Anda di halaman 1dari 34

BAB I PENDAHULUAN Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon).

Feses normalnya didorong menuju kolon oleh otot. Otot ini dikontrol oleh sel-sel saraf khusus yang disebut sebagai sel-sel ganglion. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung lahir tanpa sel-sel ganglion pada bagian terakhir dari kolon (rectum). Pada kebanyakan kasus, hanya rectum yang terkena, tapi pada beberapa kasus lebih dari sekedar kolon, dan bahkan seluruh kolon, dapat pula terkena. Tanpa sel-sel ganglion ini, otot-otot pada bagian dari kolon itu tidak dapat mendorong feses keluar, yang akhirnya menumpuk.
(1)

Anak anak dengan penyakit Hirschsprung dapat mengalami konstipasi ataupun memiliki masalah dalam penyerapan nutrisi dari makanan. Dalam kasus yang gawat pada penyakit Hischsprung, bayi yang baru lahir mengalami obstruksi kolon dan tidak memiliki pergerakan usus. Pada kasus ringan, dokter dapat saja tidak mendapatkan penyakit ini sampai kehidupan lanjut anak.
(2)

Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada masa neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika seorang neonatus tidak mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran. Walaupun barium enema berguna untuk menegakkan diagnosis, biopsy rectum tetap menjadi gold standard penegakkan diagnosis. Setelah diagnosis dikonfirmasi, penatalaksanaan mendasar adalah untuk membuang jaringan usus yang aganglionik dan untuk membuat anastomosis dengan menyambung rectum bagian distal dengan bagian proksimal usus yang memiliki innervasi yang sehat.
(3)

BAB II ILUSTRASI KASUS II.1 Identitas Pasien Nama Tanggal lahir Jenis Kelamin Alamat Agama Status pendidikan No.RM Masuk RS AYAH Nama Umur Agama Suku bangsa Alamat Pendidikan Pekerjaan IBU Nama Umur Agama Suku bangsa Alamat : Rosda : 19 tahun : Islam : Sunda : Kp. Lebak Kongsi RT01/RW07 Cileungsi, Bogor, Jawa Barat : Toni : 30 tahun : Islam : Sunda : Kp. Lebak Kongsi RT01/RW07 Cileungsi, Bogor, Jawa Barat : SMA : Buruh pabrik : An. Rizik M.Kahfi : Bogor, 02 Juli 2009 (11 bulan) : laki-laki : Kp. Lebak Kongsi RT01/RW07 Cileungsi, Bogor, Jawa Barat : Islam :: 00997881 : 16 Juni 2010

Identitas Orang Tua

Pendidikan Pekerjaan II.2 Anamnesis

: SD : Ibu rumah tangga

Hubungan pasien dengan orang tua : anak kandung,anak pertama Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 18 Juni 2010 pukul 16.00 diruang perawatan teratai lantai 3 kamar 323. 1. 2. 3. Keluhan Utama Tidak bisa BAB sejak 21 hari SMRS Keluhan Tambahan Kembung Riwayat Penyakit Sekarang Os datang dengan rujukan dari RSCM dengan diagnose

Hirschsprung dan gizi buruk. Os datang dengan keluhan perut kembung sejak berumur 3 hari dan tidak bisa BAB sejak 21 hari SMRS. Semenjak lahir os dilaporkan tidak mau menyusu,setiap kali menyusu selalu muntah berwarna kuning dan tidak BAB selama 3 hari. Kemudian Os dibawa ke RS Cibinong,disana Os dirontgen dan dikatakan bahwa menderita penyakit Hirschsprung. Dokter menyarankan untuk operasi tetapi gizinya harus diperbaiki. Setelah dirawat selama 5 hari Os pulang paksa karena terlalu jauh dari tempat tinggal. Selama 1 bulan pasca pulang paksa dari RS Cibinong, BAB Os sempat lancar 2x sehari konsistensi lunak dan warna kuning. Setelah 1 bulan pasca dirawat BAB pasien mulai tidak lancar kembali, terkadang bisa 3 hari sekali, BAB keras dan sedikit. Perut pasien juga semakin kembung. Dua puluh satu hari SMRS,pasien kembali dirawat di RS Cibinong dengan keluhan tidak BAB dan perut kembung. Os dirawat selama 17 hari kemudian minta pulang dan rujukan ke RS dekat rumah. Dokter kemudian merujuk ke RSCM tetapi karena ruang perawatan penuh akhirnya Os dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati. 4. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada 5. Riwayat Penyakit Keluarga Ibu pasien menyangkal adanya penyakit keturunan tertentu dalam riwayat keluarga pasien. Dalam lingkungan keluarga pasien juga tidak ditemukan riwayat keluarga yang mengalami gejala penyakit serupa dengan pasien. 6. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Selama kehamilan kontrol ke bidan dan tidak ada masalah dengan kehamilan. Lahir dari Ibu G1P0A0 aterm,normal dengan BB 3500gr dan PB 49cm,langsung menangis. 7. Riwayat Makanan Os diberikan ASI dan mulai diberikan bubur susu sejak usia 6 bulan. 8. Riwayat Penyakit yang pernah diderita Tidak ada 9. Riwayat Imunisasi Dasar BCG : Usia 1 bulan Selain Pemberian BCG pada usia 1 bulan, pasien belum mendapatkan imunisasi lain 10. Riwayat Keluarga i.
No.

Corak Reproduksi
Tgl lahir (Umur) 11 Jenis Kelamin Laki-laki Hidup Lahir Mati Abortus Mati Keterangan Kesehatan

1.

Pasien

ii.

Riwayat Pernikahan
Ayah Tn. Toni Pertama 30 tahun SMA Ibu Tn. Rosda Pertama 19 tahun SD

Nama Perkawinan ke Umur saat menikah Pendidikan Terakhir

Agama Suku bangsa Keadaan Kesehatan Penyakit

Islam Sunda Cukup Baik -

Islam Sunda Cukup Baik -

Kesimpulan Riwayat Keluarga : Keadaan kesehatan orangtua pasien cukup baik.

iii. Riwayat Keluarga Orang Tua Pasien Tidak terdapat penyakit khusus pada keluarga orangtua pasien II.3 Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada tanggal 18 Juni 2010 pukul 16.00 WIB, dilakukan di bangsal bedah anak RSUP Fatmawati kamar 3.23. Pemeriksaan umum Keadaan umum Kesadaran Data antropometri Berat badan Panjang badan Lingkar kepala Status Gizi 1. 2. 3. BB/U TB/U BB/TB : 5.2/10 x 100 % = 52 % : 66/74 x 100 % = 89,2 % : 5.2/66 x 100% = 68,4 % : 5,2 Kg : 66 cm : 41,5 cm : Tampak sakit berat, pucat, muka tampak seperti orang tua : Compos mentis

Kesan : gizi buruk Tanda Vital Nadi : Frekuensi 120 x/menit .Regular, Cukup, Equal. Pernafasan : Frekuensi 42 x/menit. Regular. Suhu Tubuh : 35,8 C Kepala Mikrocephali, Ubun ubun teraba cekung dan wajah tampak

seperti orang tua Rambut Rambut kemerahan tipis dan tidak mudah dicabut Mata Konjugtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor diameter 3mm Telinga Normotia, liang telinga lapang. Hidung Tidak terdapat deviasi septum, tidak terlihat adanya sekret, Nafas cuping hidung (-) Bibir Warna tidak Pucat, tidak cyanosis, tak tampak lesi mukosa bibir. Mulut Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang Gigi Gigi tumbuh 4 buah Lidah Normoglossia, Bercak-bercak putih pada lidah (-) Tonsil tidak tampak (pemeriksaan sulit dilakukan) Faring tidak tampak (pemeriksaan sulit dilakukan) Leher tidak teraba pembesaran Kelenjar Getah Bening Toraks Iga terlihat jelas Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis tidak teraba : (pemeriksaan tidak dilakukan)

Auskultasi Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: S1S2 reguler, Murmur (-) Gallop (-) :pernafasan simetris, retraksi iga (-) : (pemeriksaan vocal fremitus tidak dilakukan) : (pemeriksaan tidak dilakukan) : suara nafas vesicular tanpa ronkhi dan wheezing : Distensi, kulit mengkilat : Tegang, (organ & nyeri tekan sulit ditentukan) : hipertimpani : bising usus (+) meningkat

Genitalia Laki-laki, tidak ada kelainan kongenital Ekstremitas Akral hangat, tidak terdapat oedem ekstremitas KGB Kulit Tidak teraba membesar Pucat, turgor menurun
Pemeriksaan Lab Darah

II.4 Pemeriksaan Penunjang

Tanggal

16/06/10

Nilai Normal

Satuan

Hematologi Hemoglobin Hematokrit Trombosit Leukosit Eritrosit VER (MCV) HER (MCH) KHER (MCHC) RDW Masa Perdarahan Masa Pembekuan Hitung Jenis Netrofil Limfosit Monosit Kimia GDS Fungsi Hati Albumin SGOT / ASAT SGPT / ALAT Fungsi Ginjal Ureum Darah Creatinin Darah Elektrolit Natrium Kalium Cloride Pemeriksaan radiologi Foto Polos Abdomen 11.5 35 423 10.3 4.15 83.6 27.7 33.1 17.5 12 14 37 43 200 - 500 4.200 -9.100 4-5 82 93 27 31 32 36 11.5 14.5 1.0 3.0 2.0 6.0 g/dl % ribu/uL ribu/uL juta/uL fL Pq g/dL % menit menit

12 82 6

30 50 20 40 2-8

% % %

70 - 100

mg/dL

4.5 128 75

4 - 5,2 10 31 9 36

g/dL u/L u/L

28 0.4

mg/dL

135 - 147 3,5 5,0 97 108

mmol/L mmol/L mmol/L

10

Gambaran: tampak dilatasi usus udara usus meningkat edem dinding usus

II.5

Resume Pasien datang dengan keluhan belum buang air besar sejak 21 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Menurut anamnesa, pasien mengalami keterlambatan pengeluaran mekonium, yaitu baru setelah usia 3 hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen menyeluruh. Pemeriksaan penunjang foto Roentgen dengan telah dilakukan, kesan yang didapat adalah adanya penyempitan pada prosimal kolon sigmoid. Barium enema tidak dilakukan.

II.6

Diagnosa Kerja Morbus Hirschsprung

II.7 II.8

Diagnosa Banding Mikrokolon Kongenital Penatalaksanaan


IVFD KaEN 3B

11

O2 2liter/menit Cefotaxime 2 x 250 mg iv Aminofuchsin ped 1 x 100 cc OMZ 1x5mg iv Ketorolac 1mg/kgBB/24 jam Metronidazole 3x100mg Asam folat 1x1 mg po Pro kolostomi sigmoid

II.9

Prognosis
Ad vitam Ad functionam Ad sanationam : bonam : bonam : bonam

ANALISA KASUS Pada kasus ini pasien didiagnosa sebagai penderita Penyakit Hirschsprung, dengan dasar: 1. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien mengalai kesulitan defekasi sejak 21 hari yang lalu. Os mengalami kesulitan BAB sejak lahir,keluhan datang hilang timbul dan sudah beberapa kali masuk rumah sakit karena tidak bisa BAB dan perut kembung. Setiap kali diberikan minum atau makanan os selalu muntah 2. Ada riwayat keterlambatan pengeluaran mekonium, yaitu mekonium baru keluar saat usia pasien 3 hari. temuan klinis. 3. Pemeriksaan fisik terdapat distensi abdomen. 4. Pada pemeriksaan radiologis dengan foto polos abdomen menggambarkan kesan Hirschsprung Disease dengan ditemukan dilatasi usus proksimal,udara usus meningkat dan edema dinding usus.

Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi: 1. IVFD KaEN 3Bcc

12

Pada pasien ini diberikan KaEN 3B karena KaEN 3B memiliki kandungan kalori yang dirasa cukup untuk penatalaksanaan perbaikan gizi pada pasien ini. Kandungan Natriumnya juga tidak setinggi KaEN 3A sehingga bahaya hipernatremia bisa dihindari. Pada pemeriksaan laboratorium disimpulkan bahwa pasien belum perlu diberi intake natrium tambahan. 2. Aminofusin Aminofusin diberikan untuk mengatasi pasien dengan kasus kebutuhan protein meningkat. 3. Cefotaxime 2 x 250 mg Cefotaxime diberikan sebagai antimikroba untuk mencegah infeksi sistemik, karena ditemukan leukositosis ringan (10.300 /uL) pada pemeriksaan laboratorium (16 Juni 2010). Dosis 50 180 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-4 dosis. 4. OMZ OMZ diberikan untuk mengurangi mual dan muntah 5. Ketorolac Untuk mengurangi rasa nyeri 6. Metronidazol Mencegah infeksi jamur 7. Asam Folat Untuk perkembangan sel saraf Pada pasien ini dianjurkan dilakukan kolostomi, sampai keadaan gizi pasien membaik, kemudian dilakukan reseksi segmen aganglionik dan biopsi.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

13

III.1

ANATOMI ANOREKTAL Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior
(4,5)

Gambar 1. Diagram rectum dan saluran anal

14

Gambar 2. Spinkter Ani Eksternal Laki-laki Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang

15

mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan

daerah anus (4,5). Gambar 3. Perdarahan anorektal Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus

16

pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis) (4,5,7). Gambar 4. Inervasi daerah perineum(laki-laki) Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : 1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal 2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler 3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut. (6,8) Gambar 5. Skema syaraf autonom intrinsik usus F un gs i

Saluran Anal Pubo-rectal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara sadar.

17

Sleeve and sling dapat membedakan antara gas, benda padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa mengeluarkan yang lain(4,5,7). Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat. Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada wakru dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan: Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik. Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani interna secara involunter. Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri. Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga defekasi dapat terjadi (8). III.2 MORBUS HIRSCHSPRUNG Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. III.2.b Epidemiologi Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari setiap 5.000 bayi yang lahir dan ini berhubungan pada 1 sampai terjadi dengan 4 dari obstruksi usus pada bayi baru lahir ini 5 kali lebih sering pada laki-laki dan kadangkadang terjadi dengan kondisi congenital lainnya seperti Down Syndrome. III.2.a Definisi

18

Pemidahan secara bedah dari bagian yang sakit dari kolon merupakan satu-satunya pengobatan untuk penyakit Hischsprung. (2) III.2.c Etiologi Saat bayi tumbuh dalam kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia) mulai terbentuk antara lapisan otot di bagian usus besar yang panjang. Proses ini dimulai pada bagian atas dan berakhir di usus besar bagian bawah (dubur). Pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung, proses ini tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang dengan dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang dari hanya beberapa centimeter dari usus besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti. Hal ini dapat dikaitkan dengan beberapa mutasi gen. Ini juga dikaitkan dengan beberapa kelenjar endokrin neoplasia, sebuah sindrom yang menyebabkan noncancerous Tumors di lendir membranes dan adrenal glands (terletak di atas ginjal) dan kanker dari thyroid gland (terletak di bagian bawah leher). Dalam beberapa kasus, penyakit ini mungkin warisan bahkan jika orang tua tidak memiliki penyakit. Hirschsprung juga 10 kali lebih sering terjadi pada anak-anak dengan Down syndrome. III.2.d Patofisiologi Pada penyakit ini, kolon mulai dari yang paling distal sampai pada bagian usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon.(10) Pleksus mesenterik (Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan berkurangnya peristaltik usus dan funsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai perkembangan penyakit ini tidak diketahui. Sel ganglion enteric berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada

19

minggu ke 12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuroblast yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast dalam bertahan, berpoliferase, atau berdidderensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen telah terjadi pada usus yang anganglionik. Komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan factor neurotrophic. (3) Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon anganglionik menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada perkembangan penyakit Hirschsprung. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan antara saraf enteric dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi factor penting yang berkontribusi. Terhadap tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, Ketiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mucosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbs, sekresi, motilitas, dan aliran darah.
(3)

Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsic. Ganglia ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi. Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergic menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan sehingga control intrinsic menurun, menyebabkan peningkatan control persarafan ekstrinsik. Innervasi dari system adrenergik diduga mendominasi system kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsic, peningkatan tonus tidak diimbangi dan

20

mengakibatkan ketidak seimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltic yang tidak terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fungsional.
(3)

Klasifikasi keadaan anganlianik dapat dibedakan menjadi segmen sangat pendek (sekitar 2 cm dari garis mukokutan). Segmen pendek (aganglionik sepanjang netosigmoid), segmen panjang bila aganglianik sepanjang rectum ke udon transversum, segmen total sepanjang nektum ke sekan dan segmen universal bila aging lionik mencakup hampir seluruh usus. (11) III.2.e Gambaran klinik Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat : Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi
(6,8,9)

21

Gambar 6. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.

Gambar 7.

Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah

22

tindakandefinitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi. III.2.f Diagnosa klinik Anamnesis 1. Sekitar 10% pasien memiliki riwayat penyakit yang sama pada keluarga.Keadaan ini semakin sering ditemukan pada pasien dengan segmen aganglion yang lebih panjang. 2. Penyakit Hirschsprung harus dicurigai pada anak yang mengalami keterlambatan dalam mengeluarkan mekonium atau pada anak dengan riwayat konstipasi kronik sejak kelahiran. Gejala lainnya termasuk obstruksi usus dengan muntah empedu, distensi abdominal, nafsu makan menurun,dan pertumbuhan terhambat. 3. Ultrasound prenatal yang menunjukkan gambaran adanya obstruksi jarang ditemukan, kecuali pada kasus dengan melibatkan seluruh bagian kolon. 4. Anak dengan usia yang lebih tua biasanya memiliki konstipasi kronik sejak kelahiran. Mereka juga dapat menunjukkan adanya penambahan berat badan yang buruk. 5. Sekitar 10% anak yang datang dengan diare yang disebabkan oleh enterocolitis, dimana diperkirakan terkait dengan adanya pertumbuhan bakteri akibat stasis. Keadaan ini dapat berkembang menjadi perforasi kolon, yang menyebabkan sepsis. 6. Pada penelitian yang melibatkan 259 pasien, Menezes et al melaporkan 57% pasien datang dengan gejala obstruksi intestinal, 30% dengan konstipasi, 11% dengan enterocolitis, dan 2% dengan perforasi intestinal Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi

23

abdomen dan/atau spasme anus. 2. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik yang saksama dapat membedakan keduanya. 3. Pada anak yang lebih besar, distensi abdomen yang disebabkan adanya ketidakmampuan melepaskan flatus jarang ditemukan. Differensial Diagnosis dari HD kita harus selalu membandingkan konstipasi, Ileus, Iritable Bowel Syndrome, dan Gangguan Motilitas Usus. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium 1. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit. 2. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatif 3. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan. Pemeriksaan Radiologi 1. Foto Polos Abdomen dapat menunjukkan adanya loop usus yang distensi dengan adanya udara dalam rectum 2. Barium enema a. Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum memasukkan kontras enema karena hal ini akan mengaburkan gambar pada daerah zona transisi. b. Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan balon, untuk menghindari kaburnya zona transisi dan beresiko terjadinya perforasi.

24

c. Foto segera diambil setelah injeksi kontras, dan diambil lagi 24 jam kemudian. d. Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal yang mengalami dilatasi merupakan gambara klasik penyakit Hirschsprung. Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit diinterpretasi dan sering kali gagal memperlihatkan zona transisi. e. Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit Hirschsprung adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium enema dilakukan. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada HD. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas : 1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi 2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi. Daerah transisi merupakan regio dimana ditandari dengan terjadinya perubahan kaliber dimana kolon yang berdilatasi normal diatas dan kolon aganglionik yang menyempit dibawah. 3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi. Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 2448 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.Terlihat gambar barium enema penderita

25

Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar.(6,8,9)

Gambar 8. Terlihat gambar barium enema penderitaHirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar. Salah satu tanda radiologis dari penyakit Hirschsprung adalah adanya zona transisi pada barium enema. Meskipun barium enema merupakan salah satu pemeriksaan yang paling akurat untuk penyakit Hirschsprung tetapi tidak cukup spesifik untuk melihat zona transisi pada neonatus dan bayi. Selain itu ada cara lain dengan menggunakan preoperative endoscopic dan laparoscopy-assisted suction colonic biopsy (SCBx) untuk mendeteksi zona transisi. Bagaimanapun pemeriksaan ini tidak tersedia di beberapa negara berkembang.
(12,13)

Foto polos abdomen yang rutin dilakukan untuk mengevaluasi obstruksi usus termasuk hirschsprung cukup dapat memberikan banyak informasi ketika barium enema tidak meyakinkan. False negative pada pemeriksaan barium enema sekitar 24 % lebih disebabkan karena masalah teknis seperti terlalu banyak kontras yang dimasukkan, kapasitas isi perut neonatus, pengisian kontras sebelumnya ataupun segmen yang

26

panjang. Kombinasi antara foto polos abdomen,barium enema dan biopsi sangat menunjang penegakan diagnosis Hirschsprung.
(13,14,15)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Komite etik ilmu kesehatan Universitas Koirala Nepal pada bulan Maret 2004 sampai dengan Februari 2006 didapatkan hasil penggunaan foto polos abdomen cukup membantu untuk mendiagnosis zona transisi pada penyakit Hirschsprung. (12) Pemeriksaan lainnya Manometri anorektal Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer (4,7). Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah : 1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi; 2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik; 3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan. (9) Status fisiologik normal dibutuhkan dan sedasi seringkali penting. Hasil positif palsu yang telah dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif palsu dilaporkan sebanyak 24% dari kasus. Karena keterbatasan ini dan reliabilitas yang dipertanyakan, manometri anorektal jarang digunakan di Amerika Serikat. Karena malformasi kardiak (2-5%) dan trisomy 21 (515%) juga terkait dengan aganglionosis kongenital, pemeriksaan kardiologis dan genetik dianjurkan.

27

Prosedur Biopsi Rektal Diagnosa definitif Hirschsprung adalah dengan biopsi rektal, yaitu penemuan ketidakberaadan sel ganglion. Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsi rektal fullthickness. Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas garis dentata karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat tersebut. Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya perdarahan dan pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia umum selama prosedur in dilakukan. Simple suction rectal biopsy Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologis. Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus memotong jaringan yang diinginkan. Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur pasien. Akan tetapi, menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness biopsy. Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan pewarnaan asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf yang hypertrophy sepanjang lamina propria dan muscularis propria pada jaringan. Penemuan Histologis Baik pleksus myenteric (Auerbach) dan pleksus submukosa (Meissner) tidak ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat saraf yang mengalami hypertrophy yang terlihat dengan pewarnaan asetilkolinesterase juga muscularis propria. ditemukan ini sepanjang telah lamina propria dan pemeriksaan Sekarang terdapat

imunohistokimia dengan calretinin yang juga telah digunakan untuk pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan terdapat penelitian yang

28

telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih akurat dibandingkan 1. asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis. III.2.g Diagnosa banding Atresia ileum Pada atresia ileum abdomen mengalami distensi mirip penyakit Hirschsprung. Mekonium pada umumnya tidak keluar spontan, karena mekonium terperangkap di dalam ileum di distal atresia dan di kolon. Bila mekonium diusahakan keluar dengan irigasi, mekonium yang keluar jumlahnya sedikit, kering, berbutir-butir dan berwarna hijau muda. Pada pemeriksaan foto polos abdomen terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak rendah, dan foto enema barium memperlihatkan gambaran kolon mikro. (9)

Gambar 9. Enema barium pada pasien atresia ileum. 2. mengakibatkan sindrom Sumbatan Mekonium sumbatan mekonium (meconium plaque Mekonium yang terlalu pekat atau lengket di daerah kolon distal dapat syndrome). Sindrom ini diduga akibat kekurangan tripsin atau akibat kelainan mobilitas kolon tanpa kelainan sel ganglion. (9) Pada foto polos abdomen terlihat pelebaran seluruh usus tanpa disertai bayangan kalsifikasi dan tanpa bayangan busa sabun dalam lumen usus seperti pada ileus mekonium atau enterokolitris nekrotikans. (9)

29

Gambar 10. Radiografi enema barium pasien dengan sindrom sumbatan mekonium. Kaliber lumen kolon terlihat normal dengan bayangan mekonium di dalamnya. (9)

3.

Enterokolitis Nekrotikans Neonatal Sepintas gejala dan tanda enterokolitis nekrotikans neonatal (ENN)

mirip dengan penyakit Hirschsprung. Pada neonatus prematur dengan stres perinatal atau dengan faktor predisposisi lainnya perlu difikirkan adanya ENN. Saluran gastrointestinal mengalami hipoksia, ulserasi dan gangguan fungsi, sehingga neonatus mengalami gangguan pasase usus menyeluruh. Pasien terlihat letargik dan septik. Mekonium atau feses masih dapat keluar dan sering bercampur dengan darah. Abdomen lebih cepat memperlihatkan peritonitis seperti kemerahan, edema di punggung dan daerah genital. Pada pemeriksaan foto polos tampak gambaran pneumointestinalis. (9)

30

Gambar 11. Foto polos abdomen neonatus dengan enterokolitis nekrotikans neonatal. Terlihat pneumointestinalis (tanda panah) 4. Atresia Rektal Atresia di bagian kolon lebih sering dijumpai di rektum atau sigmoid. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan colok dubur bila letak atresia dekat dengan anus. Bila letaknya tinggi atresia teraba di ujung jari pada pemeriksaan colok dubur, namun sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan enema barium karena ujung jari tidak dapat meraba lumen menuju sigmoid karena terlalu kecil. Untuk diagnosis pasti dapat juga dilakukan pemeriksaan rektoskopi. (9)

5. Mikrocolon Kongenital. Gambaran mirip dengan Penyakit Hirschspurng dengan tipe total aganglionik Dilakukan Biopsi Rektal untuk menyingkirkan kemungkinan Mikrokolon Kongenital

III.2.h Penatalaksanaan Prinsip penanganan adalah mengatasi obstruksi, mencegah terjadinya enterokolitis, membuang segmen aganglionik, dan

31

mengembalikan kontinuitas usus. Untuk mengobati gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat dilakukan bilasan kolon dengan cairan garam fanli. Cara ini efektif pada segmen aganglionik yang pendek. Prosedur bedah pada penyakit 1. Bedah Sementara Dekompresi dengan pembuatan kolostomi di kolon berganglion normal yang paling distal merupakan tindakan untuk menghilangkan obstruksi usus serta mencegah enterokolitis yang dikenal sebagai penyebab utama kematian. (9) Kolostomi tidak dikerjakan bila dekompresi secara medik berhasil dan direncanakan bedah definitif langsung. Kolostomi dikerjakan pada: Pasien neonatus. Tindakan bedah definitif langsung tanpa kolostomi menimbulkan banyak komplikasi dan kematian. Kematian dapat mencapai 28,6%, sedangkan pada bayi 1,7%. Kematian ini disebabkan oleh kebocoran anastomosis dan abses dalam rongga pelvis. (1) Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok pasien ini mempunyai koIon yang sangat terdilatasi, yang terlalu besar untuk dianastomosiskan dengan rektum dalam bedah definitif. Dengan t tindakan kolostomi, kolon dilatasi akan mengecil kembali setelah 3 sampai 6 bulan pascabedah, sehingga anastomosis lebih mudah dikerjakan dengan hasil yang lebih baik. (9) Pasien dengan enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang buruk. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi pascabedah; dengan kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan keadaan umum. (9) 2. Bedah Definitif Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat dikerjakan satu tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut sementara dan tindakan bedah definitif.
(10)

Hirschsprung merupakan bedah

32

operasi definitif yang dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (>9 kg). Pada waktu itu megakolon dapat surut, mencapai kolon ukuran normal. Pada operasi defintif dapat dipakai cara Swenson, Duhamel, Soave, atau modifikasi dan teknik ini. (10) Tindak bedah menurut Swenson terdiri dan rekto-sigmoidektomi seluas bagian rektosigmoid agangalionik dengan anastomosis koloanal. Pada cara Duhamel dan Soave bagian distal rektum tidak dikeluarkan sebab merupakan fase operasi yang sukar dikerjakan. Anastomosis koloanal dibuat secara tarik terobos (pull through). (10) III.2.i Prognosis Belum ada penelitian prospektif yang membandingkan masingmasing jenis operasi. Dalam keseluruhan prosedur, hasil fungsional mengalami perbaikan seiring dengan waktu, sehingga dalam 10 tahun follow up 90% pasien akan memiliki perbaikan fungsional yang signifikan

BAB IV KESIMPULAN

Penyakit Hirschprung ditandai dengan tidak adanya sel ganglion di dalam pleksus mienterikus dan submukosa, sehingga menyebabkan obstruksi fungsional. Panjang segmen aganglionik bervariasi mulai dari segmen yang pendek yang hanya mengenai daerah sfingter anal sampai daerah yang meliputi seluruh kolon dan sebagian usus halus. Kelainan ini ditimbulkan karena kegagalan migrasi kraniokaudal dari cikal bakal sel ganglion sepanjang usus pada minggu

33

ke lima sampai minggu ke dua belas., yang mengakibatkan terdapatnya segmen aganglionik. Dalam segmen ini, peristalsis propulsif yang terkoordinasi akan hilang dan sfingter anal internal gagal untuk mengendor pada saat distensi rektum. Hal ini menimbulkan obstruksi, distensi abdomen dan konstipasi. Segmen aganglionik distal tetap menyempit dan segmen ganglionik proksimal mengalami feses dilatasi, dalam yang segmen disebabkan ganglionik oleh akibat terperangkapnya

abnormalitas peristaltik usus. Pada Periode Neonatal ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah berwarna hijau, dan distensi abdomen. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk, Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen, riwayat BAB yang tak pernah normal, letargis, Demam yang tidak terlalu tinggi, nafsu makan menurun, diarrhea, distensi abdomen yang berat, serta feces berbau busuk. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang

penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah. Pada enema barium tampak zona transisi yang terlihat di proksimal daerah penyepitan kearah daerah dilatasi. Tampak pula daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi dan terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi. Penatalaksanaannya berupa tindakan operatif dengan teknik yang bervariasi. Beberapa Komplikasi yang mungkin terjadi adalah kebocoran anastomose, stenosis, Ruptur kolon, enterokolitis, dan gangguan fungsi spinkter. Belum ada penelitian prospektif yang membandingkan prognosis setelah pelaksanaan masing-masing jenis operasi, namun dengan follow

34

up dalam jangka waktu sekitar 10 tahun ditemukan adanya perbaikan fungsional.

Anda mungkin juga menyukai