Anda di halaman 1dari 40

BAB I HASIL STUDY KASUS

1.1 Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan Agama Alamat Stat. Perkawinan Suku Tanggal Periksa 1.2 Anamnesis 1. Keluhan Utama 2. Riwayat Penyakit Sekarang : kaku di area mulut : : Tn. H : 54 Tahun : Laki Laki : Buruh tani : SD : Islam : Tlogo Joyo V/51 Kec. Lowokwaru : Menikah, duda : Jawa : 21 September 2011

Kaku di area mulut sejak 5 hari yang lalu. Penderita sebelumnya mengeluhkan sakit gigi. Penderita juga mengeluhkan badan terasa nyeri dan meriang. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit serupa : disangkal, namun penderita sering mengeluhkan sakit gigi.

Riwayat mondok

: tidak pernah MRS, saat ini pertama kalinya yang awalnya berada di ruang IRNA IIIB.

Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat hipertensi Riwayat alergi obat : disangkal

: disangkal

Riwayat alergi makanan : disangkal 4.Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga dengan penyakit serupa Riwayat hipertensi Riwayat sakit gula Riwayat jantung 5. Riwayat Kebiasaan Riwayat merokok Riwayat minum alkohol Riwayat olah raga 6. Riwayat Sosial Ekonomi: Penderita adalah seorang laki-laki berusia 54 tahun, seorang duda dengan dua orang anak. Penderita bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan rata-rata per harinya + Rp 40.000,-. Penderita tinggal di rumah adiknya karena dia bekerja ikut adiknya. Rumah tersebut dihuni oleh penderita, adik laki-lakinya, adik ipar (istri adiknya), dan kedua keponakannnya. : penderita merokok 5 batang/hari. : disangkal : jarang olah raga : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

7. Riwayat gizi: Penderita makan sehari-hari biasanya 3 kali dengan nasi sepiring, sayur, dan lauk tahu, tempe, telor dan kerupuk, terkadang ikan laut. Kesan status gizi baik. Sejak sakit, nafsu makan penderita menurun. 1.2.1 Anamnesis Sistem

1. Kulit : pucat (-), keriput (+). 2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-) 3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-), ketajaman penglihatan dalam batas normal 4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-) 5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-) 6. Mulut : sariawan (-), sulit membuka mulut (+), sakit gigi (+) 7. Tenggorokan : sakit menelan (+), serak (+) 8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-) 9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-) 10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (+), nyeri perut (+), BAB 2 hari sekali, namun sejak di RS BAB tidak lancar 11. Genitourinaria : BAK lancar, 5-6 kali/hari, warna dan jumlah dalam batas normal 12. Neurologik : kejang (+), lumpuh (+) 13. Psikiatri : emosi stabil, mudah marah (-) 14. Muskuloskeletal : kaku sendi (+), kaku wajah dan perut (+)

15. Ekstremitas : a. Atas kanan b. Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-), kaku (-) : bengkak (-), sakit (-), luka(-), kaku (-)

c. Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-) d. Bawah kiri 1.3 Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum : Lemas, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi cukup. 2. Tanda Vital BB TB BMI Tensi Nadi : : : : : 67 kg 170 cm BB/TB2 = 67/(1,7)2 = 23 Normoweight 140/80 mmHg 81 x/menit, reguler, isi cukup. 23 x/menit, tipe thorakoabdominal 36,8 oC : bengkak (-), sakit (-), luka (-)

Pernafasan : Suhu :

3. Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-). 4. Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut, makula (-), papula (-), nodula (-). 5. Mata Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (- /-), arcus senilis (+/+) radang/conjunctivitis/ uveitis (-/-).

6. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-). 7. Mulut Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (+), papil lidah atrofi (-), tepi lidah hiperemis (-), gigi berlubang (+), pergerakan mulut menurun (+) 8. Telinga Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga dalam batas normal. 9. Tenggorokan Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-). 10. Leher JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-), leher sulit digerakkan, kaku kuduk (+) 11. Thoraks Simetris, bentuk normochest, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-), spider nevi (-), venectasi (-), pembesaran kelenjar limfe (-) - Cor :

I : ictus cordis tak tampak P : ictus cordis tak kuat angkat P : batas kiri atas batas kanan atas : SIC II lateral LPSS : SIC II LPSD

batas kiri bawah

: SIC V lateral LMCS

batas kanan bawah : SIC IV LPSD batas jantung kesan tidak melebar A : BJ III intensitas normal, regular, bising (-) - Pulmo: Statis (depan dan belakang)

I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri P : fremitus raba kanan sama dengan kiri P : sonor/sonor A: suara dasar vesikuler (+/+),suara tambahan (-/-) Dinamis (depan dan belakang) 11. Abdomen I : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-) A : peristaltik (+) normal P : timpani seluruh lapang perut P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba, kaku seperti papan 12. Sistem Collumna Vertebralis I P P 13. Ektremitas: akral hangat + + + + : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-) : nyeri tekan (-) : NKCV (-) palmar eritema(-/-) oedem ulkus + + - -

14. 15.

Sistem genetalia: dalam batas normal Pemeriksaan Neurologik :

Meningeal sign : kaku kuduk (+) Fungsi Luhur : Fungsi Vegetatif : dalam batas normal dalam batas normal

Fungsi Sensorik: N N N N Fungsi motorik K 5 4 5 4 T N : N RF 2 2 2 2 RP -

16. Pemeriksaan Psikiatrik Penampilan Kesadaran Afek : : : sesuai umur, perawatan diri cukup kualitatif tidak berubah ; kuantitatif compos mentis appropriate : meningkat : bentuk: isi : realistik waham (-), halusinasi (-), ilusi (-) koheren

Psikomotor Proses pikir

arus : Insight : baik

1.4

Pemeriksaan Penunjang 1. Pada tanggal 21 September 2011 a. EKG : hasil normal b. Pemeriksaan Lab. a. Darah Lengkap o o o o o o o Leukosit : 13.300 Hb : 14,9 LED : Trombosit : 317.000 PCV/Hct : 48,8 Eritrosit : 5,29 Hitung jenis : Eo/Bas/Stab/Seg/Lymp/Mono 1 / 1 / - / 75/ 14/ 9

b. Kimia darah o o o o o o o o o o c. GDS : 110 mg/dL Kolesterol total : 202 TG : 72 HDL-kolesterol : 59 LDL-kolesterol : 115 Ureum : 81 Kreatinin : 0,8 As.urat : 4,3 SGOT : 35 SGPT : 24

Elektrolit Darah o o o o Kalium : 4,41 Natrium :173 Kalsium : 10,57 Klorida : 135

2. Pada tanggal 26 September 2011 1. Elektrolit Darah o Kalium : 2,89 o Natrium :152 o Kalsium : 9,64 o Klorida : 117

1.5 RESUME a) Anamnesis : Pasien (Tn. H, 54 tahun) datang pada tanggal 21 september dengan keluhan kaku di area mulut sejak 5 hari yang lalu, badan meriang dan terasa nyeri. Riwayat sebelumnya pasien sering merasakan sakit gigi, namun tidak terjadi seperti ini. Pasien memiliki kebiasaan merokok 5 batang/hari. b) Pemeriksaan fisik : didapatkan pasien sukar membuka mulut, gigi berlubang, kaku kuduk(+), dinding perut seperti papan, terdapat luka di kedua tangan, dan otot-otot tubuh kaku dan kejang. Pasien dibawa ke IGD RSI Unisma kemudian dirawat di rung IRNA IIIB dengan diagnose awal oleh dokter jaga meningoensephalitis dan tetanus, kemudian dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam dan pasien ditempatkan di ruang isolasi IRNA IIIA. c) Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan EKG dengan hasil normal. Pemeriksaan laboratorium pada pemeriksaan darah lengkap dengan hasil leukositosis dan peningkatan kadar elektrolit darah (Na2+, Cl-), dan pada tanggal 26 September 2011 pemeriksaan elektrolit darah terdapat penurunan K+ dan Cl-. Dokter spesialis mendiagnosa Tetanus Generalisata. 1.6 Diagnosis Holistik 1. Diagnosis dari segi biologis Differential diagnosis : Meningoencephalitis, Tetanus et causa Hipokalsemi Working diagnosis : Tetanus Generalisata 2. Diagnosa dari segi psikologis Tn. H adalah anak pertama dari 5 bersaudara, berstatus duda dengan dua orang anak, stress karena ditinggal istrinya pergi dengan laki-laki lain. Hubungan penderita dengan istrinya tidak baik, namun hubungan dengan kedua anaknya

cukup baik. Pasien tinggal serumah dengan adik laki-lakinya yang nomor 3(Tn. M), dalam rumah tersebut terdiri dari Tn. H, Tn. M, istri Tn. M dan kedua anak Tn. M. hubungan pasien dengan anggota rumah cukup baik, namun pasien cukup tertutup karena stress yang dirasakannya. 3. Diagnosa dari segi sosial Tn. H termasuk anggota masyarakat biasa dalam kehidupan

bermasyarakat. Kesehariannya Tn. H bekerja sebagai buruh tani, dan jarang berinteraksi dengan masyarakat sekitar. 1.7 Penatalaksanaan 1. Non Medikamentosa Perbaikan oral hygien (gosok gigi dengan tepat dan teratur, tidak mengkorek-korek gigi dengan lidi/barang yang kotor) Perawatan luka kecil/ besar dengan bersih Diet tinggi kalori dan protein Tidak merokok Hindari minum kopi dan kafein (meningkatkan tekanan darah, takut terjadi kejang berulang) 2. Medikamentosa 0ksigen 3 lt IVFD NS 20 tetes/menit Inj. Ceftriaxone 2x1/iv ---skin test Drip. Neurobion 500 1x1/iv 20 tetes/menit Fosmidex 3x1gr

10

Valium 1 ampul/flash Tetagam 3000 unit 1.8 FOLLOW UP Tanggal 21 September 2011 S : perut kaku, leher kaku dan tidak bisa digerakkan O : KU lemas, Tensi : 130/80 mmHg, Nadi: 74x/mnt, Suhu: 36,8C, Rhisus Sardonicus (+), trismus (+), perut seperti papan. A : Tetanus Generalisata P : diberikan terapi berupa : Infus RDS / futolit 2:1 Seftriaxone 2x1gr/iv ---- skin test Fosmidex 3x1gr Tetagam 3000 unit. ----1 hari = 4 ampul. Valium 1 ampul/flash Diet sonde 3x150 cc/hari Tanggal 22 September 2011 S : perut kejang O: KU lemas, Tensi : 140/90mmHg, Nadi : 88x/mnt, Suhu: 36,8 C, perut kaku A: Tetanus Generalisata P : Terapi tetap dilanjutkan Tanggal 23 September 2011 S : leher sudah dapat digerakkan sedikit 1 ampul = 250 unit----4 ampul = 1000 unit.

11

O: KU lemas, gejala mulai menurun, Tensi: 130/70mmHg, Nadi: 84x/mnt, Suhu: 36,4C A: Tetanus Generalisata P : Terapi tetap + Betadine kumur Tanggal 24 September 2011 S : Tenggorokan sakit, leher kaku O: KU lemas, gejala menurun, Tensi : 130/80mmHg, Nadi: 90x/mnt, Suhu: 36,5C P : Terapi tetap dilanjutkan + Oral hygiene, Tetagam 1 hari 4 ampul, Drip valium : 2 ampul/flash Tanggal 25 September 2011 S : kaku daerah leher, punggung, dan perut O: Rhisus Sardonicus, trismus, Tensi130/80mmHg, Nadi: 84x/mnt, Suhu : 37,4C A : Tetanus Generalisata P : Terapi dilanjutkan + Tetagam 4 ampul 26 September 2011 S : kaku daerah leher, punggung, dan perut O: Rhisus Sardonicus, trismus, Tensi140/90mmHg, Nadi: 70x/mnt, Suhu : 37,5C A : Tetanus Generalisata P : Tetagam 4 ampul

12

Tanggal 27 September 2011 S : kaku daerah leher, punggung, dan perut O: Rhisus Sardonicus, trismus, Tensi140/90mmHg, Nadi: 84x/mnt, Suhu : 37,5C, Kalium menurun (2,89 mmol/L) A : Tetanus Generalisata P : KCl 2 x 1 ampul, Valium 2 ampul/flash, Fosmidex 3x 1 gr

13

1.6

Identifikasi fungsi-fungsi keluarga 1.6.1 Fungsi Biologis: Pasien adalah seorang laki-laki berusia 54 tahun, seorang duda dengan dua orang anak (An. M dan An. N). Tn. H adalah penderita tetanus generalisata. 1.6.2 Fungsi Psikologis: Hubungan keluarga di antara mereka tidak terjalin dengan baik. Duda karena ditinggal istrinya pergi dengan laki-laki lain, namun pasien tetap tidak mau menceraikan istrinya. Pasien ditinggal istrinya saat anak pertama berumur 6 tahun dan anak kedua berumur 2 tahun. Kedua anaknya diasuh oleh orang tua pasien yang pada saat itu pasien dan anaknya masih tinggal serumah dengan orang tua pasien. Saat An. M melanjutkan ke SLTP dan An. N kelas 2 SD diambil alih asuh oleh ibunya hingga An. M lulus kuliah dan An. N lulus SLTA, sejak saat itu pasien merasa stress dan hidupnya terlantarkan. Saat ini pasien tinggal di rumah adiknya karena dia bekerja ikut adiknya. Rumah tersebut dihuni oleh penderita, adik laki-lakinya, adik ipar(istri adiknya), dan kedua keponakannnya. Penderita tinggal di rumah adiknya dengan istri, anak, menantu dan ketiga cucunya. Komunikasi antar anggota keluarga dalam rumah cukup baik, meskipun anggota keluarga semuanya bekerja, namun perhatian kepada penderita tidaklah kurang. 1.6.3 Fungsi Sosial Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Pasien jarang berkumpul dengan tetangga, seperti pertemuan warga, hajatan, kerja bakti kampung , dan pengajian.

14

1.6.4

Ekonomi Penderita adalah seorang laki-laki berusia 54 tahun, seorang duda dengan

dua orang anak. Penderita bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan rata-rata per harinya + Rp 40.000,-. Penderita tinggal di rumah adiknya karena dia bekerja ikut adiknya. Rumah tersebut dihuni oleh penderita, adik laki-lakinya, adik ipar (istri adiknya), dan kedua keponakannnya. Ekonomi pada keluarga ini menengah ke bawah,
namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

1.6.5

Fungsi Fisiologis

APGAR score Tn. H APGAR A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya masalah. P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya. G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru. A Saya puas dengan cara keluarga saya 1 1 2 1 2 1 1 1 1 menghadapi
Tn. H Tn.M (Adik Tn.H) Ny. R (Ibu Tn. H)

mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama APGAR score keluarga Tn. H = (5+7+7):3 = 19/3= 6,3fungsi fisiologis cukup. 0 1 1

15

1.6.6

Fungsi Patologis

Fungsi patologis dari keluarga Tn. H dinilai dengan menggunakan alat S.C.R.E.E.M sebagai berikut : SUMBER Social PATOLOGIS Pasien kurang dapat berinteraksi dengan baik kepada tetangganya dan masih mengikuti kegiatan di kampungnya Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, dapat dilihat Culture pada pergaulan mereka yang masih menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Religious Pemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian juga dalam ketaatannya dalam beribadah. Economic Ekonomi pada keluarga ini menengah ke bawah, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Tingkat pendidikan dan pengetahuan Educational keluarga ini kurang, + + _ _ KET +

dimana Tn. H merupakan lulusan SD. Adik laki-laki yang tinggal serumah lulusan SLTP. Keluarga ini belum menganggap pemeriksaan rutin kesehatan

Medical

sebagai kebutuhan, hanya saja jika ada keluhan yang pergi ke bidan setempat, atau ke parktek dokter umum setempat. Pasien dan keluarga kurang memahami tentang penyakit tetanus.

1.6.7

Pola Interaksi Keluarga


Tn.H Istri TN. H

An. M

An. N

Tn. M (Adik Px)

Istri Tn. M

Keterangan : Hubungan baik Hubungan kurang baik

16

1.6.8

Genogram

Ny. D (55 thn)

Tn. H(54thn) Tetanus Generalisata

Ny. M (26 thn)

Ny. N (22 thn)

1.6.9 Faktor Perilaku Keluarga Menurut pendapat semua anggota keluarga, yang dimaksud kondisi sehat adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak menderita penyakit sehingga bisa melakukan aktivitasnya dengan baik. Mereka tidak mengetahui kalau Tn.H menderita tetanus, mereka hanya tahu keluhan pasien sakit gigi dan segera memeriksakan ke bidan setempat. Tn H dan anggota keluarga yang lain tidak pernah melakukan pemeriksaan laboratorium, belum menganggap melakukan screening kesehatan merupakan sesuatu yang perlu dilakukan, berpendapat nanti kalau tahu sakit malah kepikiran tentang penyakit. Jika ada anggota keluarga yang sakit dan penyakitnya sudah mengganggu aktivitas sehari-hari biasanya keluarga baru memeriksakan dan mencari pengobatan ke dokter praktek. Jika sakitnya tersebut tidak begitu mengganggu aktivitas, biasanya keluarga cukup membeli obat yang dijual bebas di warung atau di toko obat.

17

1.6.10 Faktor Non Perilaku Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memenuhi standar kesehatan, luas bangunan 7x8 m2, pencahayaan dan ventilasi rumah kurang. Untuk kebutuhan air sehari-hari diperoleh dari PDAM Menurut keluarga Tn.H tidak ada keluarga lain yang juga menderita sebagaimana Tn. H. Namun, ibu Tn. H menderita hipertensi. Keluarga Tn. H biasanya menggunakan bidan dan dokter praktek sebagai sarana untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Pemahaman: keluarga kurang memahami penyakit penderita Sikap: keluarga kurang peduli terhadap penyakit penderita karena kekurang pahaman Tindakan: keluarga mengantarkan Tn. H untuk berobat

Lingkungan : rumah kurang memenuhi syarat kesehatan

Keluarga Tn. Ny. H T Keluarga

Keturunan : Tidak ada keluarga yg menderita seperti Tn. H, namun ibu memiliki hipertensi.

Pelayanan Kesehatan : Jika sakit Tn. H ke bidan dan dokter praktek

Keterangan :

Faktor Perilaku Faktor Non Perilaku 1.11 Lingkungan Luar Rumah Keluarga tinggal di sebuah rumah berukuran 7x8 m2 yang berdempetan dengan rumah tetangganya disebuah perkampungan. Tidak memiliki pekarangan rumah tetapi terdapat pagar pembatas. Saluran pembuangan limbah sudah tersalur ke got. Pembuangan sampah di rumah diangkut oleh petugas kebersihan.

18

1.12 Lingkungan Dalam Rumah Dinding rumah terbuat dari batu bata yang di cat, sedangkan lantai rumah sudah menggunakan keramik. Rumah ini terdiri dari enam ruangan yaitu ruang tamu, 3 kamar tidur, satu dapur dan satu kamar mandi. Rumah ini hanya mempunyai satu pintu untuk keluar masuk (di bagian depan) serta dua jendela kaca. Keluarga ini sudah mempunyai fasilitas MCK keluarga dan fasilitas air dari PDAM. Ventilasi udara masih kurang karena hanya tedapat 2 jendela tanpa lubang ventilasi untuk pertukaran udara. Rumah penderita terasa lembab dan pencahayaannya kurang. Di rumah penderita hanya terdapat 2 buah genteng kaca sebagai jalan cahaya masuk.

Denah Rumah Tn. H


7m U

Ruang Tidur I

Ruang tidur II

Ruang tidur III

Ruang Keluarga + Tamu 8m

Kamar mandi

Dapur

19

1.7 Daftar Masalah 1.7.1 Masalah Medis : Tetanus Generalisata 1.7.2 Masalah Non Medis : 1. Rendahnya tingkat pengetahuan kesehatan 2. Stress yang dirasakan penderita berkepanjangan. 3. Kepedulian penderita terhadap dirinya sendiri kurang 4. Keluarga kurang peduli terhadap masalah kesehatan 5. Rumah kurang memenuhi syarat kesehatan

20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tetanus 2.1.1 Definisi Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. 2.1.2 Etiologi Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. 2.1.3 Patogenesis Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara : a.Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot. b.Karekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

21

c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside. d.Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak. Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas . Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu: 1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat 2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis

22

silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem limfatik. 2.1.3 Gejala Klinis Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu ). Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni 1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal ) 2. Cephalic Tetanus 3. Generalized tetanus (Tctanus umum) Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus Karekteristik dari tetanus Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya Setelah 2 minggu kejang mulai hilang. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme otot masetter. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity ) Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

23

1. tetanus lokal (lokalited Tetanus) Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin. 2. Cephalic tetanus Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. 3. Generalized Tetanus Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun

24

bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. 4. Neotal tetanus Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus. Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional ( TBA =Traditional Birth Attedence ) 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ). Berikut ini tabel. Yang memperlihatkan instrument Untuk memotong tali pusat. 2.1.4 Diagnosis Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa: 1.Gejala klinik - Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ). 2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan. 3. Kultur: C. tetani (+).

25

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria. Diagnosis Banding Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sular sekali dijumpati dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal. Berikut ini Tabel 3 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus : (16)

2.1.5 Prognosis Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana : 1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spasme ) 2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum 3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

26

2.1.6 Komplikasi Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure. 2.1.7 PENATALAKSANAAN A. UMUM Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb : 1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: -membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika sekitar luka disuntik ATS. 2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. 3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita 4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu. 5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

27

B. OBAT-OBATAN B.1. Antibiotika : Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan. B.2. Antitoksin Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar..

28

B.3.Tetanus Toksoid Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. Berikut ini, tabel 4. Memperlihatkan petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka Tabel 4. : PETUNJUK PENCEGAHAN TERHADAP TETANUS PADA KEADAAN LUKA. ___________________________________________________________________ RIWAYAT IMUNISASI Luka bersih, Kecil Luka Lainnya __________________________________________________ (dosis) Tet. Toksoid (TT) Antitoksin Tet.Toksoid (TT) Antitoksin ___________________________________________________________________ Tidak diketahui ya tidak ya ya 0 1 ya tidak ya ya 2 ya tidak ya tidak* 3 atau lebih tidak** tidak tidak** tidak ___________________________________________________________________
* : Kecuali luka > 24 jam

** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun

*** : Kecuali bila imunisasi terakhir >5 tahun

29

B.4. Antikonvulsan Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN ___________________________________________________________ Jenis Obat Dosis Efek Samping ________________________________________________________ Diazepam 0,5 1,0 mg/kg Stupor, Koma Berat badan / 4 jam (IM) Meprobamat 300 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada Klorpromasin 25 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi Fenobarbital 50 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan ________________________________________________________ Di Bagian llmu Kesehatan Anak RS Dr. Pirngadi/ FK USU, obat anti konvulsan yang dipergunakan untuk tetanus noenatal berupa diazepam, obat ini diberikan melalui bolus injeksi yang dapat diberikan setiap 2 4 jam. Pemberian berikutnya tergantung pada basil evaluasi setelah pemberian anti kejang. Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol, maka jadwal pemberian diazepam yang tetap dan tepat baru dapat disusun. Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan ( setelah kejang terkontrol ) adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian (pemberian dilakukan tiap 3 jam ). Kemudian dilakukan evaluasi terhadap kejang, bila kejang masih terus berlangsung

30

dosis diazepam dapat dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat teratasi. Dosis maksimum adalah 40 mg/kgBB/hari( dosis maintenance ). Bila dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah dapat dibuat, dan ini dipertahan selama 2-3 hari , dan bila dalam evaluasi berikutnya tidak dijumpai adanya kejang, maka dosis diazepam dapat diturunkan secara bertahap, yaitu 10 15% dari dosis optimum tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara drastis, oleh karena bila terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan penaikkan dosis ke dosis semula yang efektif belum tentu dapat mengontrol kejang yang terjadi.Bila dengan penurunan bertahap dijumpai kejang, dosis harus segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi kejang dipertahankan selama 2- 3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal ini dilakukan untuk selanjutnya . Bila dalam penggunaan diazepam, kejang masih terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti kejang lainnya harus dilakukan Pengobatan menurut Adam .R.D. (1): Pada saat onset, - 3000 - 6000 unit, tetanus immune globulin satu kali saja. - 1,2 juta unit Procaine penicilin sehari selama 10 hari, Intramuscular. Jika alergi beri tetracycline 2 gram sehari. - Perawatan luka, dibersihkan, sekitar luka beri ATS (infiltrasi) - Semua penderita kejang tonik berulang, lakukan trachcostomi, ini harus dilakukan untuk mencegah cyanosis dan apnoe. - Paraldehyde baik diberikan melalui mulut.

31

- Jika cara diatas gagal, dapat diberi d-Lubocurarine IM dengan dosis 15 mg setiap jam sepanjang diperlukan, begitu juga pernafasan dipertahankan dengan respirator. Sedangkan pengobatan menurut Gilroy: - Kasus ringan : Penderita tanpa cyanose : 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan barbiturat secukupnyanya untuk mengurangi spasme. - Kasus berat : 1. Semua penderita dirawat di ICU (satu team ) 2. Dilakukan tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus dibersihkan setiap satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti dengan yang baru. 3.Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam. Pernafasan dijaga dengan respirator oleh tenaga yang berpengalaman 4.Penderita rubah posisi/ miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan tiap 2 jam mencegah conjuntivitis 5. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari 6. Urine pasang kateter, beri antibiotika. 7. Kontrol serum elektrolit, ureum dan AGDA 8. Rontgen foto thorax 9. Pemakaian curare yang terlalu lama, pada saatnya obat dapat dihentikan pemakaiannya. Jika KU membaik, NGT dihentikan. Tracheostomy dipertahankan beberapa hari, kemudian dicabut/dibuka dan bekas luka dirawat dengan baik. 2.1.8 PENCEGAHAN Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila

32

terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan). Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali. Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana dengan baik. Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT ).

33

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Fungsi Biologis 3.1.1 Perjalanan Penyakit Pasien Hygienitas yang buruk (gigi berlubang dan luka kotor pada tangan ) merupakan port de entri pada C. tetani, sehingga berjalan hematogen dengan melepaskan tetanospsmin yang dapat menyebabkan kejang, trismus, risus sardonikus, dan opistotonus, sehingga jika terus berlanjut akan menyebabkan komplikasi laringospasme, akumulasi sekret cairan sehingga sering terjadi pneumoni, serta peningkatan tekanan darah yang tidak stabil. Pasien ditempatkan diruang isolasi untuk menghindari rangsangan cahaya, sinar, dan suara yang berlebih karena jika terjadi hiperitabilitas dapat memicu timbulnya kejang. Idealnya dilakukan pemeriksaan kultur untuk menentukan bakteri sehingga nantinya terapi antibiotik yang digunakan dapat sesuai dengan hasil kultur. Pada pasien ini dilakukan kultur, namun hasilnya belum keluar. 3.1.2 Terapi Farmakologis Setelah ditentukan WDx Tn. H yaitu Tetanus Generalisata, maka terapi yang diberikan oleh dokter antara lain : 21 September 2011 Infus RD5% / futrolit 2:1, 20 tetes/menit Seftriaxone 2 x 1 g/ iv --- skin test Diet sonde 3x150 cc/hari

34

Fosmidex 3x1gr Tetagam 3000 unit. ----1 hari = 4 ampul. Valium 1 ampul/flash 22 September 2011 Perut kejang----Terapi tetap 23 September 2011 Terapi tetap + Betadine kumur 24 September 2011 KU, gejala menurun --- Terapi tetap: -Oral hygiene -Tetagam 1 hari 4 ampul -Drip valium : 2 ampul/flash 25 September 2011 Tetagam 4 ampul 26 September 2011 Tetagam 4 ampul 27 September 2011 Kalium menurun (2,89 mmol/L) --- KCl 2 x 1 ampul -Valium 2 ampul/flash -Fosmidex 3x 1 gr 1 ampul = 250 unit----4 ampul = 1000 unit.

35

28 September 2011 Penicilin Procaine 2x1, 5 juta IU skin test Gentamicyn 2x80 mg Adalat 5 mg SL

Pemberian infus Dextrose 5% untuk rehidrasi yang dikombinasikan dengan Futrolit dengan perbandingan 2:1 ditujukan untuk mengatasi kebutuhan karbohidrat, cairan dan elektrolit karena pasien kesulitan untuk menelan makanan ataupun minuman yang masuk. Pemberian antibiotik Seftriaxone ini hanya bertujuan untuk membunuh bentuk vegetatif dari C. Tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannnya. Fosmidex adalah obat dengan komposisi Fosfomycin / Na Fosfomisin. Pembarian obat ini bertujuan untuk mencegah infeksi pada operasi rongga perut. Hal ini dikarenakan adanya keluhan nyeri perut dan leukositosis. Tetagam 3000 unit yang diberikan selama tiga hari. Tetagam merupakan salah satu jenis antitoksin. Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Pada tanggal 27 September 2011, penggunaan tetagam pada Tn.H dihentikan karena sudah mencapai 6000U (1 hari=4 ampul=1000U)

36

Diet dengan cukup kalori dan protein 3x150 cc/hari, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Karena pada Tn.H terdapat trismus, maka diet diberiakan personde. Valium merupakan salah satu bentuk antikonvulsan yakni dizepam yang diberikan dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/4 jam (IM). Dengan penggunaan obat obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. Pada tanggal 26 September 2011, setelah dilakukan pemeriksaan elektrolit darah lagi, didapatkan penurunan Kalium (2,89 mmol/L). Oleh sebab itu pada tanggal 27 September 2011, diberikan KCl 2x1 Ampul, diharapkan dapat menyeimbangkan kadar elektrolit tubuh Tn. H. Pada tanggal 28 September diberikan kombinasi antibiotik Penicilin procaine untuk membunuh bakteri Gram (+), dan Gentamicyn untuk membunuh bakteri Gram (-) dengan tujuan membunuh semua bakteri. Pemberian Adalat 5mg merupakan obat antihipertensi Nifedipine golongan Calsiun channel blocker diberikan secara sub lingual bertujuan untuk menurunkan hipertensi karena komplijkasi dari kejang yang telah terjadi 3.1.3 Terapi Non Farmakologis Tujuan dari penatalaksanaan penyakit Tetanus Generalisata adalah: 1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala tetanus dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. 2. Jangka panjang : mencegah terjadinya komplikasi, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas tetanus.

37

3. Cara : perubahan prilaku menjadi pola prilaku hidup bersih. Mengingat mekanisme dasar penyakit tetanus adalah infeksi bakteri C. tetani yang dapat menginfeksi daerah luka dan kotor. 4. Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan mandiri dan melakukan promosi perubahan perilaku.

3.2 Aspek Psikologis Tn.H adalah seorang laki-laki lanjut usia yang telah berumur 54 tahun. Pada kasus ini, Tn.H cenderung tidak peduli terhadap kesehatannya. Selain itu, pasien juga kurang mendapat dukungan dari keluarga terhadap pengobatan yang telah dilakukan. Hal ini mungkin terkait dengan sifat pasien yang acuh, karena stress yang dia rasakan. Penyelesaian masalah dalam kasus ini dapat dilakukan dengan pendekatan kepada pasien dan keluarga, seperti :

1. Membina hubungan kasih sayang dan keharmonisan dalam keluarga, sering mengajak pasien mengobrol bersama dan bersenda gurau. 2. Mengajak pasien lebih terbuka dalam setiap masalah yang dia hadapi kepada keluarganya agar tidak merasakan stress yang berkepanjangan. 3. Meyakinkan pasien bahwa sakit yang dialami pasien dapat diatasi jika pasien mau mengikuti saran dokter dan petugas kesehatan untuk melaksanakan pola hidup sehat. 4. Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang keadaan yang sedang dialami pasien, baik masalah psikologis, maupun masalah kesehatan agar keluarga dapat mendukung pasien dalam hal pengobatan penyakit dan kondisi psikologisnya.

38

5. Dukungan keluarga dan orang-orang terdekat sangat berpengaruh terhadap pasien dalam menghadapi penyakitnya.

39

BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Diagnosis Holistik Tn.S adalah : a. Diagnosa Biologis : Tetanus Generalisata

b. Diagnosis Psikologis : Hubungan Tn.H dengan anggota keluarganya kurang baik c. Diagnosis Ekonomi d. Diagnosis Sosial 2. Saran 1. Apek Medis : a. Perawatan oral hygiene, gosok gigi 2x1 hari. b. Menerapkan pola prilaku hidup sehat dan bersih, tidak merokok. c. Kontrol kondisi kesehatan pada dokter d. Perbaikan status gizi e. Istirahat cukup. 2. Aspek Psikologi : Membina hubungan kasih sayang dan keharmonisan dalam keluarga, sering mengajak pasien mengobrol bersama agar pasien tidak selalu merasa stress karena sesuatu yang telah dialaminya. : Status ekonomi menengah ke bawah : Hubungan dengan masyarakat kurang baik.

40

Anda mungkin juga menyukai