Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan

dengan negara negara ASEAN lainnya. Angka kematian ibu (AKI di Indonesia saat ini masih merupakan masalah nasional yang harus mendapat perhatian serius, dalam upaya mempercepat penurunan angka kematiannya sekaligus untuk mencapai target 125/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan metode Making Pregnancy Safer (MPS=membuat persalinan hidup) yang diprakarsai Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan merupakan strategi sektor kesehatan yang bertujuan mempercepat penurunan angka kematian ibu. Berbagai faktor yang terkait dengan resiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi (Depkes RI, 2001). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006, AKI Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, sedangkan AKB di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2007 masih tertinggi di negara negara ASEAN (Soejoenoes, 2007; Supari, 2007). Data hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2003. AKI di Indonesia mencapai 109 per 100.000 kelahiran hidup (Ariadi, Rahayu, & Sudarso, 2004 ; Utomo, 2007). Penyebab kematian ibu karena komplikasi kehamilan dan persalinan di seluruh dunia adalah perdarahan sebanyak 25%, karena penyakit yang memperberat kehamilannya sebanyak 20%, infeksi 15%, aborsi yang tidak aman 13%, eklampsia 12%, pre eklampsia 1.7%, sepsis 1.3%, perdarahan post partum 1%, persalinan lama 0.7% (WHO, 2005 dalam Adriaansz (2007). Penyebab langsung kematian maternal yang paling umum di ndonesia adalah perdarahan 28%, eklamsi 24%, dan infeksi 11%. Di Indonesia permasalahan AKI dalam dasa warsa terakhir ini memang telah menurun sekitar 25 % dari kondisi semula yaitu dari 450 per 100.000 kelahiran pada tahun 1996 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 berdasarkan Survei Demografi Kesehatan 1997. Namun angka tersebut masih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga dan diperkirakan tidak dapat mencapai target yang ingin dicapai pada akhir tahun 2000, yaitu 225 per 100.000 kelahiran. Ditambahkannya, penyebab dan latar belakang kematian ibu di Indonesia sangat kompleks dan menyangkut bidang-bidang yang ditangani banyak sektor baik lingkungan 1

pemerintah maupun swasta, termasuk universitas serta organisasi profesi. Untuk itu upaya percepatan penurunannya memerlukan penanganan menyeluruh terhadap masalah yang ada dan melibatkan semua sektor terkait. Indonesia dewasa ini menghadapi era globalisasi yang sangat dahsyat. Masyarakat menjadi makin urban dan modern. Kalau tiga puluh tahun yang lalu masyarakat urban baru mencapai sekitar 20 persen dari seluruh penduduk Indonesia, dewasa ini sudah mendekati 50 persen. Namun, Indonesia masih sangat terkenal dengan sebutan negara dengan tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan paling tinggi di dunia. Salah satu sebabnya adalah karena masyarakat masih miskin dan tingkat pendidikannya rendah. Tingkah laku masyarakat umumnya dicerminkan oleh keadaan sumber daya manusia yang rendah mutunya itu.Untuk beberapa lama telah dikembangkan upaya besar untuk menurunkan angka kematian ibu hamil dan melahirkan itu. Biarpun telah dicapai hasil yang memadai, tetapi dirasakan masih kurang cepat dibandingkan dengan tuntutan masyarakat yang makin luas. Dalam suasana seperti ini kita harus mengembangkan strategi komunikasi yang jitu untuk lebih lanjut menurunkan tingkat kematian ibu mengandung dan melahirkan yang masih tinggi itu. Namun karena keterbatasan sumber daya yang ada, tidak semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penurunan angka kematian ibu dilaksanakan dengan intensitas yang sama. Kegiatan prioritas yang cost efektif dan mempunyai dampak langsung terhadap penurunan jumlah kematian ibu adalah MPS sebagai pilihan utama. Pelayanan kesehatan ibu difokuskan pada upaya pencapaian ketiga pesan kunci program MPS, yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap wanita usia subur harus mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Walaupun MPS memfokuskan pada tiga pesan kunci, namun keberhasilannya memerlukan dukungan dari sektor non kesehatan, organisasi profesi, swasta danpartisipasi luas dari keluarga dan masyarakat, selain dukungan dan kegiatan lainnya yang dapat digali di masing-masing daerah, sehingga program penurunan angka kematian ibu bisa tercapai sesuai target. Saat ini telah dirumuskan strategi MPS, yaitu peningkatan kualitas dan akses pelayanan yang didukung dengan kerja sama lintas program, lintas sektor terkait dan masyarakat termasuk swasta, pemberdayaan keluarga dan perempuan serta pemberdayaan masyarakat.

Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan AKI adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Penempatan bidan di desa adalah upaya untuk menurunkan AKI, bayi dan anak balita. Masih tingginya AKB dan AKI menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan masih belum memadai dan belum menjangkau masyarakat banyak, khususnya dipedesaan. Namun bidan di desa yang sudah ditempatkan belum didayagunakan secara optimal dalam upaya menurunkan AKI dan AKB. Asuhan persalinan normal dengan paradigma baru (aktif) yaitu dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang mungkin terjadi, terbukti dapat memberi manfaat membantu upaya penurunan AKI dan AKB. Sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas, maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Tujuan dari asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal. Hal ini berarti bahwa upaya asuhan persalinan normal harus didukung oleh adanya alasan yang kuat dan berbagai bukti ilmiah yang dapat menunjukkan adanya manfaat apabila diaplikasikan pada setiap proses persalinan. Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan (bidan) di jenjang pelayanan dasar, mengindikasikan adanya kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Hal ini terbukti dari masih tingginya angka kematian ibu dan bayi. Banyak hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu tujuan yang sudah dirancang sedemikian rupa, dan yang paling sering disebut adalah faktor sumber daya manusia (tenaga kerja), serta faktor sarana dan prasarana pendukung atau fasilitas kerja. Dari kedua faktor tersebut sumber daya manusia atau tenaga kerja lebih penting daripada sarana dan prasarana pendukung karena, secanggih dan selengkap apa pun fasilitas pendukung yang dimiliki suatu organisasi kerja, tanpa sumber daya yang memadai, baik kuantitas (jumlah) maupun kualitas (kemampuannya), maka niscaya organisasi tersebut dapat berhasil mewujudkan tujuan organisasinya. Di berbagai negara di dunia, upaya menurunkan angka kematian ibu telah menunjukkan banyak keberhasilan. Negara-negara tersebut berhasil menekan angka kematian ibu sedemikian rupa, karena adanya kebijakan yang dilakukan secara intensif, misalnya menambah subsidi masyarakat untuk pencegahan penyakit, perbaikan kesejahteraan, dan pemeriksaan kesehatan ibu. Beberapa masalah khusus, seperti tromboemboli, perdarahan, 3

preeklampsia dan eklampsia, dan sebab-sebab mayor lainnya mendapat prioritas utama, karena persentase kematian ibu akibat masalah-masalah tersebut begitu tinggi. Sistem administrasi klinis juga perlu dibina, yang meliputi akreditasi pelayanan, manajemen risiko, peningkatan profesionalitas, dan pengaduan pasien. Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian ibu dan upayaupaya potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara keseluruhan tidak hanya mengurangi jumlah kematian, tetapi juga menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Meskipun intervensi kesehatan yang dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas, seperti pengadaan tenaga terampil dalam pertolongan persalinan, tatalaksana gawat darurat obstetri yang memadai, dan keluarga berencana. Namun, keberhasilan dalam upaya perbaikan kesehatan maternal ini secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Kematian Ibu dan Bayi Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah kematian wanita dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa memandang usia kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh kehamilannya maupun tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Kematian ini terbagi dua, yaitu kematian langsung dan tidak langsung. Kematian yang bersifat koinsidental, terjadi selama masa kehamilan atau 42 hari pascaterminasi kehamilan, namun tidak terkait dengan kehamilannya. Saat ini, WHO telah menetapkan sistem klasifikasi kematian ibu. Sistem klasifikasi kematian ibu bertujuan: Mengembangkan sistem klasifikasi standar guna identifikasi kausa kematian ibu yang akurat, diperlukan perbandingan berbagai studi penelitian Menjamin sistem tersebut dapat diterapkan secara luas Mengembangkan sistem klasifikasi paralel terhadap morbiditas maternal berat.

Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan berdasarkan sejumlah variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung mendasari kematian, gejala/tanda dari penyakit yang menyebabkan kematian, misalnya perdarahan pascapartum, dan kondisi lain yang memperberat sebab kematian, misalnya HIV dan Anemia. Prinsip sistem klasifikasi kematian ibu menurut WHO, yaitu: Harus dapat diterapkan dan dipahami dalam penggunaannya, baik oleh dokter, ahli epidemiologi, dan pihak-pihak lain yang terkait. Kondisi/penyakit spesifik dengan sebab yang belum jelas harus dipisah dari kondisi lainnya. Sistem klasifikasi baru harus sesuai dengan International Classification of Diseases (ICD). Angka kematian anak (AKA) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya jumlah kematian anak-anak dari umur 1 tahun sampai 4 tahun perseribu penduduk. AKABA atau Agka Kematian Balita adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, 5

dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif Akaba > 140 sangat tinggi, antara 71 140 sedang dan <20 rendah.Sedangkan AKB atau Angka Kematian Bayi adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun AKB per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama Penyebab kematian ibu di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar berikut:

II.

Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) dan Bayi Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu. Penyebab kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah

ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus. Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015 (Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup. AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun AKB per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Nilai normatif AKB kurang dari 40 sangat sulit diupayakan penurunannya (hard rock), antara 40-70 tergolong sedang namun sulit untuk diturunkan, dan lebih besar dari 70 tergolong mudah untuk diturunkan. Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada Akaba. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB 7

relevan dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita. Definisi operasional dari angka kematian bayi terdahulu harus diketahui yaitu pengertian dari Lahir Mati yaitu Kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Kemudian Kematian Bayi yaitu Kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun.

III.

Penyebab Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal. Penyebab mayor dari kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai

budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen). Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.

Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan Aborsi yang tidak aman. Bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu di Indonesia (ratarata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika perempuan 9

mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari SDKI 20022003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan. Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 20022003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 20026 (Gambar 2 dan Tabel 1). Untuk indikator yang sama, SDKI 20022003 menunjukkan angka 60.3 persen. Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih . Pola penyebab kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga untuk mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus meningkat dari 40,7 persen pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002. Akan tetapi, proporsi ini bervariasi antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara sebagai yang terendah, yaitu 35 persen, dan DKI Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 20028 (Tabel 2 dan 3). Proporsi ini juga berbeda cukup jauh mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu dengan dengan pendapatan lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan, sementara pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,39 persen. Hal ini menunjukkan tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih terutama bidan. Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen.10 Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK. Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai 3 T 10

(terlambat). Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan. 4T (Terlambat) 1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat keluarga 2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan 3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan 4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan 4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi: 1. Terlalu muda 2. Terlalu tua 3. Terlalu sering 4. Terlalu banyak Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan balita di sesuatu daerah. Menurut UNICEF, menurunnya kualitas hidup anak pada usia 3 tahun pertama hidupnya adalah: gizi buruk, ibu sering sakit, status kesehatan buruk, kemiskinan, dan diskriminasi gender. Bayi dengan gizi buruk mempunyai resiko 2 kali meninggal dalam 12 bulan pertama hidupnya. AKI dan AKB tidak berkorelasi langsung dengan kejadiab infeksi atau parasit, kecuali pada beberapa daerah yang endemik malaria. Terkait AKB, satu faktor penting adalah umur ibu dibawah 20 tahun meningkatkan resiko kematia neonatal, serta usia ibu di atas 35 tahun meningkatkan resiko kematian perinatal. Odds Ratio AKB dari ibu usia di bawah 20 tahun sebesar 1,4 kali lebih tinggi dari AKB pada ibu usia 20-35 tahun.

11

IV.

Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan Salah satu faktor tingginya AKI dan AKB di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain.

12

Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan dengan Kualifikasi Terendah

Distribusi Persentase Anak Lahir Hidup Terakhir Dalam Lima Tahun

Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak sekolah lebih banyak ditolong oleh Dukun bayi.

13

Apabila dilihat dari tren pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan dari tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa pertolongan persalinan oleh dokter dari tahun trendnya meningkat baik di desa maupun di kota. Bahkan di daerah perkotaan angka pertolongan persalinan oleh dokter pada tahun 2007 telah lebih dari 20%. Sedangkan cakupan pertolongan persalinan oleh bidan relatif tidak banyak bergerak bahkan apabila dibandingkan antara tahun 2007 dan 2004 secara total pertolongan persalinan oleh bidan kecenderunganya menjadi turun. V. Upaya Menurunkan AKI dan AKB 1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer menurunkan AKI 20% 2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai 80% Upaya safe motherhood Tahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan konferensi tentang kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya. Lokakarya bertujuan mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga penanganannya perlu dilaksanakan berbagai sector dan pihak terkait. Pada waktu itu ditandatangani kesepakatam oleh sejumlah 17 sektor. Sebagai koordinator dalam upaya itu ditetapkan Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ( sekarang : Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ).

14

Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP melaksanakan Assessment Safe Motherhood atau yang disebut Making Pregnancy Safer (MPS). Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu ( AKI ). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada 1986, menjadi 225 pada tahun 2000. Pada dasarnya MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat disetiap negara untuk : a. b. neonatal. c. disusun. d. e. f. Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, berencana, aborsi legal, baik publik maupun swasta. Meingkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal serta pengembalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya. Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan Reproduksi, yang menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan resproduksi sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo. Pada pertengahan tahun itu juga, Menperta meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yaitu upaya advokasi dan mobilisasi social untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKI. keluarga Mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar yang telah Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan Nasional dan Internasional. Menyusun acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan

15

Intervensi Strategis Dalam Upaya Safe Motherhood

SAFE MOTHERHOOD ASUHAN ANTE NATAL PERSALINAN BERSIH DAN AMAN PELAYAN AN OBSTETRI ESENSIAL

KB

PELAYANAN KEBIDANAN DASAR PELAYANAN KESEHATAN PRIMER PEMBERDAYAAN WANITA


Empat pilar Safe Motherhood

Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar safe motherhood, yaitu : a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori 4 terlalu, yaitu terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak.

16

b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai. c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk resiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya. Keempat intervensi strategis diatas perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar, dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita. Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI Tingginya AKI di Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 1994 ) tertinggi di ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah pendarahan, infeksi, dan eklampsia. Ke dalam pendarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis. Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis ( KEK ) dan keadaan 4 terlalu ( terlalu muda/tua, terlalu sering, dan terlalu banyak ). Tahun 1995, kejadian anemia ibu hamil sekitar 51%, dan kejadian resiko KEK pada ibu hamil ( lingkar / lengan atas kurang dari 23,5 cm ) sekitar 30%. Lagipula, seperti dikemukakan diatas, kematian ibu diwarnai oleh hal-hal nonteknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status wanita, ketidakberdayaannya dan tarif pendidikan yang rendah. Hal nonteknis ini ditangani oleh sektor terkait diluar sektor kesehatan, sedangkan sector kesehatan lebih memfokuskan intervensinya untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung dari kematian ibu. Dalam menjalankan fokus intervensinya itu Departemen Kesehatan tetap memerlukan dukungan dari sektor dan pihak terkait lainnya. Kebijakan Departemen Kesehatan tersebut dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada inventarisasi strategis Empat pilar Safe Mothehood . Dewasa ini, program keluarga berencana sebagai pilar pertama telah dianggap berhasil. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat penurunan AKI, diperlukan penajaman sasaran agar kejadian 4 terlalu dan kehamilan 17

yang tak diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap pelayanan antenatal sebagai pilar kedua cukup baik, yaitu 87% pada tahun 1997; namun mutunya masih perlu ditingkatkan terus.. persalinan yang aman sebagai pilar ketiga - yang dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 1997 baru mempunyai 60%. Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan obstetrik esensial sebagai pilar keempat masih sangat rendah, dan mutunya belum optimal. Mengingat kirakira 90% kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil. Dalam mempercepat penurunan AKI dan AKB, keterlibatan sector lain disamping kesehatan sangat diperlukan. Berbagai bentuk keterlibatan lintas sector dalam upaya penurunan AKI dan AKB adalah sebagai berikut : a. Gerakan Sayang Ibu ( GSI ) GSI dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996 di 8 kabupaten perintis di 8 propinsi. Ruang lingkup kegiatan GSI meliputi advokasi dan mobilisasi social. Dalam pelaksanaannya, GSI mempromosikan kegiatan yang berkaitan dengan Kecamatan Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu, unruk mencegah tiga macam keterlambatan, yaitu : Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat keputusan untuk segera mencari pertolongan. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat pertolongan yang dibutuhkan. Kegiatan yang terkait dengan Kecamatan Sayang Ibu berusaha mencegah keterlambatan pertama dan kedua, sedangkan kegiatan yang terkait dengan Rumah Sakit Sayang Ibu adalah mencegah keterlambatan ketiga. Pada tahun 1997 diadakan Rakornas GSI yang diadakan bersamaan dengan Rakerkesnas. Pada saat itu pengalaman di 8 kabupaten perintis diinformasikan ke wakileakil semua propinsi dan selanjutnya mereka diharapkan akan melaksanakan kegiatan GSI. Sampai pertengahan 1998 upaya perluasan kegiatan GSI masih terus dilaksanakan. b. Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan ibu dan anak 18

Upaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah, Depdagri, dengan bantuan UNICEF yang lebih dikenal sebagai upaya KHPPIA ini bertujuan menghimpun koordinasi lintas sector dalam penentuan kegiatan dan pembiayaan dari berbagai sumber dana, antara lain untuk menurunkan AKI dan AKB. Kegiatan utamanya adalah koordinasi perencanaan kegiatan dari sector terkait dalam upaya itu. Propinsi yang dilibatkan adalah mereka yang mendapat bantuan UNICEF, namun pola ini akan diperluas oleh Depdagri ke semua propinsi. c. Gerakan Reproduksi keluarga Sehat ( GRKS ) GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu Sehat Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung terciptanya keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kegiatan reproduksi. Di antara masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu. Karena itu, promosi yang dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk kesejahteraan ibu. Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain yang dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI, Perinasia, PKK, dan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing Pemantauan dan Evaluasi Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator cakupan, yaitu : cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan layanan antenatal ), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal/nifas. Untuk itu, sejak awal tahun 1990-an telah digunakan alat pantau berupa Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS-KIA ), yang mengikuti jejak program imunisasi. Dengan adanya PWS-KIA, data cakupan layanan program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap tahunnya dari semua propinsi. Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut cukup memberikan gambaran untuk menilai kemajuan upaya menurunkan AKI. Mengingat bahwa mengukur AKI, sebagai indicator dampak, secara berkala dalam waktu kurang dari 5-10 trahun tidak realistis, maka para pakar dunia menganjurkan pemakaian indikator praktis atau indikator outcome. Indicator tersebut antara lain : a. Cakupan penanganan kasus obstetrik b. Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani. c. Jumlah kematian absolute d. Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONED e. Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayah 19

Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII, agar pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam. Program Expanding Maternal and Newborn Survival (EMAS) Program EMAS merupakan program hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan lembaga donor USAID, yang bertujuan untuk menurunkan AKI dan AKN di Indonesia sebesar 25%. Untuk mencapai target tersebut, program EMAS akan dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, dimana pada tahun pertama akan dilaksanakan pada 10 kabupaten. Program Expanding Maternal and Newborn Survival (EMAS) adalah program kerjasama Kementerian Kesehatan RI dengan USAID selama lima tahun (2012-2016), dalam rangka mengurangi AKI dan AKB dan diharapkan menurunkan AKI dan AKB sebanyak 25%. Upaya penurunan AKI dan AKN melalui program EMAS akan dilakukan dengan cara: o Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit (PONEK) dan 300 Puskesmas/Balkesmas (PONED) o Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan Rumah Sakit

Dalam pelaksanaannya di lapangan, upaya tersebut dilakukan dengan pendekatan Vanguard, yaitu: o Memilih dan memantapkan sekitar 30 RS dan 60 Puskesmas yang sudah cukup kuat agar berjejaring dan dapat membimbing jaringan Kabupaten yang lain, dan o Melibatkan RS/RB swasta untuk memperkuat jejaring sistem rujukan di daerah

BackLog Fighting(BLF) BLF adalah pemberian vaksinasi campak untuk meningkatkan cakupan terhadap anak-anak usia 12-36 bulan yang belum divaksinasi, yang hanya akan dilakukan bagi anakanak yang belum divaksinasi sampai usia satu tahun. Untuk melengkapi imunisasi campak

20

pada anak usia 1 tahun, di Indonesia mulai tahun 2008 telah dilakukan pemberian dosis kedua campak pada anak sekolah. Di samping itu, dilaksanakan Crash Program Campak yang merupakan kampanye vaksinasi yang dilakukan untuk mencakup semua anak berusia 6-59 bulan, tanpa memperhitungkan status vaksinasi anak-anak usia tersebut di kawasan dimaksud, yaitu di area yang selama 3 tahun berturut-turut tidak dapat mencapai target yang ditetapkan. Sedangkan cakupan imunisasi campak untuk anak usia 12-23 bulan hanya akan merupakan sampel pada survei yang dilakukan untuk menilai cakupan imunisasi campak untuk bayi (<12 bulan) dari program tahun sebelumnya.

Antenatal Care Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas: 1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan. 2. Ukur tekanan darah. 3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas). 4. Ukur tinggi fundus uteri. 5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ). 6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan. 7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. 8. Test laboratorium (rutin dan khusus). 9. Tatalaksana kasus 10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan. Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.

21

Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut : Minimal 1 kali pada triwulan pertama. Minimal 1 kali pada triwulan kedua. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat. Pertolongan Persalinan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pencegahan infeksi 2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar. 3. Manajemen aktif kala III 4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. 5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). 6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan. VI. Mempercepat Penurunan AKI dan AKB 1. Peningkatan deteksi dan penanganan RISTI 2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan 3. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal 4. Peningkatan pembinaan teknis bidan 22

5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS 6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA 7. Peningkatan peran serta lintas program VII. Indikator Keberhasilan 1. Jumlah kematian maternal menurun 2. Cakupan akses dan pelayanan ANC 3. Cakupan persalinan yang ditolong/didampingi 4. Adanya fasilitas POED dan POEK 5. Proporsi RISTI yang ditangani adekuat 6. Case fatality rate RISTI per tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali 100% 7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan VIII. Program Dari Puskesmas Standar minimal ANC: 1. Medical record 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan fisik 7K 4. Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein, reduksi) 5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi 6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine 7. Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 40 8. USG: Minggu 12: kondisi janin Minggu 28: presentasi, kelainan plasenta Minggu 36: presentasi, rencana persalinan

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

23

Angka kematian Ibu (AKI) adalah kematian ibu yang terjadi selama masa kehamilan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa melihat usia dan lokasi kehamilan, oleh setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya tetapi bukan oleh kecelakaan atau incidental (faktor kebetulan). Angka kematian anak (AKA) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya jumlah kematian anak-anak dari umur 1 tahun sampai 4 tahun perseribu penduduk. Secara umum tujuan penurunan AKA/I adalah untuk Menyiapkan seoptimal mungkin mungkin fisik dan mental dalam upaya menyelamatkan ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan, nifas, sehingga didapat ibu dan anak/ bayi yang sehat. Beberapa faktor yang melatarbelakangi risiko kematian ibu adalah kurangnya partisipasi ibu yang disebabkan tingkat pendidikan ibu rendah, kemampuan ekonomi keluarga rendah, kedudukan sosial budaya yang tidak mendukung. Jika ditarik lebih jauh, beberapa perilaku tidak mendukung juga bisa membawa risiko.Tiga faktor utama penyebab kematian ibu di Indonesia adalah : 1) Faktor medis (langsung dan tidak langsung), 2) Faktor sistem pelayanan (sistem pelayanan antenatal, sistem pelayanan persalinan dan sistem pelayanan pasca persalinan dan pelayanan kesehatan anak), 3) Faktor ekonomi, sosial budaya dan peran serta masyarakat (kurangnya pengenalan masalah, terlambatnya proses pengambilan keputusan, kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan, pengarusutamaan gender, dan peran masyarakat dalam kesehatan ibu dan anak) . Sedangkan faktor yang mempengaruhi AKB, menurut UNICEF (2001), menurunnya kualitas hidup anak pada usia 3 tahun pertama hidupnya adalah: gizi buruk, ibu sering sakit, status kesehatan buruk, kemiskinan, dan diskriminasi gender. Bayi dengan gizi buruk mempunyai resiko 2 kali meninggal dalam 12 bulan pertama hidupnya. AKI dan AKB tidak berkorelasi langsung dengan kejadiab infeksi atau parasit, kecuali pada beberapa daerah yang endemik malaria. Menurut para ahli kesehatan masyarakat, derajat kesehatan suatu negara dilihat dari indikator angka kematian bayi (AKB). Semakin tinggi AKB suatu negara maka semakin jelek kualitas derajat kesehatan masyarakat di kawasana tersebut. Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian Kesehatan pada tahun 2001 ini menetapkan lima strategi operasional yaitu: penguatan Puskesmas dan jaringannya; penguatan manajemen program dan sistem rujukannya; 24

meningkatkan peran serta masyarakat; kerjasama dan kemitraan; kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011; penelitian dan pengembangan inovasi yang terkoordinir. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006 (2008, dalam Depkes RI), AKI Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, sedangkan AKB di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran hidup. Program-program yang bertujuan menurunkan AKA/I adalah Making Pregnancy Safer (MPS), Jampersal : Jaminan Persalinan Gratis Untuk Penurunan Angka Kematian Ibu Dan Bayi, Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB), Program Expanding Maternal and Newborn Survival (EMAS), BackLog Fighting(BLF).

B. Saran

Saya menyarankan agar program-program penurunan angka kematian anak/ibu dipublikasikan dan disosialisasikan secara berkesinambungan.Sehingga lebih banyak masyarakat yang mengetahui tentang program tersebut.

25

DAFTAR PUSTAKA Roeshadi, R.H.. 2007. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Bagian KSMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan Rahmawan, Ahmad. 2009. Upaya menurunkan angka kematian ibu. Bagian/smf ilmu kebidanan dan penyakit kandungan FK Unlam RSUD Ulin Banjarmasin Ashari, M.A. 2009. Preeclampsia dan Eklampsia. RSUD Panembahan Senopati Bantul Departemen Kesehatan RI. Kajian Kematian Ibu dan Anak di Indonesia. Jakarta, 2004. Adiyono, Darmono. 1996.Optimalisasi pelayanan kesehatan ibu dan anak menjelang tahun 2000. Badan Penerbit Undip: Semarang. WHO. Making Pregnancy Safer, a HealthSector Strategy for Reducing Maternal/ PerinatalMortality, 1999. Anonim. 2012. Kesehatan Ibu : Peluncuran Program EMAS (http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/371 , diakses 27 Maret (Online), 2012)

Anonim. 2010. Pusat Informasi Penyakit Infeksi : Tingkatkan Program Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (Online), (http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=5010, diakses 27 Maret 2012) HP, Catur. 2012. Namaanakbayi: Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Anak Masih Tinggi Di Indonesia (Online),( http://namanakbayi.com/angkakematianibu-dan-angka-kematian-bayi-di-indonesia-masih-tinggi/, diakses 27 Maret 2012 ). Opini. 2011. Kompasiana : Angka Kematian Ibu Indonesia Tertinggi di Asean (Online), (http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/12/17/angkakematian-ibu-indonesiatertinggi-di-asean/, diakses 27 Maret 2012) Puskesmas. 2011. Wadah aspirasi dan komunikasi Kepala Puskesmas Kabupaten Banjar LIMA STRATEGI MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU (Online), :

26

(http://fkkpkabbanjar.wordpress.com/2011/02/06/lima-strategiangka-kematian-ibu/, diakses 27 Maret 2012).

operasional-menurunkan-

Sackarpu. SacKarpu : Survey AKI dan AKB di Indonesia.(Online), (http://j3ffunk.blogspot.com/2011/05/survey-aki-dan-akb-diindonesia.html, diakses 27 Maret 2012)

27

Anda mungkin juga menyukai