Anda di halaman 1dari 7

OPTIMALISASI SUMBER DAYA LOKAL UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA Oleh Renny Aprilliany dan Rubyah Hutomo

Pendahuluan Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam

mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Pengertian dan konsep dasar ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat (Fandeli, 2000). Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep

pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya, ekowisata dapat didifinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatnkan kesejahtraan masyarakat setempat (Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata Seni dan Budaya. 1999). Indonesia sebagai negara megabiodiversity nomor dua di dunia, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Para explorer dari dunia barat maupun timur jauh telah mengunjungi Indonesia pada abad ke lima belas vang lalu. Perjalanan eksplorasi yang ingin mengetahui keadaan di bagian benua lain telah dilakukan oleh Marcopollo, Washington, Wallacea, Weber, Junghuhn dan Van Steines dan masih
1

banyak yang lain merupakan awal perjalanan antar pulau dan antar benua yang penuh dengan tantangan. Para adventnrer ini melakukan perjalanan ke alam yang merupakan awal dari perjalanan ekowisata. Sebagian perjalanan ini tidak memberikan keuntungan konservasi daerah alami, kebudayaan asli dan atau spesies langka (Lascurain dalam Fandeli, 2000). Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi memprediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara Megadiversity dalam hal keaneka ragaman hayati akan mampu menggeser Brasil sebagai negara tertinggi akan keaneka jenis, jika para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah terhadap kawasan yang belum tersentuh. Bayangkan saja bahwa Indonesia memiliki 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia and amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga, walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh luas daratan yang ada di dunia (BAPPENAS, 1993). Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Wisata ini tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, penelusuran jejak di hutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggungjawab. Belantara tropika basah di seluruh kepulauan Indonesia merupakan suatu destinasi. Destinasi untuk wisata ekologis dapat dimungkinkan mendapatkan manfaat

sebesarbesarnya aspek ekologis, sosial budaya dan ekonomi bagi masyarakat, pengelola dan pemerintah.

Pemahaman Paradigma Baru Pembangunan Keprihatinan kerusakan lingkungan, menurunnya kesejahteraan penduduk lokal pada satu sisi, dan kemajuan pembangunan yang bertumpu pada aspek ekonomi semata, melahirkan paradigma pembangunan yang secara komprehensif memahami prinsip prinsip ecotourism (Nugroho, 2004).
2

Implementasi pembangunan ekotourism memerlukan tahapan-tahapan mengikuti kaidah-kaidah akademis. Upaya-upaya penelitian dasar dan terapan dikembangkan untuk mengeksplorasi baseline data lingkungan dan sosial, didukung dengan seluruh stakeholder. Stakeholder sektor ecotourism cukup meluas, yakni pemerintah, swasta, LSM, penduduk lokal, perguruan tinggi serta organisasi internasional yang relevan. Ecotourism adalah Kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. Perkembangan jasa ekotourism semakin signifikan dengan berkembangnya industri peralatan penunjangnya. Perlengkapan outdoor equipment yang semakin teruji keamanannya mengantarkan ke tujuan wisata hingga Nepal dan Galapagos. sekarang telah disusun panduan bagi industri ecotourism dengan tiga arahan penting, yakni pemberdayaan penduduk lokal, pengembangan akomodasi dan sertifikasi. Prinsipnya, panduan memberikan sudut pandang dari masing-masing stakeholder terhadap arah perkembangan bisnis jasa ekotourism. Pengembangan Ekowisata Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (2001), pengembangan ekowisata sangat dipengaruhi oleh keberadaan unsur-unsur yang harus ada dalam pengembangan itu sendiri, yaitu: 1. Sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya. Kekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk pengembangan ekowisata. Ekowisata juga
3

memberikan peluang yang sangat besar untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional maupun lokal. 2. Masyarakat. Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. 3. Pendidikan. Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilainilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. 4. Pasar. Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap produk ekowisata baik di tingkat internasional dan nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berperilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan budaya setempat. 5. Ekonomi. Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang non ekstraktif, sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata mewujudkan ekonomi berkelanjutan. 6. Kelembagaan. Pengembangan ekowisata pada mulanya lebih banyak dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, pengabdi masyarakat dan lingkungan. Hal ini lebih banyak didasarkan pada komitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Namun kadang kala komitmen tersebut tidak disertai dengan pengelolaan yang baik dan profesional, sehingga tidak sedikit kawasan ekowisata yang hanya bertahan sesaat. Sementara pengusaha swasta belum banyak yang tertarik menggarap bidang ini, karena usaha seperti ini dapat dikatakan masih relatif baru dan kurang diminati
4

karena

harus

memperhitungkan

social

cost

dan

ecological-cost

dalam

pengembangannya. Optimalisasi Sumber Daya dan Prinsip Pengembangan Ekowisata Meski kita memiliki potensi yang luar biasa sebagai tempat tujuan wisata ekologi (ekowisata), tetapi tidak otomatis dapat berkembang dengan baik jika sumber daya yang ada tidak dikelola dan dikembangkan secara optimal. Oleh karena itu optimalisasi terhadap sumber daya yang dimilki, khusunya di tingkat local sungguh sangat mendesak. Dalam rangka optimalisasi pengembangan ekowisata, maka pengembang harus memperhatikan prinsip-prinsip penting. Hal ini agar tujuan dikembangkannya ekowisata dapat tercapai dengan baik. Menurut Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata Seni dan Budaya (1999), ada 5 (lima) prinsip ekowisata, yaitu: 1. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan. 2. Pengembangan harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis dan atas dasar musyawarah dan pemufakatan masyarakat setempat. 3. Memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. 4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. 5. Memperhatikan perjanjian, peraturan, perundang-undangan baik ditingkat nasional maupun internasional. Dengan mengetahui dan memahami prinsip-prinsip ekowisata belumlah cukup. Agar pertumbuhan dan perkembangan ekowisata dengan baik, menurut Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata Seni dan Budaya (1999), ada kriteria-kriteria ekowisata yang menjadi jabaran dari 5 (lima) prinsip ekowisata. Untuk prinsip 1 (pertama) terdapat kriteria-kriteria: memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui pelaksanaan sistem pemintakatan (zonasi), mengelola jumlah pengunjung, sarana dan fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan daerah tujuan, meningkatkan kesadaran dan apresiasi para pelaku terhadap lingkungan alam dan budaya, memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari dalam penyelenggaraan
5

kegiatan ekowisata, meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan. mengelola usaha secara sehat, menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya, dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Untuk prinsip 2 (kedua) terdapat kriteria-kriteria: melakukan penelitian dan perencanaan terpadu dalam pengembangan ekowisata, membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata, menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata, memberi kebebasan kepada masyarakat untuk bisa menerima atau menolak pengembangan ekowisata, menginformasikan secara jelas dan benar konsep dan tujuan pengembangan kawasan tersebut kepada masyarakat setempat, membuka kesempatan untuk melakukan dialog dengan seluruh pihak yang terlibat (multi-stakeholders) dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Untuk prinsip 3 (ketiga) terdapat kriteria-kriteria: membuka kesempatan keapda masyarakat setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi pelaku-pelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif, memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan usaha ekowisata untuk meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat, meningkatkan ketrampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata, dan menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya. Untuk prinsip 4 (keempat) terdapat kriteria-kriteria: menetapkan kode etik ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata, melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak lainya (multi-stakeholders) dalam penyusunan kode etik wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata, melakukan pendekatan, meminta saransaran dan mencari masukan dari tokoh/pemuka masyarakat setempat pada tingkat paling awal sebelum memulai langkah-langkah dalam proses pengembangan ekowisata, dan melakukan penelitian dan pengenalan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat sebagai bagian terpadu dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Untuk prinsip 5 (kelima) terdapat kriteria-kriteria: memperhatikan dan melaksanakan secara konsisten: Dokumen-dokumen Internasional yang mengikat (Agenda 21, Habitat Agenda, Sustainable Tourism, Bali Declaration dsb.), GBHN Pariwisata Berkelanjutan, Undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku, menyusun peraturan6

peraturan baru yang diperlukan dan memperbaiki dan menyempurnakan peraturanperaturan lainnya yang telah ada sehingga secara keseluruhan membentuk sistem per-UUan dan sistem hukum yang konsisten, memberlakukan peraturan yang berlaku dan memberikan sangsi atas pelanggarannya secara konsekuen sesuai dengan ketentuan yang berlaku (law enforcement), membentuk kerja sama dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dilanggarnya peraturan yang berlaku.

Daftar Pustaka BAPPENAS. 1993. http://www.ekowisata.info/pedoman_eko-wisata.html Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata Seni dan Budaya. 1999. Garis Besar Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia. http://www.ekowisata.info/pedoman_ekowisata.html Direktorat Jenderal Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (2001). Pengembangan Ekowisata Indonesia dalam rangka pengendalian kerusakan keanekaragaman hayati di Taman Nasional dan Taman Wisata Alam. http://www.ekowisata.info/pengembangan_ekowisata.html Fandeli, Chafid Mukhlison. 2000. Kehutanan UGM. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: Fakultas

Nugroho, Iwan. 2004. Buku Ajar Ekotourism. Malang: Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Widyagama. Pengertian dan Konsep dasar Ekowisata. http://www.ekowisata.info/konsep_ekowisata.html.

Anda mungkin juga menyukai