Anda di halaman 1dari 3

BELAJAR DARI KENEK BUS KOTA Selalu ada rasa takut saat pergi ke kota Palembang.

Kota Palembang terkenal dengan copet, penodong, nada dan pemilihan kata-kata yang kasar. Baik sendiri maupun bersama teman, rasa takut dan khawatir tetap ada, apalagi saat berada di bus kota. Palembang memang rawan, aku selalu ketar ketir berdoa saat akan menginjakkan kaki di bus kota. Bus yang ugal-ugalan dikarenakan sopir yang juga ugal-ugalan, serta music yang house-remix, membuat kepala yang sakit menjadi tambah sakit, yang gerah menjadi tambah gerah, dan yang takut bertambah takut. Bagi yang baru datang ke kota ini pasti akan kaget terutama saat naik bus kota. Karena kenek bus yang memanggil penumpang dengan memukul-mukul kaca, atau pintu bus, ditambah suara yang besar. Ya, aku maklum dengan suara yang keras, agar orang mendengar. Pernah saat baru lulus SNMPTN dan mau mendaftar ulang, aku mengajak sahabatku yang lulus SNMPTN di sebuah universitas negeri di Lampung untuk jalan-jalan di Palembang. Saat itu aku mulai terbiasa dengan kerasnya kota ini, sudah biasa naik bus yang terkesan terburu-buru (kita baru menginjakkan satu kaki di bus,bus sudah melaju, begitu pula saat turun, kita masih di pintu, bus sudah melaju lagi), terbiasa dengan gaya bus yang ugal-ugalan, terbiasa untuk tuli dengan musicmusik aneh yang selalu diputar hamper di 99 dari 100 bus kota. Aku dan sahabatku baru saja duduk di bus kota yang baru setengah terisi dan bus melaju kencang-pelan-kencang-pelan. Buat jantungan saja. Dan di depan suatu halte yang ramai, bus kota berhenti mendadak, dan mulai mencari penumpang, keluarlah suara besar dengan logat kasarnya serta tangan yang tak henti-henti memukul kaca dan pintu. Sahabatku yang duduk di dekat kaca, kaget sekali, langsung meloncat dari kursi

bus dan wajahnya jadi pucat pasi. Ya, dia benar-benar kaget sekali. Lalu ku katakana padanya bahwa beginilah kerasnya Palembang, memang logat bicara begini dan caranya menyampaikan pun agak keras. Diapun memakluminya. Saat bepergian sendiri, seringkali aku kesal dengan para kenek bus kota yang lalu lalang di jalan raya kota Palembang. Sikapnya yang sok kenal sok dekat membuat orang-orang yang berdiri halte menunjukkan rasa kesal dari wajah-wajah yang sudah manyun karena kenek yang terkesan memaksa. Bahkan kita tak memberi muka pun masih didatanginya dan bertanya, dengan menyebutkan jurusan bus dimana mereka menjadi seorang kenek. Selalu saja aku berpikiran negatif dan berasa ingin marah saking kesalnya. Akan tetapi, pernah suatu ketika, aku hendak pulang ke Indralaya, menunggu bus KM 12-Kertapati di halte IAIN Raden Fatah Palembang sambil menunggu seorang teman. Sepanjang penantian itu, aku mengamati tingkah polah kenek bus yang bermacam-macam. Setengah jam di sana, sendirian, membuatku berpikir dari sisi lain. Aku salut dengan para kenek bus ini, mereka ramah, menoleh atau tidak yang ditawarinya untuk naik bus, mereka tetap semangat dan tetap tersenyum. Beda sekali dengan kenek bus di kotaku di Bangka. Pernah aku ingin ke kota Sungailiat sendirian, dan aku duduk bersama dengan seorang Ibu yang sudah lumaya tua tapi masih terlihat segar bugar. Kami bertukar cerita tapi beliau yang mendominasi. Beliau bercerita tentang kenek bus di kotaku, yang dinilainya sama sekali tak marah karena tak menawarkan orang-orang yang berada di terminal untuk naik bus. Beda sekali dengan di kota Muntok, di kota Muntok sama seperti di kota Palembang, kenek bus yang pada akhirnya ku nilai ramah. Kenek bus di sana, menawarkan dan bertanya pada orang yang berada di sekitar terminal, mau kemana, dan kemudian menawarkan untuk naik ke

bus apabila daerah yang ditujukan cocok, dan apabila tak cocok maka sang kenek akan memberikan saran kemana orang tersebut bisa naik bus menuju tempat yang ditujunya. Kalau di kotaku, kalau kita mau kemana, maka kitalah yang harus rebut menanyakan pada bus yang mangkal di terminal, si kenek tidak akan bertanya dan menawarkan seperti kenek-kenek bus di kota Muntok maupun Palembang. Melihat peristiwa ini, aku bersyukur, karena aku masih bisa memandang sisi positif dari para kenek bus yang sering aku kesalkan. Bersyukur karena sang kenek tidak marah walau sudah bertanya dan menawarkan tapi pada akhirnya ditolak, bersyukur karena sang kenek masih bisa melontarkan senyum di wajahnya seolah mengisyaratkan tidak apa-apa, bersyukur karena sikap itu menunjukkan mereka gigih mencari uang. Ya, itulah pekerjaan mereka. Dan mereka terlihat bersyukur serta tetap bersemangat menjalani pekerjaan mereka dengan sepenuh hati.. ^_^

Anda mungkin juga menyukai