Anda di halaman 1dari 40

CASE

CHRONIC KIDNEY DISEASE & CONGESTIVE HEART FAILURE

OLEH: AHMAD FAUZI 030.08.011

PEMBIMBING: DR TJATUR BAGUS G, SP.JP

ILMU PENYAKIT DALAM RSAL MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA JULI 2012

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA NIM

: AHMAD FAUZI : 03008011

UNIVERSITAS : TRISAKTI JAKARTA

JUDUL CASE BAGIAN RS

: CHRONIC KIDNEY DISEASE & CONGESTIVE HEART FAILURE : ILMU PENYAKIT DALAM : RSAL MINTOHARDJO JAKARTA

JULI 2012 PEMBIMBING

DR TJATUR BAGUS G, SP.JP

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan petunjuknya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus chronic kidney disease & congestive heart failure ini tepat pada waktunya. Laporan kasus ini ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSAL Dr.Mintoharjo. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimaksih kepada Dr. Tjatur Bagus G Sp.JP selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan klinik ini dan rekan-rekan koass yang ikut memberikan bantuan dan semangat secara moril. Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang ilmu penyakit dalam khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.

Jakarta, 17 Juli 2012

Penyusun Ahmad Fauzi

BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama lengkap Umur Status perkawinan Pekerjaan Alamat : NY S :49 tahun :Menikah :Ibu rumah tangga :Jl kedoya no 4 Kebun Jeruk Jenis kelamin Suku bangsa Agama Pendidikan Tanggal masuk RS : Perempuan : Betawi : Islam : SMA : 7 juli 2012

A. ANAMNESIS Diambil dari autoanamnesis, Tanggal 10 juli 2012 , Jam 13.00 WIB Keluhan Utama: Nyeri perut sejak 1 hari yang lalu Keluhan tambahan: Mual, Batuk berdahak disertai bercak merah, sesak, tidak bisa tidur Riwayat penyakit sekarang: OS datang dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak 1 hari SMRS, keluhan dirasakan terus-menurus dan nyeri tidak berkurang atau bertambah bila OS makan. Os mengeluh batuk berdahak yang terutama terjadi pada sore dan malam hari, batuk berdahak disertai bercak berwarna kemerahan. Os juga mengeluh sesak, sesak timbul terus menerus terutama saat posisi berbaring dan berkurang saat posisi duduk. Os merasakan mual dan kedua kaki bengkak. Dua hari yang lalu os mengeluh tidak bisa tidur dan merasa pusing, keluhan ini dirasakan setelah OS melakukan hemodialisa. Empat bulan yang lalu OS dirawat selama 11 hari, os datang dengan keluhan pusing berputar disertai mual yang keluhannya hilang setelah 3 hari perawatan. Selama perawatan di rumah sakit OS didiagnosa menderita CKD dan diharuskan melakukan hemodialisa 1 minggu 2 kali yaitu hari selasa dan jumat. Lima bulan yang lalu OS sudah merasakan sesak namun sesak hanya timbul saat melakukan aktivitas seperti belanja kepasar atau membersihkan rumah. Tujuh bulan yang lalu OS berobat ke poliklinik dengan keluhan sakit kepala disertai pusing dan didiagnosa menderita Hipertensi dan mulai mengkonsumsi obat anti hipertensi yaitu captopril, namun ketika obat habis OS tidak meminumnya lagi dan hanya meminum obat warung untuk menghilangkan pusing.

Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit gula, asma, alergi, batu ginjal, dan operasi disangkal oleh pasien. Riwayat Kebiasaan: OS mengaku bila memasak menggunakan banyak garam, sehari-hari OS bekerja mengerjakan pekerjaan rumah dan berjualan diwarung, OS sangat sering telat makan dan suka meminum jajanan di warung. Riwayat Keluarga Hubungan Umur (tahun) Jenis Kelamin Keadaan Kesehatan Kakek Nenek Ayah Ibu Anak-anak Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui 2 anak Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Meninggal Meninggal Meninggal Sakit Sehat Sehat Tidak diketahui Tidak diketahui Hipertensi Penyebab Meninggal

Riwayat penyakit dalam keluarga Penyakit Alergi Asma Tuberkulosis Arthritis Rematisme Hipertensi Jantung Ginjal Lambung Ada Ada Tidak ada Tidak ada Ya Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ayah, Suami OS Ibu Hubungan

RIWAYAT HIDUP Riwayat Kelahiran Tempat lahir : ( ) Di rumah ( +) Rumah Bersalin () RS ( ) Puskesmas

Ditolong oleh

: (+) Dokter

( ) Bidan

( ) Dukun

( ) Lain-lain

Riwayat Imunisasi ( + ) Hepatitis ( + ) Polio Riwayat Makanan Frekuensi / Hari Jumlah / Hari Variasi / Hari Nafsu makan Pendidikan ( ) SD ( ) SMEA ( ) SLTP ( + ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi : 2-3 kali sehari : tidak tentu : Cukup : Berkurang sejak 4 bulan terakhir ( + ) BCG ( ) Tetanus ( + ) Campak ( + ) DPT

( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah B. PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum Tinggi Badan Berat Badan Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasaan Keadaan gizi IMT Kesadaran Sianosis Udema umum : 155 cm : 49 kg : 200/100 mmHg : 100 x/menit : 37,1 C : 30 x/menit : Baik : 20,04 kg/m2 : Compos mentis : tidak ditemukan : tidak ditemukan

Habitus Cara berjalan Mobilitas ( aktif / pasif ) Umur menurut taksiran pemeriksa Aspek Kejiwaan Tingkah Laku Alam Perasaan Proses Pikir Kulit Warna Effloresensi Jaringan Parut Pertumbuhan rambut Suhu Raba Keringat Lapisan Lemak Pigmentasi Lembab/Kering Pembuluh darah Turgor Oedem Ikterus Lain-lain Kelenjar Getah Bening : sawo matang : tidak ada : tidak ada : merata : hangat : umum : distribusi merata : Tidak ada : lembab : tidak ada varises : baik : + pada kedua tungkai : tidak ada : tidak ada : wajar : wajar : wajar

: atletikus : tidak dapat dinilai : aktif : Sesuai

Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher Ketiak Kepala Ekspresi wajah Simetri muka Rambut Pembuluh darah temporal

: tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

: baik : simetris : hitam : teraba pulsasi

Mata Exophthalamus Kelopak Konjungtiva Sklera Lapangan penglihatan Nistagmus Telinga Tuli : tidak ada Selaput pendengaran: Sulit dinilai Lubang : Tidak lapang cairan/perdarahan: tidak ada : tidak ada : tidak oedem : Anemis : tidak ikterik : normal : tidak ada Enopthalamus Lensa Visus Gerakan Mata Tekanan bola mata : tidak ada : jernih/jernih : baik : tidak ada hambatan : tidak meningkat

Penyumbatan : tidak ada Serumen: ada Hidung Dorsum nasi

: Perubahan bentuk (-), perubahan warna (-), udema (-), krepitasi (-)

Vestibulum nasi : Sekret (-), furunkel (-), krusta (-)

Kavum nasi

: Lapang, polip (-)

Konkha inferior : Eutrophi, udema (-) Mulut Bibir : tidak kering Tonsil : T1 T1 tenang

Langit-langit : normal Gigi geligi Faring Lidah Leher Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5 + 3 cm H2O. Kelenjar Tiroid Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar. : tidak teraba membesar. : lengkap : tidak hiperemis : tidak kotor

Bau pernapasan : tidak ada Trismus Selaput lendir : tidak ada : normal

Dada Bentuk Pembuluh darah Buah dada : datar, tidak cekung. : tidak melebar. : simetris, tidak ada retraksi puting susu.

Paru paru Depan Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Belakang Simetris saat statis dan dinamis

Kanan Palpasi Kiri

Simetris saat statis dan dinamis - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris

Simetris saat statis dan dinamis - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) - Suara vesikuler - Wheezing (-),Ronki ( - )

Kanan

- Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris

Perkusi

Kiri Kanan

Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (+)

Auskultasi

Kiri

Kanan

- Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (+)

Jantung Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis 1 jari lateral midklavikula kiri. Palpasi : Teraba pulsasi iktus cordis 1 jari lateral midklavikula kiri. Perkusi : Batas kanan Batas kiri Batas atas Auskultasi : sela iga III-V linea parasternalis kanan. : sela iga VI, 1cm sebelah lateral linea midklavikula kiri. : sela iga III linea parasternal kiri.

: Bunyi jantung I - II murni reguler, Gallop tidak ada, Murmur tidak ada.

Pembuluh Darah Arteri Temporalis Arteri Karotis Arteri Brakhialis : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi

10

Arteri Radialis Arteri Femoralis Arteri Poplitea Arteri Tibialis Posterior Arteri Dorsalis Pedis Perut Inspeksi

: teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi

: Tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris, smiling umbilicus tidak ada, dilatasi vena tidak ada

Auskultasi Palpasi Dinding perut Hati

: Bising usus 3x/menit

: Supel, datar, nyeri tekan epigastrium +. : Teraba 4cm dari arkus costae kanan, sudut tumpul, permukaan rata, konsistensi kenyal, Murphy sign negatif.

Limpa Ginjal Perkusi Ginjal : Nyeri ketuk CVA -/-

: Tidak teraba : Balotement -/: Timpani, Shifting dullness negatif

Anggota gerak LENGAN Otot Tonus Massa Kanan Normotonus Normal Kiri Normotonus Normal

11

Sendi Gerakan Kekuatan Oedem Petechie Lain-lain

Normal Aktif +5 Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Normal Aktif +5 Tidak ada Tidak ada Terpasang Shiminoshunt

Tungkai dan Kaki TUNGKAI dan KAKI Luka Varises Tonus Massa Otot Sendi Gerakan Kekuatan Oedem Petechie Lain-lain Kanan Tidak ada Tidak ada Normotonus Normal Normal Aktif +5 Ada Tidak ada Tidak ada Kiri Tidak ada Tidak ada Normotonus Normal Normal Aktif +5 Ada Tidak ada Tidak ada

Refleks

12

Kanan Refleks Tendon Bisep Trisep Patela Achiles Refleks Patologis Refleks meningeal Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Negative

Kiri Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Negative

LABORATORIUM 7 juli 2012 PEMERIKSAAN Glukosa Darah (pukul 08.00) 96 HASIL mg/dL SATUAN NILAI RUJUKAN 70-110

Kimia darah PEMERIKSAAN SGOT SGPT Ureum Creatinine Amilase Lipase 22 12 38 7.9 88 105 HASIL u/L u/L mg/dL mg/dL u/dL U/L SATUAN NILAI RUJUKAN 3-45 0-35 13-43 0,5-1,5 60-160 14-280

Darah lengkap PEMERIKSAAN Leukosit 7400 HASIL /ul SATUAN NILAI RUJUKAN 5000-10000

13

Eritrosit HB Ht Trombosit

3,03 7.8 25 150.000

Juta/uL g/dL % /uL

4 -5,5 12 15,5 35-47 150000-440000

Perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault Klirens Kreatinin*= (140-umur) x berat badan 72x kreatinin serum = (140-49) x 49 72x 7.2 = 8.6 x 0.85 = 7,3 ml/min

*Glomerulus Filtration rate/ laju filtrasi glomerulus(GF) dalam ml/menit/ 1.73m 2 8 juli 2012 Kimia Darah PEMERIKSAAN Trigliserida Cholesterol HDL Cholesterol LDL Cholesterol Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin Direct Bilirubin Indirect 9 juli 2012 Analisa Gas Darah PEMERIKSAAN PH PCO2 25.4 HASIL 7.523 Mmhg SATUAN NILAI RUJUKAN 7.35-7.45 32-48 118 181 61 96 6.8 3.5 3.3 0.71 0.42 0.29 HASIL mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl g/dl g/dl g/dl mg/dl mg/dl mg/dl SATUAN NILAI RUJUKAN < 150 mg/dl < 200 mg/dl 30-90 mg/dl <150 mg/dl 6.6-8.8 g/dl 3.5-5.2 g/dl 2.6-3.4 g/dl 0.1-1.2 mg/dl < 0.2 mg/dl < 0.9 mg/dl

14

PO2 SBC SBE ABE HCO3 tCO2 sO2 tO2 Na K Cl

41.8 22.7 -2.4 -1.9 20.5 21.3 84.3 9.3 139 102

Mmhg mmol/L Mmol mmol/L mmol/L % ml/dl mmol/L mmol/L mmol/L

83-108 21.8-26.9 -3 sd +3 -2 sd +3 21 29 95 96 15.8 22.3 135-146 3.4-4.5 9.6-108

Foto Thorak (Interpretasi belum) Foto: Thoraks PA Deskripsi: Cor: CTR > 50%, batas jantung kiri melebihi 2/3 hemithoraks sinistra dengan apex tertanam, batas jantung kanan sulit dinilai. Pulmo: Corakan bronkovaskuler meningkat, hilus suram, tampak tanda kongesti pada vena pulmonalis dan arteri pulmonalis, tampak bercak kesuraman pada kedua basal paru. Aorta: Baik, Tidak melebar Sinus, diagfragma, pleura dan tulang baik. Kesan: Decompensatio Cordis

EKG:

15

Irama: Sinus QRS rate: 107x/mnt Regularitas: regular Aksis: 35 Interval PR: 0,12 detik Morfologi: gelombang P normal, gelombang QRS normal, tidak ada ST elevasi atau ST depresi, gelombang T Normal. Interpretasi: Dalam batas normal

16

USG

Hati: permukaan rata, sudut tumpul Kandung empedu: Besar dan bentuk normal, dinding tipis, batu (-). Saluran Empedu: tidak melebar Ginjal Kanan: Contracted kidney. Ginjal Kiri: Cortex normal, pelvis renis batas kabur Limpa, Pankreas: normal Kesan: Hepatomegali dengan contracted renal dextra dengan ischaemic renal sinistra

RINGKASAN Ny.S, wanita usia 49 tahun datang dengan keluhan nyeri epigastrium 1 hari SMRS disertai mual dan tidak bisa tidur, tepatnya keluhan dirasakan setelah HD. OS juga mengeluh batuk dengan frotty sputum dengan dispnoe, PND, Orthopnoe, dan edema tungkai bilateral. 4 bulan SMRS OS didiagnosa CKD dan memulai HD. 5 bulan SMRS OS mengalami Dispnoe on effort. Dan 7 bulan SMRS OS didiagnosis hipertensi dan memulai pengobatan namun berhenti meminum obat ketika sudah habis. Riwayat DM, batu, dan penyakit ginjal lain disangkal. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah: 200/100 mmHg, nadi: 100x/menit, Suhu: 37.1 OC, RR: 30x/menit, conjungtiva anemis +/+, JVP= 5+3, Ronkhi +/+, edema tungkai bawah bilateral. Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan Hb: 7.8 g/dl. Ht: 25%, eritrosit: 3.03 juta/mm3, Ur/Cr: 38/7.9 mg/dl. HDL: 61mg/dl. AGD: PH: 7.523, PCO2: 25.4, PO2: 41.9, HCO3: 20.5 Foto thoraks PA: cardiomegali+Decompensatio Cordis, USG: Hepatomegali contracted kidney dekstra dan Ischaemia renal sinistra. EKG: Normal

17

Daftar Masalah 1. Dyspnoe Sesak nafas mulai dirasakan sejak 5 bulan SMRS yang dirasakan ketika beraktivitas seperti memberishkan rumah atau belanja kepasar. Saat ini sesak dirasakan terus, terutama bertambah saat berbaring dan berkurang berkurang dengan posisi duduk. Kadang sesak di rasakan lebih berat pada malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur. Merasa lebih nyaman dengan tidur menggunakan bantal yang tinggi. 2. Edema tungkai Bengkak pada kedua kaki. 3. Dispepsia Nyeri pada ulu hati, disertai dengan rasa mual namun tidak muntah. 4. Anemia Pada pasien di dapatkan Hb 7.8 g/dl (07/07/12) 5. Hipertensi grade II TD: 200/100, dengan riwayat hipertensi yang diketahui sejak 7 bulan yang lalu dan tidak terkontrol. 6. CKD Cr: 7.9, CCT: 6.67 (Stage V) On HD. USG: contracted kidney dekstra dan Ischaemia renal sinistra 7. Alkalosis Respiratorik belum terkompensasi PH: 7.523, PCO2: 25.4, PO2: 41.9, HCO3: 20.5 (kompensasi penurunan reabsorbsi bikarbonat di ginjal) 8. Decompensatio Cordis Gambaran Thoraks foto dengan Cardiomegali disertai tanda kongesti dan edema pada paru-paru. Batuk dnegan Frotty sputum. DIAGNOSIS KERJA 1. 2. 3. CHF et Causa HHD NYHA Class IV CKD on HD Hipertensi Grade II

RENCANA PENGELOLAAN 1. 2. 3. 4. 5. HD 2 kali per minggu Diit Rendah Garam I, Rendah Protein 35g Oksigen 7-8 liter/menit dengan mask Balance Cairan tiap 24 jam Venflon

18

6. 7. 8. 9.

Ranitidine 2 x 1 amp Amlodipin 1 x 10 mg Syr Rhinatioe 3 x 1 C Lansoprazole 2 x 30mg

10. Valsartan 1 x 160 mg 11. Noperten 1 x 10 mg 12. Fasorbid 3 x 10 mg PROGNOSIS

AD VITAM: dubia AD SANATIONAM: dubia ad malam AD FUNGSIONAM: dubia ada malam

FOLLOW UP SOAP Tanggal 11/7/2012, pukul 05.45 S: Merasa lemas terutama ketika berjalan ke kamar mandi, sesak masih dirasakan saat posisi berbaring pada malam hari sehingga sulit tidur, sakit perut sudah hilang, batuk terutama pada sore dan malam hari, batuk berdahak dan terdapat bercak kemerahan. keadaan umum : Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. TD : 210/110, N: 104x/mnt, S: 36,4C, RR: 22x/mnt Mata: konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/Leher: JVP = 5 + 3cmH2O, KGB tidak teraba membesar Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada Paru: suara nafas versikuler +/+, ronchi +/-, wheezing -/-. Abdomen: supel, datar , nyeri tekan epigastrium +, bising usus + normal, perkusi timpani, Lien tidak teraba, hepar teraba 4cm di bawah arcus costae. Extermitas: edema pada kedua tungkai bawah , akral hangat, sianosis tidak ada. Terpasang shiminoshunt pada tangan kiri, bruit pada auskultasi dan palpasi + A: CKD on HD

O:

19

Hipertensi Grade II CHF et causa HHD P: HD 2 kali per minggu Diit Rendah Garam, Rendah Protein 35g Balance cairan tiap 24 jam Ranitidine 2 x 1 amp Amlodipin 1 x 10 mg Syr Rhinatioe 3 x 1 C Lansoprazole 2 x 30mg Valsartan 1 x 160 mg Noperten 1 x 10 mg Fasorbid 3 x 10 mg

FOLLOW UP SOAP Tanggal 12/7/2012, pukul 06.00 S: O: Sesak tidak dirasakan, os mengaku nyaman tidur dengan bantal lebih dari 2. batuk terutama pada malam hari dan sudah berkurang. keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis. TD : 180/90, N: 100x/mnt, S: 36,2C, RR: 20x/mnt Mata: konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/Leher: JVP = 5 + 2cmH2O, KGB tidak teraba membesar Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada Paru: suara nafas versikuler +/+, ronchi +/-, wheezing -/-. Abdomen: supel, datar , nyeri tekan epigastrium +, bising usus + normal, perkusi timpani, Lien tidak teraba, hepar teraba 4cm di bawah arcus costae. Extermitas: edema pada kedua tungkai bawah sudah berkurang , akral hangat, sianosis tidak ada. Terpasang shiminoshunt pada tangan kiri, bruit pada auskultasi dan palpasi + A: CKD on HD

20

Hipertensi Grade II CHF et causa HHD P: HD 2 kali per minggu Diit Rendah Garam, Rendah Protein 35g Balance cairan tiap 24 jam Ranitidine 2 x 1 amp Amlodipin 1 x 10 mg Syr Rhinatioe 3 x 1 C Lansoprazole 2 x 30mg Valsartan 1 x 160 mg Noperten 1 x 10 mg Fasorbid 3 x 10 mg

BAB II ANALISA KASUS

MASALAH Dispepsia

Dasar Penetapan Masalah - Nyeri pada Epigastrium disertai mual dan tidak nafsu makan - Nyeri tekan epigastrium +

Chronic Kidney Disease

-Cr: 7.9, CCT: 6.67 (Stage V) On HD sejak 4 bulan -USG: contracted kidney dekstra dan Ischaemia renal sinistra -Dyspnoe on effort 5 bulan lalu -PND, Batuk malam hari dengan frotty sputum, Hepatomegali, Edema ekstremitas, Ronkhi paru, Gambaran Thoraks foto dengan Cardiomegali disertai tanda kongesti dan edema paru.

Hipotesa Peningkatan ureum dalam darah dapat menimbulkan gejalan seperti lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah. - Gastritis - Hipertensi tidak terkontrol menyebabkan peningkatan tekanan glomerular yang mengakibatkan reduksi jumlah nefron sebagai awal terjadinya CKD - Infeksi atau Pyelonefritis -

Congestive Heart Failure

Hipertensi Heart Disease

21

Hipertensi stage 2 JNC VII Anemia Dispnoe PND Orthopnoe Edema Tungkai

- tekanan darah 210/110 mmHg - Riwayat hipertensi sejak 7 bulan lalu tidak terkontrol Conjungtiva anemis +/+ - Hb 7.8 g/dl - Keluhan Os Hiperpnoe, RR >20x/menit - Bengkak pada kedua kaki

- Essensial - Volume overload sekunder dari CKD - Defisiensi Eritropoietin et causa CKD - Intake kurang - Kongesti Cairan dan transudasi cairan yang menyebabkan udem paru - Volume overload - peningkatan tekanan hidrostatik kapiler Hiperventilasi karena sesak, kadar saturasi O2 darah rendah, dan rasa nyeri. Pecahnya pembuluh kapiler pada paru karena meningkatnya tekanan hidrostatik dan telah terjadi edema paru

Alkalosis Respiratorik belum terkompensasi Batuk berdahak dengan frotty sputum

- PH: 7.523, PCO2: 25.4, PO2: 41.9, HCO3: 20.5 - Keluhan Os - Ronkhi +

PATOFISIOLOGI

Primer Essensial Hiperte nsi Nefrosklerosis Benigna Sklerosis arteriol aferen Nefrosklerosis maligna Penurunan jumlah nefron

Pressure Overload Hipertrofi miokard Kontraktilitas

CO

Redistribusi CO subnormal Perfusi renal

Hipertrofi nefron tersisa untuk mengganti kerja nefron yang rusak. Peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal.

Kerusakan nefron >70%

CK D
Tekanan Kapiler rupture batuk frotty hidrostatik Hepatome Mu BP Edema
Tungkai

22

Uremi Dispepsi a a

MASALAH Dispepsia Chronic Kidney Disease Edema Tungkai Dispnoe Congestive Heart Failure Hipertensi stage 2 JNC VII Anemia Alkalosis Respiratorik belum terkompensasi Batuk berdahak dengan frotty sputum

Planning: Non Medikamentosa

Medikamentosa Ranitidine 2 x 1 amp Lansoprazole 2 x 30mg Fasorbid 3 x 10 mg Valsartan 1 x 160 mg Noperten 1 x 10 mg Amlodipin 1 x 10 mg

Diit Rendah Garam 1 HD 2 kali per minggu Diit Rendah Protein 35g Balance cairan tiap 24 jam Kontrol Darah rutin setiap hari Oksigen 7-8 liter/menit dengan mask Cek AGD Ulang

Syr Rhinatioe 3 x 1 C

PENGELOLAAN Ranitidine: Golongan AH2. Melindungi mukosa lambung dengan menghambat perangsangan sekresi asam lambung. Dosis: 2x1 /hari. Lansoprazole: Golongan PPI. Bekerja dengan mengurangi produksi dari asam lambung. Diit Rendah garam 1: Diberikan untuk pasien dengan hipertensi berat, odema, asites. Dalam pengolahan makanan tidak ditambahkan garam. Pembatasan jumlah protein 0,6-0,8/kg/hari: 49 x 0,7 = 34,3 dibulatkan menjadi 35g/hari Balance Cairan melakukan perhitungan Selisih antara Output dan Input cairan.

Input (Output+IWL) IWL:

= 726ml, output pasien dengan urin tampung 24 jam

tidak dapat dinila karna urine tidak ditampung. Maka dari hasil perhitungan diharapkan input cairan untuk pasien tidak lebih dari 726ml per hari. Oksigen 7-8 liter/menit dengan mask: agar dapat meningkatkan saturasi oksigen sehingga diharapkan hiperventilasi berkurang dan tekanan Co2 meningkat dan alkalosis respiratorik dapat terkompensasi Fasorbid: Isosorbid Dinitrat (ISDN), venous compliance berkurang pada gagal jantung. Venous bed merupakan tempat yang besar, maka venodilator mempunyai efek venous pooling dengan efek acute reduction in elevated feeling pressure akibat venous return yang menurun. Dengan diberikannya venodilator dan diuretika, filling pressure dapat diturunkan dengan akibat symptom berkurang seperti sesak napas, ortopnoe, tanpa menyebabkan turunnya CO. Noperten 1 x 10mg : lisinopril (ace inhibitor): Fungsinya adalah 1. dilatasi arteriol dengan akibat penurunan Sistemik vascular resistance, tekanan darah after load.

23

2.

mengurangi aktivitas simpatis dan produksi noradrenaline. Penurunan aktivitas simpatis menyebabkan bertambahnya vasodilatasi, dengan demikian berarti penurunan after load. Akibat efek anti simpatetik dan efek vagal dapat menerangkan mengapa ace inhibitor tidak menaikan HR meskipun terjadi vasodilatasi, inilah beda dengan vasodilator lain. penurunan sindosteron berakibat sekresi Na dan retensi K+. Converting Enzyme menyebabkan degradasi bradikinin. Akumulasi bradikinin merangsang vasodilator prostaglandin yang dapat menurunkan resistensi perifer, oleh karena itu indomtasin dan prostaglandin inhibitor menurunkan efek ACE i. Acei mempunyai sifat anti arteriolar hyperplasia penyebab hipertensi. ACE I mempunyai sifat antihipertrofi dan antiremodelling pada miokard.

3. 4.

5. 6.

Valsartan 1 x 160mg (Angiostensin II Reseptor Blocker) : biasanya digunakan sebagai antihipertensi pada pasien yang tidak toleran terhadap ACE I. efek sebagai antihipertensi sama dengan ACE Inhibitor. Amlodipin 1 x 10mg (Calcium Cannal Blocker): bekerja dengan merelaksasi otot polos pada dinding arteriol sehingga menurunkan resistensi perifer total untuk menurunkan tekanan darah.

24

BAB III TINJAUAN PUSTAKA CKD Definisi Chronic Kidney Disease adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m, seperti pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik 1. 2. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan stuktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju fitrasi glomerolus (LFG), dengan manifestasi: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelaian dalam tes pencitraan LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m, selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Klasifikasi Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat ( stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:(4) LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*) *) pada perempuan dikalikan 0,85 Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2 Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau > 90 2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60-89

25

3 4 5

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang Kerusakan ginjal dengan LFG berat Gagalginjal

30-59 15- 29 < 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 3 Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi Penyakit Tipe mayor (contoh) Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular(penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia) Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,

hipertensi, mikroangiopati) Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,

obstruksi, keracunan obat) Penyakit pada transplantasi Patofisiologi Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi kompensatori ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis reninangiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth Penyakit kistik (ginjal polikistik) Rejeksi kronik Keracunanobat (siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular) Transplant glomerulopathy

26

factor . Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal ( renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. (1,4) V. Pendekatan Diagnostik Gambaran Klinis Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi: a. b. c. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, LupusEritomatosus Sistemik (LES),dll. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,kalium, khlorida). Gambaran Laboratorium Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: a. b. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal. c. d. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi: a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

27

b. c. d. e.

Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.(2,3,4,5)

VI. Penatalaksanaan Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya Derajat LFG(ml/mnt/1,73m) Rencana tatalaksana 1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan (progession) fungsi ginjal, memperkecil resiko 2 3 4 5 60-89 30-59 15-29 <15 kardiovaskuler menghambat pemburukan (progession) fungsi ginjal evaluasi dan terapi komplikasi persiapan untuk terapi pengganti ginjal terapi pengganti ginjal

Terapi Nonfarmakologis: a. Pengaturan asupan protein:

Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK LFG ml/menit Asupan protein g/kg/hari >60 tidak dianjurkan 25-60 0,6-0,8/kg/hari 5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam keton <60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3g/kg tambahan asam amino esensial atau asam keton.

b. c.

Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah

28

yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh d. e. f. g. h. i. j. k. l. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total Garam (NaCl): 2-3 gram/hari Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari Kalsium: 1400-1600 mg/hari Besi: 10-18mg/hari Magnesium: 200-300 mg/hari Asam folat pasien HD: 5mg Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss).(4,5)

Terapi Farmakologis: a. Kontrol tekanan darah b. c. d. e. f. g. h. i. ACE I atau antagonis reseptor Angiotensin II evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan. Penghambat kalsium Diuretik

Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6% Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l Koreksi hiperkalemia Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin Terapi ginjal pengganti.(1,2,3,4)

CHF Definisi
Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi berupa sindroma klinik. Diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output/ CO yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan 02 dan nutrisi lain meskipun tekanan pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat

29

Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi CO yang cukup stiap waktu, pada gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat, pada gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat. Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai mekanisme sudah berlebihan (yaitu retensi garam dan air, meningkatnya resistensi perifer, hipertrofi miokard, dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan atria, meningkatnya kekuatan kontraksi) tetapi jantung tidak mempertahankan fungsinya dengan cukup. Gagal jantung merupakan akhir dari suatu continuum, proses yang berkesinambungan, dimulai dari terdapatnya penyakit jantung tanpa kelainan hemodinamik, kemudian berlanjut dengan fase preklinik dimana sudah didapati keluhan dan tanda-tanda gagal jantung (symptom and sign).(8,9)

Etiologi Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi maligna atau accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina, high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan (medication-induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.

Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus Faktor Predisposisi

Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis mitral, dan penyakit perikardial. Faktor Pencetus

Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif. Patofisiologi Ada beberapa mekanisme gagal jantung: I. Aktivasi sistem RAA (Renin Angiotensinogen Angiotensin) Akibat cardiac output yang menurun pada gagal jantung terjadi peningkatan seksresi renin yang merangsang pembentukan angiotensin II. Aktivasi sistem RAA dimaksudkan mempertahankan cairan, keseimbangan/ balance elektrolit dan tekanan darah cukup. Renin adalah enzim yang dikeluarkan oleh aparatus juxta glomerular yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin-I kemudian menjadi

30

angiotensin-II oleh angiotensin converting enzyme. ACE juga mengubah bradikinine suatu vasodilator menjadi peptide yang tidak aktif. Pengaruh angiotensin II : Vasokonstriktor kuat Merangsang neuron simpatis dengan akibat pengeluaran adrenalin bertambah Merangsang terjadinya hipertropi vaskular yang berakibat menambah resistensi perifer meningkat yang berati afterload meningkat Merangsang terjadinya hipertrofi miokard Merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal dengan akibat reasorpsi garam dan air pada tubulus proksimal ginjal meningkat.

II.

Aktivasi sistem saraf simpatis Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cardiac nerve dan medula adrenalis memperkuat kontraktilitas miokard, bersama sistem RAA dan neurohormonal lain dimaksudkan untuk mempertahankan tekanan arteri dan perfusi pada organ vital. Sistem saraf otonomik adalah sangat penting dalam pengaturan heart rate (HR), kontraksi miokard, capacitance dan resistance vascular bed pada setiap saat, dengan demikian mengontrol CO, distribusi aliran darah dan tekanan arterial. Pengaturan neural ini memungkinkan perubahan-perubahan fungsi kardiovaskuler yang diperlukan secara cepat, dalam beberapa detik, sebelum mekanisme yang lebih lambat yaitu stimulus metabolik, katekolamin dalam sirkulasi dan sistem RAA bekerja. Pada permulaan gagal jantung, aktivitas sistem adrenergik dapat mempertahankan CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan heart rate, pada gagal jantung yang lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat sistem simpatis dan pengaruh angiotensin II dengan maksud mempertahankan dan redistribusi CO, pada gagal jantung yang lebih berat (NYHA klas IV) terjadi peningkatan afterload yang berlebihan akibat vasokontriksi dengan akibat penurunan stroke volume dan cardiac output.

III.

Mekanisme Frank Starling Pada semua otot bergaris termasuk miokard, kekuatan kontraksi tergantung pada panjangnya serabut otot miofibril, makin panjang kontraksi makin kuat. Pada panjang sarkomer 2,2 um, miofibril peka terhadap Ca++ sehingga mengahasilkan aktivasi sistem kontraksi yang maksimal, apabila sarkomer bertambah panjang mencapai 3,65 um kepekaan terhadap Ca++ berkurang, kontraksi juga berkurang. Pengertian tersebut merupakan dasar dari Starling law of the heartI yang menyatakan bahwa dalam batas panjang miofibril tertentu, kekuatan kontraksi ditentukan oleh volume pada akhir diastole yaitu preload

IV.

Kontraksi miokard

31

Hipertropi miokard disertai atau tidak disertai dilatasi ruang-ruang jantung merupakan upaya untuk menambah kontraksi ventrikel pada afterload dan preload yang meningkat V. Redistribusi CO yang subnormal Redistribusi dengan maksud mempertahankan oksigenasi kepada organ-organ vital yaitu jantung dan otak, darah yang mrngalir ke organ yang kurang vital seperti kulit, otot skletal, ginjal berkurang. Redistribusi cairan (darah) terjadi pada penderita gagal jantung yang mengalami aktivitas fisik, pada gagal jantung yang lanjut redistribusi terjadi meskipun pada istirahat. Mekanismenya melalui deregulasi saraf simpatis bersam parasimpatis dengan akibat vasodilataso ke organ vital dan vasokontriksi pada organ yang kurang vital untuk mempetahankan kelangsungan hidup. VI. Metabolisme anaerobik Perfusi ke jaringan yang menurun pada gagal jantung, terjadi metabolisme anaerobik. Banyak jaringan terutam otot skeletal mengalami metabolisme anaerobik sebagai cadagan untuk menghasilkan energi. Pada individu normal dalam latihan sedang terjadi metabolisme anaerobik menghasilkan 5% energi yang diperlukan. Penderita dengan gagal jantung menghasilkan 30%. VII. Arginin Vasopresin (AVP) AVP merupakan vasokonstriktor kuat. Pada penderita gagal jantung level AVP meningkat 2 kali dibandingkan orang normal.

VIII.

Atrial Natriuretic Peptide (ANP) Suatu tekanan atrial yang meningkat menghasilkan ANP. Hormon memilik efek vasokonstriktor, retensi Na dan air, hormon adrenergik. Oleh karena itu ANP melindungi sirkulasi dan volume dan pressure overload, ANP juga menyebabkan .
(10)

Sebenarnya jantung yang mulai lemah akan memberikan 3 mekanisme kompensasi untuk meningkatkan curah jantung, yaitu : 1) Meningkatkan aktivitas simpatik Baroreseptor merasakan penurunan tekanan darah dan memacu aktfitas reseptor besar. Selain itu, vasokonstriksi diperantarai dalam fungsi jantung. 2) Retensi cairan. Penurunan curah jantung akan memperlambat aliran darah ke ginjal, menyebabkan lepasnya renin, dengan hasil peningkatan sintesis angiotensin II dan aldosteron. Hal ini meningkatkan resistensi perifer dan retensi - adrenergic dalam jantung. Hal ini menimbulkan kecepatan jantung dan peningkatan kontraksi dari otot-otot jantung yang lebih -1 memacu venous return dan meningkatkan preload jantung. Respons kompensasi ini meningkatkan kerja jantung dan karena itu dapat menyebabkan penurunan selanjutnya

32

natrium dan air. Volume darah meningkat dan semakin banyak darah kembali ke jantung. Jika jantung tidak dapat memompa volume ekstra ini, tekanan vena meningkat dan edema perifer dan edema paru-paru terjadi. Respons kompensasi ini meningkatkan kerja jantung dan karena itu, selanjutnya menyebabkan penurunan fungsi jantung 3) Hipertrofi miokard Jantung membesar dan ruangannya melebar. Pertama peregangan otot-otot jantung menyebabkan kontraksi jantung lebih kuat, tetapi perpanjangan yang berlebihan dari serat tersebut akan menyebabkan kontraksi semakin lemah. Jenis kegagalan ini disebut gagal sistolik dan diakibatkan oleh ventrikel yang tidak dapat memompa secara efektif. Jarang pasien gagal jantung kongestif dapat mempunyai disfungsi diastolik, yaitu suatu istilah yang diberikan jika kemampuan ventrikel relaksasi dan menerima darah terganggu karena perubahan struktural, seperti hipertrofi. Penebalan dinding ventrikel dan penurunan volume ventrikel dapat menurunkan kemampuan otot jantung untuk relaksasi. Hal ini mengakibatkan ventrikel tidak terisi cukup, dan curah jantung yang tidak cukup disebut sebagai gagal jantung

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis gagal jantung kanan (decompensatio dextra) antara lain: JVP meningkat, batas jantung kanan melebar (terdapat RVH dan pulsasi epigastrium), pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran limpa (splenomegali), cairan di rongga perut (ascites), bengkak (oedem) pada tungkai. Sedangkan manifestasi klinis gagal jantung kiri (decompensatio sinistra) antara lain: sesak nafas (dispneu, orthopneu, paroxismal nocturnal dispneu), batas jantung kiri melebar (terdapat LVH), nafas cheyne stokes, kebiruan (cyanosis), Right Bundle Branch (RBB), dan suara S3 (gallop).

Penegakan Diagnosis Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi. Berdasar keluhan (symptom) terdapat klasifikasi fungsional dari New York Heart Association ( NYHA) : NYHA klas I : Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina. NYHA klas II : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan aktivitas fisik. Merasa enak pada istirahat. Aktivitas fisik sehari-hari (ordinary physical activity) menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina. NYHA kelas III :

33

Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat aktivitas fisik. Merasa enak pada istirahat. Aktivitas yang kurang dari aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina. NYHA KELAS IV : Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul maupun dalam keadaan istirahat.

Dibawah ini adalah kriterian diagnosis CHF kiri dan kanan dari Framingham Kriteria mayor: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Paroxismal Nocturnal Dispneu distensi vena leher ronkhi paru kardiomegali edema paru akut gallop S3 peninggian tekanan vena jugularis refluks hepatojugular

Kriteria minor: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. edema ekstremitas batuk malam hari dispneu de effort hepatomegali efusi pleura takikardi penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Kriteria mayor atau minor Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.

34

Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien, terutama pada usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas. Curah jantung yang menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer. Penatalaksanaan Tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah meningkatkan curah jantung. Golongan obat gagal jantung yang digunakan adalah: 1) Vasodilator Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung kongestif, diperberat oleh peningkatan kompensasi pada preload (volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole) dan afterload (tekanan yang harus diatasi jantung ketika memompa darah ke sistem arteriol). Vasodilatasi berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload. Obat-obat yang berfungsi sebagai vasodilator antara lain captopril, isosorbid dinitrat, hidralazin a) Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE) Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi aldosteron, sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE dapat menyebabkan penurunan retensi vaskuler vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung. Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Penggunaan inhibitor ACE awal diutamakan untuk mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk semua tingkatan, dengan atau tanpa gejala dan terapi harus dimulai segera setelah infark miokard. Terapi dengan obat golongan ini memerlukan monitoring yang teliti karena berpotensi hipotensi simptomatik. Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan pada wanita hamil. Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin ini adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril b) Angiotensi II receptor Antagonists Pasien yang mengalami batuk pada penggunaan ACE Inhibitor, dapat digunakan angiotensin II receptor Antagonists seperti losartan dosis 25-50 mg/hari sebagai alternatif. Losartan efektif menurunkan mortalitas dan menghilangkan gejala pada pasien dengan gagal jantung c) Relaksan otot polos langsung Dilatasi pembuluh vena langsung meyebabakan penurunan preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial mengurangi resistensi sistem arteriol dan menurunkan afterload. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah hidralazin, isosorbid, minoksidil, dan natrium nitropusid d) Antagonis Reseptoris - Adrenergik Antagonis reseptor -adrenergik yang paling umum adalah metoprolol, suatu antagonis reseptor yang selektif terhadap 1- adrenergik mampu memperbaiki gejala, toleransi kerja fisik serta beberapa fungsi ventrikel selama beberapa bulan pada pasien gagal jantung karena pembesaran kardiomiopati idiopati

35

2) Diuretik Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat ini berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea noktural paroksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan preload jantung. Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah diuretik tiazid dan loop 3) Antagonis Aldosteron Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron menunjukkan penurunan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat. Aldosteron berhubungan dengan retensi air dan natrium, aktivasi simpatetik, dan penghambatan parasimpatetik. Hal tersebut merupakan efek yang merugikan pada pasien dengan gagal jatung. Spironolakton meniadakan efek tersebut dengan penghambatan langsung aktifitas aldosteron 4) Obat-obat inotropik Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot jantung dan meningkatkan curah jantung. Meskipun obat-obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda dalam tiap kasus kerja inotropik adalah akibat peningkatan konsentrasi kalsium sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung a) Digitalis Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai mekanisme kerja diantaranya pengaturan konsentrasi kalsium sitosol. Hal ini menyebabkan terjadinya hambatan pada aktivasi pompa proton yang dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi natrium intrasel, sehingga menyebabkan terjadinya transport kalsium kedalam sel melalui mekanisme pertukaran kalsium-natrium. Kadar kalsium intrasel yang meningkat itu menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik. Mekanisme lainnya yaitu peningkatan kontraktilitas otot jantung, Pemberian glikosida digitalis menngkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume distribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi. Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretik dan vasodilator. Obat yang termasuk dalam golongan glikosida jantung adalah digoxin dan digitoxin. Glikosida jantung mempengaruhi semua jaringan yang dapat dirangsang, termasuk otot polos dan susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini belum diselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin melibatkan hambatan Na+K+ - ATPase didalam jaringan ini. Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan kadar kalium dalam serum sering ditemukan pada pasien-pasien yang mendapatkan thiazid atau loop diuretik dan biasanya dapat dicegah dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium karbonat. Hiperkalsemia dan hipomagnesemia juga menjadi predisposisi terhadap toksisitas digitalis. Tanda dan gejala toksisitas glikosida jantung yaitu anoreksia, mual, muntah, sakit abdomen, penglihatan kabur, mengigau, kelelahan, bingung, pusing, meningkatnya respons ventilasi terhadap hipoksia, aritmia ektopik atrium dan ventrikel, dan gangguan konduksi nodus sinoatrial dan atrioventrikel b) Agonis -adrenergic

36

Stimulan - adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan efek inotropik spesifik dalam fase dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya ion kalsium kedalam sel miokard meningkat,sehingga dapat meningkatkan kontraksi. Dobutamin adalah obat inotropik yang paling banyak digunakan selain digitalis c) Inhibitor fosfodiesterase Inhibitor fosfodiesterase memacu koonsentrasi intrasel siklik-AMP. Ini menyebabkan peningkatan kalsium intrasel dan kontraktilitas jantung. Obat yang termasuk dalam golongan inhibitor fosfodiesterase adalah amrinon dan milrinon.(8,9,10)

BAB IV 37

KESIMPULAN Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pmeriksaan penunjang dan dengan menganalisa kasus berdasarkan tinjauan pustaka yang telah tercantum maka masalah pada Ny. S adalah Congestive heart failure dengan Chronic Renal disease, yang telah diberikan terapi dan perawatan. Penyebab dari CKD yang diderita Ny. S adalah merupakan suatu hipertensi essensial, meskipun prevalensi dari suatu hipertensi tanpa disertai penyakit ginjal lain sebagai masalah yang mendasari terjadinya CKD hanyalah 10%. Pernyataan ini didukung dari hasil anamnesis secara autoanamnesis ataupun allo anamnesis dimana tidak didapatkan riwayat pasien pernah mengalami suatu penyakit ginjal, pre renal, renal, ataupun post renal. Untuk congestive heart failure ditegakan atas temuan pemeriksaan yang memenuhi criteria firrmingham yaitu didapatkan empat kriteria mayor dan empat criteria minor.

DAFTAR PUSTAKA 38

1. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443. 2. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002. 3. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434. 4. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. p.581-584. 5. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003. 6. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill Companies : 2005;586-92 7. Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2nd ed. Jakarta: Erlangga:2007;p.29-44 8. Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I. Lecture notes Kardiologi ED/4. Jakarta: Penerbit Erlangga;2003. Hal 88-94. 9. Braunwald, Fauci, Kasper. Harrisons Principal Of Internal Medicine Vol 1. Mc Grow Hill. Ed 15th . 2001. Hal 1414-1429. 10. Palupi S.E.E. Gagal Jantung (Congestive Heart Failure) dalam Rita Khairani (ed) Diktat Kumpulan Kuliah Kardiologi. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 11. Sutedjo AY.2008. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Penerbit Amara Books; p. 20-106 12. Price SA, Wilson, LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit ED/6. Jakarta: EGC, 2003. p.912-46 13. Silbernagl S, Lang F. Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2007. p.224-7

39

40

Anda mungkin juga menyukai