Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

Definisi persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dengan presentasi kepala pada usia kehamilan antara 37 minggu sampai 42 minggu lengkap. Setelah persalinan baik ibu dan bayi keduanya dalam keadaan sehat. Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu. Persalinan adalah tugas seorang ibu yang harus dihadapi dengan tabah, walaupuntidak jarang mereka merasa cemas dalam menghadapi masalah tersebut. Kecemasan tersebut antara lain cemas apakah mereka dapat melaluinya dengan baik, apakah janin yang dikandungnya dalam keadaan sehat. Oleh karena itu mereka membutuhkan penolong yang yang dapat dipercaya dan dapat mengurangi rasa takut. Persalinan normal dibagi menjadi 4 kala. Kala pertama adalah stadium dilatasi serviks yaitu saat serviks berdilatasi dan membuka. Kala kedua adalah pelahiran janin dari rahim ibu. Kala ketiga adalah pelahiran plasenta dari janin ibu dank ala keempat adalah pengawasan untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum pada ibu. Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Hal ini penting karena sebagian besar persalinan di Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan primer dengan penguasaan keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di fasilitas tersebut belum memadai. Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya.

BAB II PEMBAHASAN Definisi persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dengan presentasi kepala pada usia kehamilan antara 37 minggu sampai 42 minggu lengkap. Setelah persalinan baik ibu dan bayi keduanya dalam keadaan sehat. Persalinan atau partus adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.(1,2,3) Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi yang terjadi setelah persalinan. Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir.(4) Persalinan dibagi menjadi 4 kala yang berbeda yaitu Kala I :

kala 1 dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Dapat terlihat bila timbul his dan keluar lendir bercampur darah. Lendir dan darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar, sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran
2

pergeseran ketika serviks membuka.(2) Penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama pada pembukaan. Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir lengkap. Kala 1 berakhir ketika serviks sudah membuka dengan lengkap (kurang lebih 10 cm). oleh karena itu kala 1 disebut juga stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala 1 persalinan dibagi menjadi 2 fase yaitu : 1. Fase laten : dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap. Persalinan laten adalah titik ketika ibu mengalami kontraksi regular. Fase laten pada sebagian besar perempuan berakhir pada dilatasi antara 3 dan 5 cm. pembukaan serviks kurang dari 4 cm dan biasanya berlangsung kurang dari 8 jam. a. Fase laten memanjang : adalah fase laten yang lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara. Factor yang mempengaruhi durasi fase laten meliputi sedasi, atau analgesia, epidural yang berlebihan, kondisi serviks yang tidak baik seperti tebal, tidak mendatar dan tidak berdilatasi atau pada persalinan palsu.(1) 2. Fase aktif : frekuensi dan lamanya kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Serviks membuka dari 4 ke 10 cm biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga pembukaan lengkap (10 cm). Terjadi penurunan bawah janin.(2) a. Periode akselerasi berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm. b. Periode dilatasi maksimal selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm. c. Periode deselerasi berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm atau lengkap. Pimpinan persalinan kala 1(1) : 1. Pengawasan persalinan Periksa jantung, paru-paru dan apakah ada kontraindikasi untuk pemberian narcosis. Nadi, suhu, dan pernapasan dicatat tiap 4 jam. Kalau persalinan lebih 24 jam atau timbul panas, pencatatan menjadi setiap 2 jam. Tensi dicatat tiap 6 jam, tetapi pada penderita preeclampsia pencatatan lebih sering. 2. Pemeriksaan abdomen Pemeriksaan sama seperti pada kunjungan antenatal, hanya perlu ditekankan penentuan letak, posisi, berat janin serta denyut jantung janin. Dalam kala 1 pengawasan dilakukan setiap 3 jam. Semakin maju persalinan, pengawasan lebih sering. 3. Pengawasan denyut jantung janin a. Frekuensi denyut jantung janin Frekuensi normal antara 120-150 kali/menit dengan rata-rata 140 kali/menit. Pada waktu his denyut jantung turun menjaadi 90 atau 100 kali/menit tetapi akan kembali normal dalam waktu 15-20 detik. Bila frekuensi kurang dari 80
3

kali/menit apalagi disertai keluarnya mekonium pada presentasi kepala menandakan bahwa janin dalam keadaan distress (gawat). b. Teratur tidaknya. Untuk mengetahui teratur tidaknya denyut jantung janin didengarkan 5 detik pertama, kemudian 5 detik ketiga dan 5 detik kelima. Bila beda pengamatan lebih dari 2, menandakan denyut jantung tidak teratur. 4. Pemeriksaan dalam (vaginal toucher) Pemeriksaan dalam adalah pemeriksaan kebidanan yang paling penting karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu : a. Untuk menentukan apakah benar penderita dalam keadaan in partu. b. Untuk menentukan factor janin dan panggul. c. Menentukan perkiraan persalinan.

Indikasi pemeriksaan dalam adalah : Primipara, kehamilan 36 minggu bagian bawah janin belum pasuk pintu atas panggul. Menentukan kemajuan persalinan. Ketuban pecah sedangkan bagian bawah janin masih tinggi. Untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan. :

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan dalam Keadaan perineum

Pada primipara perineum utuh dan elastic, sedangkan pada multipara tidak utuh, longgar dan lembek. Untuk menentukannya dilakukan dengan menggerakkan jari dalam vagina kebawah dan kesamping vagina. Dengan cara ini dapat diketahui pula otot levator ani. Pada keadaan normal akan teraba elastic seperti kalau kita meraba tali pusat.(1) Sistokel atau rektokel o Sistokel adalah benjolan pada dinding depan vagina karena keleahan dinding belakang kandung kemih. o Rektokel adalah benjolan pada dinding belakang vagina karena kelemahan dinding depan rectum. Biasanya diakibatkan karena persalinan yang berulang, terutama kalau ada robekan perineum.(1) Pengeluaran pervaginam o Cairan berwarna putuh kekuningan atau cairan hijau kekuning-kuningan karena adanya infeksi. o Lendir bercampur darah. Adanya show karena pembukaan serviks. o Cairan ketuban karena selaput ketuban pecah. o Darah berasal dari robekan jalan lahir, plasenta previa, vasa previa, solusio plasenta atau varises yang pecah. o Mekonium terjadi pada keadaan gawat janin terutama pada presentasi kepala.(2) Serviks o Pada persalinan serviks akan membuka dan menipis. Pembukaan dapat ditentukan dan diukur dengan kedua jari yang dimasukkan pada pemeriksaan dalam. o Kekakuan serviks dapat dirasakan sewaktu jari dimasukkan ke liang pembukaan. Dalam keadaan normal serviks lembut dan elastic. Ketuban o Tentukan ketuban utuh atau tidak. Untuk menentukan apakah selaput ketuban utuh atau tidak, dapat diketahui bila pemeriksaan dilakukan selagi ada his. Pada waktu his ketuban akan menggelembung dan menonjol. Bila sudah pecah, penonjolan tidak ada lagi. Presentasi o Presentasi adalah bagian terbawah janin, yang akan lebih mudah diketahui bila ketuban sudah pecah. Turunnya kepala o Untuk menentukan sampai dimana turunnya kepala ditentukan dengan bidang hodge : Hodge I : bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas simfisis dan promontorium.

Hodge II : bidang ini sejajar dengan hodge I terletak setinggi bagian bawah simfisis. Hodge III : bidang ini sejajar dengan hodge I dan II, terletak setinggi spina isciadika kanan dan kiri. Hodge IV : bidang ini sejajar dengan hodge I, II, III, terletak setinggi os coccygeus(2)

. o Cara lain untuk menentukan turunnya kepala ialah dengan istilah station. Diseput station 0 bila turunnya kepala anak setinggi spina iskhiadika. Bila diatas iskhiadika dipakai istilah minus (-1cm, -2cm, -3cm, atau floating = mengambang) Bila dibawah spina iskhiadika dipakai istilah plus (+1cm, +2cm, +3cm, dan dibawah perineum)(3) Kala II Fase ini dimulai ketika dilatasi serviks lengkap dan berakhir dengan pelahiran janin. Durasi median sekitar 50 menit untuk nulipara dan sekitar 20 menit untuk multipara. Ada beberapa tanda dan gejala kala dua persalinan : 1 2 3 4 5 6 His lebih sering dan kuat. Ibu merasakan ingin mengejan bersamaan dengan terjadinya kontraksi. Pengejanan ini timbul secara reflektoris karena kepala janin telah sampai di dasar panggul. Ibu merasaka seperti ingin buang air besar karena makin meningkatnya tekanan pada rectum. Perineum terlihat menonjol. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.(2)

Diagnosis kala dua persalinan dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang menunjukkan :
6

1 Pembukaan serviks telah lengkap 2 Terlihatnya bagian kepala bayi pada introitus vagina.(1) Menyiapkan pertolongan persalinan(4) :

1. Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap digunakan. Mematahkan ampul oksitonin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set. 2. Mengenakan baju penutup atau celemek plastic yang bersih. 3. Memakai sarung tangan dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam. 4. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik. Saat pembukaan sudah lengkap, anjurkan ibu untuk mengejan sesuai dengan dorongan alamiahnya, dan beristirahat diantara dua kontraksi. Cara memimpin mengejan adalah(1,3) : 1 Ada 2 cara ibu mengejan(4) : a. Letak berbaring merangkul kedua pahanya denagn kedua lengan sampai batas siku. Kepala diangkat sedikit hingga dagu mengenai dada. Mulut dikatup. b. Dengan sikap seperti diatas, tetapi badan miring kea rah punggung janin berada dan hanya satu kaki yang dirangkul, yaitu yang disebelah atas. 2 Mengejan hanya diperbolehkan sewaktu ada his dan pembukaan lengkap. 3 Penderita ditidurkan telentang, kedua kaki difleksikan, kedua tangan memegang kaki atau memegang tepi tempat tidur sebelah atas. Bila keadaan janin kurang baik, penderita mengejan dalam posisi miring. 4 Pada permulaan his, penderita disuruh menarik napas dalam, tutup mulut, mengejan sekuat-kuatnya dan selama mungkin. Bila his masih kuat, setelah menarik napas pengejanan dapat diulang lagi. Bila his tidak ada, penderita beristirahat menunggu datangnya his berikutnya. 5 Bunyi jantung janin pada kala II harus diperiksa setiap 10-15 menit diantara 2 his. Bila ada kelainan bunyi jantung janin pemeriksaan dilakukan lebih sering. Nadi perlu diawasi karena nadi yang cepat antara lain menunjukkan kelelahan, dan perlu dipikirkan apakah pengejanan masih dapat dilanjutkan.

Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman baginya. Ibu dapat berganti posisi secara teratur selama kala II persalinan karena hal ini seringkali mempercepat kemajuan persalinan. Ibu mungkin merasa dapat mengejan secara efektif pada posisi tertentu. Posisi duduk atau setengah duduk seringkali nyaman bagi ibu dan ia bisa beristirahat dengan mudah diantara dua kontraksi jika merasa lelah. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah memudahkan melahirkan kepala bayi.(1)

Posisi jongkok atau berdiri dapat membantu mempercepat kemajuan kala dua persalinan dan mengurangi rasa nyeri yang hebat.(1)

Ibu mungkin merasa bahwa merangkak atau berbaring miring kekiri bisa lebih nyaman dan lebih efektif baginya untuk mengedan. Kedua posisi tersebut mungkin lebih baik jika ada masalah bagi bayi yang akan berputar keposisi oksiput anterior. Merangkak seringkali merupakan posisi yang baik bagi ibu yang mengalami nyeri punggung saat persalinan. Berbaring miring kekiri seringkali merupakan posisi yang baik bagi ibu jika kelelahan karena ibu bisa beristirahat dengan mudah diantara kontraksi. Posisi ini juga bisa membantu mencegah laserasi perineum.(1)

Pelahiran kepala

Pada setiap kontraksi, perineum semakin menonjol. Pembukaan vulvovaginal terdilatasi oleh kepala janin, secara bertahap membentuk bukaan yang ovoid, dan pada akhirnya bukaan yang hampir bulat. Pelahiran kepala yang lambat sambil menginstruksikan ibu untuk tidak mengejan dapat mengurangi laserasi. Anus menjadi sangat teregang dan menonjol, dan dinding anterior rectum dapat terlihat dengan mudah melalui anus. Saat sub occiput tampak dibawah simfisis, tangan kanan melindungi perineum dengan dialas lipatan kain dibawah bokong ibu, sementara tangan kiri menahan puncat kepala agar tidak terjadi defleksi yang terlalu cepat saat kepala lahir. Mengusapkan kassa/kain bersih untuk membersihkan muka janin dari lendir dan darah.(2)

10

Maneuver Ritgen Ketika kepala mendorong vulva dan perineum cukup kuat untuk membuka introitus vagina hingga mencapai diameter 5 cm atau lebih, handuk, dan tangan yang telah dilapisis sarung tangan dapat digunakan untuk menahan tekanan ke depan pada dagu janin melalui perineum tepat didepan koksigis. Secara bersamaan tangan lainnya menahan tekanan kearah superior melawan oksiput. Maneuver ini disebut sebagai maneuver ritgen yang termodifikasi. Maneuver ini memungkinkan pelahiran kepala secara terkendali. Maneuver ini juga memungkinkan ekstensi leher sehingga kepala dilahirkan dengan diameter terkecil melewati introitus vagina dan melewati perineum.(2)

Pelahiran bahu Setelah lahir, kepala janin jatuh kearah posterior, sehingga wajah hampir menyentuh anus. Oksiput berputar kearah salah satu paha ibu dan kepala berada pada posisi tranversal. Gerakan rotasi eksternal ini menunjukkan bahwa diameter bisakromial, yaitu diameter tranversal toraks, telah berotasi menjadi diameter anteroposterior pelvis.
11

Umumnya, bahu muncul di vulva tepat setelah rotasi eksternal dan lahir secara spontan. Jika terlambat dianjurkan untuk dilakukan ekstraksi segera. Sisi kepala dipegang dengan kedua tangan dan secara hati-hati dilakukan traksi kearah bawah sampai bahu bagian anterior terlihat dibawah arkus pubis. Selanjutnya dengan gerakan keatas, bahu bagian posterior dilahirkan. Sisa bagian tubuh hampir selalu mengikuti bahu tanpa kesulitan. Mengaitkan jari di aksila harus dihindarkan karena hal ini dapat menimbulkan ceddera pada saraf ekstremitas atas dan menimbulkan paralisis transien atau kemungkinan permanen. Traksi sebaiknya hanya dilakukan searah dengan aksis panjang neonatus. Jika dilakukan secara oblik, dapat mengakibatkan perdarahan di leher dan peregangan berlebihan pada pleksus brakialis.(2)

Lilitan tali pusat di leher Setelah pelahiran bahu anterior, sebuah jari harus diselipkan ke bagian leher janin untuk menentukan apakah leher dikelilingi oleh satu atau lebih puntiran tali pusat. Jika puntiran tali pusat dirasakan, tali pusat harus diangkat kebagian atas kepala jika cukup longgar. Jika terlalu ketat, lingkaran harus dipotong diantara dua klem dan neonatus segera dilahirkan.(2,3)

12

Penjepitan tali pusat Tali pusat dipotong diantara dua buah klem yang diletakkan 4 sampai 5 cm dari abdomen janin, dan kemudian klem tali pusat diletakkan 2 atau 3 cm dari abdomen janin. Klem plastic yang aman, efisien, dan murah. Jika setelah persalinan neonatus diletakkan pada atau dibawah level introitus vagina selama 3 menit dan sirkulasi fetoplasenta tidak segera dioklusi oleh klem, sekitar 80 mL darah dapat mengalir dari plasenta ke neonatus. Darah tersebut menyediakan sekitar 50 mg besi, yang mengurangi frekuensi anemia defisiensi besi pada bayi kemudia. Namun, pada saat yang sama, peningkatan bilirubin akibat penambahan eritrosit dapat menimbulkan hiperbilirubinemia. Menunda penjepitan tali pusat hingga 1 menit setelah persalinan meningkatkan konsentrasi hemoglobin neonate 2,2 g/dL dibandingkan dengan penjepitan dalam 60 detik pertama.(2)

Penanganan bayi baru lahir(4) : 1. Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya. Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan resusitasi. 2. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak kulit bayi-ibu. 3. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kea rah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu). 4. Memegang tali pusat dengan 1 tangan, dan memotong tali pusat diantara 2 klem tersebut. 5. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih, menutupi kepala dan membiarkan tali pusat terbuka. Kala III Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pada kala 3 persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta. Karena tempat implantasi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan menekuk, menebal, kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas vagina.(1) Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah :

1 Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh (discoid) dan tinggi fundus biasanya turun
13

hingga dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah, uterus menjadi bulat globular dan lebih kaku dan fundus berada di atas tali pusat. 2 Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui vulva dan vagina. 3 Umumnya sering keluar sejumlah darah yang banyak dan tiba-tiba. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Semburan darah yang tiba-tiba menandakan bahwa darah yang terkumpul diantara tempat melekatnya plasenta dan permukaan maternal plasenta keluar melalui tepi plasenta yang lepas.(2) Tanda-tanda tersebut kadang-kadang muncul dalam 1 menit setelah pelahiran neonatus dan biasanya dalam 5 menit. Segera setelah bayi lahir penolong harus menentukan tinggi fundus uteri dan kontraksi uterus. Bila kontraksi uterus keras dan tak ada perdarahan, sikap kita hanya menunggu sampai plasenta lepas dan tidak perlu dilakukan massage. Tangan penolong diletakkan diatas fundus untuk menjaga supaya tidak naik dan tidak menggelembung karena terisi darah.(2)

Kadang-kadang plasenta tidak dapat terlepas secara sempurna.hal ini sering terjadi pada kasus pelahiran kurang bulan. Jika terdapat perdarah dan plasenta tidak dapat dilahirkan dengan normal maka dilakukan pelepasan manual plasenta. Pemijatan uterus setelah pelahiran plasenta direkomendasikan oleh banyak orang untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin, ergonovin, dan metilergonovin digunakan secara luas pada persalinan normal kala 3, tetapi waktu pemberian berbeda-beda. Oksitosin, dan ergonovin, yang diberikan sebelum pelahiran plasenta akan mengurangi perdarahan.(2) Penegangan tali pusat terkendali(4) :

1. Memindahkan klem pada tali pusat. 2. Meletakkan 1 tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat diatas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan lain.
14

3. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso cranial) dengan hatihati untuk membantu mencegah terjadinya inversion uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai. 4. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan rangsangan putting susu.

Kala IV Setelah plasenta lahir masih ada masa kritis yang dihadapi oleh ibu dalam masa tersebut dapat terjadi perdarahan. Penyebab utama perdarahan ialah kontraksi uterus yang kurang baik. Setelah lahirnya plasenta lakukan(2,3) : 1 Lakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi. 2 Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar pusat atau lebih bawah. 3 Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan. 4 Periksa perineum dari perdarahan aktif. 5 Evaluasi kondisi ibu secara umum. 6 Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala 4 persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan.(3) Evaluasi laserasi dan perdarahan aktif pada perineum dan vagina. Nilai perluasan laserasi perineum yang berdasarkan luasnya robekan.

15

Derajat 1 : o Robekan sampai mukosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum o Penjahitan tidak diperlukan jika tidak terdapat perdarahan dan jika luka teraposisi secara alamiah. Derajat 2 : o Robekan sampai mukosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, otot perineum. o Jahit dengan menggunakan teknik jahitan jelujur. Derajat 3 : o Robekan sampai mukosa vagina,fourchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani. o Segera lakukan rujukan karena memerlukan teknik dan prosedur khusus. Derajat 4 : o Robekan sampai mukosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani eksternal, dinding rectum anterior. o Segera lakukan rujukan karena memerlukan teknik dan prosedur khusus.(3)

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Waspodo, Djoko, et al. Asuhan Persalinan Normal. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi. Jakarta. 2002 2. Cunningham, et al. Williams Obstetrics, Twenty-Third Edition. McGraw-Hill Companies. United States of America. 2010. 3. Wiknjosasto, Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2010. 4. Prawirohardjo,Sarwono. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2011. 5. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri, edisi kedua. EGC. Jakarta 6. Romano, Ami M. Promoting, Protecting, and Supporting Normal Birth: A Look at the Evidence in JOGNN. 2007. diakses pada 3 juli 2013 pukul 19.00 WIB.

17

Anda mungkin juga menyukai