Anda di halaman 1dari 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres adalah fenomena yang mempengaruhi semua dimensi dalam kehidupan seseorang.

Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress. Apabila kita mampu mengatasi keadaan stress, perilaku kita cenderung berorientasi pada tugas (task oriented), yang intinya untuk menghadapi tuntutan keadaan. Namun, apabila stress mengancam perasaan, kemampuan, dan harga diri kita, reaksi kita cenderung pada orientasi pembelaan ego (ego defence-oriented). Penyesuaian yang berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang berorientasi pada pembelaan ego disebut mekanisme pertahanan diri atau MPE (Mekanisme Pertahanan/Pembelaan Ego-ego defence mechanisme). Kita semua pun pernah mengalami stres. Siswa mungkin mengalami stres saat hubungannya dengan teman sekolahnya tidak berjalan dengan baik, saat mereka harus melaporkan pendidikannya, atau saat ujian akhir tiba. Pemaparan dengan stress dapat menyebabkan emosi yang menyakitkan, sebagai contohnya kecemasan atau depresi. Tetapi ini juga dapat menyebabkan penyakit fisik, baik ringan maupun parah. Tetapi reaksi seseorang terhadap peristiwa strre sangat berbeda: sebagaian orang yang menghadapi peristiwa stres mengalami masalah psikologis atau fisik serius, sedangkan orang lain yang berhadapan dengan peristiwa stres yang sama tidak mengalami masalah apa-apa dan bahkan mungkin merasa peristiwa itu sebagai sesuatu yang menantang dan menarik. Stres telah menjadi topik yang popular. Media sering kali menyatakan perilaku atau penyakit yang tidak lazim pada manusia sebagai akibat dari stres atau nervous breakdown akibat stres. Sebagai contoh, jika seorang selebritis mencoba buuh diri, sering kali dikatakan ia mengalami tekanan dalam kehidupan bermasyarakatnya. Claude Bernard (1867), adalah suatu dari ahli fisiologi pertama yang mengenali konsekuensi stress. Ia mengatrakan bahwa perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dapat

menggangu fungsi suatu organisme dan hal ini penting bagi organisme untuk mengadaptasi stresor sehinggga organisme tersebut dapat bertahan. Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk membahas tentang stres dan hal-hal yang berkaitan dengan stres. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu tentang Bagaimana konsep stres dalam psikologi keperawatan ?. 1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah agar kita dapat lebih mengetahui tentang konsep stres dan cara menangani stres. 1.3.2 Tujuan Khusus Para pembaca lebih memahami tentang stres yang meliputi. 1. Konsep dasar stres. 2. Pengertian. 3. Penggolongan stres. 4. Karakteristik peristiwa stres. 5. Faktor yang memengaruhi stres. 6. Kemampuan individu menahan stres. 7. Sumber stres psikologis. 8. Tahapan stres. 9. Cara stres memengaruhi kesehatan. 10. Reaksi terhadap stres. 11. Cara mengendalikan stres.

1.4

Manfaat Penulisan Manfaat penulisan makalah ini yaitu agar kita dapat lebih memahami tentang konsep stres yang pasti sering kita alami, dan cara untuk beradaptasi dengan stres yang kita alami. Khusus bagi mahasiswa keperawatan dapat menjadi acuan memberikan bimbingan/asuhan

keperawatan kepada klien yang mudah stres dengan masalah yang dihadapi. 1.5 Metode penulisan Metode penulisan malakah ini yaitu dengan studi kepustakaan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Stres Menurut Sunaryo (2004;213), dewasa ini perubahan tata nilai kehidupan (perubahan psikososial) berjalan begitu cepat karena pengaruh globalisasi, modernisasi informasi, industrialisasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut berpengaruh terhadap pola hidup, moral, dan etika. Beberapa contoh perubahan pola hidup, misalnya pola hidup sosial religius berubah individualistis, meterialistis, dan sekuler; pola hidup produktif ke pola hidup konsumtif dan mewah; dan ambisi karier yang menganut asas moral dan etika hokum ke acara KKN. Perubahan psikososial dapat merupakan tekanan mental, (stresor psikososial) sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulakn perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk

menanggulanginya. Stressor psikososial, seperti perceraian karena tidak diamalkannya kehidupan religius dalam rumah tangga, masalah orang tua dengan banyaknya kenakalan remaja, hubungan interpersonal yang tidak baik dengan teman, pemutusan hubungan kerja (PHK), lingkungan hidup, keuangan, hukum, tahap perkembangan dalam siklus kehidupan, keluarga yang tidak harmonis, penyakit, dan sebagainya. Namun, tidak semua orang dapat beradaptasi dan mengatasi stressor akibat perubahan ersebut sehingga ada yang mengalami stress, gangguan penyesuaian diri, maupun sakit. Perilaku manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor penting, yaitu adanya kebutuhan baik somatik maupun psikologis serta dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Mungkin kita beranggapan bahwa kehidupan akan terasa enak dan juga mungkin membosankan apabila segala kehidupan apabila segala kebutuhan hidup dapat diperoleh dengan cepat dan mudah sehingga tidak ada tantangan hidup. Akan tetapi, untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam mencapai tujuan adakalanya dicapai dengan susah payah, aral dihadapkan yang berbagai menuntut kendala, kita rintangan, dapat

kebimbangan,

melintang

untuk

menyesuaikan diri, atau sebaliknya dapat menimbulkan stress pada diri kita. Stress dapat terjadi apabila tuntutan atau keinginan diri kita tidak terpenuhi. Timbulah suatu pertanyaan, apakah stres selalu bersfat negatif atau merugikan? Menurut pendapat ahli bahwa tidak semua stres bersifat negatif, tetapi ada juga yang bersifat positif, contohnya. 1. Seseorang yang diberi jabatan tertentu dan penting di suatu institusi. Awalnya mungkin ada perasaan stres, tetapi stres tersebut akan memacu untuk mengatasi tantangan akibat jabatan yang dipercayakan padanya. Apabila ia sukses mengemban tugas tersebut, ia tidak akan mengalami stres, tetapi eustres. 2. Stres dapat menjadai motivator yang penting dan bermanfaat dalam mencapai tujuan atau cita-cita tertentu sehingga kita berusaha keras untuk mencapainya. Stres yang mengakibatkan gangguan satu atau lebih organ tubuh sehingga tidak bisa menjalankan fungsi pekerjaan dengan baik dinamakan distres. 2.1.1 Stres dan Stresor Menurut Potter dan Perry (2005;476) Setiap orang mengalami stres dari waktu ke waktu dan umumnya setiap orang dapat mengadapatasi stres jangka panjang atau mengahadapi stres jangka pendek sampai stres tersebut berlalu. Stres adalah segala situasi dimana tuntutan nonspesifik mengharuskan seorang induvidu untuk berespon atau melakukan tindakan. Respon atau tindakan ini termasuk respons psikologik dan fisiologi. Stres dapat menyebabkan peradangan negatif atau yang berlawanan dengan yang diinginkan atau mengancam kesehjahteraan emosional. Stres dapat mengganggu cara seseorang dalam mencerap realitas, menyelesaikan masalah, berpikir secara umum dan hubungan seseorang dan rasa memiliki. Persepsi atau pengalaman individu terhadap perubahan besar menimbulkan stres. Stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan disebut stresor. Stresor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja

kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, pertumbuhan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural. Stresor secara umum dapat

diklasifikasikan sebagai internal atau eksternal. Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang (misalnya demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaaan emosi seperti rasa bersalah). Stresor eksternal berasal dari luar diri sesorang (misalnya perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan). 2.2 Pengertian Menurut Sunaryo (2004;14), ada beberapa pengertian stres menurut beberapa ahli yaitu. 1. Menurut Hans Selye, stres adalah respons manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya (Pusdiknakes, Dep.Kes. RI, 1989). 2. Stres adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan) (Dadang Hawari, 2001). 3. Stres adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seorang (Soeharto Heerdijan, 1987). 4. Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita (Maramis, 1999). 5. Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht (2000) bahwa yang dimaksud stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebakan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut. 6. Secara umum, yang dimaksud stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lainlain. Dalam pengertian umum, stress terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik

atau psikologisnya. Peristiwa tersebut biasanya dinamakan stresor, dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres (Richard, 2010;338). 2.3 Penggolongan Stres Apabila ditinjau dari penyebab stress, menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990) dalam Sunaryo (2004;215), dapat digolongkan sebagai berikut. 1. Stress fisik, disebabkan oleh suhu atau temperature yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik. 2. Stress kimiawi, disebabkan oleh asam basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon, atau gas. 3. Stress mikrobilogik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit. 4. Stress fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal. 5. Stress proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua. 6. Stress psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan

interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan. Adapun menurut Brench Grand (2000) dalam Sunaryo (2004;215), stres ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu. 1. Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan. 2. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang dimakan, dan antri. 2.4 Karakteristik Peristiwa Stres Menurut Richard (2010;338). Tidak terhitung banyaknya peristiwa yang dapat menyebabkan stres. Sebagian besar adalah perubahan besar yang mempengaruhi banyak 7

orang. Peristiwa yang dirasakan sebagai stres biasanya masuk ke dalam salah satu atau lebih kategori berikut: peristiwa traumatik di luar rentang pengalaman manusia yang lazim, peristiwa yang tidak dapat dikendalikan, peristiwa yang tidak dapat diperkirakan, peristiwa yang menantang batas kemampuan dan konsep diri kita, atau konflik internal. 1. Peristiwa traumatik Sumber stres yang paling jelas adalah peristiwa traumatik. Peristiwa tersebut antara lain bencana alam, seperti gempa bumi dan banjir; bencana buatan manusia, seperti perang dan kecelakaan nuklir; kecelakaan yang mengerikan, seperti tabrakan mobil atau pesawat terbang; dan penyerangan fisik seperti pemerkosaan dan upaya pembunuhan. Walaupun reaksi orang terhadap peristiwa traumati sangat berbeda-beda, terdapat pola perilaku yang umum. Peristiwa yang lebih umum dapat menyebabkan respons stres. Tiga karakteristik peristiwa yang menyebabkannya dianggap stress: dapatn dikendalikan

(controllability), dapatnya diperkirakan (predictability), dan tingkat mana peristiwa itu menantang batas-batas kemampuan dan konsep diri kita. Orang memiliki perbedaan dalam tingkat mana mereka menilai peristiwa yang sama sebagai dapat dikendalikan, dapat diprediksikan, dan menantang kemampuan dan konsep dirinya, dan sebagian besarnya penilaian itulah yang mempengaruhi tingkat stress yang dirasakan dari suatu peristiwa (Lazarus & Folkman, 1984). 2. Dapat Dikendalikan Semakin suatu peristiwa tampaknya tidak dapat dikendalikan, semakin besar kemungkinannya dianggap stres. Peristiwa besar yang tidak dapat dikendalikan antara lain kematian orang yang dicintai, dipecat dari pekerjaan, atau penyakit serius. Salah satu alasan peristiwa yang tidak dapat dikendalikan itu menyebabkan stres adalah karena jika kita tidak dapat mengendalikannya, kita tidak dapat mencegahnya terjadi. Tetapi, seperti yang telah kita ketahui, tampaknya dalam menilai sifat stres suatu peristiwa, persepsi kita tentrang dapatnya suatu peristiwa dikendalikan adalah sama pentingnya dengan keadaaan aktual 8

dapatnya peristiwa itu dikendalikan. Keyakinan bahwa kita dapat mengendalikan suatu peristiwa tampaknya memperkecil kecemasan kita terhadap peristiwa itu, walaupun kita tidak pernah melakukan kendali tersebut. 3. Dapat diperkirakan Mampu memprediksi kejadian suatu peristiwa stres - walaupun individu tidak dapat mengendalikannya - biasanya menurunkan keparahan stres. Manusia pada umumnya juga memilih kejutan yang dapat diprediksi ketimbang tidak dapat diprediksi. Mereka juga menunjukkan gangguan emosional yang lebih ringan dan melaporkan stres yang lebih kecil sementara menunggu kejutan yang dapat diprediksi, dan mereka merasa kejutan yang dapat diprediksi dengan intensitas yang sama (Katz & Wykes,1985). 4. Menantang batas-batas manusia Beberapa situasi sangat dapat dikendalikan dan diprediksi, tetapi masih dialami sebagai peristiwa stres karena memaksa kita sampai batas-batasm kemampuan dan menantang pandangan kita terhadapa diri sendiri. Walaupun kita memasuki suatu situasi penuh tekanan secara antusias dan gembira, peristiwa itu masih menimbulkan stress. Riset yang dilakukan oleh Holmes dan Rahe (1967) berpendapat bahwa setiap perubahan dalam kehidupan yang mengharuskan banyak penyesuaian ulang dapat dirasakan sebagai peristiwa yang

menimbulkan stress. 5. Konflik internal Stres juga dapat ditimbulkan oleh proses internal-konflik yang tidak terpecahkan yang mungkin disadari atau tidak disadari. Konflik terjadi jika seseorang harus memilih antara tujuan atau tindakan ytang tidak sejalan atau bertentangan. Konflik juga dapat timbul jika dua kebutuhan internal atau motif berlawanan. Di dalam masyarakat kita,

konflik yang paling mendalam dan sulit untuk dipecahkan biasanya terjadi disekitar motif-motif berikut: a. Kemandirian lawan ketergantungan. b. Keintiman lawan isolasi c. Kerja sama lawan persaingan. d. Ekspresi impuls lawan standar moral. Keempat bidang tersebut menimbulan potensi yang paling besar untuk terjadinya konflik yang serius. Saat mencoba menemukan kompromi yang baik di antara motif yang bertentangan, kita dapat mengalamu stress yang cukup berat. 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Stres Menurut Sunaryo (2004;216). 1. Faktor biologis, herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik,

neurofisiologik, dan neurohormonal. 2. Faktor psikoedukatif/sosio kultural, perkembangan kepribadian,

pengalaman, dan kondisi lain yang memengaruhi. Faktor yang mempengaruhi respons terhadap stresor. Respons terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi fisiologis, kepribadian, dan karakteristik perilaku, seperti juga halnya sifat dari stresor tersebut. Sifat stresor mencakup faktor-faktor antara lain intensitas, cakupan, durasi, dan jumlah dan sifat dari stresor. Setiap faktor mempengaruhi respons terhadap stresor. Seseorang dapat saja mencerap intensitas atau besarnya stresor sebagai minimal, sedang, atau berat. Makin besar stresor makin besar respons stres yang ditimbulkan. Sama halnya cakupan dari stresor dapat digambarkan sebagai terbatas, sedang atau luas. Makin besar cakupan stresor, makin besar respons klien yang ditunjukkan terhadap stresor tersebut (Potter dan Perry, 2005;478).

10

2.6

Kemampuan Individu Menahan Stres Menurut Sunaryo (2004;216), setiap individu mempunyai

kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan stres. Hal itu tersebut bergantung pada. 1. Sifat dan hakikat stress, yaitu intensites, lamanya, lokal, dan umum (general). 2. Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi. Menurut Rosenmen dan Chesney (1980), sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dadang Hawari (2001) bahwa stres apabila ditinjau dari tipe kepribadian individu dibedakan menjadi 2 macam, yaitu. 1. Tipe yang rentan (vulnerable) Menurut Sunaryo (2004;216), terdapat pada tipe A yang disebut A Type Personality dengan pola perilaku Type A Behavior Pattern. Individu dengan tipe ini memiliki risiko tinggi mengalami stress dengan ciri-ciri kepribadian sebagai berikut. a. Cita-citanya yang tinggi (ambisius). b. Suka menyerang (agresif). c. Suka bersaing (kompetitif) yang kurang sehat. d. Banyak jabatan rangkap. e. Emosional, yang ditandai dengan mudah marah, mudah tersinggung, mudah mengalami ketegangan, dan kurang sabar. f. Terlalu percaya diri (over confident). g. Self control kuat. h. Terlalu waspada. i. Tindakan dan cara bicaranya cepat dan tidak dapat diam (hiperaktif). j. Cakap dalam berorganisasi (organisatoris). k. Cakap dalam memimpin (leader). l. Tipe kepemimpinan otoriter. m. Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic). n. Bila menghadapi tantanga senang bekerja sendiri. o. Disiplin waktu yang ketat. p. Kurang rileks dan serba terburu-buru.

11

q. Kurang atau tidak ramah. r. Tidak mudah bergaul. s. Mudah empati, tetapi mudah bersikap bermusuhan. t. Sulit dipengaruhi. u. Sifatnya kaku (tidak fleksibel). v. Pikiran tercurah kepekerjaan walaupun sedang libur. w. Berusaha keras agar segala sesuatunya terkendali. 2. Tipe yang kebal (immune) Menurut Sunaryo (2004;217), terdapat pada tipe B yang disebut B Type Personality dengan pola perilaku Type B Behavior Pattern. Individu dengan tipe ini kebal terhadap stres, yang ciri-ciri kepribadiannya sebagai berikut. a. Cita-cita atau ambisinya wajar. b. Berkompetisi secara sehat. c. Tidak agresif. d. Tidak memaksakan diri. e. Emosi terkendali, yang ditandai dengan tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung penyebar, dan tenang. f. Kewaspadaan wajar. g. Self control wajar. h. Self confident wajar. i. Cara bicara tenang. j. Cara bertindak tenang dan dilakukan pada saat yang tepat. k. Ada keseimbangan waktu bekerja dan istirahat. l. Sikap dalam memimpin maupun berrganisasi akomodatif dan manusiawi. m. Mudah bekerja sama (kooperatif). n. Tidak memaksakan diri dalam menghadapi tantangan. o. Bersikap ramah. p. Mudah bergaul. q. Dapat menimbulkan empati untuk mencapai kebersamaan (matual benefit). 12

r. Bersikap fleksibel, akomodatif, dan tidak merasa dirinya paling benar. s. Dapat melepaskan masalah pekerjaan ataupun kehidupan di saat libur. t. Mampu menahan dan mengendalikan diri. 2.6.1 Model Adaptasi Menurut Potter dan Perry (2005;477), model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah

menegangkan. Kemampuan untuk menghadapi stres. 1. Faktor pertama biasanya bergantung pada pengalaman seseorang terhadap stresor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan terhadap stresor. 2. Faktor kedua berkenaan dengan praktik dan norma kelompok sebaya individu. Jika kelompok sebaya memandang sebagai norma untuk membicarakan tentang stresor tertentu, klien mungkin berespons dengan mengeluhkan tentang stresor tersebut atau mendiskusikannya. Respon ini dapat membantu beradaptasi dengan stres, atau klien meresponnya dengan cara yang sederhana untuk dapat menyesuaikan perilaku kelompok sebaya. 3. Faktor ketiga adalah dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi dengan stresor. Sebagai contoh, wanita tunawisma dengan skozofrenia mungkin mencari bantuan dari praktisi perawat klinik untuk merawat infeksi pelviks akutnya. Perawat mungkin kemudian mengakaji dan membuat rujukan ke rumah sakit komunitas lokal untuk mendapatkan terapi dalam contoh ini adalah sumber bagi klien untuk mengurangi keparahan stresor. 4. Faktor keempat mencakup sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stresor. Pada contoh yang baru saja diberikan klien menbutuhkan transportasi ke rumah sakit dan tanggungan atau pengaturan financial yang akan membayar biaya bagi perawatannya. Kedua faktor ini akan mempengaruhi bagaimana ia mengakses sumber tersebut untuk membantu mengatasi stresor fisiologis. Model adaptasi 13

didasarkan pada pemahaman bahwa individu mengalami ansietas dan peningkatan stres ketika mereka tidak siap untuk menghadapi situasi yang menegangkan. 2.6.2 Adaptasi terhadap Stresor Menurut Potter dan Perry (2005;478), adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespons terhadap stres. Ada banyak bentuk adapatasi, adapatasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Adapatasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping, dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaaan situasi. Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek seperti demam atau berjangka panjang. Seperti paralisis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi secara optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stresor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu. Seperti halnya individu, kelompok keluarga mungkin harus beradaptasi terhadap stresor. Adaptasi keluarga adalah proses dimana keluarga mempertahankan keseimbangan sehingga keluarga dapat memenuhi tujuan dan tugasnya, mengatasi stres, dan meningkatkan pertumbuhan dari anggota individual. Agar keluarga berhasil beradaptasi, terampil berkomunikasi baik, saling menghormati antara anggota keluarga, sumber adaptasi yang adekuat dan pengalaman dahulu dengan stresor harus dimiliki. 2.6.3 Adapatasi Fisiologis Menurut Potter dan Perry (2005;476), adaptasi fisiologis terhadap stres adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan relatif seimbang. Kemampuan dinamik ini adalah bentuk dinamik dari ekuilibrum lingkungan internal tubuh. Lingkungan internal secara konstan berubah dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinu berfungsi untuk

menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dan untuk mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis. Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang mengontrol fungsi tubuh dan memantau organ tubuh.

14

Untuk sebagian mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar. Tubuh membuat penyesuaian dalam frekuensi jantung, frekuensi pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit, sekresi hormon dan tingkat kesadaran yang semuanya ditunjukkan untuk mempertahankan adaptasi. Mekanisme adaptasi fisiologis berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu suatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal, seperti penurunan suhu tubuh dan membuat suatu respons adaptif seperti tubuh melalui menggigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam mengahadapi stresor dalam menghadapi stresor dikontrol oleh medulla oblongata (mengontrol fungsi vital yang diperlukan untuk bertahan termasuk fungsi frekuensi jantung, tekanan darah dan pernafasan), formasi retikular (mengontrol fungsi vital dan secara kontinu memantau status fisiologis tubuh melalui sambungan dengan traktus sensoris dan motoris) dan kelenjar hipofisis (menghasilkan hormon yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress, mensekresi hormon tiroid, gonad, dan hormone paratiroid). 2.7 Sumber Stres Psikologis Menurut Maramis (1999) dalam Sunaryo (2004;218), ada empat sumber atau penyebab stres psikologis yaitu. 1. Frustasi Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang, misalnya apabila perawat Puskesmas lulusan SPK bercitacita ingin mengikuti D3 Akper program khusus Puskesmas, tetapi tidak diizinkan oleh istri/suami, tidak punya biaya dan sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan dan lain-lain).

15

2. Konflik Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-avoidance conflict, atau avoidance-avoidance conflict. 3. Tekanan Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar diri individu, misalnya orang tua menuntut anak-anaknya agar disekolah selalu ranking satu atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami. 4. Krisis Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan, dan penyakit yang harus segera dioperasi. Keadaan stress dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi, konflik dan tekanan. 2.8 Tahapan Stres Menurut Dr. Robert J. Van Amberg (1979) dalam Sunaryo (2004;219), sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dadang Hawari (2001) bahwa tahapan stres yaitu sebagai berikut. 1. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stress yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan

pengelihatan menjadi tajam. 2. Stress tahap kedua, yaitu stress yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk, dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.

16

3. Stress tahap ketiga, yaitu tahap stress dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu dan mau jatuh pingsan. 4. Stress tahap keempat, yaitu tahap stress dengan keluhan, sperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan. 5. Stress tahap kelima, yaitu tahap stress yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental (physical and psychological exhaustion),

ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan beran, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik. 6. Stress tahap keenam (paling berat), yaitu tahap stress dengan tandatanda seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps. 2.9 Cara Stress Mempengaruhi Kesehatan Menurut Richard (2010;360). 1. Jalur langsung Respon fisiologis yang dialami tubuh saat menghadapi suatu stresor mungkin memiliki efek negatif dan langsung pada kesehatan fisik jika respons ini dipertahankan secara kronis. Stres juga memiliki efek langsung pada kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit. Rangsangan berlebih kronis yang disebabkan oleh stresor kronis dapat berperan dalam timbulnya penyakit jantung koroner. Faktor psikologis yang menurunkan stres dapat memperberat stres dapat memperberat pula perubahan imunologis.

17

2. Jalur Interaktif Tidak semua orang terpapar dengan situasi stres akan menjadi sakit. Juga, tidak semua orang dengan sifat kepribadian maladaptif, seperti tidak mampu mengekspresikan kemarahan, mengalami penyakit fisik atau psikologis. Tipe model ini sering dinamakan sebagai model kerentanan stress, atau model diathesis stress. Kerentanan menjadikan individu peka terhadap gangguan tertentu, tetapi hanya terjadi jika ia menemukan stress sehingga gangguan benar-benar berkembang. Kerentanan biologis terhadap suatu gangguan mungkin berupa presdiposisi genetik terhadap gangguan atau kelainan struktural di tubuh yang mempredisposisikan individu kepada gangguan. 3. Jalur Perilaku Sehat Masing-masing dari perilaku sehat itu mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan jenis penyakit dan fungsi umumnya, dan berperan dalam perkembangan penyakit. Jadi, stres dapat secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan dengan menurunkan perilaku kesehatan positif dan meningkatkan perilaku negatif. 4. Jalur Perilaku sakit Stresor menyebabkan sejumlah gejala yang tidak menyenangkan: gelisah, depresi, lelah, gangguan tidur, gangguan lambung. Sebagian orang menginterpretasikan gejala tersebut sebagai penyakit dan mencari bantuan medis. Dengan menginterpretasikan gejala stress sebagai penyakit, orang mungkin memiliki alas an untuk menghindari stressor. 2.10 Reaksi terhadap Stres

2.10.1 Reaksi Fisiologis Menurut Dadang Hawari (2001), dalam Sunaryo (2004;219). Dapat mengenai hampir seluruh sistem tubuh, seperti hal-hal berikut. a. Perubahan warna rambut dari hitam menjadi kecoklat-coklatan, ubanan atau kerontokan. b. Gangguan ketajaman pengelihatan. c. Tinnitus (pendengaran berdenging).

18

d. Daya mengingat, konsentrasi dan berpikir menurun. e. Wajah tegang, serius, tidak santai, sulit senyum dan kerutan pada kulit wajah (tic facialis). f. Bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan terasa tercekik. g. Kulit dingin atau panas, banyak berkeringat, kulit kering, timbul eksim, biduran (urtikaria), gatal-gatal, tumbuh jerawat (acne), telapak tangan dan kaki sering berkeringat, dan kesemutan. h. Napas terasa berat dan sesak. i. Jantung berdebar-debar, muka merah atau pucat. j. Lambung mual, kembung dan perih, mulas, sulit defekasi, atau diare. k. Sering berkemih. l. Otot sakit, seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. m. Kadar gula meninggi, pada wanita terjadi gangguan menstruasi. n. Libido menurun atau bisa juga meningkat. Menurut Potter dan Perry (2005;480), riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stress yaitu sindrom adaptasi lokal (LAS) dan sindrom adaptasi umum (GAS). LAS adalah respons dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stress karena trauma, penyakit, atau perubahan fisiologis lainnya. GAS adalah respons pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stress. 1. LAS (local adaption syndrome) Semua bentuk LAS mempunyai karakteristik berikut. a. Respons yang terjadi adalah setempat: respons ini tidak melibatkan seluruh system tubuh. b. Respons adalah adaptif, berarti bahwa stressor diperlukan untuk menstimulasinya. c. Respons adalah berjangka pendek. Respons tidak terdapat terusmenerus. d. Respons adalah restoratif, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh.

19

Respons Refleks Nyeri. Respons reflek nyeri adalah respons setempat dari system saraf pusat terhadap nyeri. Respons ini adalah respon adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya, suatu reflex yang menghindarkan tangan dari permukaan yang panas. Contoh lainnya adalah keram otot. Respons Inflamasi. Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi, sehingga dengan demikian menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan. Respons inflamasi dapat menghasilkan nyeri setempat, pembengkakan, panas, kemerahan, dan perubahan fungsi. 2. GAS (general adaption syndrome) Menurut Potter dan Perry (2005; 481), GAS adalah respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten, dan tahap kehabisan tenaga. Reaksi Alarm. Reaksi alarm melibatkan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stresor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Aktivitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan respons melawan atau menghindar. Perubahan lainnya yang terjadi menyiapkan individu untuk bertindak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energy mental ini, seseorang disiapkan untuk melawan atau menghindari stressor. Jika stressor terus menetap setelah reaksi peringatan, individu berkembang ke fase kedua dari GAS yaitu resisten. Tahap resisten. Dalam tahap resisten, tubuh kembali menjadi stabil, kadar hormon, frekuensi jantung, tekanan darah, dan curah jantung kembali ketingkat normal. Individu berupaya untuk

mengadaptasi terhadap stresor. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Namun demikian, jika stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus 20

menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan mengadaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga. Tahap kehabisan tenaga. Tahap kehabisan tenaga tenaga terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stress dan ketika energi yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi sudah menipis. Respons fisiologis menghebat, tetapi tingkat energi individu terganggu dan adaptasi terhadap stresor hilang. Tubuh tidak mampu untuk mempertahankan dirinya terhadap dampak stresor, regulasi fisiologis menghilang, dan jika stress berlanjut, dapat terjadi kematian. 2.10.2 Reaksi Psikologis Menurut Richard (2010;349). Situasi stress menghasilkan reaksi emosional mulai dari

kegembiraan (jika peristiwa menuntut, tetapi dapat ditangani) sampai emosi umum kecemasan, kemarahan, kekecewaan, dan depresi. Jika situasi stress terus terjadi, emosi kita mungkin berpindah bolak balik di antara emosi-emosi tersebut, tergantung pada keberhasilan kita

menyelesaikannya. 1. Kecemasan Respon yang paling umum terhadap suatu stressor adalah kecemasan. Kita mengartikan kecemasan sebagai emosi tidak menyenangkan yang ditandai oleh istilah seperti khawatir, prihatin, :tegang, dan takut yang dialami oleh semua manusia dengan derajat yang berbeda-beda. Orang yang mengalami peristiwa yang di luar rentang penderitaan manusia normal (sebagai contohnya, bencana alam, pemerkosaan, penculikan) kadang-kadang mengalami suatu kumpulan gejala berat yang berkaitan dengan kecemasan; yang dikenal sebagai gangguan stress pasca-traumatik. Gejala utamanya antara lain: a. Perasaan mati rasa terhadap dunia, dengan hilangnya minat terhadap aktivitasnya dahulu dan merasa tersingkir dari orang lain.

21

b. Menghidupkan kembali trauma secara berulang-ulang dalam kenangan dan mimpi c. Gangguan tidur, sulit berkonsentrasi, dan kesiagaan berlebihan (over-alertness). 2. Kemarahan dan Agresi Reaksi umum lain terhdapat situasi stress adalah kemarahan, yang mungkin dapat menyebabkan agresi. Anak-anak sering kali menjadi marah dan menunjukkan perilaku agresif jika mereka mengalami frustasi. Agresi langsung terhadap sumber frustasi tidak selalu dimungkinkan atau tidak selalu bijaksana. Orang tidak tahu apa yang dapat diserang, tetapi merasa marah dan mencari suatu objek yang dapat melampiaskan perasaan mereka. Jika situasi menghalangi serangan langsung pada penyebab frustasi, agresi mungkin dialihkan (displaced): tindakan agresif diarahkan kepada orang atau benda yang tidak bersalah ketimbang penyebab frustasi yang sesungguhnya. Contohnya seseorang yang dimarahi yang di tidak kantornya terekspresi mungkin kepada

melampiaskan keluarganya.

kemarahannya

3. Apati dan Depresi Walaupun respons umum terhadap frustasi adalah agresi aktif, respons kebalikannya menarik diri dan apati juga sering terjadi. Jika kondisi stress terus berjalan dan individu tidak berhasil mengatasinya, apati dapat memberat menjadi depresi. Sebagian manusia tampaknya juga membentuk ketidakberdayaan yang dipelajari, yang ditandai oleh apati, menarik diri, dan tidak melakukan tindakan, sebagai respons terhadap peristiwa yang tidak dapat dikendalikan. Tetapi tidak semua orang melakukannya. 4. Gangguan Kognitif Orang seringkali menunjukkan gangguan kognitif yang cukup berat jika berhadapan dengan stresor yang serius. Mereka merasa sulit berkonsentrasi dan mengorganisasikan pikiran mereka secara logis.

22

Mereka mungkin mudah terdistraksi. Sebagai akibatnya, kemampuan mereka melakukan pekerjaan, terutama pekerjaan yang kompleks, cenderung menurun. Sehingga semakin cemas, marah, atau depresi, semakin besar kemungkinan mengalami gangguan kognitif. Gangguan kognitif juga dapat terjadi akibat pikiran yang mengganggu yang terus berjalan di otak kita dan jika kita berhadapan dengan suatu stressor. Gangguan kognitif selama periode stress sering menyebabkan seseorang mengikuti secara kaku suatu pola perilaku karena mereka tidak dapar mempertimbangkan pola alternatif. 2.11 Cara Mengendalikan Stres/Masalah Kiat untuk mengendalikan stress menurut Grant Brecht (2000), dalam Sunaryo (2004;220) yaitu sebagai berikut. 1. Sikap, keyakinan dan pikiran kita harus positif, fleksibel, rasional dan adaptif terhadap orang lain. Artinya jangan terlebih dahulu

menyalahkan orang lain sebelum introspeksi diri dengan pengendalian internal. 2. Kendalikan faktor-faktor penyebab stress dengan jalan: a. Kemampuan menyadari (awareness skills). b. Kemampuan untuk menerima (acepetance skills). c. Kemampuan untuk mengahadapi (coping skills). d. Kemampuan untuk bertindak (action skills). 3. Perhatikan diri anda, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan anda. 4. Kembangkan sikap efisien. 5. Relaksasi. 6. Visualisasi (angan-angan terarah). 7. Sircuit breaker dan koridor stress. Teknik singkat untuk menghilangkan stress, misalnya melakukan pernapasan dalam, mandi santai dalam bak, tertawa, pijat, membaca, kecanduan positif (melakukan yang disukai secara teratur), istirahat teratur.

23

BAB 3 PENUTUP 3.1 Simpulan Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-ubah. Manusia sebagaimana ia ada pada suatu ruang dan waktu, merupakan hasil interaksi antara jasmani, rohani, dan lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Dalam segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu keseluruhan (holistik) sehingga manusia disebut makhluk somato-psiko-sosial. Setiap orang mengalami stres dari waktu ke waktu dan umumnya setiap orang dapat mengadapatasi stres jangka panjang atau mengahadapi stres jangka pendek sampai stres tersebut berlalu. Stres adalah segala situasi dimana tuntutan nonspesifik mengharuskan seorang induvidu untuk berespon atau melakukan tindakan. Respon atau tindakan ini termasuk respons psikologik dan fisiologi. 3.2 Saran Diharapkan kita dapat membentuk mekanisme pertahanan diri yang optimistik dalam merespon stres.

24

Anda mungkin juga menyukai