waktu

nyaman tidur.

pada

ketegangan otot

Penuhi Kolaborasi istirahat 7. Mengurangi rasa nyeri.

kebutuhan

pasien sesuai indikasi 4. Bantu pasien untuk

mengubah posisi setiap jam. untuk Bantu pasien di

bergerak

tempat tidur, sanggah sendi yang sakit, batasi gerakan yang berlebih. 5. Berikan hangat sendi pada yang kompres sendisakit

beberapa kali sehari. Pantau kompres. 6. Berikan masase yang lembut pada daerah suhu air

24

sekitar nyeri Kolaborasi 7. Beri obat anti nyeri sebelum aktivitas atau latihan direncanakan yang sesuai

petunjuk seperti asetil salisilat. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubun gan dengan kontraktur pada sendi. Tujuan: rentang gerak 1. Kaji respon pasien 1. 2. Mengetahui respon pasien terhadap aktivitas Mengetahui hasil pemeriksaan tanda vital klien atau kondisi terkini 3. Untuk mencegah kelelahan dan

terhadap aktivitas

pasien kembali 2. Ukur tanda vital klien normal dua setelah perawatan Kriteria Hasil: pasien dapat pada 3. Anjurkan hari pertahankan dan istirahat 4.

mempertahankan kekuatan. Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.

tirah baring/duduk jika diperlukan. 4. Bantu pasien untuk

5.

Memaksimalkan

fungsi

sendi

dan

bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. 5. Dorong klien 6.

mempertahankan mobilitas. Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh.

berjalan sejauh

25

sepuluh meter tanpa mengeluhka rasa sakit.

mempertahankan postur tegak, duduk tinggi,

7.

Untuk menekan inflamasi sistemik akut.

berdiri dan berjalan. 6. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu. 7. Berikan obat-obatan

sesuai indikasi seperti steroid. 3. Ansietas berhubun gan dengan perubahan persepsi terhadap penyakit. Tujuan: cemas rasa 1. Jelaskan pasien pada pasien 1. Agar pasien dapat memahami tentang penyakit yang diderita sehingga dapat menurunkan tingkat ketakutan pasien 2. ketakutan secara 3. maupun Untuk mengetahui tingkat ketakutan yang dialami oleh pasien Untuk mengetahui seberapa jauh pasien memahami tentang penyakit yang di deritanya 4. Agar perawat dapat mengetahui perlu atau tidaknya pasien diberikan intervensi psikiatrik

tentang proses penyakit, pemeriksaan pengobatan. 2. Kaji pasien subjektif objektif. 3. Nilai pemahaman pasien respon baik dan

hilang setelah diberikan pendidikan mengenai penyakit yang dialami Kriteria hasil:

26

pasien mendemonstra

terkait penyakit.

dengan

proses 5. Agar ketakutan pasien dapat diatasi dengan cepat 6. Untuk mengurangi rasa takut yang dialami oleh pasien dan meningkatkan perasaan tenang dan pemikiran positif 7. Untuk mengurangi tingkat ketakutan yang dialami pasien

sikan bahwa ia 4. Kaji kebutuhan pasien merasa tidak akan layanan sosial atau intervensi psikiatrik. dnegan

cemas lagi dan tidak gelisah.

terlihat 5. Diskusikan

dokter terkait ketakutan 8. Agar pasien merasa mendapatkan perlindungan paasien. 6. Lakukan positif baik sehingga ketakutan pasien dapat teratasi penguatan 9. Agar pasien terbuka dan mengungkapkan semua pera verbal saan yang dirasakannya.

maupun non verbal pada pasien. 7. Jauhkan sumber

ketakutan pasien apabila memungkinkan. 8. Libatkan peran keluarga untuk mengurangi

ketakutan pasien. 9. Lakukan pendekatan

27

pada

pasien

untuk

pengungkapan perasaan, persepsi dan ketakutan secara verbal.

4.

Defisit perawatan diri berhubun gan penurunan fungsi gerak.

Tujuan: pasien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri criteria pasien mendemonstra sikan bahwa hasil:

1.

Kaji tingkat fungsi fisik

1. Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan yang diperlukan 2. Mendukung kemandirian fisik/emosional

2.

Pertahankan mobilitas, terhadap kontrol nyeri dan

3. Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri 4. Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri agar pasien mampu menjaga kebersihan diri 5. Agar pasien dapat melakukan kebersihan diri secara benar dan tepat 6. Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang cara menjaga kebersihan diri secara benar

progran latihan 3. Kaji terhadap hambatan partisipasi

dalam perawatan diri, identifikasi modifikasi lingkungan 4. Jelaskan pentingnya untuk

iia sudah dapat melakukan perawatan diri

7. Memberikan kesempatan untuk dapat melakukan

28

seperti kondisi semula. 5.

menjaga diri Jelaskan

kebersihan

aktivitas secara mandiri

cara-cara

melakukan kebersihan diri 6. Melatih pasien

mempraktekkan cara menjaga diri 7. Identifikasikasi untuk perawatan yang kebersihan

diperlukan, misalnya; lift, peninggian

dudukan toilet, kursi roda 5. Gangguan citra tubuh berhubun Tujuan: -Pasien mampu mengekspresik 1. Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah mengenai proses penyakit, 1. Beri kesempatan untuk mengidentifikasi masalah mengenai proses penyakit pasien.. 2. Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan

29

gan dengan perubahan penampila n tubuh.

an verbal dirinya

secara harga

2.

Diskusikan tentang perasaan pasien mengenai penyakit yang dialaminya. Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari.

orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi atau konseling lebih lanjut. 3. Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri. 4. Dapat menunjukkan emosional atau metode maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan psikologis. 5. Membantu pasien mempertahankan kontrol diri yang dapat meningkatkan perasaan harga diri. 6. Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dan terapi.
7. Meningkatkan pasien untuk mengontrol perasaan

meningkat dalam waktu

3x24 jam Kriteria hasil: -Pasien mempu mengungkapka n secar verbal dan harga aktual dirinya 4. 3.

Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaiman orang terdekat menerima keterbatasan. Perhatikan perilaku menarik diri pada pasien

meningkat pada 17 1945. tanggal Agustus

tentang dirinya, pengungkapan masalah yang terjadi pada pasien serta meningkatkan pasien unuk bersosialisasi dengan orang disekitarnya

5.

Susun batasan pada perilaku mal adaptif.

30

6.

Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.

Kolaborasi 7. Rujuk pada konseling psikiatri

31

4.4 Implementasi Keperawatan Diagnosa 1 7. Telah dikaji keluhan nyeri pasien, mencatatat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 10). mencatat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda nyeri yang dirasakan pasien 8. Telah diberikan matras atau kasur lembut dan empuk, bantal kecil. meninggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan pasien 9. Telah diberikan pasien posisi yang nyaman pada waktu tidur. memenuhi kebutuhan istirahat pasien sesuai indikasi 10. Telah dibantu pasien untuk mengubah posisi setiap jam. membantu pasien

untuk bergerak di tempat tidur, sanggah sendi yang sakit, batasi gerakan yang berlebih. 11. Telah diberikan kompres hangat pada sendi-sendi yang sakit beberapa kali

sehari. memantau suhu air kompres. 12. Telah diberikan masase yang lembut pada daerah sekitar nyeri

Diagnosa 2 8. Telah dikaji respon pasien terhadap aktivitas 9. Telah diukur tanda vital klien 10. Menganjurkan dan mempertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. 11. Membantu pasien untuk bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. 12. Mendorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan. 13. Telah diberikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu. 14. Telah diberikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid.

Diagnosa 3 10. Telah dijelaskan pada pasien tentang proses penyakit, pemeriksaan dan pengobatan.

32

11. Mengkaji respon ketakutan pasien baik secara subjektif maupun objektif. 12. Telah dinilai pemahaman pasien terkait dengan proses penyakit. 13. Telah dikaji kebutuhan pasien akan layanan sosial atau intervensi psikiatrik. 14. Mendiskusikan dengan dokter terkait ketakutan paasien. 15. Telah dilakukan penguatan positif baik verbal maupun non verbal pada pasien. 16. Mendampingi pasien dalam situasi yang baru. 17. Menjauhkan sumber ketakutan pasien apabila memungkinkan. 18. Melibatkan peran keluarga untuk mengurangi ketakutan pasien. 19. Melakukan pendekatan pada pasien untuk pengungkapan perasaan, persepsi dan ketakutan secara verbal.

Diagnose 4 1. 2. 3. Mengkaji tingkat fungsi fisik Mempertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan progran latihan Mengkaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri, identifikasi untuk modifikasi lingkungan 4. 5. 6. 7. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri Mrngidentifikasikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya; lift, peninggian dudukan toilet, kursi roda

Diagnosa 5 8. 9. Mendorong pasien untuk mengungkapkan masalah mengenai proses penyakit, Mendiskusikan tentang perasaan pasien mengenai penyakit yang dialaminya. Memastikan bagaimana pandangan pribadi psien dalam memfungsikan gaya hidup sehari. 10. Mendiskusikan persepsi pasien mengenai bagaiman orang terdekat menerima keterbatasan.

33

11. Memperhatikan perilaku menarik diri pada pasien 12. Menyusun batasan pada perilaku mal adaptif 13. Membantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. 14. Kolaborasi 15. Merujuk pada konseling psikiatri

4.5 Evaluasi Pada tahapan ini, dilakukan pengkajian ulang untuk mengetahui sejauh mana respon pasien terhadap intervensi yang telah dilakukan. Apabila respon sudah baik, maka intervensi dihentikan atau dapat pula dilanjutkan untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, namun apabila keadaan pasien masih belum membaik, maka intervensi dapat dihentikan atau dapat pula dimodifikasi hingga didapatkan hasil seperti yang diharapkan.

34

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang terutama terjadi pada orang dengan usia lanjut dan ditandai oleh degenerasi artikularis, perubahan pada membran sinovial, serta hipertrofi tulang pada tepinya. Nyeri dan kaku dirasakan, khususnya setelah melakukan aktifitas yang lama dan akan mempengaruhi perubahan degeneratif tersebut. Etiologi Osteoarthritis saat ini masih belum jelas, Tetapi ada beberapa hal yang bisa memicu timbulnya osteoarthritis, antara lain ialah usia, gender, ras/warna kulit, faktor genetis/keturunan, nutrisi, obesitas, densitas masa tulang, hormonal, aktifitas fisik, trauma, kelainan kongenital, kelemahan otot dan lain-lain. Terapi manipulasi merupakan salah satu terapi yang bisa digunakan untuk penyakit osteoarthritis lutut adapun tekniknya yaitutraksi,translasi non-spesifik lutut dan patella. Tujuan dari terapi manipulasi tersebut adalah untuk mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot, meningkatkan luas gerak sendi, dan juga meningkatkan kinerja otot dan lain-lain. Sehingga penderita dapat menjalani aktifitas sehari-hari tanpa adanya keluhan pada sendi lututnya.

5.2 Saran Mengingat bahwa osteoartritis merupakan penyakit degenerasi yang biasanya dijumpai terutama pada orang-orang di atas umur 40 tahun, makahendaknya penanganan atau pencegahan harus dilakukan sejak dini. Saran yang dapat penulis kemukakan di sini adalah sebagai berikut:

35

1. Saran bagi pasien, agar biasa lebih hati-hati dalam beraktivitas khususnyayang banyak menggunakan sendi lutut, pasien diminta memakai decker terutama pada saat beraktivitas bila terasa nyeri sebaiknya di kompres denganair hangat selain menjalani terapi yang teratur, latihan di rumah juga lebih baik dalam menentukan keberhasilan pasien dan kesabarannya juga diperlukanuntuk mendapatkan hasil dari pasien yang diinginkan. 2. Kepada masyarakat, hendaknya tetap menjaga kesehatan dan kebugaranmelalui aktivitas yang seimbang dan apabila merasakan nyeri yang berkelanjutan pada sendi dengan disertai atau tanpa adanya rasa kaku,hendaknya segera diperiksakan ke dokter atau tim medis lain. 3. Kepada pemerintah, kami menghimbau agar pelayanan fisioterapi pada tingkat pusat pelayanan masyarakat ditingkat bawah lebih ditingkatkan,

sehinggamasyarakat dapat memperoleh pelayanan fisioterapi dengan peralatan yangmemadai. Akhirnya, walaupun penyakit osteoarthritis ini bersifat progresif seiring denganusia dan tidak dapat dihambat, namun demikian upaya tim media dalam hal inifisioterapis sedapat mungkin pasien mempertahankan kualitas hidup pasiendengan tetap melakukan aktivitas sehari-hari tanpa ketergantungan dari orang lain.

36

DAFTAR PUSTAKA

Bashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen. Jakarta: EGC.

Baughman, D. C. & Hackley, J. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah: buku saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Darmojo, R. Boedhi & Hadi, Martono. 1999. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FK Universitas Indonesia.

Davey, Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

Horisson. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kurniasari, Maya. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Osteoarthritis (OA). [serial online]. http://www.ilmukesehatan.com/askep-osteoartritis-pdf.html. [12 Februari 2013].

Soeparman. 1995. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

37

Smeltzer C. Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. Jakarta: EGC.

Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai