kebutuhan seperti udara, air, dan makanan. Tingkat kedua mencakup kebutuhan keselamatan dan keamanan. Tingkat ketiga mengandung kebutuhan dicintai dan memiliki. Tingkat keempat mengandung kebutuhan dihargai dan harga diri. Tingkat kelima adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri. Lain halnya dengan Bradshaw (1972), Bradshaw secara umun mengunakan suatu taksonomi yang membedakan kebutuhan kesehatan dan sosial menjadi empat tipe, yaitu: a. Normative needs Ini merupakan kebutuhan yang ditetapkan oleh seorang ahli atau kelompok profesional. Contohnya perencanaan karir, keuangan, asuransi, dan liburan. b. Felt needs Felt needs adalah apa yang sebenarnya kita inginkan. Ini dapat diidentifikasi oleh masing-masing klien yang dapat dihubungkan dengan pelayanan,dan informasi. c. Expressed needs Expressed needs hampir sama dengan felt needs, yang membedakannya adalah expressed needs dibuat berdasarkan keinginan klien. d. Comparative needs Comparative needs kebutuhan yang diperlukan berdasarkan situasi tertentu. Yang dapat dibandingkan dengan kelompok yang sama atau individual. Menurut Roberta Hunt (2005) ada beberapa tahap dalam pengkajian, yaitu: a. Mengidentifikasi prioritas masalah kesehatan yang terdiri dari melakukan konsultasi, melakukan pengumpulan data, membuat penyajian penemuan dan menentukan prioritas masalah. b. Menganalisis masalah kesehatan yang terdiri dari membuat tinjauan pustaka (literatur review), menggambarkan group yang akan diberikan promosi kesehatan mengexplor lebih jauh mengenai masalah kesehatan, menganalisis faktor-faktor eksterna yang mempengaruhi timbulnya masalah kesehatan. Proses pengkajian dalam promosi kesehatan dapat dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan, yaitu tentang: a. Apa yang ingin saya ketahui? b. Mengapa saya ingin mengetahui hal ini?
c. Bagaimana saya bisa menemukan informasi ini? d. Apa yang akan saya lakukan dengan informasi ini? e. Apa kesempatan saya di sini untuk melakukan tindakan dengan informasi ini? Menurut Nola J. Pander, PHD, RN, FAAN dalam buku Health Promotion In Nursing practice, pengkaajian kesehatan dalam tahap promosi kesehatan meliputi pengkajian individu, keluarga dan masyarakat a. Pengkajian individu Pengkajian pada individu merupakan pengkajian yang menyeluruh. Penilaian yang meliputi tentang pengukuran kesehatan, keyakinan kesehatan dan perilaku sehat. Komponen penilaian kesehatan berfokus pada pola fungsi kesehatan, evaluasi kebugaran fisik, penilaian pada nutrisi, penilaian hidup terhadap stres, penilaian kesehatan spiritual, penilaian terhadap dukungan sosial, keeyakinan pada kesehatannya, penilaian gaya hidup b. Pengkajian keluarga Pengkajian keluarga merupakan pengkajian pada individu. Hal ini sangat penting untuk merencanakan perubahan perilaku kesehatan. Keluarga merupakan unit yang dalam menilai dan mengintervensi pada promosi kesehatan karena keluarga juga mempunyai tanggung jawab utama untuk pengembangan diri, peduli dan merawat anggota keluarga, menyediakan sumber daya sosial dan fisik, mempromosikan kesehatan pada individu dan tetap menjaga kesatuan keluarga c. Pengkajian masyarakat Pengkajian masyarakat merupakan suatu proses analisa dan menentukan kebutuhan, peluang dan sumber daya yang terlibat dalam menilai aksi program kesehatan masyarakat. Salah satu pendekatan masyarakat adalah mengumpulkan informasi tentang subsistem komunitas dan hubungan mereka yang meliputi nilai-nilai, kebudayaan, politik, pendidikan, rekreasi, transportasi, agama, komunikasi dan media, kesejahteraan, ekonomi, usaha dan tenaga kerja, kehidupan sosial serta keselamatan dan perlindungan. 2. Tahap Intervensi Perencanaan promosi kesehatan adalah suatu proses diagnosis penyebab masalah, penetapan prioritas, dan alokasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. (Maulana, H. D. J. 2007). Penting dalam perencanaan menetapkan dimensi
kebutuhan dan prioritas kebutuhan promosi kesehatan. Output fase ini adalah rumusan rencana, dan hal terpenting adalah rumusan tujuan (yaitu, rumusan peningkatan perilaku yang diinginkan setelah menkaji fakta perilaku, faktor-faktor internal dan eksternal), dan rumusan kegiatan untuk melakukan intervensi terhadap faktor penyebab, yang diinterventarisasi dan disusun dalam kegiatan yang berurutan. Model PRECEDE-PROCEED (Green dan Kreuter, 1991) Merupakan model yang paling cocok diterapkan dalam perencanaan dan evaluasi promosi kesehatan, yang dikenal dengan model PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Educational Diagnosis and Evaluation). PRECEDE merupakan kerangka untuk membantu perencana mengenal masalah, mulai dari kebutuhan pendidikan sampai pengembangan program. Pada tahun 1991 menjadi PRECED-PROCEED. PROCEED merupakan singkatan dari Policy, Regulatory, and Organizational Contructs in Educational and Environmental Development. Dalam aplikasinya, PRECED-PROCEED dilakukan bersama-sama dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi. Maulana (2007) mengatakan intervensi dalam model PROCED-PROCEED terdapat dalam Fase 5 (Diagnosis administrasi dan kebijakan) dimana pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya, dan peraturan yang berlaku yang dapat memfasilitasi atau menghambat pengembangan program promosi kesehatan. Untuk diagnosis administratif, dilakukan tiga penilaian, yaitu sumber daya yang dibutuhkan utnuk melaksanakan program, sumber daya yang terdapat di organisasi dan masyarakat, serta hambatan pelaksanaan program. Untuk diagnosis kebijakan, dilakukan identifikasi dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program serta pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Pada fase ini, kita melangkah dari perencanaan dengan PRECEDE ke implementasi dan evaluasi degnan PROCEED. PRECEDE digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan individu atau masyarakat sasaran. Sebaliknya, PROCEED untuk meyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapata diterima dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu penilaian sumber daya dibutuhkan untuk meyakinkan keberadaan program, perubahan organisasional untuk meyakinkan program dapat dijangkau, perubahan politis dan peraturan untuk meyakinkan program dapat diterima oelh masyarakat, dan evaluasi utnuk meyakinkan program dapat dipertanggungjawabkan kepada penentu kebijakan, administrator, konsumen atau klien, dna stakeholder terkait. Hal ini dilakukan untuk menilai kesesuaian program dengan standar yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Fertman (2010), intervensi dalam model PRECEDEPROCEED dalam Fase 4 : Administrasi dan penilaian kebijakan serta keselarasan intervensi. Fokus utama dari penilaian administrasi dan kebijakan dan keselarasan intervensi dalam fase keempat adalah cek realitas, untuk memastikan bahwa pada pengaturan (Sekolah, klien untuk membuka posisi bekerja, kesehatan organisasi
perawatan, atau Komunitas) semua dana, dukungan yang diperlukan, personel, fasilitas, kebijakan, dan sumber daya lain yang hadir untuk mengembangkan dan mengimplementasikan program. Pada contoh kerja sebelumnya, situs kebijakan dan prosedur akan ditinjau, direvisi, bolak-balik antara langkah yang diperlukan (Bartolomeus, Parcel, Kok, & Gottlieb, 2006). Sebelum merencanakan intervesi, pengkajian kebutuhan dari target populasi harus dilakukan (langkah pertama dari pemetaan proses intervensi) yaitu penilaian terhadap masalah kesehatan, kualitas hidup, dan masalah perilaku dan lingkungan dari suatu populasi tertentu. Sehingga hasil program yang diinginkan ditetapkan. Langkah kedua melibatkan menyatakan siapa dan apa yang akan berubah pada setiap tingkat ekologi sebagai hasil dari intervensi. Langkah ini juga melibatkan tujuan kinerja untuk setiap tingkat ekologi dengan determinan pribadi dan eksternal dalam matriks untuk membantu menulis tujuan perubahan. Cohen, L., Chavez, V., Chehimi, S. (2010) menjelaskan dalam model ini intervensi juga terdapat dalam fase 4 dimana fase 4 terbagi menjadi dua yaitu fase 4A dan 4B : Fase 4A : Intervention Alignment Program Kesehatan: Educational Strategies Policy Regulation Organization Menilai dan mendokumentasikan sumber daya administrasi, peraturan, dan kebijakan yang dapat memengaruhi faktor pendidikan dan lingkungan serta mengimplementasikan bentuk program.
Fase 4B Administrative and Policy Assessment Di fase 4, perencana memilih dan meluruskan komponen program dengan deteriman yang menjadi prioritas yaitu perubahan yang sebelumnya teridentifikasi. Hal ini lah yang menjadi tujuan untuk mengindentifikasi sumber, mengorganisasi hambatan dan fasilitator, dan kebijakan yang dibutuhkan dalam menjalankan program di implementasi dan sustainability. (Glanz, K. 2010)
Saat membuat program perencanaan, sangat penting untuk melihat kedua level antara determinan pengkajian dan intervensi yang dipilih (Green and Kreuter, 2005). Pertama, level terbesar adalah pengorganisasian dan sistem lingkungan yang mempengaruhi hasil yang diharapkan harus dipertimbangkan. Disinilah intervensi yang mempengaruhi enabling faktor untuk perubahan lingkungan, dimana dukungan mempengaruhi perilaku hidup sehat. Kedua, adalah level mikro, fokus terhadap individu, pasangan, keluarga, dan lain-lain yang dapat memengaruhi perilaku hidup sehat secara lebih langsung. Intervensi pada level mikro dikhususkan langsung pada perubahan predisposisi, reinforcing, dan enabling faktor. Green dan Kreuter (2005) telah tertarik pada literatur tentang pengembangan program untuk menawarkan rekomendasi untuk "pencocokan intervensi, pemetaan, penyatuan dan patching" pada tahap perencanaan (Simons-Morton, Greene dan Gottlieb, 1995; D'Onofrio, 2001). Secara khusus, membangun program yang komprehensif membutuhkan (1) matching dengan tingkat ekologi untuk komponen program yang luas, (2) mapping intervensi spesifik berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya dan praktek untuk faktor predisposisi, enabling dan reinforcing yang spesifik, dan (3) pooling prior komunitas memilih intervensi yang disukai yang mungkin memiliki bukti yang kurang untuk mendukung mereka, dan jika diperlukan, (4) patching intervensi untuk mengisi kesenjangan dalam bukti. Teori dan fase 4. Pemetaan intervensi untuk predisposisi, memperkuat, dan memungkinkan faktor dipengaruhi oleh pertimbangan teoritis serupa dengan yang dijelaskan dalam fase 3, berfokus terutama pada tingkat masyarakat teori. Teori perubahan organisasi membahas proses dan strategi untuk menciptakan dan mempertahankan perubahan dalam kebijakan kesehatan dan prosedur yang mempengaruhi keberhasilan program promosi kesehatan. 3. Tahap Implementasi Implementasi merupakan salah satu komponen dalam proses keperawatan yaitu kategori prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari pelaksanaan asuhan keperawatan ( Potter & Perry, 2005 ). Tujuan implementasi adalah melaksanakan pendidikan kesehatan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Implementasi mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan, implementasi menuangkan rencana asuhan keperawatan kedalam tindakan. Implementasi atau pelaksanaan Promosi Kesehatan
dari aspek praktis, tidak terlepas dari 6W dan 1H, yakni ( Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, 2008 ) : a. Why, mengapa promosi kesehatan perlu dilakukan (perlunya promosi kesehatan) b. Who, siapa yang melaksanakan promosi kesehatan, (pelaksana promosi kesehatan) c. Whom, kepada siapa promosi kesehatan dilakukan atau dilaksanakan (sasaran promosi kesehatan) d. What, apa saja yang akan diberikan kepada masyarakat (materi promosi kesehatan) e. When, kapan promosi kesehatan dilaksanakan (waktu pelaksanaan promosi kesehatan) f. Where, dimana promosi kesehatan dilakukan (tempat atau tatanan promosi kesehatan dilakukan); g. How, bagaimana cara melakukan promosi kesehatan (metode dan teknik promosi kesehatan). Pelaksanaan Promkes meliputi: a. Perlunya Promosi Kesehatan : Promosi Kesehatan diperlukan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor resiko masalah kesehatan atau penyakit, Promosi Kesehatan juga diperlukan oleh berbagai tingkat pelayanan. Promosi Kesehatan diperlukan pada tingkat preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. b. Pelaksana Promosi Kesehatan Semua petugas kesehatan, utamanya yang berada di garis depan (front line) pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah sebagai pelaksana Promosi Kesehatan. Petugas kesehatan baik sebagai pegawai negeri, pegawai pemerintah daerah, pegawai BUMN maupun swasta yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas atau Balkesmas, Poliklinik, atau praktek swasta adalah juga sekaligus merupakan petugas Promosi Kesehatan atau Promotor/Pendidik Kesehatan. Dokter, dokter gigi, perawat, bidan, petugas di ruang obat atau apotek dan sebagainya, dalam tugasnya melayani pasien sehari-hari berkewajiban untuk menyampaikan informasi informasi kepada pasien atau yang dilayani (klien) terkait dengan penyakit atau masalah kesehatan yang dialami oleh klien tersebut.
Di samping itu, semua petugas kesehatan dimanapun berada dalam masyarakat, termasuk yang tidak bertugas di garis depan pelayanan, sebenarnya juga berfungsi sebagai Promotor Kesehatan. Perilaku petugas kesehatan di lingkungan tempat tinggal ataupun di masyarakat secara umum, sesuai dengan nilai-nilai kesehatan (rapi, bersih, tidak merokok, membuang sampah di tempat yang benar, tidak minum minuman keras, tidak menggunakan narkoba, dan sebagainya) adalah bentuk promosi kesehatan bagi masyarakat lingkungannya. c. Sasaran Promosi Kesehatan Dalam pelaksanaan promosi kesehatan, biasanya sasaran promosi kesehatan ini dikelompokkan menjadi 3, yakni sasaran primer, sekunder dan tertier. 1) Sasaran Primer Sasaran primer adalah kelompok masyarakat yang akan diubah perilakunya. sasaran primer ini dikelompokkan menjadi kelompok kepala keluarga, ibu hamil, ibu menyusui, ibu anak balita, anak sekolah, remaja, pekerja di tempat kerja, masyarakat di tempat-tempat umum, dan sebagainya. 2) Sasaran Sekunder Tokoh masyarakat setempat (formal, maupun informal) dapat digunakan sebagai jembatan untuk mengefektifkan pelaksanaan promosi kesehatan terhadap masyarakat (sasaran primer). Tokoh masyarakat merupakan tokoh panutan bagi masyarakatnya. Perilakunya selalu menjadi acuan bagi masyarakat di sekitarnya. Oleh sebab itu, tokoh masyarakat dapat dijadikan sasaran sekunder dengan cara memberikan kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan bagi masyarakat, di samping mereka sendiri dapat menjadi contoh perilaku sehat bagi masyarakat di sekelilingnya. 3) Sasaran Tertier Seperti telah disebutkan di atas bahwa masyarakat memerlukan faktor pemungkin (enabling) untuk berperilaku sehat, yakni sarana dan prasarana untuk terwujudnya perilaku tersebut. Namun, untuk pengadaan sarana dan prasarana untuk berperilaku sehat ini seringkali masyarakat sendiri tidak mampu. Untuk itu perlu dukungan dari penentu atau pembuat keputusan di tingkat lokal, utamanya, misalnya lurah, camat, bupati atau pejabat pemerintah setempat. Misalnya di daerah yang sangat kekurangan air bersih, padahal masyarakatnya tidak mampu mengadakan sarana air bersih tersebut. Caranya misalnya, bupati atau camat dapat menganggarkan melalui APBD untuk pembangunan sarana air bersih tersebut.
d. Materi Promosi Kesehatan Bahan-bahan/materi atau informasi-informasi yang disampaikan kepada masyarakat atau sasaran melalui kegiatan promosi kesehatan adalah semua informasi yang dapat menstimulasi perilaku hidup sehat, antara lain : 1) Penyakit-penyakit menular yang mencakup tanda-tanda penyakit, penyebabnya, cara penularan, cara pencegahan, pertolongan pertama kasus, dsb. 2) Penyakit-penyakit tidak menular yang mencakup tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara pencegahannya, cara mencegah komplikasi, dan sebagainya. 3) Imunisasi 4) Gizi makanan 5) Kebersihan diri sendiri (personal hygiene) 6) Kesehatan lingkungan 7) Hal-hal yang terkait dengan masalah kesehatan pada kelompok masyarakat tertentu, seperti ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, remaja, dan sebagainya. e. Waktu Pelaksanaan Promosi Kesehatan Waktu pelaksanaan Promosi Kesehatan sangat tergantung dari kondisi dan situasi pada masyarakat sasaran. Disamping itu juga tergantung pada proses pelayanan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Prinsipnya pelaksanaan promosi kesehatan disesuaikan dengan ketersediaan waktu sasaran pelayanan, dan kebutuhan pelayanan bagi masyarakat sasaran. f. Tempat atau Tatanan Promosi Kesehatan Tempat atau tatanan dimana promosi kesehatan dilaksanakan juga sangat bergantung pada sasaran, apakah masyarakat umum atau sasaran kelompok-kelompok khusus. Namun secara garis besarnya, tatanan atau tempat promosi kesehatan dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: 1) Rumah tangga. Pelaksanaan promosi kesehatan di dalam rumah tangga adalah yang paling utama. 2) Tatanan institusi pelayanan kesehatan, misalnya: Puskesmas, Rumah Sakit Poliklinik (Balai Pengobatan), Rumah Bersalin, dan sebagainya. Pelaksanaan promosi kesehatan di rumah sakit dilakukan dalam rangka membantu orang sakit atau pasien dan keluarganya agar mereka dapat mengatasi masalah kesehatannya,
khususnya mempercepat kesembuhan dari penyakitnya. Promosi kesehatan di rumah sakit sebaiknya harus menciptakan kesan rumah sakit tersebut menjadi tempat yang menyenagkan, tempat untuk beramah tamah, dan sebagainya. Oleh karena itu, pelaksanaan promkes yang dapat dilakukan seperti Pemberian contoh dan penggunaan media. Media promosi atau penyuluhan kesehatan di rumah sakit merupakan alat bantu dalam menyampaikan pesan-pesan kesehatan pada para pasien dan pengunjung rumah sakit lainnya. 3) Sekolah Promosi kesehatan di sekolah pada prinsipnya adalah menciptakan sekolah sebagai komunitas yang mampu meningkatkan kesehatannya (Health Promoting School). Oleh karena itu, pelaksanaan promosi kesehatan di sekolah mencakup 3 kegiatan pokok, yaitu: - Menciptakan lingkungan yang sehat (Healthful School Living), dalam hal ini tidak hanya lingkungan fisik yang bersih, akan tetapi juga lingkungan sosialnya juga harus harmonis dan kondusif, sehingga perilaku sehat dapat tumbuh dengan baik. - Pendidikan kesehatan (Health Education), dilakukan untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan lingkungannya serta ikut aktif dalam usaha-usaha kesehatan. - Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan di sekolah, penyuluhan kesehatan juga dapat dijadikan salah satu cara untuk mempromosikan kesehatan di sekolah. 4) Tempat kerja Promosi Kesehatan di tempat kerja diartikan oleh Li dan Cox sebagai kesempatan pembelajaran terencana yang ditujukan kepada masyarakat di tempat kerja dan dirancang untuk memfasilitasi pengambilan keputusan dan memelihara kesehatan yang optimal. Pengimplementasian dari promosi kesehatan ini dapat dilakukan dengan: - Pemberian informasi, misalnya dengan membuat media cetak atau menyelenggarakan pameran kesehatan di tempat kerja. - Penjajakan risiko kesehatan, pelaksanaannya berupa pemeriksaan kesehatan secara rutin.
- Pemberian resep, misalnya dengan melakukan pelayanan konseling bagi pekerja agar mampu berperilaku sehat. - Membuat system dan lingkungan yang mendukung. 5) Pelaksanaan Promosi Kesehatan di masyarakat adalah sebagai berikut: - Persiapan Pelaksanaan, dalam tahapan ini pelaksana menyusun jadwal ulang apabila dalam melaksanakan kegiatan tidak sesuai lagi dengan kondisi terkini, menyusun organisasi pelaksanaan promosi kesehatan, berdasar atas rencana yang telah disusun, mendapatkan media komunikasi yang diproduksi oleh Dinas Kesehatan (apabila ada). - Fasilitasi, petugas promkes melaksanakan pelatihan kepada LKM (seksi kesehatan) melalui pelatihan sambil bekerja (on the job training), agar mampu melaksanakan kegiatan promosi kesehatan, kemudian melakukan pemantauan terhadap perkembangan hasil. - Implementasi Kegiatan, merupakan tahap pelaksanaan kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan promosi kesehatan. e. Metode dan Teknik Promosi Kesehatan Metode dan teknik promosi kesehatan adalah cara dan dengan alat bantu atau teknologi mana promosi kesehatan akan dilaksanakan untuk menjangkau sasaran tersebut.Penggunaan metode dan alat bantu dalam pelaksanaan promosi kesehatan biasanya tergantung pada besar kecilnya kelompok sasaran, pada umumnya dibedakan menjadi : 1) Sasaran individual, biasanya menggunakan metode konseling dengan menggunakan alat bantu yang diperlukan, misalnya lembar balik. 2) Sasaran kelompok (kelompok kecil dan kelompok besar), pada umumnya menggunakan metode ceramah, dibantu dengan slide, video atau film. Sedangkan khusus untuk kelompok kecil, disamping metode ceramah, juga dapat menggunakan metode diskusi kelompok, dan brainstorming (curah pendapat) dengan menggunakan alat bantu: slide, video, lembar balik, dan sebagainya. 3) Sasaran kelompok khalayak ramai (massa), biasanya tidak menggunakan metode langsung, tetapi dengan menggunakan metode tidak langsung, misalnya melalui bincang-bincang (talk show) atau diskusi panel di televisi atau radio, penyebaran leaflet atau flyer, poster, spanduk, umbul-umbul, dan sebagainya.
Metode ini dipilih berdasarkan tujuan, kemampuan perawat sebagai tenaga pengajar, kemampuan individu atau keluarga atau kelompok atau masyarakat, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan, pendidikan kesehatan, serta ketersediaan fasilitas pendukung. 4. Tahap Evaluasi Tahap evaluasi memiliki dua elemen dasar yaitu mengidentifikasi dan mengkaji peringkat kriteria (nilai-nilai dan tujuan) dan mengumpulkan jenis informasi yang akan memungkinkan untuk menilai sejauh mana kriteria hasil tercapai. Tahap evaluasi pada promosi kesehatan pada dasarnya memiliki kesamaan dengan tahap evaluasi pada proses keperawatan secara umum. Didalam tahapan evaluasi hal penting yang harus diperhatikan adalah standar ukuran yang digunakan untuk dijadikan suatu pedoman evaluasi. Standar ini diperoleh dari tujuan dan hasil yang diharapkan diadakannya suatu kegiatan tersebut. Kedua standar ini selalu dirumuskan ketika kegiatan ataupun tindakan keperawatan belum diberikan. Selain itu, dalam tahapan evaluasi juga dilakukan pengkajian lagi yang lebih dipusatkan pada pengkajian objektif dan subjektif klien atau objek kegiatan setelah dilakukan tindakan promosi kesehatan. Tujuan evaluasi diantarnya adalah sebagai berikut: Tujuan umum : a. Menjamin asuhan keperawatan secara optimal b. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Tujuan khusus : a. Mengakhiri rencana tindakan program promosi kesehatan b. Menyatakan apakah tujuan program promosi kesehatan telah tercapai atau belum. c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan terkait program promosi d. Memodifikasi rencana tindakan promosi e. Dapat menentukan penyebab apabila tujuan promosi kesehatan belum tercapai. Standar evaluasi pada promosi kesehatan yang mencakup tujuan serta hasil yang diharapakan selalu dibuat berdasarkan latar belakang kegiatan. Tujuan dari kegiatan promosi kesehatan selalu ditetapkan berdasarkan apa yang hendak dicapai dengan kegiatan promosi kesehatan. Hal ini menjadi penting karena segala tujuan dari kegiatan promosi kesehatan memiliki aspek yang sangat penting dari suatu kegiatan promosi kesehatan.
Tahapan evaluasi dalam kegiatan promosi kesehatan dapat dilakukan dalam berbagai tinjauan. Hal ini meliputi; a. Evaluasi terhadap input Tahap evaluasi promosi kesehatan dalam hal ini mencakup evaluasi terhadap segala input untuk mendukung terlaksananya kegiatan promosi kesehatan. Evaluasi pada komponen input sangat penting karena input itu sendiri mencakup: a) Jumlah ketersediaan sumber daya manusia sebagai pelaksana kegiatan promosi kesehatan b) Banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan atau melaksanakan kegiatan c) Banyaknya materi dan juga uang yang digunakan untuk mendanai kegiatan. Segala komponen input tersebut dapat diibaratkan sebagai bahan bakar dalam kegiatan. Oleh karena itu evaluasi pada aspek ini sangat perlu karena baik buruknya suatu kegiatan promosi kesehatan sangat ditentukan seberapa besar input yang ada. b. Evaluasi terhadap proses Evaluasi terhadap proses penyelenggaraan promosi kesehatan meliputi : d) Seberapa banyak orang yang memiliki komitmen tinggi untuk melakukan kegiatan promosi kesehatan e) Teori dan konsep dalam pemberian promosi kesehatan f) Dimana kegiatan promosi kesehatan dan dilakukan dan sasarannya g) Media dalam pemberian promosi kesehatan Evaluasi terhadap proses akan memberikan manfaat yang besar dalam promosi kesehatan. Evaluasi ini akan memperlihatkan bagaimana berjalannya proses promosi kesehatan dari awal hingga akhir. Dari evaluasi ini diharapkan akan diketahui sejauh mana keberhasilan dan kendala dalam suatu kegiatan promosi kesehatan. c. Evaluasi terhadap hasil dari kegiatan Evaluasi terhhadap hasil dari suatu kegiatan promosi kesehatan lebih dipusatkan pada pengamatan pada obkjek kegiatan. Dalam hal ini, evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa berhasilkah promosi kesehatan terhadap pengetahuan, tingkah laku, dan sikap klien dalam menjalankan pola hidup sehat.
Evaluasi hasil juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengetahui seberapa jauh tujuan diadakannnya promosi kesehatan dapat tercapai.
d. Impact evaluation Evaluasi terhadap dampak kegiatan promosi kesehatan meliputi melakukan pengkajian terhadap seberapa berhasilkah penyelenggara promosi kesehatan mempengaruhi klien. Selain itu, dengan evaluasi terhadap dampak kegiatan promosi kesehatan kita akan mengetahui seberapa besar dampak suatu kegiatan dilakukan. Selain itu tindakan evaluasi dapat dilakuak melalui 2 cara yaitu: 1) Evaluasi formatif a) Hasil observasi dan analisa promotor terhadap respon segera pada saat / setelah dilakukan tindakan keperawatan atau promosi kesehatan. b) Ditulis pada catatan perawatan. Contoh : membantu pasien duduk ajarkan klien pencucian tangan yang benar dan latihan senam hamil. 2) Evaluasi Sumatif a) Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. b) Ditulis pada catatan perkembangan Dari evaluasi kegiatan atau tindakan evaluasi yang dilakukan baik formatif maupun sumatif. Promotor dapat mengindikasikan apakah evaluasi bersifat posistif (hasil yang diinginkan terpenuhi) atau negatif (hasil yang tiadak diinginkan menandakan bahwa masalah tidak terpecahkan atau terdapat masalah potensial yang belum diketahui). Sebagai bentuk kesinambungan promosi kesehatan maka langkah-langkah promosi kesehatan tidak bisa dilepaskan dari monitoring dan evaluasi. Suatu monitoring adalah Berikut ini tipe-tipe evaluasi (Fertman & Allensworth, 2010) a) Formative evaluation, menekankan pada informasi dan materi-materi selama program perencanaan dan pengembangan. b) Process evaluation, berkenaan dengan evaluasi pada informasi sistematis yang didapat selama implementasinya. c) Impact evaluation, menekankan pada efek atau isi mengenai tujuan yang akan dicapai.
d) Outcome evaluation, menekankan apakah program ini dapat emmberikan hasil sampai sejauh mana perubahan perilaku yang didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, L., Chavez, V., Chehimi, S. (2010). Prevention is Primary : Strategies for Community Well-Being. San Francisco : Jossey-Bass Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ( 2008 ). Pedoman Promosi Kesehatan Bagi Perawat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: DepKes RI. Edelman, mandle. (2006). Health Promotion: Throughout The Life Span 6th ed . Mosby Inc: United State Of America Fertman. (2010). Health Promotion Program. San Francisco, CA : Jossey-Bass Fertman, Cl., & Allensworth, DD.(2010). Health Promotion Program. San Francisco, USA Wiley Imprint. Mulana, H. D. J. (2007). Promosi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Maulana, Heri D., J.( 2009 ).Promosi Kesehatan. Jakarta; EGC. Notoatmodjo, Soekidjo.( 2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo dkk.(2005) Promosi Kesehatan - Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Potter dan Perry. (2006). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC Pender, J. Nola, dkk. (2001). Health Promotion In Nursing Practice. Printed In The United State Of America