Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN I.

PENGERTIAN Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak. (tim editor, 2011) Stroke atau cidera cerbrosvaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrosvaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer C. Suzanne, 2002) Menurut WHO 1989, Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena. Semakin cepat sirkulasi kembali normal setelah stroke menyerang, pasien berpeluang lebih besar untuk sembuh total. Akan tetapi sekitar setengah pasien bisa bertahan hidup dari stroke menjadi lumpuh permanen dan mengalami rekurensi dalam waktu beberapa minggu, beberpa bulan atau tahun. (tim editor, 2011)

II.

ETIOLOGI Penyebab : a. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain) Abnormalities patologik pada jantung kiri seperti endokarditis infektif, penyakit jantung reumatik dan infark miokard serta infeksi pulmonal. Pemasangan katup jantung prostetik dapat mencetuskan stroke, karena terdapat peningkatan insiden embolisme setelah prosedur ini. Resiko stroke karena pemasangan katup jantung dapat dikurangi dengan terapi

antikoagulan pascaoperatif. Kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium, dan kardioversi untuk fibrasi atrium dapat menjadi kemungkinan emboli serebral dan stroke. Tanda gejala awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal

b. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak) Iskemi serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. Manifestasi adalah SIS (serangan iskemik sementara) yaitu kehilangan fungsi motorik, sensorik atau visual tiba-tiba, kejadian ini tidak lebih dari 24 jam. c. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan) Hemoragi dapat terjadi di luar dura meter (hemoragi ekstradural atau epidural) biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meninges lain. pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup. Hemoragi di bawah dura meter (hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali hematoma subdural

biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak. Hemoragi di ruang subarakhoid (hemoragi subarakhoid), dapat terjadi akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus willisi dan malformasi arteri-vena congenital aneurisme. Hemoragi di substansi otak (hemoragi intraserebral), terjadi akibat hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degenerative karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Pada orang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma. Juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu adanya tumor otak, dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin, dan berbagai obar aditif). d. Thrombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral. Akibatnys adalah penghentian suplai darah ke otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara dan sensasi. (Smeltzer C. Suzanne, 2002)

Faktor resiko ; a. Aritmia b. Aterosklerosis c. Pembesaran kardiak atau miokardial d. Merokok e. Diabetes mellitus f. Perubahan elektrokardiogram g. Riwayat stroke dalam keluarga h. Gout i. Kadar trigliserida serum tinggi j. Kontraseptif hormonal k. Hipertensi l. Kurang berolahraga m. Hipotensi ortostatik n. Penyakit jantung reumatik o. TIA p. Obesitas q. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral r. Konsumsi alcohol (tim editor, 2011) (Smeltzer C. Suzanne, 2002)

III.

KLASIFIKASI STROKE Klasifikasi stroke berdasarkan 1. Stroke hemoragi Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. 2. Stroke non hemoragi Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama dan bangun tidur.

Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. (Smelzter C. Suzanne, 2002) Klasifikasi stroke berdasarkan perkembangan : 1. Serangan iskemik selintas (transient ischemic attack-TIA) Disebabkan oleh interupsi temporer pada aliran darah, biasanya di arteri carotid dan vertebrobasilar. 2. Stroke progresif (thrombus dalam evolusi) Dimulai dengan deficit neurologis ringan dan memburuk dalam waktu satu atau dua hari. 3. Stroke menyeluruh (completed) Deficit neurologis maksimal saat serangan dan tidak berkembang (tim editor, 2011)

IV. KOMPLIKASI Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cedera. a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu mempertahankan oksigenasi jaringan. b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi asekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah ke serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentikan thrombus lokal dan embolus serebral. (Smeltzer C. Suzanne, 2002)

V.

PATHWAY
Faktor-faktor resiko stroke

Aterosklerosis, hiperkoagulasi, artesis

Katup jantung rusak, ,miokard, infark, fibrilasi, endokarditis

Aneurisma, malformasi, arteriovenous

Thrombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara

Perdarahan intraserebral

Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara

Emboli serebral Pembuluh darah oklusi Iskemik jaringan otak Edema dan kongesti jaringan sekitar Stroke (cerebrosvaskuler accident)

Perembesan darah ke dalam parenkim otak Penekanan jaringan otak Infark otak, edema, dan herniasi otak

Deficit neurologis

Infark serebral

Kehilangan kontrol volunter

Resiko peningkatan TIK

Kerusakan terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal

Disfungsi bahasa dan komunikasi

Penurunan perfusi jaringan serebral

Hemiplegi dan hemiparesis

Herniasi falsk serebri dank e foramen magnum Kompresi batang otak Kerusakan funsgi kognitif dan efek psikologis

Disartria, disfasia, afasia, apraksia

Mk : Nyeri

Mk : Hambatan mobilitas fisik Depresi saraf kardiovaskuler dan pernapasan Mk : Hambatan komunikasi verbal

Koma

Lapang perhatian terbatasm kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, frustasi

Intake nutrisi tidak adekuat

Kelemahan fisik umum

Kegagalan kardiovaskuler

MK : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

gangguan saraf kranial

kematian

MK : Koping individu tidak efektif

Mk : Gangguan Menelan MK : deficit perawatan diri

VI.

TANDA DAN GEJALA a. Tanda dan gejala bervariasi, tergantung pada arteri yang diserang (dan, akibatnya, bagian otak yang disuplainya), keparahan kerusakan dan perluasan sirkulasi kolateral yang berkembang untuk membantu otak mengimbangi suplai darah yang berkurang. b. Kehilangan motorik Biasanya di awali dengan paralisis dan hilang atau menurunnya reflex tendon dalam. Apabila reflex tendon dalam ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot yang abnormal) Hemiplegia : paralisis pada salah satu sisi karena lesi pada sisi otak yang berlawanan Hemiparesis : kelemahan pada salah satu sisi tubuh

c. Kehilangan komunikasi Disartria (kesulitan berbicara) : ditunjukan dengan bicara sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara Disfasia atau afasia ( bicara defektif atau kehilangan biacara) yang terutama ekspresif atau reseptif. Apraksia ( ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya) : seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha menyisir rambutnya d. Gangguan persepsi Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual : karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang), amorfosintesis (kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang sisi tersebut. Pada keadaan ini pasien tidak mampu melihat makanan pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan.

Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri.

Kehilangan sensori : kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Dapat ditandai dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien mengalami frustasi. f. Disfungsi kandung kemih Pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara setelah konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan

ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan motorik dan postural. Kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik dengan kerusakan sensai dalam respons terhadap pengisian kandung kemih. Kadangkadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Maka dilakukan katerisasi g. Stroke hemisfer kiri Gejala di sisi tubuh kanan h. Stroke hemisfer kanan Gejala di sisi tubuh kiri i. Stroke yang menyebabkan kerusakan saraf cranial Tanda disfungsi saraf cranial di sisi yang sama dengan terjadinya hemoragi j. Gejala biasanya diklasifikan menurut arteri yang di serang : Arteri serebral tengah : afasia, disfasia, hemiparesis di sisi yang diserang (lebih parah di wajah dan lengan daripada di kaki) Arteri carotid : lemah, paralisis, mati rasa, perubahan sensorik dan gangguan visual di sisi yang di serang, perubahan tingkat kesadaran : bunyi abnormal : sakit kepala, afasia, dan ptosis. Arteri vertebrobasilar : lemah di sisi yang diserang, mati rasa disekitar bibir dan mulut, diplopia, koordinasi buruk, disfagia, bicara mencerca, pusing, amnesia, dan ataksia.

Arteri serebral anterior : konfusi, lemah dan mati rasa (terutama di kaki) di sisi yang diserang, inkontinensia, hilang koordinasi, gangguan fungsi motorik dan sesnorik dan perubahan kepribadian.

Arteri serebral posterior : gangguan sensorik, disleksia, koma, dan kebutaan kortikal.

k. Gejala juga diklasifikasikan sebagai premonitorik, tergeneralisasi atau fokal Premonitorik (jarang) : mengantuk, pusing, sakit kepala, dan konfusi mental Tergeneralisasi : sakit kepala, muntah, gangguan mental, koma, rigiditas nukal, demam, dan disorientasi Fokal (misalnya perubahan sensorik dan reflek) : merefleksikan tempat hemoragi atau inarksi dan bisa memburuk. (tim editor, 2011) l. Gejala juga diklasifikasikan dari lesi yang berada di bagian tertentu, misalnya : Lesi di kortikal : afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh, eye deviation, hemiparesis yang disertai kejang. Lesi di subkortikal : muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di thalamus). Lesi di batang otak : hemiplegic alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, deviasi lidah. m. Gejala juga diklasifikasikan dari penyebab stroke Thrombosis serebral : arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral. Tanda-tandanya sakit kepala, pusing, perubahan kognitif, kejang. Emboli serebral : abnormalities patologik pada jantung kiri seperti endokarditis infektif, penyakit jantung reumatik dan infark miokard serta infeksi pulmonal. Pemasangan katup jantung prostetik dapat

mencetuskan stroke, karena terdapat peningkatan insiden embolisme

setelah prosedur ini. Resiko stroke karena pemasangan katup jantung dapat dikurangi dengan terapi antikoagulan pascaoperatif. Kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium, dan kardioversi untuk fibrasi atrium dapat menjadi kemungkinan emboli serebral dan stroke. Tanda gejala awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal Iskemia serebral : karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. Manifestasi adalah SIS (serangan iskemik sementara) yaitu kehilangan fungsi motorik, sensorik atau visual tiba-tiba, kejadian ini tidak lebih dari 24 jam. Hemoragi serebral : Hemoragi dapat terjadi di luar dura meter (hemoragi ekstradural atau epidural), di bawah dura meter (hemoragi subdural), di ruang subarakhoid (hemoragi subarakhoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer C. Suzanne, 2002) (tim editor, 2011)

VII.

PENGKAJIAN a. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan oleh gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap tempat, waktu dan orang b. Ada tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh dan posisi kepala. c. Kekakuan atau flaksiditas leher. d. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi ocular. e. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembapan kulit f. Kualitas dan frekuensi nadi dan pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri g. Kemampuan bicara h. Volume cairan yang diminum atau diberikan dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam. (Smeltzer C. Suzanne, 2002)

PENGKAJIAN 1. Keluhan Utama Alasan klien masuk ke rumah sakit misalnya kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran 2. Riwayat penyakit saat ini Serangan stroke mendadak saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya nyeri kepala, mual dan muntah bahkan kejang sampai tidak sadar 3. Riwayat Penyakit dahulu Riwayat hipertensi, stroke, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral, obesitas. 4. Riwayat penyakit keluarga Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, stroke 5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual Pengkajian mekanisme koping terhadap respon klien pada penyakitnya. Apakah ada ketakutan, rasa cemas dan ketidakmampuan melakukan aktivitas. Pengkajian perubahan hubungan dan peran, apakah ada kesulitan berkomunikasi. Pola persepsi dan konsep diri yang didapat, klien tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. Pola penanggulangan stress. PEMERIKSAAN FISIK 1. Breathing Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun, tingkat kesadaran koma. Pada pasien sadar, palpasi thorak didapatkan taktil fermitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. 2. Blood Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya mengalami peningkatan (hipertensi massif) TD > 200mmHg

10

3.

Brain Menyebabkan deficit neurologis bergantung pada lokasi lesi. a. b. Pengkajian tingkat kesadaran : GCS Pengkajian fungsi serebri - Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik dimana pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental mengalami perubahan - Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. - Kemampuan bahasa : penurunan kemampuan bahasa tergantung dari lokasi adanya lesi. - Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitig dan efek psikologis di dapatkan bila kerusakan terlah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual. - Hemisfer : stroke hemisfer kanan menyebabkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi. c. Pemeriksaan saraf cranial - Saraf I : biasanya pada klien tidak ada kelainan pada fungsi penciuman - Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer. Gangguan hubungan visual-spasial - Saraf III, IV dan VI : apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. - Saraf V : menyebabkan apralisis saraf trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyak,

11

penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoidieus internus dan eksternus. - Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat - Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi - Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut - Saraf XI : tidak ada atrofi otot strernokleidomastoideus dan trapezius - Saraf XII : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal d. Sistem motorik - Inspeksi umum : hemiplegia, hemiparesis - Fasikulasi di dapat pada otot ekstremitas - Tonus otot didapatkan meningkat - Kekuatan otot pada penilaian didapatkan 0 - Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan karena

hemiparese dan hemiplegia e. Pemeriksaan reflex - Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum - Pemeriksaan reflex patologis, pada fase akut reflex fisiologis sisi yang lumpuh menghilang. f. Gerakan involunter : tidak ditemukan tremor, Tic (kontraksi saraf berulang) dan distonia, kejang umum g. h. Gerakan sensorik : terjadi hemihipestesi, disfungsi persepsi visual Kekuatan tonus otot : Keterangan Paralisis, tidak ada kontraksi oto sama sekali Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan anggota gerak sama sekali Dapat menggerakkan anggota gerak tetapi tidak kuat menahan berat dan tidak dapat melawan tekanan pemeriksa

Nilai Kekuatan (tonus otot) 0 (0%) 1 (10%)

2 (25%)

12

3 (50%)

4 (75%)

5 (100%) Sumber : Allen, 1998 4. Bladder

Dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat, tetapi dapat menggerakan anggota badan untuk melawan tekanan pemeriksa Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan melawan tekanan secara stimulant Normal

Mengalami inkontinensia urin 5. Bowel Keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual muntah disambungkan dengan peningkatan asam lambung. Pola defekasi biasanya konstipasi akibat penurunan peristaltic 6. Bone Stroke merupakan penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunteer salah satu sisi tubuh menunjukan kerusakan pada neuron motor atas yang pada sisi berlawanan dari otak. Biasanya hemiplegia, hemiparase. Pada kulit kekutangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan turgor kulit jelek. Kaji dekubitus pada pasien masalah mobilisasi fisik. Kesulitan beraktivitas akibat kelemahan, kehilangan sensorik. (Arif Muttaqin, 2008)

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. CT Scan Menunjukan adanya stroke hemoragi dengan segera tetapi bisa jadi tidak menunjukan adanya infarksi trombotik selama 48 72 jam b. MRI Bisa membantu mengidentifikasi area yang mengalami iskemia atau infarksi dan pembengkakan serebral c. Tomografi emisi positron

13

Bisa mengukur aliran darah. Tomografi emisi foton-tunggal, perfusi CT, dan teknik perfusi resonansi magnetic melaporkan aliran darah relative dan merupakan alat penelitian d. Oftalmoskopi Menunjukan tanda hipertensi dan perubahan arterosklerotik dalam arteri retina e. Angiografi Menggambarkan pembuluh darah dan menunjukan plak aterosklerotik, oklusi pembuluh atau tempat rupture f. EEG Menunjukan lokasi area yang rusak g. Laboratorium Urinaliasis, studi koagulasi, jumlah sel darah lengkap, osmolalitas serum dan kadar elektrolit, glukosa, trigliserida, kreatinin dan nitrogen urea darah. h. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (tim editor, 2011)

IX.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera 3. Gangguan menelan berhubungan dengan paralisis serebral 4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ber

X.

INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular Tujuan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. Kriteria Hasil

14

- Klien dapat mengikuti program latihan - Tidak terjadi kontraktur sendi - Meningkatnya kekuatan otot - Klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas Intervensi Mandiri 1. Kaji kondisi klien 2. Kaji faktor penyebab (trauma, prosedur pembedahan, penyakit) 3. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, serta kaji secara teratur fungsi motorik 4. Ubah posisi klien tiap 2 jam 5. Atur posisi terlentang sebelum melakukan ROM 6. Ajarkan klien untuk melakukan ROM aktif pada ekstremitas yang tidak sakit 7. Ajarkan klien untuk melakukan ROM Pasif pada ekstremitas yang sakit 8. Jelaskan pentingnya latihan fisik pada klien 9. Posisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi, Pertahankan sendi telapak kaki 90O terhadap papan kaki 10. Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau kulit dan membrane mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet-lecet. 11. Atur posisi bantal pada ekstremitas klien yang sakit 12. Motivasi klien untuk melakukan latihan secara mandiri 13. Monitor TTV Kolaborasi 14. Konsulkan dengan dokter untuk pemberian obat 15. Konsulkan dengan fisioterapi untuk pemberian ROM 16. Konsulkan dengan ahli gizi untuk pemberian diit

2.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera Tujuan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, nyeri dapat berkurang Kriteria Hasil

15

- Skala nyeri berkurang - Klien tidak terlihat merintih - Klien terlihat rileks Intervensi Mandiri : 1. Kaji nyeri klien 2. Pantau keluhan nyerirahat, lingkungan yang tenang nyaman 3. Ajarkan teknik relaksasai 4. Kompres air hangat atau dingin pada tubuh yang nyeri 5. Beri kesempatan untuk ist 6. Monitor TTV 7. Kolaborasi : 8. Konsulkan dengan dokter untuk pemberian obat analgesic

3.

Gangguan menelan berhubungan dengan paralisis serebral Tujuan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, klien dapat menelan kembali Kriteria Hasil - Klien dapat menelan - Tidak terjadi aspirasi saat makan/minum Intervensi Mandiri : 1. Kaji kemampuan menelan klien 2. Beri posisi setengah duduk dengan kepala ada fleksi untuk memudahkan proses menelan 3. Hidangkan makanan lunak dan mudah ditelan 4. Observasi tanda-tanda aspirasi 5. Ajarkan batuk efektif Kolaborasi : 6. Konsulkan dengan dokter untuk pemberian obat 7. Konsulkan dengan ahli gizi untuk pemberian diit

16

4.

Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat Tujuan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, klien dapat menunjukan perkembangan terhadap komunikasi, mengekspresikan perasaannya Kriteria Hasil - Mampu menggunakan bahasa isyarat - Klien dapat merespon komunikasi secara verbal maupun non verbal Intervensi Mandiri 1. Kaji kondisi klien 2. Kaji tipe disfungsi (klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri) 3. Bedakan afasia dengan disartria 4. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap 5. perintahkan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup mata, buka mata 6. perintahkan klien untuk menyebutkan nama suatu benda 7. perintahkan klien untuk membaca 8. berbicara dengan nada normal dan hindari berbicara cepat saat berkomunikasi 9. bicarakan topic tentang keluarga, pekerjaan dan hobi 10. perhatikan percakapan klien dan hindari berbicara sepihak Kolaborasi 11. konsulkan dengan ahli terapi bicara untuk latihan wicara

5.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada stroke akut Pasien koma dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk, sedangkan pasien sadar hasilnya dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48 sampai

17

72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini. a. Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena berkurang. b. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke massif, karena henti pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini. c. Pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia) yang mungkin berkaitan dengan kehilangan reflex jalan napas, imobilitas atau hipoventilasi. d. Jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif. e. Pantau tekanan darah, kadar glukosa darah Untuk tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretic untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis, embolisasi dalam sistem kardiavaskuler. Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. (Smeltzer C. Suzanne, 2002) (Tim Editor, 2011) Pengobatan Konservatif 1. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial 2. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. 3. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau

memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

18

MIND MAPPING ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA STROKE NON HEMORAGIC PEMERIKSAAN FISIK
a. KU : composmentis, terlihat lemah, kaki kanan dan tangan kanan tidak dapat digerakan, klien terlihat merintih - Tekanan Darah : 110/80 mmHg - Respiratory rate : 20 x/menit - Suhu : 36OC - Nadi : 80 x/menit b. Breathing Klien tidak menggunakan alat bantu napas, keluarga klien mengatakan tidak sesak napas. Paru-paru - Inspeksi : Ekspansi dada simetris. - Palpasi : Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri. - Perkusi : Suara sonor paru-paru kanan dan kiri - Auskultasi : Vesikuler di paru-paru kanan dan kiri Jantung - Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat - Palpasi : Pulsasi kuat - Perkusi : Suara pekak - Auskultasi : Terdengar bunyi jantung I dan II c. Blood TD klien 110/80 mmHg, tidak ada tanda syok hipovolemik. d. Brain - Tingkat kesadaran : composmentis - Fungsi serebri Status mental : penampilan dan tingkah laku klien normal, aktivitas klien terbatas. Fungsi intelektual : ingatan klien masih baik Kemampuan bahasa : klien tidak dapat berbicara dengan jelas, klien berbicara seperti bergumam sulit dimengerti. Namun klien dapat mengerti pertanyaan yang diajukan. Keluarga klien mengatakan klien tidak dapat berbicara jelas setelah sehari dirawat Hemisfer : Klien mengalami hemisfer kiri, sehingga hemiparase sebelah kanan - Pemeriksaan saraf cranial Saraf I : fungsi penciuman masih bagus Saraf II : klien tidak mengalami gangguan penglihatan Saraf III, IV VI : Klien mengatakan nyeri pada kaki kanan dan tangan kanan yang sakit. P : nyeri hilang timbul, bertambah nyeri jika disentuh, Q : seperti ditusuk jarum, R di seluruh tangan kanan dan kaki kanan, S: 6 dari 0-10, T : 1 menit

DI RUANG KEMUNING RSUD RA. KARTINI JEPARA

Ny. S (33th) SNH


ANAMNESA

PENGKAJIAN
Tgl masuk : 27 juli 2013, Tgl pengkajian : 30 Juli 2013

Lembar selanjutnya

e.

f.

g.

: lidah klien masih dapat merasakan rasa, bibir klien terlihat tertarik pada sisi sebelah kanan. Saraf VIII : klien tidak mengalami gangguan pendengaran Saraf IX, X : klien mengalami sulit menelan dan membuka mulut Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoid perkembangan kejelasan artikulasi berbicara klien Klien dapat merespon komunikasi secara verbal Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi, pengecapan normal - Pemeriksaan sistem motorik Hemiparese kanan, tonus otot pada tangan kanan 1, tangan kiri 5, sedangkan kaki kanan 1, kaki kiri 5. Tangan kanan dan kaki kanan mengalami kelemahan. - Gerakan involunter tidak ada - Sistem sensorik klien pada telapak tangan kanan dan kaki kanan masih dapat dirasakan oleh klien Bladder Klien terpasang kateter, klien mengatakan kadang-kadang sakit saat BAK. Warna urin kuning. Bowel Klien mengatakan tidak mual dan muntah, keluarga klien mengatakan klien BAB 2 hari sekali di tempat tidur Bone Klien mengalami hemiparase (kelemahan) pada tangan kanan dan kaki kanan. Turgor klien jelek.

Saraf VII

PEMERIKSAAN PENUNJANG Lab. Darah rutin


Tgl Hb Leukosit Trombosit Ht Reticulocyt MCV MCH MCHC 30 Juni 2013 10 % 3 15.670 mm 3 222.00 mm 30,5 % 1,64 % 78,9 micron 24,5 pq 31,1 %

19

Ny. S (33th) SNH


FUNGSIONAL
a. b.

ANAMNESA

RIWAYAT KLIEN
Keluhan : klien mengatakan lemas separuh badan RPS : pada tanggal 25 Juni 2013 klien terjatuh saat klien berada dikamar mandi, saat itu juga tangan dan kaki kanan klien tidak dapat di gerakkan. Kemudia keluarga membawa ke dokter keluarga, dan dipijitke ke tukang urut. Namun tidak ada perkembangan klien, sehari kemudian (27/6/13) keluarga membawa klien ke RSUD RA KARTINI. Klien di terima di UGD dan dilakukan pemeriksaan dan pemberian obat Pemasangan infuse Pemberian RL Lab darah rutin

c.

d. e. f.

g. h. i.

j.

k. l. m. n.

Oksigenasi Klien mengatakan tidak sesak napas Nutrisi dan cairan A : BB : 55 kg, TB : 160 cm Lila : 25 cm B : hasil lab 30 Juni 2013 Hb : 10 %, trombosit : 222.000 mm3 C : Klien mengatakan sulit menelan, keluarga klien mengatakan makannya sedikit 3 sendok. keluarga klien mengatakan klien sulit menelan bersamaan dengan tangan kaki tidak dapat digerakan. D : diit BB Eliminasi - Klien mengatakan BAB terakhir 1 hari warna kuning kecoklatan, konsistensi lunak, saat dikaji belum BAB. - Klien mengatakan saat ingin BAK, sakit hilang timbul. BAK warna kuning. Personal Higiene Klien mengatakan saat dirumah sakit tiap pagi dan sore sibin. Istirahat dan tidur Klien mengatakan sulit tidur, karena ramai dan memikirkan anaknya dirumah Aktivitas dan latihan Keluarga klien mengatakan klien hanya terbaring, miring kanan-kiri, klien duduk masih di beri sanggahan, klien belum pernah turun dari tempat tidur. Klien mengatakan tangan kaki kanannya tidak dapat digerakkan. keluarga klien mengatakan aktivitas klien bergantung pada orang lain Termoregulasi Suhu klien saat dikaji dikaji 36OC Seksualitas Klien memiliki 1 orang anak, satu suami Psikososial Stress : klien mengatakan takut punya sakit seperti ini, karena ini baru pertama kali. Klien terlihat cemas karena tidak dapat bergerak dan berbicara jelas. Klien menangis Koping : klien meminta suaminya untuk selalu didekatnya Konsep diri : klien mengatakan menerima dirinya yang sedang sakit. Rasa aman dan nyaman Klien mengatakan takut jika badannya tidak dapat sembuh. Klien merasa nyaman jika suami dan kakaknya menemani Spiritual Klien mengatakan selalu berdoa Aktualisasi diri Klien mengatakan tidak dapat beraktivitas, bekerja dan berkumpul dengan anaknya Rekreasi Klien mengatakan senang ada keluarga yang menemani Kebutuhan belajar Klien mengatakan tidak tahu sakit yang dialaminya

20 tpm 500 ml

RPD : Klien mengatakan belum pernah mengalami penyakit seperti. Keluarga klien mengatakan klien pernah dirawat di Rumah Sakit karena sakit Tipes. Klien tidak memiliki riwayat hipertensi, DM maupun jantung. Riwayat kesehatan keluarga Keluarga klien mengatakan dikeluarga tidak ada yang pernah sakit stroke, jantung, DM, jantung, maupun hipertensi

20

Diagnosa Keperawatan

Ny. S (33th) SNH

Rencana Keperawatan
Lembar selanjutnya

Dx : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

Dx : Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat


Ds : - Keluarga klien mengatakan klien tidak dapat berbicara jelas setelah sehari dirawat Do : - Klien terlihat cemas - Klien tidak dapat berbicara dengan jelas - Klien berbicara seperti bergumam sulit dimengerti. Namun klien dapat mengerti pertanyaan yang diajukan. - Tekanan Darah : 110/80 mmHg - Respiratory rate : 20 x/menit - Suhu : 36OC - Nadi : 60 x/menit - Klien Riwayat jatuh

Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera


Ds : - Klien mengatakan nyeri pada kaki kanan tangan kanannya - P : nyeri hilang timbul, bertambah nyeri jika disentuh - Q : seperti ditusuk jarum - R : di seluruh tangan kanan dan kaki kanan - S: 6 dari 0-10 - T : 1 menit Do : - Klien terlihat cemas, kien terlihat merintih - Klien mengalami hemisfer kiri, sehingga hemiparese pada tangan kanan dan kaki kiri - Tekanan Darah : 110/80 mmHg - Respiratory rate : 20 x/menit - Suhu : 36OC - Nadi : 60 x/menit

Ds : - Keluarga klien mengatakan klien hanya terbaring, miring kanan-kiri, klien duduk masih di beri sanggahan, klien belum pernah turun dari tempat tidur. - Klien mengatakan tangan kaki kanannya tidak dapat digerakkan. - Keluarga klien mengatakan aktivitas klien bergantung pada orang lain Do : - Klien terlihat lemah, kaki kanan dan tangan kanan tidak dapat digerakan - Tekanan Darah : 110/80 mmHg - Respiratory rate : 20 x/menit - Suhu : 36OC - Nadi : 80 x/menit - Klien mengalami hemisfer kiri, sehingga hemiparase pada tangan kanan dan kaki kanan - Tonus otot tangan kanan 1, tangan kiri 5, kaki kanan 1, kaki kiri 5 - Klien riwayat jatuh.

Dx : Gangguan menelan berhubungan dengan paralisis serebral


Ds : - klien mengatakan mengalami sulit mengunyah - klien mengatakan sulit menelan dan membuka mulut lebar - keluarga klien mengatakan makannya sedikit 3 sendok Do : - Rahang bawah klien terlihat menyimpang - Bibir klien terlihat tertarik pada sisi sebelah kanan - Tekanan Darah : 110/80 mmHg - Respiratory rate : 20 x/menit - Suhu : 36OC - Nadi : 60 x/menit

21

Ny. S (33th)
Implementasi Keperawatan Rencana Keperawatan

Dx : Gangguan menelan berhubungan dengan paralisis serebral


Tujuan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, klien dapat menelan kembali Kriteria Hasil Klien dapat menelan Tidak terjadi aspirasi saat makan/minum Intervensi Mandiri : 1. Kaji kemampuan menelan klien 2. Beri posisi setengah duduk dengan kepala ada fleksi untuk memudahkan proses menelan 3. Hidangkan makanan lunak dan mudah ditelan 4. Observasi tanda-tanda aspirasi 5. Ajarkan batuk efektif Kolaborasi : 6. Konsulkan dengan dokter untuk pemberian obat 7. Konsulkan dengan ahli gizi untuk pemberian diit

SNH
Lembar selanjutnya

Dx : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular


Tujuan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. Kriteria Hasil Klien dapat mengikuti program latihan Tidak terjadi kontraktur sendi Meningkatnya kekuatan otot Klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas Intervensi Mandiri 1. Kaji kondisi klien 2. Kaji faktor penyebab (trauma, prosedur pembedahan, penyakit) 3. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, serta kaji secara teratur fungsi motorik 4. Ubah posisi klien tiap 2 jam 5. Atur posisi terlentang sebelum melakukan ROM 6. Ajarkan klien untuk melakukan ROM aktif pada ekstremitas yang tidak sakit 7. Ajarkan klien untuk melakukan ROM Pasif pada ekstremitas yang sakit 8. Jelaskan pentingnya latihan fisik pada klien 9. Posisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi, Pertahankan sendi telapak kaki 90O terhadap papan kaki 10. Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau kulit dan membrane mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet-lecet. 11. Atur posisi bantal pada ekstremitas klien yang sakit 12. Motivasi klien untuk melakukan latihan secara mandiri 13. Monitor TTV Kolaborasi 14. Konsulkan dengan dokter untuk pemberian obat 15. Konsulkan dengan fisioterapi untuk pemberian ROM 16. Konsulkan dengan ahli gizi untuk pemberian diit

Dx : Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat


Tujuan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, klien dapat menunjukan perkembangan terhadap komunikasi, mengekspresikan perasaannya Kriteria Hasil Adanya perkembangan kejelasan artikulasi berbicara klien Klien dapat merespon komunikasi secara verbal maupun non verbal Intervensi Mandiri 1. Kaji kondisi klien 2. Kaji tipe disfungsi (klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri) 3. Bedakan afasia dengan disartria 4. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap 5. perintahkan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup mata, buka mata 6. perintahkan klien untuk menyebutkan nama suatu benda 7. perintahkan klien untuk membaca 8. berbicara dengan nada normal dan hindari berbicara cepat saat berkomunikasi 9. bicarakan topic tentang keluarga, pekerjaan dan hobi 10. perhatikan percakapan klien dan hindari berbicara sepihak Kolaborasi 11. konsulkan dengan ahli terapi bicara untuk latihan wicara

Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera


Tujuan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri dapat berkurang Kriteria Hasil Skala nyeri berkurang Klien tidak terlihat merintih Klien terlihat rileks Intervensi Mandiri : 1. Kaji nyeri klien 2. Pantau keluhan nyerirahat, lingkungan yang tenang nyaman 3. Ajarkan teknik relaksasai 4. Kompres air hangat atau dingin pada tubuh yang nyeri 5. Beri kesempatan untuk istirahat 6. Monitor TTV 7. Kolaborasi : 8. Konsulkan dengan dokter untuk pemberian obat analgesic

22

Evaluasi ASKEP

Ny. S (33th) SNH

Implementasi ASKEP
Dx : Gangguan menelan berhubungan dengan paralisis serebral
Mandiri : 1. Mengaji kemampuan menelan klien 2. Memberi posisi setengah duduk dengan kepala ada fleksi untuk memudahkan proses menelan 3. Menghidangkan makanan lunak dan mudah ditelan 4. Mengobservasi tanda-tanda aspirasi 5. Memonitor TTV Kolaborasi : 6. Injeksi obat ceftriaxone 1x2 7. Injeksi mecobalamin 1x1 8. Injeksi piracetam 3x1 9. Injeksi citicolin 3 x250 mg 10. Pemberian obat forneuro 1x1 11. Pemberian obat oral serolin 3x1 12. Pemberian obat oral B1, B6 2x1 13. Pemberian diit BB

Lembar selanjutnya

Dx : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular


Mandiri 1. Mengkaji kondisi klien 2. Mengkaji faktor penyebab (trauma, prosedur pembedahan, penyakit) 3. Mengkaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, serta kaji secara teratur fungsi motorik 4. Mengubah posisi klien tiap 2 jam 5. Mengatur posisi terlentang sebelum melakukan ROM 6. Mengajarkan klien untuk melakukan ROM aktif pada ekstremitas yang tidak sakit 7. Mengajarkan klien untuk melakukan ROM pasif pada ekstremitas yang sakit 8. Menjelaskan pentingnya latihan fisik pada klien 9. Memposisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi, pertahankan sendi telapak kaki 90o terhadap papan kaki 10. Menginspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau kulit dan membrane mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet-lecet. 11. Mengatur posisi bantal pada ekstremitas klien yang sakit 12. Memotivasi klien untuk melakukan latihan secara mandiri 13. Memonitor TTV Kolaborasi 14. Injeksi obat ceftriaxone 1x2 15. Injeksi mecobalamin 1x1 16. Injeksi piracetam 3x1 17. Injeksi citicolin 3 x250 mg 18. Pemberian obat forneuro 1x1 19. Pemberian obat oral serolin 3x1 20. Pemberian obat oral B1, B6 2x1 21. Melatih rom kolaborasi dengan fisioterapi 22. Pemberian diit bb

Dx : Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat


Mandiri 1. Mengkaji kondisi klien 2. Mengkaji tipe disfungsi (klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri) 3. Membedakan afasia dengan disartria 4. Melakukan metode percakapan yang baik dan lengkap 5. Menginstruksikan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup mata, buka mata 6. Menginstruksikan klien untuk menyebutkan nama suatu benda 7. Menginstruksikan klien untuk membaca 8. Berbicara dengan nada normal dan hindari berbicara cepat saat berkomunikasi 9. Membicarakan topic tentang keluarga, pekerjaan dan hobi 10. Memperhatikan percakapan klien dan hindari berbicara sepihak 11. Memonitor TTV Kolaborasi 12. Melatih berbicara dengan ahli terapi bicara

Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera


Mandiri : 1. Mengkaji nyeri klien 2. Memantau keluhan nyerirahat, lingkungan yang tenang nyaman 3. Mengajarkan teknik relaksasai 4. Mengkompres air hangat atau dingin pada tubuh yang nyeri 5. Memberi kesempatan untuk ist 6. Memonitor TTV Kolaborasi : 7. Injeksi Ceftriaxone 1x2

23

Ny. S (33th) SNH

Evaluasi ASKEP

Dx : Gangguan menelan berhubungan dengan paralisis serebral


S: - Klien mengatakan sudah bisa menelan dengan baik - Klien mengatakan nafsu makan bertambah O: - Klien terlihat senang - Mulut dapat membuka sedikit lebih lebar - Rahang bawah masih menyimpang tidak simetris - TD : 110/80 mmHg - N : 84 x/menit - T : 36,4OC A : masalah teratasi P : hentikan intervensi

Dx : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular


S: - Klien mengatakan tangan kanan dan kakinya masih belum dapat digerakkan - Keluarga klien mengatakan bisa duduk tanpa di sanggah, tapi hanya sebentar O: - Tidak ada tanda-tanda meningkatnya tonus otot - Klien mengikuti program latihan ROM - Klien dapat melakukan ROM pada bagian yang sakit dengan bantuan tangan kirinya yang sehat - Tangan kanan dan kaki kanan klien belum dapat digerakkan - TD : 110/80 mmHg - N : 84 x/menit - T : 36,4OC A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi dan berikan tambahan waktu untuk asuhan keperawatan

Dx : Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat


S: - Keluarga mengatakan sudah sedikit ada perkembangan mengenai berbicaranya O: - Klien respon jika diajak berbicara - Artikulasi berbicara klien sudah lumayan jelas, walaupun masih seperti bergumam - TD : 110/80 mmHg - N : 84 x/menit - T : 36,4OC A : masalah teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi dan penambahan waktu asuhan keperawatan

Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera


S : klien mengatakan sudah tidak nyeri lagi, skala 0, kaki kanan dan tangan kanan dipegang sudah tidak sakit lagi O; - Klien terlihat rileks - Klien memegang tangan kanan - Klien mengalami hemisfer kiri, sehingga hemiparese pada tangan kanan dan kaki kiri - TD : 110/80 mmHg - N : 84 x/menit - T : 36,4OC A : masalah teratasi sebagian P : hentikan intervensi

24

KEPUSTAKAAN Tim editor. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : Indeks Smeltzer, Suzzane., Bare, Brenade. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. Nugroho, Taufan dr. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuka Medika Nanda. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC Capernito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinis. Ed. 9 -. Jakarta : EGC

25

Anda mungkin juga menyukai