Anda di halaman 1dari 40

Presentasi Kasus

TB PARU BTA (+) KASUS PUTUS OBAT

Disusun Oleh : BAGUS HILMAWAN 1102009051 Universitas Yarsi

Pembimbing : Dr. Dewi Sp,P

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM RSUD KABUPATEN BEKASI

I. IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis Kelamin Status Pernikahan Alamat Agama Tanggal Masuk Tanggal Periksa II. ANAMNESIS Diambil secara auto dan alloanamnesis Keluhan Utama : Panas badan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang laki laki datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan panas badan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Panas dirasakan terus menerus tetapi tidak disertai menggigil. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang berwarna putih sejak 1 bulan yang lalu, batuk tidak berdarah, sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami batuk seperti ini . Pasien sering berkeringat pada malam hari. Berat badan pasien menurun drastis. Pasien juga merasakan sesak nafas sejak 2 bulan SMRS, apabila tidur pasien menggunakan 2 bantal. Riwayat merokok tidak ada dan keluarga pasien tidak ada yang merokok. Pekerjaan pasien sehari-hari sebagai pengemudi truk. Pasien bercerita pernah ada riwayat minum obat paru selama 2 bulan, namun karena sudah merasa sehat pasien tidak melanjutkan pengobatan parunya. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menyangkal ada riwayat hipertensi, riwayat diabetes, dan riwayat asma. Riwayat Penyaki Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit seperti pasien. : Tn. MK : 52 Tahun : Laki - laki : Menikah : Kp. Keranji RT / RW 01 / 06. Kertamukti, Cibitung : Islam : 22 Juli 2013 : 23 Juli 2013

Riwayat Kebiasaan Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok tetapi ada riwayat bekerja sebagai pengemudi truk yang beresiko tinggi terkena polusi. Pasien tidak memiliki tato. Riwayat menggunakan jarum suntik dan berganti pasangan disangkal. III. PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran Keadaan Umum GCS Tekanan Darah Nadi Frekuensi Nafas Suhu BB KEPALA : o Rambut o Mata o Telinga o Hidung hidung (-) o Mulut LEHER : Tidak ada pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening (KGB), trakea tidak deviasi. THORAKS: Inspeksi : Dada terlihat datar, simetris kanan dan kiri. Iktus kordis terlihat. : hitam, tidak mudah dicabut : konjungtiva anemis di kedua mata, tidak ada sklera ikhterik : bentuk telinga normal, serumen (-) : bentuk hidung normal, septum tidak defiasi, pernafasan cuping : lidah terlihat kotor. : Komposmentis : Sakit Sedang : E4 M6 V5 : 110/80 mmHg : 90 x/menit : 26x/menit : 36,80 C : 42 kg

Palpasi :
3

Fremitus Taktil Fremitus Vokal

: Kanan dan kiri simetris : Kanan dan kiri simetris

Tidak teraba adanya massa di lapang paru. Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra.

Perkusi : Terdengar sonor diseluruh lapang paru Pinggang jantung di ICS III linea parasternalis dextra. Batas kanan jantung di ICS V linea sternalis dextra. Batas kiri jantung berada di ICS V lineamidclavicularis sinistra.

Auskultasi : Suara nafas utama vesikuler kanan dan kiri, terdapat rhonki dan tidak ada wheezing. BJ I-II, reguler, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN : Inspeksi : perut terlihat datar. Auskultasi : bising usus terdengar, normal (5-35kali/menit) Palpasi : terdapat nyeri tekan epigastrium (+) hepar tidak teraba lien tidak teraba ballotement ginjal (-)

Perkusi : terdengar timpani di empat kuadran abdomen. EKSTREMITAS Tidak ada edema Akral hangat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Hematologi ( 22 Juli 2013 ) Haemoglobin : 9,9 Leukosit LED Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Eritrosit Hematokrit Trombosit : 15.200 : 20 :0 :1 :0 : 92 :6 :1 : 5,3 : 32,9 : 601 (P : 14-16 g/dl) ( 3500 10000/mm) ( P : < 10 mm/jam) (0 - 0) (0 - 3) (2 - 6) (50 - 70) (20 - 40) (2 - 8) ( 3,8-5,8 jt/mm3) ( 35-50) ( 150- 400 ribu/mm3 )

Pemeriksaan Kimia Darah ( 22 Juli 2013) SGOT SGPT Ureum Kreatinin GDS : 45 : 20 : 29 : 0,5 : 115 ( 0 38 U/L ) ( 0 41 U/L ) ( 20 40 ) ( 0,50 1,30 mg/dl ) ( < 170 mg/dl )

Rongen Thoraks ( 22 Juli 2013 )

Hasil : Trakea tidak deviasi Tulang intak dan jaringan lunak ekstra torakal baik Cor : Jantung sulit dinilai Aorta sulit dinilai Paru : Terdapat infiltrat diparu sebelah kiri dan sebagian sebelah kanan

Follow up Tanggal 23 Juli 2013 Keluhan : batuk, sesak nafas TD : 110/60 mmHg, Nadi : 85 x/menit, Pernafasan : 26 x/menit, Suhu: 360 BTA I Positif / + 3 24 Juli 2013 Keluhan : batuk, sesak nafas TD : 90/60 mmHg, Nadi : 104 x/menit, Pernafasan : 26 x/menit, Suhu: 38,90 Lab : Hb : 8,8 , Leukosit : 16.800 , LED : 65 , basofil : 0 , Eosinofil : 1 , Batang : 1, Segmen : 78 , Limfosit : 15 , Monosit : 5 , Eritrosit : 4,6 , Hematokrit : 28,2 , Trombosit : 502 BTA II Positif / + 3 25 Juli 2013 Keluhan : batuk, sesak nafas TD : 100/70 mmHg, Nadi : 88x/menit, Pernafasan : 28 x/menit, Suhu: 360 BTA III Positif / + 3 26 Juli 2013 Keluhan : batuk, sesak nafas TD : 100/70 mmHg, Nadi : 88 x/menit, Pernafasan : 26 x/menit, Suhu: 360 27 Juli 2013 Keluhan : batuk, sesak nafas TD : 90/70 mmHg, Nadi : 86 x/menit, Pernafasan : 28 x/menit, Suhu: 36,20 Lab : Hb : 8,1 , Leukosit : 11.900 , LED : 60 , Eritrosit : 3,2 , Hematokrit : 26,5 , Trombosit : 463 28 Juli 2013 Keluhan : batuk, sesak nafas TD : 100/60 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Pernafasan : 27 x/menit, Suhu: 36,30 29 Juli 2013 Keluhan : batuk, sesak nafas TD : 130/80 mmHg, Nadi : 96 x/menit, Pernafasan : 28 x/menit, Suhu: 36,50 Lab : Hb : 7,9 , Leukosit : 12.000 , LED : 55 , Eritrosit : 4,3 , Hematokrit : Pemeriksaan

26,7 , Trombosit : 451 , SGOT : 21 , SGPT : 17 30 Juli 2013 Keluhan : batuk, sesak nafas TD : 100/60 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Pernafasan : 28 x/menit, Suhu: 360

V. RESUME Seorang laki laki datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan panas badan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Panas dirasakan terus menerus tetapi tidak disertai menggigil.Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang berwarna putih sejak 1 bulan yang lalu, batuk tidak berdarah, sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami batuk seperti ini . Pasien sering berkeringat pada malam hari. Berat badan pasien menurun drastis. Pasien juga merasakan sesak nafas sejak 2 bulan SMRS, apabila tidur pasien menggunakan 2 bantal. Riwayat merokok tidak ada dan keluarga pasien tidak ada yang merokok. Pekerjaan pasien sehari-hari sebagai pengemudi truk. Pasien bercerita pernah ada riwayat minum obat paru selama 2 bulan, namun karena sudah merasa sehat pasien tidak melanjutkan pengobatan parunya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran : Komposmentis, Keadaan Umum :Sakit Sedang, Tekanan Darah : 110/80 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Frekuensi Nafas: 26x/menit, Suhu : 36,8 0 C, BB: 42 kg. Pada auskultasi paru terdengar suara ronkhi. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan Hb : 9,9 , Leukosit : 15.200, LED : 20, Hematrokit : 32, 9. Foto thoraks, jantung sulit dinilai dan terdapat infiltrat terutama di paru kiri dan sebagian di kanan atas. VI. DIAGNOSIS KLINIS Tuberkulosis paru kasus putus obat VII. DIAGNOSIS BANDING PPOK Pneumonia VIII. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN Spirometri Kultur sputum Anti HIV

IX. DIAGNOSIS KERJA Tuberkulosis paru BTA + putus obat

IX. TATALAKSANA Pengobatan TB (OAT ) kategori II Ranitidin 2x1 Ceftriaxone 1x2 B Compleks 3x1 Paracetamol 3x1 Ambroxol 3x1 SF 3x1 Inhalasi : Fulmicort / 12 jam 2x1

Combivent / 6 jam ` 4x1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacteriu Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1 Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan yang padat. 3 II. EPIDEMIOLOGI Gambar 2.1. Insidens TB didunia (WHO, 2004)

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia.1 Prevalensi TB di Indonesia dan negaranegara sedang berkembang lainnya cukup tinggi.2 Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (1555 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun.3 Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan

10

infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB dimasyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif.2 III. BIOMOLEKULER M. Tuberculosis Morphology dan Struktur bakteri
5

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60-C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain. Biomolekuler Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan. Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalaseperoksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase. Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam

11

mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP (dikutip dari 11). IV. PATOGENESIS Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : a. b. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) c. a. Menyebar dengan cara : Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada epituberkulosis. b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai

12

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberkulosis Postprimer Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacammacam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 1. 2. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi: meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped) 13

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan penyembuhannya

V. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS a. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura 5 1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas: a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

14

b. Tuberkulosis paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis 2. Berdasarkan tipe pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu : a. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan e. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik f. Kasus Bekas TB Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada ) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung

15

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

B. Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

Gambar 2. Skema klasifikasi tuberkulosis

16

VI.

DIAGNOSIS

Manifestasi Klinik Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) 1. Gejala respiratorik batuk > 2 minggu batuk darah sesak napas nyeri dada Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. 2. Gejala sistemik Demam gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. Pemeriksaan Fisik

17

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess

Gambar 3. Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior Pemeriksaan Bakteriologik a. Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

18

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) Pagi ( keesokan harinya ) Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring: Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

19

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain. Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara Mikroskopik Biakan Pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa Mikroskopik fluoresens screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif bila 3 kali negatif BTA negatif : pewarnaan Ziehl-Nielsen : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) : Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

20

Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara : Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif Fibrotik Kalsifikasi Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) : Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,

21

ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) : Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal

Pemeriksaan khusus Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO 2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan 22

secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13)Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).
2. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. b. ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

23

c.

Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. e. Uji serologi yang baru / IgG TB Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis. Pemeriksaan Penunjang lain 1. Analisis Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah 2. Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :

24

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB) Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman) Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).

Otopsi Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam

larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi. 3. Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik. 4. Uji tuberkulin Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

25

Gambar 4. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa VII. PENGOBATAN TUBERKULOSIS Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan a. Obat Anti Tuberkulosis Obat yang dipakai: 1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah

26

INH Rifampisin Pirazinamid Streptomisin Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) Kanamisin Amikasin Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : Kemasan Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet Dosis OAT Tabel 2. Jenis dan dosis OAT Obat Dosis (Mg/Kg BB/Hari) Harian (mg/ Intermitten (mg/Kg/BB/kali) Dosis yg dianjurkan DosisMaks (mg) Dosis (mg) / berat badan (kg) < 40 40-60 >60 Kapreomisin Sikloserino PAS (dulu tersedia) Derivat rifampisin dan INH Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

kgBB hari) R H Z E S 8-12 4-6 20-30 15-20 15-18 10 5 25 15 15

/ 10 10 35 30 15 1000 600 300 300 150 750 750 Sesuai BB 450 300 1000 1000 750 600 450 1500 1500 1000

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal 2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan

pengobatan yang tidak disengaja


3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan

standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit 5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan

penggunaan monoterapi Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap Fase intensif 2 bulan BB Harian RHZE 150/75/400/275 Harian RHZ 150/75/400 3x/minggu RHZ 150/150/500 28 Harian RH 150/75 Fase lanjutan 4 bulan 3x/minggu RH 150/150

30-37 38-54 55-70 >71

2 3 4 5

2 3 4 5

2 3 4 5

2 3 4 5

2 3 4 5

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya. B. Panduan Obat Anti Tuberkulosis Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE/ 6HE atau 2RHZE/4R3H3

Paduan ini dianjurkan untuk TB paru BTA (+), kasus baru TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau : 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3 TB paru kasus kambuh Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan TB Paru kasus gagal pengobatan Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin 29

dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan. a. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal b. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a. Berobat > 4 bulan
1)

BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

2)

BTA saat ini positif Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

b. Berobat < 4 bulan


1)

Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

2)

Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT

- TB Paru kasus kronik a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan. b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup 30

c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

Tabel 4. Ringkasan paduan obat Kategor Kasus i I - TB paru BTA +, Paduan obat yang diajurkan Keterangan

2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE *2RHZE / 4R3H3 -RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji Bila streptomisin resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5alergi, dapat diganti RHE kanamisin -3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE

BTA - , lesi luas

II

- Kambuh - Gagal pengobatan

II

- TB berobat

paru

putusSesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau *2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III

-TB paru BTA neg. lesi2 RHZE / 4 RH atau minimal 6 RHE atau *2RHZE /4 R3H3

IV

- Kronik

RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan) Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

IV

- MDR TB

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB 5 EFEK SAMPING OAT5

31

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. 1. Isoniazid (INH) Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. 2. Rifampisin Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadangkadang diare Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah : Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir. 32

3. Pirazinamid Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain 4. Etambutol Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi 5. Streptomisin Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

33

Tabel 5. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya Efek samping Minor Kemungkinan Penyebab Tatalaksana OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Nyeri sendi Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

Rifampisin Pyrazinamid INH

Obat diminum malam sebelum tidur Beri aspirin /allopurinol Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa Hentikan obat

Warna kemerahan pada air seni Mayor

Rifampisin

Gatal dan kemerahan pada kulit Tuli

Semua jenis OAT Streptomisin

Beri antihistamin dan dievaluasi ketat Streptomisin dihentikan Streptomisin dihentikan Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati Hentikan etambutol 34

Gangguan Streptomisin keseimbangan (vertigo dan nistagmus) Ikterik / Hepatitis Sebagian besar OAT Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)

Muntah dan confusion Sebagian besar OAT (suspected druginduced pre-icteric hepatitis) Gangguan penglihatan Etambutol

Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura

Rimpafisin

Hentikan Rimpafisin

Pengobatan suportif dan simtomatik Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan

a.

Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)

b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain
2. Pasien rawat inap

Indikasi rawat inap : TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb : Batuk darah masif Keadaan umum buruk Pneumotoraks Empiema Efusi pleura masif / bilateral Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB di luar paru yang mengancam jiwa : 35

TB paru milier Meningitis TB

Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat Terapi Pembedahan lndikasi operasi 1. Indikasi mutlak a. b. c. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif 2. lndikasi relatif a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan c. Sisa kaviti yang menetap. Tindakan Invasif (Selain Pembedahan) Bronkoskopi Punksi pleura Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage) Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus5

36

1.

Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

2.

Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

3.

Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi nonhormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

4.

Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan

TB pada pasien

dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsipprinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

37

5.

Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.

6.

Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

7.

Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

8.

Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.

9.

Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti: Meningitis TB TB milier dengan atau tanpa meningitis TB dengan Pleuritis eksudativa TB dengan Perikarditis konstriktiva. Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
38

VIII. KOMPLIKASI Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah : IX. Batuk darah Pneumotoraks Luluh paru Gagal napas Gagal jantung Efusi pleura PROGNOSIS b. Jika berobat teratur sembuh total (95%) c. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps d. Terapi yang cepat dan legeartis akan sembuh baik e. Bila daya tahan baik dapat sembuh sendiri.4

39

DAFTAR PUSTAKA
1.

Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

Tuberkulosis:

Pedoman

Diagnosis

dan

Penatalaksanaannya di Indonesia. 2011


2.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB) ; Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2009.

3.

Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-2231.

4.

M. Wilson Lorraine, Sylvia A. price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Vol. 2 ; edisi 6, EGC 2006. P 852-861

5.

Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Pedoman

Nasional

Penanggulangan

Tuberkulosis. Edisi 2, 2006.

40

Anda mungkin juga menyukai