Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,1971) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir(james,1959).Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(1971) Menunjukkan ekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

B. A. B. C. D.

Rumusan Masalah Apa yang di maksud dengan Asfiksia ? Apa etiologi Asfiksia ? Bagaimana penilaian Asfiksia ? Bagaimana penanganan Asfiksia ?

C. A.

Tujuan Penulisan Tujuan Umum

untuk melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi penderita Asfiksia dan mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan Asfiksia.

B. a. b. c. d.

Tujuan Khusus Mengetahui pengertian pada Asfiksia Mengetahui etiologi Asfiksia Mengetahui penilaian Asfiksia Mengetahui konsep dasar keperawatan anak pada Asfiksia

BAB II PEMBAHASAN

A.

Definisi

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)

B.

Etiologi / Penyebab Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan factor bayi berikut ini:

1. a. b. c. d. e.

Faktor ibu Preeklampsia dan eklampsia Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) Partus lama atau partus macet Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. a. b. c. d.

Faktor Tali Pusat Lilitan tali pusat Tali pusat pendek Simpul tali pusat Prolapsus tali pusat

3. a. b.

Faktor Bayi Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,

ekstraksi forsep) c. d. Kelainan bawaan (kongenital) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

Skor Apgar

Tanda Frekwensi Jantung Usaha bernafas Tonus otot Refleks

0 Tidak ada

1 Kurang dari 100/mnt

2 Lebih dari 100/mnt

Tidak ada Lumpuh Tidak ada

Lambat tidak teratur Ekstremitas Fleksi Gerakan sedikit

Menangis kuat Gerakan aktif Gerakan kuat/melawan

Warna

Biru/pucat

Tubuh kemerahan ekstremitas biru

Seluruh tubuh kemerahan

Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam tiga klasifiasi:

1.

Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak

memerlukan tindakan istimewa

2.

Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat

frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3.

Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi

jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat

C.

Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis

Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : 1. 2. 3. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi

pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap Warna kulit kebiruan Kejang Penurunan kesadaran DJJ lebih dari 16Ox/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

D.

Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tandatanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

1.

Denyut jantung janin

Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya

2.

Mekonium dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3.

Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)

E.

Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu : 1. 2. 3. Penafasan Denyut jantung Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP). F. Persiapan Alat Resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu : 1. 2. 2 helai kain / handuk. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil,

digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi. 3. 4. 5. 6. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal. Kotak alat resusitasi. Jam atau pencatat waktu.

(Wiknjosastro, 2007).

G.

Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu : 1. a. b. c. Memastikan saluran terbuka Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan

terbuka.

2. a. b.

Memulai pernafasan Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut

(hindari paparan infeksi) . 3. a. b. c. Mempertahankan sirkulasi Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara Kompresi dada. Pengobatan

H. ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA 1. Pengkajian a. Identitas klien / bayi dan keluarga b. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu c. Pengukuran hasil nilai apgar score Bila nilainya 0 3 asfiksia berat, bila nilainya 4 6 asfiksia ringan d. Pengkajian dasar data neotalus 1) Sirkulasi - Nadi apical mungkin cepat/tidak dan teratur/tidak. - Murmur jantung yang dapat didengar. 2) Neurosensori - Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak buncit. - Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakkan, fontanel mungkin besar. - Reflek tergantung pada usia gestasi. 3) Pernapasan - Nilai apgar mungkin rendah - Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur - Mengorok, pernapasan cuping hidung, retrakasi suprasternal - Adanya bunyi mengi selama fase inspirasi dan ekspirasi - Warna kulit 4) Keamanan - Suhu berfluktuasi dengan mudah - Menangis mungkin lemah - Menggunakan otot-otot bantu napas

10

5) Makanan / Cairan Berat badan kurang dari 2500 gr 2. Diagnosa Keperawatan 1) Pola napas tidak efektif 2) Kerusakan pertukaran gas 3. Intervensi Keperawatan 1) Pola Napas Tidak Efektif - Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan untuk memastika bahwa jalan napas bersih - Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan untuk meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar - Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan. - Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirsi puncak dan oksigen untuk mencegah hipoksemia dan distensi pau yang berlebihan. - Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yag dapat memperberat depresi pernafasan pada bayi 2) Kerusakan Pertukaran Gas - Pantau masukan dan haluasan cairan ; timbang berat badan sesuai indikasi - Tingkatkan istirahat minimal rangsangan dan penggunaan energi - Pantau jumlah pemberian oksigen dan durasi pemberian - Berikan makanan dengan selang nasogastrik / orgastrik sebagai pengganti pemberian makan dnegan ASI bila tepat. - Observasi tanda dan lokasi sianosis. 4. Evaluasi - Meningkatkan fungsi pernapasan optimal - Mencegah / menurunkan resiko terhadap potesial komplikasi - Kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
11

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan

Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Dari etiologinya,asfiksia neonatorum bisa berasal dari banyak factor,diantaranya: 1.Faktor ibu: hipoksia ibu,gangguan aliran darah uterus 2.Faktor plasenta: gangguan mendadak pada plasenta 3.Faktor fetus: kompresi umbilicus 4.Faktor neonates: depresi pusat pernapasan bayi baru lahir Sedangkan berdasarkn klasifikasinya,asfiksia neonatorum dibagi: 1.Vigorous Baby 2.Mild Moderate asphyksia / asphyksia sedang 3.Asphyksia berat Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. B. Saran Setelah pembaca mengetahui apa pengertian dan etiologi dari asfiksia neonatorum,diharapkan pembaca bias mengantisipasi terhadap terjadinya asfiksia neonatorum dan dapat melakukan pencegahan serta memahami tindakan pengobatan yang dapat dilakukan pada bayi dengan asfiksia neonatorum.

12

Anda mungkin juga menyukai