Anda di halaman 1dari 6

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

A.

Pengertian Distribusi Pendapatan Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau

timpangnya

pembagian

hasil

pembangunan

suatu

negara

di

kalangan

penduduknya (Dumairy, 1999). Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu; distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masingmasing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro, 2000). Dari dua definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun dari kepemilikan faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya. B. Kemiskinan Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada

keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya. Menurut Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan. Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.

Jenis-Jenis Kemiskinan Dan Definisinya Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhankebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Kemiskinan cultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Dampak Kemiskinan 1. Pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran di Indonesia begitu banyak. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat yang tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata. Ukuran daya saing inilah yang kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. 2. Kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Hal tersebut disebabkan karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dapat dilakukannya. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau

menipu. Dari sinilah sebuah kemiskinan dapat berdampak bagi kelangsungan hidup masyakarat kebanyakan. Semakin tinggi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, semakin membahayakan juga lingkungan tempat tinggal mereka. Karena sebagai dampak kemiskinan, mereka akan berusaha mencari jalan pintas untuk menjaga keberlangsungan hidup mereka. 3. Pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan. Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang. Mengukur Kemiskinan Untuk mengukur kemiskinan, Indonesia melalui BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehingga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan di sepanjang waktu. Rumus dalam penghitungan garis kemiskinan (Menurut BPS) ialah :

GK = GKM + GKBM

Keterangan : GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKBM = Garis Kemiskinan Bukan Makanan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacangkacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). 18 Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. C. Analisis Distibusi Pendapatan Terdapat berbagai kriteria atau tolak ukur untuk menilai kemerataan (parah/lunaknya ketimpangan) distibusi dimaksud. Tiga diantaranya yang paling lazim digunakan ialah : 1. 2. 3. Kurva Lorenz Indeks atau Rasio gini Criteria Bank Dunia

KURVA LORENZ

Penjelasan : Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional dikalangan lapisan-lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Kurva ini terletak didalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang atau tidak merata. Indeks atau Rasio Gini adalah suatu koefisien yang, berkisar dari angka 0-

1, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil (semakin mendekati 0) koefisien nya, pertanda semakin baik atau merata distribusi. Di lain pihak, koefisien yang kian besar (semakin mendekati 1) mengisyaratkan distribusi yang kian timpang atau senjang. Angka rasio gini dapat ditaksirkan secara visual langsung dari kurva Lorenz, yaitu perbandingan luas are yang terletak diantara kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area segitiga OBC. Perhatikan, semakin melengkung kurva Lorenz akan semakin luas area yang dibagi. Rasio gini nya akan kian besar, menyiratkan distribusi pendapatan yang kian timpang. Rasio gini juga dapat dihitung secara matematik dengan rumus : G = 1- E1 (Xi+1 X1)(Yi + Yi+1) 0<G<1 Keterangan: G = Rasio Gini Xi = Proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas- i Yi = Proporsi jumlah kumulatif pendapatan dalam kelas-i

Keterangan koefisien Gini:

Ketimpangan rendah : < 0.4 Ketimpangan Sedang : 0.4-0.5 Ketimpangan tinggi Bank Dunia : Tinggi : 40% kelompok termiskin dengan pengeluaran < 12% dr total Y Sedang : 40% kelompok termiskin dengan pengeluaran 12-17% dr total Y Rendah: 40% kelompok termiskin dengan pengeluaran > 17% dr total Y Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan terendah (penduduk termiskin) ; 40% penduduk berpendapatan menengah ; 20% penduduk berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menikmati kurang dari 12% pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk termiskin menikmati antara 12% - 17% pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk yang berpendapatan terendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional, maka ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dianggap cukup merata. : > 0.5

Anda mungkin juga menyukai