Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Internal Audit Dosen Pengampu: Ismawati, SE., M.Si.
Indah Syawaliata Yoggi Rizal Radistya Nur Pratiwi Fikri Ismail Angga Wahyu Prasetyo Danang Adiktriawan
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wataala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada umat manusia, serta yang telah menjadikan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi Wasallam sebagai utusan-Nya. Shalawat dan salam kami sampaikan pula kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi Wasallam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Alhamdulillah atas pertolongan dan kemurahan-Nya, dengan penuh rasa tanggung jawab penulis dapat menyelesaikan makalah ini tentang Dealing With People, sebagai salah satu tugas untuk mengikuti mata kuliah Internal Audit. Makalah ini dapat pula digunakan untuk bahan kuliah. Makalah ini telah penulis susun dengan cermat, namun demikian masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan pada makalah-makalah selanjutnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis guna terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat sesuai dengan yang penulis harapkan. Dan semoga Allah Subhanahu Wataala senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ..i DAFTAR ISI ............................................................................................................. .ii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ .1 A. Latar Belakang .................................................................................................... .1 B. Rumusan Masalah .............................................................................................. .1 C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ .2 BAB 2 PEMBAHASAN .............................................................................................. .3 A. Sikap Menghadapi Auditor Internal ................................................................... .3 B. Alasan Dan Penyebab Rendahnya Penghargaan Yang Diberikan ...................... .3 a. Konflik Antara Staf Dengan Karyawan Lini .................................................. .3 b. Kontrol ......................................................................................................... .6 C. Menangani Kekuasaan, Perubahan, Dan Konflik ............................................... .8 a. Kekuasaan .................................................................................................... .8 b. Manajemen Perubahan ...............................................................................10 c. Konflik ..........................................................................................................11 D. Menyelesaikan Konflik........................................................................................ 11 E. Pengguna Kebutuhan-Kebutuhan Motivasional ................................................ 14 F. Dampak Dari Peranan Dan Tekanan ................................................................... 15 G. Kebutuhan Dan Pentingnya Sebuah Hubungan Yang Baik ................................. 16 H. Dampak Dari Hubungan Auditor/Klien ............................................................... 17 I. Saran-Saran Untuk Memperbaiki Hubungan ..................................................... 19 J. Umpan Balik Dari Klien ....................................................................................... 19 K. Sikap Yang Konsultatif ........................................................................................ 20 L. Konflik Diantara Permintaan Yang Berkaitan Dengan Kecurangan.................... 24 M. Mempertimbangkan Dampak Audit ................................................................... 26 N. Pandangan Manajemen...................................................................................... 28 O. Audit Investigatif ................................................................................................ 29 P. Menghadapi Lawan Yang Tidak Bersahabat ....................................................... 29 Q. Mendengarkan ................................................................................................... 31 R. Penggunaan Pertanyaan-Pertanyaan Wawancara Secara Efektif ...................... 34 S. Komunikasi ......................................................................................................... 36 a. Pengaturan Pesan ........................................................................................ 37 b. Urutan .......................................................................................................... 37 c. Pendukung ................................................................................................... 39 d. Penekanan ................................................................................................... 39
ii
T. U. V. W. X.
e. Pemoles ....................................................................................................... 39 Audit Partisipatif ................................................................................................. 40 Masalah-Masalah Khusus Dalam Hubungan Audit ............................................ 40 Mitra Vs Penjaga ................................................................................................. 41 Manajer Operasional Dan Atasannya ................................................................. 42 Kasus ................................................................................................................... 43
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Auditor bidang keuangan biasanya berhadapan dengan angka-angka, terkadang ia berhadapan pula dengan proses-proses manajemen. Auditor internal yang berorientasi pada manajemen berhadapan ssecara ekstensif dengan orang lain. Untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan dan untuk memastikan adanya tindakan perbaikan untuk temuan-temuan audit mereka, auditor, internal harus mengembangkan dan memelihara hubungan baiknya dengan kliennya. Namun demikian, auditor internal dapat terombang-ambing oleh sasaran yang saling bertentangan dan sepertinya benar-benar saling berlawanan maksudnya.
Dalam menjalani fungsinya, seringkali internal auditor mengalami beberapa permasalahan berikut yang mengakibatkan konflik kepentingan yang berkaitan dengan fungsi mereka tersebut: 1. Di satu sisi, mereka diharuskan untuk mengamankan perusahaan dari para auditee, namun disisi lain mereka melakukan peringatan adanya kemungkinan fraud. 2. Disatu sisi, untuk meningkatkan performa manajer operasi, tapi disisi lain mereka diharuskan untuk mencatat adanya deficiency yang tercatat pada manajer atasan. 3. Disatu sisi mereka mejalankan fungsi mereka mengawasi CEO di perusahaan, tapi di sisi lain merkea melaporkan kinerja perusahaan dimana CEO bertanggung jawab penuh atas hal tersebut.
Akan sangat sulit untuk menghadapi sasaran-sasaran yang saling bertentangan ini, namun demikian sasaran tersebut harus dihadapi jika auditor internal ingin melaksanakan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya. Olehkarena itu makalah ini akan membahas masalah-masalah yang terjadi antara hubungan auditor dengan klien. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. 2. Bagaimana cara pandang klien terhadap auditor? Apa penyebab dari penghargaan yang diberikan kepada auditor?
1
3.
Apa pentingnya mengembangkan dan dan memelihara hubungan? auditor/klien yang baik?
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bagaimana menangani perubahan, kekuasaan, dan konflik? Apakah penggunaan kebutuhan-kebutuhan motivasional? Apa dampak dari peranan dan tekanan? Seberapa perlu dan pentingnya sebuah hubungan yang baik? Apa sajakah anjuran untuk meningkatkan hubungan auditor/klien? Mendengarkan itu apa?
10. Komunikasi itu apa? 11. Apa audit partisipatif itu? 12. Apa sajakah masalah-masalah khusus di dalam hubungan audit?
C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makallah ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. Mengetahui bagaimana cara pandang klien terhadap auditor Mengetahui penyebab dari penghargaan yang diberikan kepada auditor Mengetahui pentingnya mengembangkan dan dan memelihara hubungan auditor/klien yang baik 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mengetahui bagaimana menangani perubahan, kekuasaan, dan konflik Mengetahui penggunaan kebutuhan-kebutuhan motivasional Mengetahui dampak dari peranan dan tekanan Mengetahui seberapa perlu dan pentingnya sebuah hubungan yang baik Mengetahui anjuran untuk meningkatkan hubungan auditor/klien Mengetahui mendengarkan itu apa
10. Mengetahui komunikasi itu apa 11. Mengetahui audit partisipatif itu 12. Mengetahui masalah-masalah khusus di dalam hubungan audit
BAB II PEMBAHASAN
A. Sikap Menghadapi Auditor Internal Studi-studi awal yang dilakukan atas hubungan antara auditor internal dengan mereka yang diaudit menunjukkan bahwa pihak yang terakhir, yang merupakan objek dari kegiatan audit, di kebanyakan kasus, tidak menujukkan sikap yang ramah kepada pihak yang pertama. Tidak hanya itu, jawaban-jawaban yang diberikan untuk setiap pertanyaan mengenai efektivitas, konstribusi, dan penyelesaian masalah yang diakibatkan oleh kegiatan audit internal memberikan hasil yang mengecewakan. Di sisi lain, manajemen senior dan dewan komisaris tampaknya menyadari kebutuhan mereka terhadap bantuan yang diberikan oleh audit internal dalam mengelola dan mengarahkan orgsanisasi. Sikap ini telah berubah secara material sebagai akibat dari adanya perubahan dalam sikap auditor internal itu sendiri terhadap pekerjaan mereka. Kebanyakan staff audit melihat fungsi mereka sebagai sebuah pendekatan kerja sama dengan sasaran untuk memberikan konstribusi pada organisasi yang diaudit. Hasilnya adalah meningkatnya jumlah manajer-manajer operasional organisasi yang diaudit. Hasilnya adalah meningkatnya jumlah manajer-manajer operasional yang meminta bantuan dari staf audit internal untuk menigkatkan operasi mereka baik dari segi efisiensi maupun efektivitas. B. Alasan dan Penyebab Rendahnya Penghargaan yang Diberikan 1. Konflik antara Staf dan Karyawan Lini Secara umum, dalam perusahaan ada dua tipe, yaitu tipe staf, dan tipe line, keduanya memiliki karakter yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Orangorang yang memiliki tipe staff, biasanya lebih muda, pada umumnya mereka memiliki edukasi formal yang lebih baik, lebih individual. Mereka biasanya menjadi seorang spesialid di bidang mereka, yang mungkin berpikir bahwa satusatunya jawaban adalah jawaban mereka. Dan orang-orang tipe staff ini berpikir
3
bahwa mereka harus menunjukkan dan membuktikan kinerja mereka pada manajemen yang lebih tinggi. Sedangkan orang-orang yang memiliki tipe line adalah orang-orang yang cenderung takut pada perubahan, karena perubahan bisa jadi akan mengubah kenyamanan dan rutinitas mereka sebelumnya. Dalam hal ini, internal auditor adalah staff, sedangkan perusahaan atau auditee adalah line. Hubungan antara staf dengan karyawan lini secara inheren cenderung akan menemui konflik. Aspek dari kebanyakan staf operasi itu sendiri tidak disukai oleh karyawan lini. Staf biasanya memiliki usia lebih muda. Mereka umumnya memiliki pendidikan formal yang lebih baik. Mereka lebih individualistis. Mereka seringkali menggunakan mode pakaian yang kasual untuk bisnis. Mereka memilih memberikan laporan kepada eselon yang lebih tinggi daripada karyawan lini. Menjadi seorang spesialis di bidang mereka, mereka yakin bahwa jawaban yang mereka berikan adalah jawaban satu-satunya. Mereka cenderung meremehkan kesulitan yang dihadapi oleh para karyawan lini jika mereka diminta untuk melakukan sesuatu yang merupakan hasil pemikiran dari staf tersebut. Dan para karyawan lini mungkin merasa bahwa mereka harus menunjukkan kelemahankelemahan yang terjadi untuk membuktikan dirinya kepada manajemen senior. Pada akhirnya mereka tidak harus mengimplementasikan rekomendasi yang telah mereka berikan. Dalam kondisi seperti ini, para karyawan lini kemungkinan akan memandang staf dengan rasa benci. Aspek dari staf itu sendiri hanyalah satu alasan untuk kebencian; karyawan lini juga memilikki alasan untuk takut kepada staf. Mereka takut terlihat seperti tidak memiliki pemikiran untuk perbaikan. Mereka takut bahwa perubahan yang diusulkan dapat merusak rutinitas yang mereka sukai dan kebersamaan yang telah ada. Mereka takut bahwa metode-metode yang direvisi dapat mengungkapkan ketidakefisienan dan/atau praktik-praktik terlarang. Dengan kata lain, mereka takur menghadapi perubahan. Aspek ini akan dibahas kemudian dengan lebih rinci. Auditor internal adalah staf. Dan para karyawan lini dalam artian ini, semuanya adalah klien kemungkinan akan memandang auditor internal dengan cara pandang yang sama seperti mereka memandang seorang staf. Menururt Chris Argrys, pegawai anggaran seperti auditor internal dapat melihat peran mereka sebagai anjing penjaga bagi organisasi. Mereka mendapatkan keuntungan dari
4
kerugian orang lain. Identifikasi yang mereka tunjukkan mengenai kesalahan dan kelemahan menunjukkan kepada manajemen bahwa mereka telah melakukan pekerjaannya dengan baik. Akan tetapi, hal ini juga dapat diartikan bahwa para karyawan lini tidak melakukan pekerjaannya dengan baik. Pegawai anggaran dan auditor internal menunjukkan temuan mereka untuk disaksikan oleh seluruh dunia. Pada waktu yang sama, para karyawan lini telanjang dan menggigil di hadapan tatapan yang dingin dari manajemen senior. Seperti yang disimpulkan oleh Argrys. Sikap diatas sedang mengalami perubahan. Banayak organisasi sudit internal menekankan pada pendekatan yang kooperatif. Tujuannya adalah untuk memfokuskan pekerjaan sebagai sebuah sarana pembantu dimana temuan tidak dianggap sebagai sebuah kelemahan melainkan lebih sebagai sebuah prkatik yang dapat ditingkatkan lagi melalui modifikasi yang dikembangkan secara bersama oleh klien dan auditor yang bekerja sama. Tujuannya adalah untuk memberikan bantuan kepada manajer operasional untuk melakukan pekerjaannya dengan lebih efisien dan efektif sehingga akhirnya akan menigkatkan statusnya di dalam hierarki manajemen. Sebuah contoh dari perubahan sikap ini adalah meluasnya penggunaan evaluasi klien atas fungsi-fungsi audit oleh organisasi audit. Pertanyaanpertanyaan yang diberikan kepada klien antara lain seperti umpan balik oleh klien. Apakah audit yang dilakukan telah memberikan konstribusi yang berarti bagi fungsi opersional Anda? Apakah auditor telah menunjukkan pendekatan yang partisipatif atas audit yang dilaksanakan? Apakah rekomendasi audit merupakan hasil dari usaha bersama yang dilakukan oleh Anda dan auditor? Apakah auditor telah berhati-hati untuk tidak mengganggu operasi Anda? Apakah auditor telah menujukkan penghargaan atas keahlian operasi dari Anda dan spesialis-spesialis Anda? Evaluasi dari pertanyaan-pertanyaan seperti diatas dan lainnya dapat memiliki dua dampak. Pertama akan memberikan buktii kepada klien bahwa manajemen
5
audit memilikki niat untuk mengembangkan sebuah hubungan yang harmonis dan saling menolong. Dan, kedua, anggota staf audit akan sadar bahwa sikap-sikap ini adalah penting bagi supervisor dan manajernya dan unsure-unsur ini digunakan sebagai pendukung dalam evaluasi prestasi kerjanya nanti. Layak jiika dikatakan hal ini tidaklah selalau lancer-lancar saja. Beberapa klien tidak memeberikan respons untuk perlakuan seperti ini. Klien yang keras kepala kadang berniat untuk mengacaukan audit dan menciptakan perselisihan di dalam metode audit dan akibatnya membuat auditor tetap besikap defensif terhadapa metode yang sedang diguunakan dan mudah-mudahan akan mengurangi atau mambatasi fungsi audit nantinya. Sikap klien ini adalah kami tidak akan bekerjasama, Andalah auditornya, Anda yang menemukan kesalahan dan jika Anda salah, kami yang akan membawa Anda ke hadapan manajemen puncak atas dasar audit yang buruk. Dalam kasus-kasus seperti ini, klien harus diberitahukan oleh manajemen puncak bahwa hal tersebut secara tidak langsung dalah penghinaan bagi manajemen puncak dimana auditor bekerja untuk mereka dan hal itu merupakan sesuatu yang tidak dapat ditoleransi. 2. Kontrol Karyawan lini bisa tunduk pada kontrol, namun mereka tidak harus menyukainya. Kontrol memiliki konotasi yang negatif. Karayawan lini
menganggap auditor internal sebagai bagian dari sebuah sistem kontrol. Tentu saja, auditor internal tidak melakukan sesuatu apa pun untuk meremehkan peran tersebut. Pernyataan tanggung jawab yang asli mendeklarasikan pada
permulaannya bahwa audit internal merupakan sebuaha kontrol manajerial yang fungsinya adalah mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari kontrol-kontrol yang lain. Pernyataan ini tidak berlaku lagi, namun dampak yang ditimbulkan dari pemikirannya masih berlanjut. Kebanyakan orang tidak menyukai kontrol maupun pihak-pihak yang menerapkan kontrol tersebut kepada mereka. Akibatnya kontrol menumbuhkan rasa permusuhan sebagai akibat dari persepsi oleh atau pengalaman pribadi dari klien dengan audit. Mints menyatakan bahwa penyebab dari rasa permusuhan, berdasarkan dari temuan risetnya adalah: Adanya ketakutan terhadap kritik melalui penemuan-penemuan audit.
Ketakutan akan perubahan hari ke hari dalam kebiasaan kerja mereka akibat adanya rekomendasi audit. Adanya penekanan dari atasan akibat adanya laporan-laporan penyimpangan. Praktek pelaporan hasil audit yang tidak sensitive, yang hanya fokus pada masalah penyimpangan, mengakibatkan adanya persepsi bahwa internal auditor meraih keuntungan dari penemuan-penemuan tentang penyimpangan.
Ketidak
pahaman
internal
auditor
terhadap
permasalahan
auditee,
ketidakhadiran empati terhadap permasalahan auditee, adanya konsentrasi berlebihan terhadap error yang tidak signifikan. Banyak auditor internal memberikan kontribusi pada persepsi-persepsi ini melalaui kegagalan yang mereka lakukan untuk memeahhami mengapa orang bertindak seperti yang mereka lakukan untuk memahami mengapa seseorang bertindak seperti yang mereka lakukan di hadapan seorang auditor. Hamper seluruh perilaku yang disadari adalah memiliki motivasi atau penyebab. Auditor internal yang tidak memiliki pemahaman ttentang teori motivasional akan menimbulkan perilkau yang menempatkan penghalang-penghalang di hadapan sasaran audit mereka. Orang-orang mendapatkan motivasi dari kebutuhan mereka yang mendasari dan bertindak dengan jalan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Mereka memberikan reaksi negatif dan tidak bersahabat karena kebutuhan-kebutuhan mereka terancam. Masalah motivasi ini akan dibahas lebih rinci kemudian. Douglas R. Carmichel telah menunjukkan bahwa sistem kontrol internal biasanya membuat asumsi bahwa para karyawan memiliki kelemahan mental, moral, dan fisik secara inheren. Ia juga menunjukkan bahwa asumsi-asumsi seperti ini dapat terpenuhi dengan sendirinya. Mereka meneybabkan karyawan berperilaku dalam cara-cara yang justru tidak diinginkan dan ingin dicegah oleh sistem tersebut. Para karyawan dapat merasa terancam karena temuan-temuan audit internal akan mengakibatkan adanya hukuman, hilangnya kesempatan untuk pemenuhan kebutuhan. Oleh karena itu, mereka akhirnya mengambil jalan yang tidak jujur untuk memenuuhi standar, atau mereka dapat mengubur kesalahankesalahan dan ketidakefisienan mereka dangan harapan auditor internal tidak akan dapat menemukannya.
7
C. Menangani Kekuasaan, Perubahan, dan Konflik 1. Kekuasaan Didalam organisasi dimanapun, orang-orang akan takut atau menghormati kekuasaan dari seorang pimpinan yang otoriter. Mereka menakuti kekuasaan dari seorang pemimpin yang otoriter. Mereka menghormati kekeuasaan dari seorang pemimpin yang berpengalaman dan kharismatik. Auditor internal menikmati kekuasaan, namun kemampuan mereka untuk berhadapan dengan orang lain akan bergantung pada jenis kekuasaan seperti apa yang mereka gunakan. Untuuk alasan tersebut, auditor hendaknya mengetahui kekuasaan ynag mereka miliki. Taylor membahas tujuh sumber kekuasaan, yaitu: a. Karena posisi. Kekuasaan datang dari posisi itu sendiri. Auditor internal memilikinya ketika mereka menikmatai status organisasi yang memadai dan memiliki wewenang untuk melaporkan temuan dan menyampaikan opini yang independen. b. Keahlian. Kekuasaan bergantung pada pengetahuan, keahlian, latar belakang, pendidikan, kebijaksanaan, dan informasi. Auditor internal yang profeional dengan pengetahuan yang luas tentang operasi organisasi dan teknik-teknik audit memiliki bentik keuasaan seperti ini. c. Karismatik. Kekuasaan didasarkan pada kepribadian, pesona, dan aura percaya diri. Auditor internal yang mengembangkan bentuk kekuasaan ini, konsep rasa percaya diri professional, dan menunjukkan keinginan untuk membantu, memberikan keuntungan bagi mereka melalau hubungan pribadi yang mereka bentuk dengan klien. d. Pengaruh. Kekeuasaan datang dari kemampuan untuk memberikan bantuan dan imbalan. Objektivitas yang diminta dari deorang auditor internal menghalangi penerapan secara lengkap dari bentuk kekuasaan ini. Akan tetapi, seorang auditor internal yang memberikan keyakinan kepada klien bahwa setiap bantuan secara sukarela didalam proses audit serta pembuatan dan pelaksanaan tindakan perbaikan atas temuan penyimpangan akan disebutkan sebagaimana mestinya dalam laporan audit secara tidak langsung, memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi.
e.
Ancaman. Kekuasaan datang dari kemampuan untuk tidak memeberikan bantuan kemampuan untuk memerintah, mengancam, dan dapat secara nyata memaksakan perilaku yang dikehendaki. Auditor internal dianjurkan untuk menjauhi penggunaan bentuk kekuasaan semacam ini. Karena secara tidak langsung akan menumbuhkan rasa dendam dan merusak hubungan auditor/klien yang diinginkan.
f.
Pemberian Tekanan. Pemilik dari kekuasaan seperti ini dapat memberikan sanksi dan menjatuhkan hukuman. Pemberian tekanan dapat juga dengan meminjam kekuasaan dari pihak lain untuk memperkuat basis kekuasaan pemilik tadi. Auditor internal mungkin dapat memiliki kekuasaan ini sebagai akibat dari karakteristik inheren, serta status organisasi dan pelaporan mereka. Tetapi seperti kekuasaan yang mengancam, hendaknya dilaksanakan dengan pertimbangan secara matang.
g.
Kekuatan langsung. Ini adalah kekuasaan terakhir dan tertinggi. Kekuasaan ini biasanya terdapat pada mereka-mereka yang memiliki sebuah tingkatan posisi di atas yang lainnya. Auditor berada di posisi staf dalam hubungannya dengan klien. Oleh karena itu kekuatan langsung jarang tersedia atau memang selayaknya ada. Keahlian yang dibutuhkan untuk memegang kekuasaan audit internal adalah:
teknis, interpersonal, dan konseptual. Bagi auditor internal, kemampuan teknis terletak pada pengetahuan mereka mengenai dasar-dasar kontrol dan administrasi yang baik, serta kapasitas untuk menganalisis aktivitas-aktivitas yang paling rumit dan mengambil kesimpulan yang logis daripadanya. Keahlian interpersonal bergantung pada kemampuan untuk menghadapi orang lalin, pengetahuanj mengenai kebutuhan-kebutuhan yang mereka miliki dan penggunaan keahlian teknis untuk membantu orang-orang tersebut dalam mencapai kebutuhankebutuhannya. Keahlian konseptual berasal dari kemampuan untuk
menghubungkan aktivitas yang sedang diaudit dengan sasaran dan tujuan dari setiap individu, organisasi, dan entitas secara keseluruhan. Ketika auditor internal mengembangkan keahlian-keahlian ini untuk mempraktikan bentuk kekuasaan yang tepat, kemampuan mereka untuk mencapai sasaran tanpa harus merepotkan klien akan meningkat dengan pesat.
9
2.
Manajemen Perubahan Perubahan ditakuti oleh sebagian orang dan disambut baik oleh sebagian yang lain. Auditor internal memiliki kepentingan terhadap yang disebutkan pertama kali dan gembira untuk yang terakhir. Pihak yang disebutkan pertamalah yang memiliki masalah di dalam implentasi dari rekomendasi audit internal. Auditor harus siap untuk mengelola dampak dari perubahan yang diakibatkan oleh rekomendasi-rekomendasi atau hal-hal yang telah diantisipasi oleh klien. Berikut beberapa penyebab yang menjadi kekhawatiran klien disertai dengan saran-saran untuk keberhasilan tindakan dari staf audit adalah: a. Ketakutan terhadap hal-hal yang tidak diketahui dapat dinetralisasi melalui penjelasan sampai tingkat yang memungkinkan dari dampak perubahan pada operasi yang sedang berjalan dan dengan jelas menguraikan potensi keuntungan dan risiko dari perubahan. b. Konflik dengan operasi yang sedang berjalan dapat dijelaskan dengan menguraikan hasil-hasil positif yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut kenyataannya merupakan produk dari manajemen klien saat itu. c. Masalah ego dapat diselesaikan dengan membawa manajemen klien ke dalam proses pengambilan keputusan sehingga perubahan tersebut
kenyataannya merupakan produk dari manajemen klien saat ini. d. Masalah-maslah birokratis termasuk perlunya penyesuaian ulang secara vertical dan horizontal dapat diperkecil melalui kerja sama dengan seluruh pihak yang terlibat untuk menguraikan perubahan terintegrasi yang dibutuhkan dan melalui kerja sama dengan seluruh unit vertikal dan horizontal yang terlibat. e. Jika perubahan tersebut tidak menguntungkan secara biaya dan
menghasilkan operasi yang kurang efisien, jelaskan hasil-hasil positif dari keuntungan yang melebihi kerugian-kerugian yang terjadi. Perubahan tersebut hendaknya wajar, tidak melanggar nilai-nilai moral atau praktik berbisnis yang baik dapat untuk dicapai, sesuai dengan keinginan klien, dapat dikomunikasikan dan sampai tahap tertentu menguntungkan dari segi biaya.
10
3.
Konflik Konflik terjadi di seluruh organisasi dan menunjukan dirinya dalam berbagai tingkatan. Di kebanyakan organisasi konflik dapat dikontrol dengan baik. Konflik disebabkan oleh perbedaan yang terjadi di antara orang atau organisasi secara relative terhadap: Metode-metode pelaksanaan aktivitas. Masalah daerah kekuasaan bidang-bidang pertanggungjawaban. Komitmen dari sumber daya. Ideologi dan etika. Konflik auditor klien sudah umum terjadi. Bahkan, auditor yang bertindak dalam posisinya selaku penasihat merupakan aspek mendasar dari sebuah konflik. Konflik dapat diselesaikan melalui arbritase, mediasi, atau kompromi. Konflik juga dapat dihilangkan meskipun tidak diselesaikan, melalui perintah. Konsep dari kompromi tentu akan sangat diinginkan. Sampai pada tingkat yang memungkinkan, baik auditor maupun klien sebaiknya rela menerima sehingga dapat tercapai kemungkinan keuntungan tertinggi bagi organisasi.
D. Menyelesaikan Konflik Beberapa anjuran dari sebuah artikel dalam Internal Auditor memeberikan harapan sehubungan dengan penyelesaian sebuah konflik. Ppenyelesaian di dalam kasus ini mengambil kesimpulan bahwa tidak terdapat konflik lagi dan paar pihak telah menyetujui kondisi-kondisi, pemahaman, dan tindakan tertentu. Artikel tersebut mengusulkan dua aktivitas yang penting: pertama, memahami konflik tersebut; dan kedua, menegosiasikan penyelesaiannya. Memahami konflik mencakup 3 (tiga) pertanyaan yang harus dijawab: 1. Apakah konflik tersebut nyata? Dapatkah konflik tersebut hanya merupakan suatu kesalahpahaman atau komunikasi yang buruk. 2. Apa yang menjadi konflik? Konflik yang sebenarnya harus diungkapkan sehingga tidak dikaitkan dengan masalah-masalah sekunder. 3. Apa penyebab dari konflik? Sumber permasalahan sebaiknya diidentifikasikan secepat mungkin. Mungkin saja pihak-pihak yang bertikai sedang
Menegosiasikan sebuah penyelesaian dapat ditingkatkan dengan berkonsentrasi pada 6 (enam) aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah: Berkonsentrasi pada masalah-masalah manusia. Permasalahan ini berhubungan dengan memperlakukan sisi yang lain sebagaimana layaknya manusia daripada sekedar halangan. Disini empati sagat penting dan adanya kesadaran bahwa pembahasan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang progresif. Memisahkan para individu yang terlibat dari konteks konflik. Auditor hendaknya tidak menyerang orangnya, melainkan sebaiknya menegosiasikan pada
permasalahan dan membahasnya. Mempertimbangkan sudut pandang lawan dalam konflik. Memandang konflik dari mata pihak lawan dapat mengaraha kepada penyelesaian yang sejalan dengan pihak lawan. Pembahasan yang terjadi setelahnya hendaknya tidak menggunakan nada yang menuduh. Melibatkan pihak lawan dan proses pengambilan keputusan. Partsisipasi adalah penyeimbang yang baik, dengan asumsi bahwa sasarannya adalalh sebuah posisi yang diinginkan oleh kedua belah pihak. Membahas emosi secara terbuka. Emosi sebaiknya dikenala dan dibahas secara terbuka. Kenyataan bahwa taruhan dan reputasi menjadi terancam sebaiknya disadari dan penyelesaiannya diarahkan kepada kepuasan bersama. Ledkanledakan emosional sebaiknya ditoleransi tanpa pembalasan. Setelah pelepasan emosi, hendaknya dilanjutkan dengan pembahasan menggunakan kepala yang jernih. Komunikasi. Kedua belah pihak sebaiknya saling mendengarkan dan mencoba untuk memahami. Aspek ini jiga memiliki arti bahwa auditor merencanakan dengan baik pernyataan mereka yang sebisa mungkin sebaiknya tidak memeberikan maksud untuk menghasut. Artikel tersebut selanjutnya menyarankan semua pihak untuk mengembangkan pilihan-pilihan alternatif. Disini harus terdapat tingkat fleksibilitas dari kedua belah pihak. Terdapat tiga rintangan yang harus diatasi: Pertimbangan yang prematur Terpaku hanya pada satu jawaban Anggapan akan adanya satu solusi tetap
12
Rintangan-rintangan diatas dapat diatasi jika kedua belah pihak saling: Bertukar pikiran mengenai pilihan-pilihan lain Memisahkan proses kreasi dari proses pengambilan keputusan Mempertimbangkan semua pilihan Mencoba untuk meraih keuntungan bersama Dasar dari penyelesaiannya adalah persetujuan yang dapat dicapai dalam menentukan kriteria saasaran yang dapat disetujui oleh kedua belah pihak. Meskipun artikel tersebut menghindari adanya tawar menawar namun wajar untuk diyakini bahwa kompromi masih dapat digunakan untuk memberikan sebuah hasil dimaan kedua belah pihak sama-sama menang. Tanpa melihat metodologi idela yang sedang digunakan, seperti yang telah diuraikan diatas, unsur dari emosi danbahkan kepercayaan yangtulus mengenai yang tulus mengenai validitas dari posisi seseorang, beberapa unsur dari sebuah kompromi dapat dipastikan akan merembes masuk. Begitu juga, hal ini mungkin bukanlah sebuah penyelesaian yang bururk karena pada waktu di kemudian hari, setelah pengalaman interim, dapat dilakukan percobaan lain untuk menghasilkan penyelesaian yang lebih jauh lagi dari unsur-unsur konflik yang masih tersisa. 1. Ketakutan terhadap hal-hal yang tidak diketahui dapat melalui penjelasan sampai tingkat yang memungkinkan dari dampak perubahan pada operasi yang sedang berjalan dan dengan jelas menguraikan potensi keuntungan dan risiko dari perubahan. 2. Konflik dengan operasi yang sedang berjalan dapat dijelaskan dengan menguraikan hasil-hasil positif yang ditimbulkan oleh perubahan dan pujian yang akan diberikan kepada manajemen klien. 3. Masalah-masalah ego dapat diselesaikan dengan membawa manajemen klien ke dalam proses pengambilan keputusan sehingga perubahan tersebut kenyataannya merupakan produk dari manajemen klien saat ini. 4. Masalah-masalah birokratis, termasuk perlunya penyesuaian ulang secara vertikal dan horizontal, dapat diperkecil melalui kerjasama dengan seluruh pihak yang terlibat untuk menguraikan perubahan-perubahan terintergrasi yang dibutuhkan dan melalui kerjasama dengan seluruh unit-unit vertikal dan horizontal yang terlibat.
13
5.
Jika perubahan tersebut tidak menguntungkan secara biaya dan menghasilkan operasi yang kurang efisien, jelaskan hasil-hasil positif dari keuntungan yang melebihi kerugian-kerugian yang terjadi. Perubahan tersebut hendaknya wajar, tidak melanggar nilai-nilai moral atau
praktik berbisnis yang baik, dapat untuk dicapai, sesuai dengan keinginan klien, dapat dikomunikasikan, dan sampai tahap tertentu menguntungkan dari segi biaya.
E. Pengguna Kebutuhan-Kebutuhan Motivasonal Di awal tadi, mengenai motivasi dibahas sebagai sebuah kekuatan yang halus yang menyebabkan klien menerima audit sebagai suatu rancangan untuk perbaikan. Bagaimana cara kerjanya? Kita pada umumnya mengenal rangkaian kebutuhan dari Maslow yang memotivasi manusia. Kebutuhan-kebutuhan ini berbeda dari kebutuhan fisik seperti udara, makanan dan air sampai pada kebutuhan yang rumit untuk meyakini bahwa seseorang melaksanakan pekerjaan yang memang ditakdirkan untuk dikerjakannya. Dua kebutuhan yang lain, keamanan, baik secara fisik maupun ekonomi, dan kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dapat merangsang klien untuk: 1. 2. 3. Memberitahukan adanya masalah-masalah yang dicurigai kepada auditor. Bekerjasama dengan auditor dalam melaksanakan audit. Mengimplementasikan rekomendasi auditor. Bagaimana kebutuhan-kebutuhan motivasional ini dapar membantu? Dengan mengungkapkan di dalam laporan audit apa-apa yang telah dilakukan oleh klien dan berkat kerja sama dari klienlah maka audit berhasil dilaksanakan dengan baik. Pengakuan dari manajemen dan rekan sekerja klien dapat memberikan dampak yang menguntungkan pada kondisi ekonomi klien dan dapat menghasilkan penghargaan karena menunjukkan adanya pengetahuan tentang segi-segi manajemen yang baik dan memiliki pertimbangan dari sisi manajemen dalam menerima perubahan sesuai kepentingan kelancaran organisasi.
14
F. Dampak Dari Peranan Dan Tekanan Umunya orang memainkan banyak peran dalam kehidupan sehari-hari mereka. Peran terdiri atas sikap dan pelaksanaan yang dihasilkan akibat dari berbagai macam situasi. Baik auditor maupun klien memainkan peran-perannya sehubungan dengan bisnis dan kehidupan pribadinya. Peran-peran tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai: (tanpa adanya korelasi horizontal) Auditor Tradisonal Polisi Penjaga Detektif Profesional Auditor Supervisor Manajer Pribadi Orangtua Pasangan Guru Murid Orangtua Pasangan Guru Murid Klien Mengabaikan Mengintimidasi Kooperatif Klien Manajer
Pada saat-saat tertentu terjadi konflik diantara dari berbagai peran tersebut. Misalnya, bekerja lembur sebagai seorang auditor atau seorang klien dapat bertentangan dengan persyaratan dan tanggung jawab sebagai orangtua atau seorang pasangan. Konflik-konflik peranan ini merupakan penyebab-penyebab tekanan terbesar baik bagi auditor maupun klien. Penyebab-penyebab tekanan yang lain adalah situasi yang berhubungan dengan etika pekerjaan, keyakinan kepada ketidakcukupan, persyaratan perjalanan, batasan waktu, dan situasi dimana kesejahteraan jangka pendek dari organisasi bertentangan dengan isu-isu moral dan kejujuran.
15
Penyelesaian dari konflik-konflik peranan dan tekana ini tidaklah mudah. Mungkin penetapan prioritas dan evaluasi atas dampak dari aktivitas adalah dua metode yang terbaik. Pelajaran bagi auditor adalah untuk menyadari bahwa klien dapat sama-sama menjadi subjek dari konflik peranan dan tekanan seperti yang mereka alami. Dibanyak kasus, auditor dapat atau mungkin menyadari masalah-masalah klien ini. Tetapi ini bukan berarti bahwa auditor harus menjadi seorang penasihat atau seorang pembimbing, auditor dapat melakukan modifikasi pada kegiatan audit dalam jangka pendek untuk mengakomodasi persoalan-persoalan pribadi dari klien. Untuk mengakhiri pembahasan ini, auditor hendaknya menjaga agar konflik peranan atau permasalahan tekanannya sebisa mungkin tidak menganggu jalannya audit. Menyadari adanya permasalahan dan memprioritaskan persoalan hendaknya menjadi sebuah persyaratan utama. G. Kebutuhan Dan Pentingnya Sebuah Hubungan Yang Baik Dengan asumsi para ahli perilaku adalah benar, bakwa orang-orang lini akan bermusuhan dengan para staf pada umumnya dan auditor pada khususnya, dan kontrol-kontrol tadi terutama yang mengambil bentuk auditor internal dapat membuat seseorang menjadi takut, defensif, dan tidfak jujur, apakah ini berpengaruh? Bukankah merupakan pekerjaan dari auditor internal untuk melakukan auditnya meskipun menghadapi kesulitan-kesulitan? Bukankah pekerjaan adalah menggali apa yang ditutup-tutupi, untuk mengungkapkan kesalahan, pertimbangan, dan pekerjaan yang buruk? Bukankah pekerjaan mereka adalah melaporkan apa-apa yang mereka temukan? Jawaban dari seluruh pertanyaan diatas adalah ya. Tetapi mengapa kita membuat pekerjaan menjadi lebih sulit daripada yang seharusnya? Mengapa dalam semangat permusuhan mencakup hal-hal apa yang dapat dilaksanakan dalam sebuah semangat bekerjasama dan saling tolong-menolong? Konflik yang terjadi ditambah pula dengan bergeraknya auditor kedalam sisi operasi. Meskipun ketakutan dan ketidakpercayaan klien mungkin tidak dapat menyebabkan seorang auditor keuangan di bidang akuntansi dapat mencapai sasaran auditnya, audit atas operasi memberikan permasalahan yang berbeda dan biasanya lebih khusus.
16
Ketika auditor internal melaksanakan audit atas operasi tersebut yang serupa komprehensif, mereka tidak akan dapat memiliki informasi mengenai operasi tersebut yang serupa dengan yang dimiliki seorang auditor keuangan di sebuah departemen keuangan. Proses operasi dapat menjadi asing, kompleks, dan membingungkan. Orang-orang operasional mungkin dapat berbicara dengan bahasa dan menggunakan istilah-istilah yang asing bagi pengetahuan dan pengalaman auditor. Selanjutnya, tindakan perbaikan yang diminta kemungkinan besar akan menuntut komitmen sepenuh hati dari karyawan operasionaljika ingin efektif. Namun karyawan operasional lebih tidak terbiasa dengan auditor internal dan proses audit, dan kecil kemungkinannya untuk menerima auditor dan rekomendasi mereka. Kemampuan utama berhadapan secara efektif dengan orang lain melebihi dari sekedar hubungan yang menyenangkan. Kemampuan tersebut lebih dari keadaan dimana setiap orang saling berbuat ramah satu sama lain. Kemampuan tersebut berarti kemampuan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan dampak merugikan yang paling kecil bagi orang lain. H. Dampak Dari Hubungan Auditor/Klien Studi riset oleh Mints mengumpulkan banyak bukti mengenai pentingnya pelaksanaan audit tanpa rasa permusuhan. Studi yang ia lakukan meliputi pengujianpengujian audit dimana beberapa tim audit menggunakan gaya yang dingin, suprior dan tanpa perasaan sedangkan beberapa tim yang lain menggunakan pendekatan yang partisipatif dan berdasarkan atas kerjasama tim. Setelah setiap audit, para klien diminta untuk mengevaluasi gaya dari auditor-auditor tadi. Sebagai contoh, apakah mereka menganggap auditor sebagai seorang polisi atau seorang guru? Setelah audit dilakukan, setelah auditor dievaluasi, dan setelah terlewatinya cukup banyak waktu yang akhirnya menunjukkan bagaimana dampak dari audit tersebut, satu dari auditor umum yang terlibat di dalam studi tersebut menulis pernyataan berikut ini kepada si peneliti: Setelah enem bulan sejak audit selesai, para klien mengirimkan sebuah memo kepada kontroler perusahaan dan manajer divisi yang melaporkan bahwa mereka telah mengambil tindakan atau sebaliknya. Kami mencatat adanya sebuah korelasi langsung antara penilaian klien terhadap auditor dan jawaban-jawaban ini. Ketika auditor diberikan nilai yang tinggi, pada umumnya tindakan telah dilakukan untuk semua hal,
17
dan begitu pula sebaliknya. Karena motivasi karyawan merupakan salah satu sasaran utama kami, saya menganggap ini sebagai sebuah temuan paling penting, yang menunjukkan perlunya kami menungkatkan penerimaan auditor oleh klien. Studi riset tersebut menunjukkan, dengan seefektif mungkin, bahwa hubungan yang buruk dapat menggagalkan sasaran audit dan hubungan yang baik dapat meningkatkannya. Auditor yang lain juga mengevaluasi hasil-hasil yang dilakukan untuk studi riset tersebut. Ia dapat mengetakan dengan yakin bahwa hasil yang diperoleh dari gaya yang hangat dan penuh empati adalah secara signifikan lebih baik daripada hasil yang diperoleh melalui gaya yang dingin dan tidak ramah. Ia juga mengatakan bahwa satu hal yang patut disesalkan dari korelasi ini adalah dari sudut pandang teknis, pekerjaan yang dilakukan oleh para auditor yang tidak ramah dinilai lebih unggul daripada yang dilakukan oleh auditor yang penuh empati. Akan tetapi, hasil-hasil dari kelompok auditor yang penuh empati menujukkan bahwa manajemen dengan segera menerima dan mengimplementasikan ide-ide mereka. Ia selanjutnya menyimpulkan: Dengan kata lain, hasil dari audit yang kita lakukan akan sangat bergantung pada bagaimana kita memandang orang lain, daripada bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Lebih jauh, kita dapat memengaruhi secara positif cara bagaimana kita dipanda ng oleh orang lain dengan ikut melibatkan diri kita bersama klien, dengan memberikan empati kepada mereka dan dengan memikirkan apa-apa yang terbaik bagi mereka daripada bagi kita. Auditor internal sebaiknya tidak memiliki pemikiran bahwa status tinggi yang ia miliki di dalam organisasi akan melindungi mereka dari dampak akibat hubungan auditor/klien yang buruk. Macher melaporkan sebuah studi yang dilakukan terhadap 21 orang eksekutif yang dipecat atau diminta untuk mengundurkan diri. Alasan utama yang disebutkan adalah hubungan dengan orang lain yang buruk. Sedangkan tiga faktor yang paling sering disebutkan adalah tidak sensitif dengan orang lain, dingin/menjauhkan diri, dan mengingkari kepercayaan. Sepertinya tidak diragukan lagi bahwa pekerjaan auditor internal yang cerdas dan imajinatif saja, tidaklah cukup untuk memastikan perbaikan dari operasi. Klien harus beringinan untuk mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi audit. Oleh karena itu, gaya melakukan audit dapat menjadi sama pentingnya dengan kompetensi dibidang teknis.
18
I.
Saran-Saran Untuk Memperbaiki Hubungan Hubungan antara auditor dengan klien dapat membaik jika auditor, yang ahli dibidang kontrol, menghargai perbedaan yang terjadi diantara kontrol yang diperintahkan dan kontrol yang ditentukan sendiri. Prinsip dari kontrol yang ditentukan sendiri mengharuskan agar sebuah kelompok staf tidak akan pernah menjadi instrumen dari penentuan kebijakan yang menjadi penghubung dimana prosedur-prosedur kontrol yang dikembangkan oleh eselon-eselon tingkat atas mengalir kebawah sampai kepada para manajer dan karyawan operasional. Sebaliknya, mereka hendaknya bertindak dan dianggap sebagai sebuah sarana untuk menyampaikan alasan dari prosedur-prosedur yang dibutuhkan. Mereka hendaknya membantu para manajer mengontrol diri mereka sendiri. Bantuan ini termasuk memberikan informasi kepada para karyawan operasional ketika mereka keluar batas, tetapi juga termasuk membatu mereka kembali ke jalur yang benar dan memotivasi mereka agar ingin melakukannya. Auditor internal berada ditengahtengah. Mereka berada diantara kontrol dari manajemen senior di satu sisi dan pihakpihak yang dikontrol pada sisi yang lain. Cara mereka sendiri bertindak dapat menentukan perbedaan antara suatu audit yang efektif dan tidak efektif.
J.
Umpan Balik Dari Klien Sebelum audit internal dapat memperbaiki citra mereka didalam organisasi, mereka harus mengetahui bagaiman cara orang lain memandang mereka. Ferrier mengusulkan adanya suatu penelaahan terhadap auditot internal oleh klien sebagai satu langkah yang dapat ditempuh kearah peningkatan hubungan antara klien dengan auditor. Melaporkan hasil dari umpan balik tersebut kepada auditor internal maupun manajemen senior akan membantu untuk memastikan akuntabilitas dari fungsi audit internal itu sendiri. Pelaporan umpan balik dapat memberikan keuntungan-keuntungan seperti: 1. 2. Suatu cara untuk menilai kinerja dari auditor internal. Suatu cara untuk memperbaiki audit dimasa depan dengan mengetahui bidangbidang didalam audit internalyang masih dapat ditingkatkan lagi.
19
3.
Suatu jalan untuk mendorong terciptanya hubungan yang harmonis dengan klien melalui suasana partisipatif yang lebih mendalam.
4.
Suatu cara untuk memperkecil konflik-konflik yang terjadi akibat dari sindrom mereka dan kami dimana klien terus berada dalam posisi bertahan terhadap para mata-mata manajemen.
5.
Suatu jalan untuk menyampaikan kepada klien beberapa masalah dan kendala yang dihadapi oleh auditor dalam mengevaluasi kinerja dari pihak lain. Diharapkan melaui cara ini akan dihasilkan apresiasi yang lebih baik, dan perkenalkan yang lebih dekat dengan fungsi audit internal. Banyak organisasi auditor internal menggunakan sebuah kuesioner yang harus
diisi oleh klien pada saat akhir penyelesaian audit. K. Sikap Yang Konsultatif Sebuah Penyelesaian perilaku yang disukai untuk karyawan lini dan staf dan karenanya berarti pula hubungan klien/auditor adalah pengadopsian sikap yang konsultatif daripada sikap yang mengatur. Jika para staf spesialis, termasuk diantaranya auditor internal, ingin berhasil dalam mencapai sasaran mereka, mereka harus menunjukkan bahwa pengetahuan dan usaha yang mereka lakukan dapat memberikan keuntungan bagi para karyawan operasional. Partisipasi akan berhasil sedangkan pembebanan tidak. Tampilan 28-2 menunjukkan perbandingan antara pendekatan-pendekatan audit yang tradisional (garis keras) dengan partisipatif. Auditor Internal harus menekankan peranan mereka yang konstruktif dan partisipatif kepada para manajer operasional. Hal ini menuntut adanya metode-metode yang inovatif dan berkelanjutan untuk menyampaikan pesan di atas kepada para karyawan operasioanal. Pentingnya persepsi yang tepat dari klien disorot dalam sebuah pernyataan yang dibuat oleh Comptoller General Elmer B. Staats pada tanggal 25 juli 1978, yang disampaikan dalam sebuah komite kongres sehubungan dengan Inspector General (IG) Act tahun 1978. Dr. Staats mengatakan: Saya tidak dapat menekankan dengan lebih kuat lagi kepada Anda mengenai kebutuhan untuk merevisi judul inspektur umum yang terdapat di dalam rancangan undang-undang ini. Mungkin ini tampaknya hanyalah sebuah hal kecil, namun saya dapat meyakinkan Anda bahwa apa yang dilakukan oleh subkomite dalam
20
permasalahan ini akan dapat menimbulkan konsekuansi luas di tahun-tahun yang akan datang. Kami yakin bahwa nama dari organisasi yang ditentukan oleh rancangan undang-undangini akan dapat memberikan kesan bagaimana mereka beroperasi. Jika anda menyebutkan mereka sebagai biro inspektur umum Anda akan menghadapi kenyataan bahwa penerimaan pegawai di masa depan untuk biro-biro tersebut akan terkonsentrasi pada orang-orang yang memiliki latar belakang investigatif, dan operasi-operasi dimasa datang akan semakin dipusatkan pada investigasi-investigasi yang bermaksud untuk mendetaksi terjadinya kecurangan. Apa yang dibituhkan oleh agen federal adalah kontrol internal yang kuat untuk meminimalkan adanya peluang-peluang untuk menggelapkan kekayaan negara. Peringatan yang diberikan oleh Dr. Staats ini sangatlah tepat. Penunjukkan dari banyak inspektur umum dari departemen-departemen dan keagenan-keagenan besar telah ditekankan pada pengacara dan investigator, bukannya pada auditor-auditor atau ahli-ahli sistem kontrol. Saat ini, hubungan ganda antara auditor dan konsultan telah mendapatkan banyak perhatian. Dugaan akan hilangnya independensi dari auditor telah mengangkat kepala mereka. Akan tetapi, auditor internal yang piagam auditnya adalah untuk memberikan nilai tambah bagi organisasi hampir dipastikan tidak dapat beroperasi hanya dalam kapsitasnya untuk memberikan assurance saja. Tidak dapat dihindari, auditor akan mengobservasi praktik-praktik yang perubahannya dapat menghemat biaya dari perbaikan operasional. Mengabaikan potensi keuntungan atas nilai ini adalah suatu tindakan yang tidak tepat. Konsekuensinya, auditor harus memasukkan mereka bersama-sama dengan temuan-temuan assurance yang mereka lakukan. Hal ini adalah sebuah konsultasi, namun bagaimanapun auditor dapat memberikan serangkaian rekomendasi untuk menghindari mereka bertindak di dalam kapsitas manajerial. Klien dapat dan akan memilih rekomendasi terbaik yang diterima atau, dengan studi lebih lanjut dari situasi tersebut, mengembangkan perluasan tindakan yang akan lebih meningkatkan lagi pengungkapan dari auditor.
21
Aktivitas atau departeman yang dievaluasi: Tanggal: Dibuat oleh: Departemen atau aktivitas:
Nilai (10-tertinggi, 1-terendah) 1. Pengetahuan Teknis. Seberapa baik auditor internal telah menunjukkan pemahaman mengenai sasaran-sasaran dan fungsi-fungsi departemen atau aktivitas Anda? Rentang Jasa. Seberapa baik mereka telah memberikan jasanya? Pengetahuan Profesional. Seberapa baik mereka telah menunjukkan sebuah pengetahuan profesional mengenai prinsip-prinsip dan teknik-teknik audit internal? Hubungan. Seberapa baik auditor dapat berhunbungan dengan: Manajemen? Karyawan? Komunikasi. Seberapa baik komunikasi mereka dengan manajemen dan karyawan operasional? Responsif. Seberapa tanggapkah mereka terhadap kebutuhankebutuhan yang Anda miliki? Profesionalisme Apakah para auditor internal tampak terlatih dengan baik dan profesional?
2.
3.
4.
5.
6.
7.
22
Nilai (10-tertinggi, 1-terendah) 8. Kebiasaan. Apakah auditor internal telah memperlakukan Informasi yang mereka peroleh dengan tingkat kerahasiaan yang sesuai? Sikap. Apakah auditor internal telah menunjukkan sebuah sikap yang profesional, sikap membantu, dan positif kepada Anda dan orang-orang Anda?
9.
10. Kerativitas. Sampai sejauh apakah kreativitas yang telah mereka tunjukkan dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah yang ada? 11. Produktivitas. Seberapa produktif auditor internal menurut penilaian Anda? 12. Tingkat Signifikansi. Seberapa signifikankah temuan-temuan yang dilaporkan? 13. Tingkat Bantuan. Seberapa membantukan auditor dalam menyarankan tindakan-tindakan perbaikan? 14. Pengembalian. Apakah Anda menginginkan para auditor internal ini kembali untuk penugasan yang lain? 15. Penilaian secara Keseluruhan. Berapakan nilai keseluruhan yang Anda berikan untuk tim audit internal (tidak harus berarti nilai rata-rata dari nilai-nilai yang telah diberikan sebelumnya)? Apakah ada tambahan komentar dan rekomendasi lain yang Anda hendak sampaikan kepada audit internal atau manajemen senior?
23
Sikap konsultatif ini dapat dan hendaknya dilaksanakan dengan bantuan dari klien. Usaha gabungan tersebut tidak hanya akan menjadi lebih efektif dan kemungkinan lebih efisien, namun sikap ini juga akan memastikan kepentingan dan dukungan dari klien karena kepemilikan bersama dari potensi perbaikan operasi. Prosedur ini tidak melanggar sebuah pendekatan independen sejauh klien menjadi pengambil keputusan yang terakhir dalam penentuan perubahan-perubahan yang akan dilaksanakan. L. Konflik Diantara Permintaan Yang Berkaitan Dengan Kecurangan Pencegahan dan pendeteksian kecurangan merupakan suatu hal yang penting. Kerugian yang ditimbulkan dapat sangat besar jumlahnya. Dampaknya pada perusahaan juga dapat menggemparkan dan auditor internal memiliki tanggung jawab untuk waspada terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan dan mengmbil langkahlangkah yang tepat ketika dicurigai kecurangan telah terjadi. Singkatnya, auditor internal harus bertindak seperti yang akan dilakukan oleh seorang manajer yang mampu.
24
Tampilan 28-2 Perbandingan Pendekatan Audit Tradisional Memperkecil biaya dan meningkatkan efisiensi adalah sasaran dari audit tradisional. Partisipatif Memberikan cara yang lebih baik bagi para manajer dalam memperkecil biaya dan meningkatkan efisiensi adalah sasran dari audit partisipatif Prosedur dan control diperintahkan dari atas dan diatur oleh auditor internal Prosedur dan control menjadi hak milik dari para manajer operasional. Auditor internal adalah seorang konsultan professional yang didedikasikan untuk membantu para manajer meningkatkan kontrol dan prosedur yang mereka miliki. Auditor internal menentukan standar yang menjadi dasar bagaimana operasi akan dikelola. Manajer hanya memberikan pebgetahuan tentang operasi. Auditor internal mengeluarkan laporan yang mencantumkan penyimpanganpenyimpangan saja, melaporkan rekomendasi audit hanya kepada manajemen puncak. Baik manajer maupun auditor internal menyetujui standar-standar pengukuran dan bagaimana standar-standar tersebut akan diterapkan. Auditor internal menerbitkan laporan yang seimbang dan menguraikan tindakantindakan yang telah dilakukan oleh manajemen lini untuk meningkatkan operasi dan memperbaiki semua kelemahan yang ditemukan. Perbaikan kondisi akan dihasilkan dari pemfokusan pada penyimpanganpenyimpangan yang diungkapkan oleh auditor internal. Auditor internal memastikan bahwa seluruh prosedur dan kebijakan telah dengan keras Perbaikan kondisi akan dihasilakan dari tindakan perbaikan di mana auditor dan klien akan sama-sama berpartisipasi di dalamnya. Auditor internal memeriksa prosedurprosedur dan kebijakan-kebijakan akan
25
dipatuhi.
Auditor internal bertindak selaku seorang ahli dari luar. Auditor internal menjaga tindak lanjut yang ketat atas rekomendasi-rekomendasi yang diberikan.
Auditor internal bertindak selaku seorang konsultan internal. Auditor internal membantu klien dalam pembuatan kontrol untuk memastikan dilakukannya implementasi dari perbaikan atas temuan-temuan.
M. Mempertimbangkan Dampak Audit Auditor internal yang memerlukan kerja sama harus merancang pendekatan mereka dengan seksama. Mereka harus menyadari bahwa terdapat dampak-dampak perilaku yang nyata dalam tiga langkah-langkah audit yang berbeda: antisipasi audit, pelaksanaan audit, dan pelaporan audit. Antispasi dari audit dan misteri yang berkenaan dengannya dapat diatasi dengan langkah-langkah positif dari sisi auditor internal. Mereka dapat menjaga audit-audit mendadak dalam jumlah seminim mungkin, membatasi mereka hanya pada aktivitasaktivitas seperti penanganan kas dan surat-surat berharga yang dapat dinegosiasikan atau dimana terdapat kecurigaan akan adanya kecurangan. Mereka dapat menjelaskan kepada klien tentang hasil-hasil yang positif dari audit dan keuntungan-keuntungan yang dapat diharapkan oleh klien. Jarvis menjelaskan sebuah pendekatan yang telah digunakan dalam sebuah bank multicabang. Sebuh pasal dirancang untuk memberikan para karyawan kantor cabang sebuah pandangan terkapsul dari hal-hal apa yang dilakukan dan tidak dilakukan dan tidak dilakukan oleh auditor internal dan membuat mereka lebih santai ketika inilah dia para auditor datang. Organisasi-organisasi lain juga membuat brosur-brosur yang menjelaskan fungsi auditor internal, pengalaman dan latar belakang staf-stafnya, kontirbusi yang ia berikan bagi kelancaran organisasi, dan metode operasi normalnya. Bukletbuklet ini juga menunjukan bagaimana mereka melakukan persiapan untuk audit dan bagaimana
26
cara bekerja dengan auditor sehingga membuat pengalaman audit menjadi sebuah peristiwa yang produktif bagi kedua belah pihak. Selama pelaksanaan audit, seorang dapat merasa penting jika dia diberi pertanyaan yang berjenis manusiawi daripada pertanyaan yang berjenis control. Sebagai contohnya: Pekerjaan apa yang Anda lakukan? Pekerjaan apa yang dilakukan oleh atasan langsung Anda? Pekerjaan apa yang dilakukan oleh orang-orang di bawah supervisi Anda? Mana dari orang-orang yang berada di dalam kelompok kerja yang anda lihat paling sering bekerja diluar pekerjaannya? Ketika Anda membutuhkan seluruh pekerjaan dilakuakan dengan cepat kepada siapa Anda akan berpaling? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini memberikan keuntungan-keuntungan tambahan. Pertanyaan seperti ini membuka jendela informasi dari organisasi. Pertanyaan seperti ini dapat menunjukan jaringan hubungan yang mendasari bagan organisasi yang formal dan terstruktur, dan dapat membantu auditor internal tidak hanya memahami bagaimana seharusnya pekerjaan dilakukan, namun juga bagaimana pekerjaan itu tenyata dilakukan. Burnett memandang hubungan auditor/klien dilihat dari segi dua motivator: rasa takut dan penghargaan. Dalam hubungan ini, klien memiliki rasa takut akan kehilangan pekerjaannya, menerima evaluasi yang buruk, dan hal-hal yang tidak diketahuinya. Auditor internal dapat mengatasi ketakutan ini dengan menjelaskan proses-proses audit dan melenyapkan misteri yang terdapat di dalamnya. Mereka dapat mengatasi ketakutan terhadap evaluasi yang buruk atau kehilangan pekerjaan dengan menunjukkan keadilan dan objektivitas serta dengan menempatkan semua temuan dalam perspektifnya masing-masing, memberikan keseimbangan antara hal-hal yang buruk dengan yang baik; dan juga dengan memberikan pujian bagi staf klien atas kontribusi-kontribusi yang mereka berikan bagi proses audit. Untuk memberikan penghargaan, auditor hendaknya mempertimbangkan Hierarchy of Needs [Hierarki Kebutuhan] dari Maslow. Aspek-aspek ini telah dibahas dengan cukup rinci di awal. Para manajer operasional mungkin telah
27
memenuhi kebutuhan mereka akan kebutuhan pokok, rasa aman, dan harta benda. Mereka perlu untuk memuaskan kebutuhan mereka terhadap kebutuhan untuk mendapat penghargaa dan aktualisasi diri. Jawabannya adalah untuk menjual temuan sebelum laporan dikeluarkan dan untuk mendokumentasikannya dalam sebuah kerank kerja yang menunjukan pemahaman tentang kebutuhan-kebutuhan, motivasi, serta gaya manajemen dan menguraikan bantuan dari pihak klien di dalam audit. Dengan memahamigaya dari manajemen, auditor dapat menilai permasalahanpermasalahamanan mana yang harus digali dan mana yang dapat dikurangi penekanannya. Ketika seorang manajer berorientasi pada rincian, auditor dapat membuang-buang waktu dalam mengaudit rinciannya. Ketika seorang manajer berorientasi jangka panjang, rincian-rincian tadi perlu untuk ditelaah. Begitu pula, ketika temuan-temuan dihubungkan dengan gaya manajemen, akan lebih mudah untuk diterima oleh klien. N. Pandangan Manajemen Selama pelaksanaan audit,auditor internal hendaknya mengambil pendekatan manajerial terhadap penyimpangan-penyimpangan. Mereka harus mengurangi penekanan untuk temuan-temuan yang tidak signifikan, mencari penyebab-penyebab untuk temuan yang signifikan, dan bekerja dengan manajer operasional untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan. Auditor internal harus selalu ingat bahwa orang-orang operasional biasanya memiliki pemahaman yang baik atas apa yang sedang terjadi. Selama fase pelaporan, seharusnya tidak ada lagi temuan penyimpangan yang dilaporkan secara formal tanpa melalui pembahasan secara menyeluruh dengan manajemen operasional. Tidak ada kelemahan yang dilebih-lebihkan. Tidak ada temuan-temuan kecil yang muncul dalam laporan final. Pujian untuk pencapaianpencapaian luar biasa yang telah dilakukan oleh klien juga hendaknya memiliki tempat di dalam laporan yang diterbitkan.
28
O. Audit Investigatif Tidak semua audit dapat dilakukan dengan cara partisipatif. Beberapa adalah audit yang memang sangat penting atau audit untuk menemukan masalah. Dalam audit ini pun, aspek-aspek keperilakuan hendaknya tetap dipertimbangkan. Sebisa mungkin dipastikan bahwa sifat dan ruang lingkup dari investigasi telah terlebih dahulu dipahami oleh pihak-pihak yang sedang diaudit. Memastiakan bahwa pemeriksaan atau investigasi telah didukung oleh manajemen yang lebih tinggi dan dukungan ini telah dikomunikasikan kepada mereka-mereka yang berkepentingan. Sebelum pekerjaan dimulai, melakukan pertemuan dengan manajer penaggung jawab ( in charge ) yag bertanggung jawab atas fungsi-fungsi yang hedak diaudit untuk membahas rentang dan ruang lingkup,waktu yag dibutuhkan, dan pekerjaan yag akan dilakukan. Melaksanakan audit dengan gangguan seminimal mungkin pada operasi seharihari tanpa mengorbankan pekerjaan audit yang harus dilaksanakan. Jika audit diperpanjang, tetap memberitahukan kemajuan pekerjaan saat ini kepada manajemen operasional. Pada akhir audit, memberikan laporan selengkap yang diizinkan oleh manajer yang terlibat.
P. Menghadapi Lawan yang Tidak Bersahabat Tanpa memandang seluruh niatan baik yang ada di dunia ini, auditor internal akan tetap dapat menghadapi sikap yang tidak bersahabat. Auditor dapat mencoba untuk menyajikan sudut pandang mereka secara wajar dan logis, akan tetapi klien tetap tidak akan mengubah pendiriannya, tidak mau mendengarkan, tidak mau percaya, dan sepenuhnya negatif. Konfrontasi-konfrontasi seperti ini memang terjadi. Konfrontasi ini dapat terjadi berulang kali, selama orang tetap menjadi orang. Hal ini adalah sindrom pemikiran yang tertutup, dan tidak ada kunci untuk membukanya. Perlawanan dari klien ini dapat dicerminkan dalam beberapa cara:
29
Manajemen klien tidak berkenan untuk menghadiri pertemuan, namun mengirimkan individu yang jabatannya lebih rendah sebagai perwakilannya. Manajer klien mempertanyakan seluruh aktivitas audit sebagai sesuatu yag tidak berguna dan tidak tepat. Auditor dipaksa untuk memberikan alasan atas setiap tindakan dan di beberapa kasus menghadapi penolakan untuk bekerja sama atau menerima aktivitas tersebut.
Klien menuduh auditor mengganggu pekerjaan yang dilakukan dalam bidang yang diaudit. Setiap pengujian atau tindakan audit lainnya harus disetujui oleh klien
dengan maksud untuk menghilangkan gangguan.
Klien menolak untuk membahas temuan-temuan interim, mengatakan kepada auditor bahwa mereka sendirian dan sebaiknya mengatakan hal yang benar karena jika tidak mereka akan diadukan kepada manajemen puncak.
Manajer klien memandang rendah dan menertawakan temuan-temuan potensial sebagai sesuatu yang tidak material dan tidak signifikan terhadap operasi klien. Klien menuduh auditor telah melakukan sesuatu yang tidak layak namun menolak untuk memberikan bukti sehubungan dengan tuduhan tersebut. Manajemen klien menolak untuk berpartisipasi dalam pertemuan akhir namun mengirimkan perwakilan yang tidak penting dan hanya mendengarkan tanpa memberikan komentar.
Anjuran-anjuran berikut ini mungkin dapat berguna: Memilih waktu yang tepat. Jangan mencoba membuka pemikiran yang tertutup untuk berunding ketika pemiliknya sedang marah, lelah, atau kacau pikirannya. Jangan pernah mengambil posisi yang terkunci rapat. Yang terjadi hanyalah menyegel pikiran yang tertutup dari kemungkinan untuk ditembus. Jangan mengandalkan logika. Logika tidak akan pernah dapat membuka sebuah pemikiran yang tertutup. Jika masuk logika, maka tidak dapat digolongkan sebagai sebuah pemikiran yang tertutup. Janga pernah memojokkan diri anda. Jangan pernah mengambil posisi di mana anda tidak dapat mundur dengan terhormat. Hindari penggunaan kekuatatan dan gunakan persuasi.
30
Sejak awal, cari titik yang dapat disetujui bersama. Perlawanan adalah hal yang tidak berguna; persetujuan adalah tuas pembuka. Harus terdapat sesuatu yang dapat disetujui oleh auditor dan klien, bahkan jika Anda tidak menyetujui hal tersebut.
Undang klien untuk menjelaskan posisi mereka. Dengar dan coba untuk memahami, benar-benar mendengarkan. Anda seharusnya tidak menutup pikiran juga.
Lakukan usaha secara akif untuk menempatkan diri anda di dalam posisi mereka. Dengan tulus mencoba untuk memahami. Bantu mereka untuk pembenaran. Hal inilah yang paling diinginkan oleh sebuah pemikiran yang tertutup. Ketika anda memahami di mana posisi mereka, ketika anda telah menempatkan diri Anda di posisi mereka, cobalah untuk membuat mereka merasakan posisi yang anda inginkan yang juga mereka sendiri ingin raih. Ketika semua jalan tidak berhasil, ketika penyimpangan atau kelemahan yang
terjadi sudah serius, ketika risikonya cukup besar dan perbaikannya tidak dapat ditawar-tawar lagi, auditor internal harus mengingat tanggung jawab mereka dan membawa permasalahan ke wewenang yang lebih tinggi. Bom waktu dari risiko-risiko potensial pada organisasi harus dijinakkan. Tetapi akan lebih baik jika pertama kali mencoba cara-cara persuasif. Auditor internal harus ingat bahwa satu hari nanti mereka harus kembali berhadapan dengan pikiran tertutup itu lagi. Q. Mendengarkan Audit berasal dari bahasa latin auditus untuk mendengarkan. Pada awalnya, audit berarti sebuah pendengaran hukum atas keluhan-keluhan, sebuah pemeriksaan hukum. Belakangan, audit berarti sebuah pemeriksaan resmi atas akun-akun melalui verifikasi dari referensi kepada saksi-saksi dan voucher-voucher. Akun-akun pada awalnya adalah lisan. Praktik-praktik audit selanjutnya meningkatkan kepercayaannya pada catatan-catatan tertulis dan mengurangi bobot yang diberikan pada saksi lisan. Roda kemudian terus berputar. Dalam audit operasi, penekanan pada manusia menjadi sama pentingnya dengan pada dokumentasi. Auditor selama ini telah terampil dalam melakukan analisis, membandingkan dan mengevalusasi kata-kata dan angka31
angka tertulis akan tetapi mereka tidak sama terampilnya dalam mengevaluasi katakata lisan. Hal ini bukan sepenuhnya merupakan kesalahan mereka. Hanya sedikit yang telah ditulis dan lebih sedikit lagi yang diajarkan mengenai mendengarkan. Nichols melaporkan bahwa riset yang ia lakukan selama 12 bulan untuk subjek ini mengungkapkan telah diterbitkan hasil dari 3000 riset ilmiah dan percobaan mengenai penulisan. Namun hanya satu yang telah diterbitkan untuk masalah mendengarkan. Kebanyakan waktu belajar disekolah dihabiskan untuk mengajarkan murid cara membaca, menulis dan aritmatika. Hanya sedikit, jika ada waktu yang dihabiskan untuk mengajarkan cara mendengarkan dan ternyata inilah cara kita menghabiskan setengah dari waktu beraktifitas kita. Pertanyaan yang jelas adalah, lalu kenapa? Apakah kurang pelatihan untuk mendengar adalah suatu masalah? Jawabannya adalah ya. Sebuah eksperimen oleh Profesor Harry Jones dari Columbia University membuktikan bahwa kita hanya mampu mengingat 50 persen dari apa yang baru saja kita dengar. Dalam waktu dua minggu, kita hanya mampu mengingat 25 persen saja. Hal ini merupakan masalah bagi setiap orang, namu hal ini khususnya menjadi masalah yang serius bagi auditor internal. Mereka haru mendapatkan pemahaman tentang operasi terutama dengan mendengarkan perkataan orang, benar-benar mendengarkan. Sebuah pepatah penjualan mengatakan bahwa seorang penjual yang bodoh menawarkan barang kepada saya dengan alasan-alsannya: sedangkan penjual yang bijkasana akan menggunakan alasan-alasan saya sendiri. Bagaimana cara seorang penjual yang bijaksana atau seorang auditor internal yang bijaksana mengetahui alasan-alasan saya sendiri? dengan mendengarkan, bukan dengan berbicara. Maka, mendengarkan adalah sama pentingnya bagi auditor internal dengan
kemampuan untuk melakukan verifikasi, perbandingan dan evaluasi. Tentu, kemampuan-kemampuan yang baru disebutkan tadi dapat digunakan dalam pendengaran yang agresif dan penuh perhatian. Namun, pertama kali auditor internal hendaknya mengetahui kendala-kendala dalam mendengarkan dengan baik kebiasaankebiasaan buruk yang menghalangi sebuah pemahaman dari apa-apa yang baru saja didengar. Dibawah ini adalah beberapa kendala untuk mendengarkan dengan baik yang dapat menjadi sebuah perhatian dari auditor internal:
32
1.
Mengkritik cara penyampaian pembicara. Auditor internal harus seringkali harus mendengarkan sebagai mata pencaharian mereka, orang-orang yang
membosankan, yang tidak dapat menyampaikan inti pembicaraannya yang melantur dan yang menggunakan bahasa yang tidak dimengerti. Namun didalam sebuah tumpukan batu tersebut mungkin terdapat permata yang merupakan sesuatu yang signifikan bagi pelaksanaan sebuah audit secara efektif. 2. Menjadi terlalu bersemangat. Evaluasi hendaknya ditahan sampai diperoleh pemahaman yang lenglkap. Kemampuan mengkritik secara alamiah dari auditor internal akan mendorong mereka untuk mengkritik dan membantah, akan tetapi jika pikiran mereka adalah tentang pembantahan saja maka mereka tidak akan mendengarkan dan memahami. 3. Hanya mendengarkan fakta-fakta saja. Seorang pendengar yang tidak
berpengalaman mencoba untuk menyerap semua fakta-fakta yang digunakan oleh seorang pembicara untuk mendukung pokok-pokok pikiran utama yang sedang disampaikan. Dalam perjuangan untuk mengingat fakta-fakta tadi, pendengar yang buruk tersebut kehilangan konsep utamanya tempat bergantung dari faktafakta tadi. Pendengar yang baik adalah seorang pendengar pemikiran. Fakta-fakta yang diberikan cenderung untuk ditambahkan pada hal-hal yang berhubungan dengan pemikiran tersebut. 4. Mencoba untuk menulis segalanya. Kebanyakan pendengar yang tidak berpengalaman akan mencoba menulis semua yang dikatakan oleh pembicara. Pendengar yang baik mencari dasar pemikiran utama dan baru kemudian mencatatnya,menghabiskan sisa waktunya untuk mendengarkan tentang seberapa baik pembicara akan mendukung dasar-dasar pemikiran tadi. 5. Membiarkan kata-kata yang penuh emosi masuk kedalam pikiran. Sebuah perkataan yang penuh dengan emosi dapat memiliki dampak yang begitu besar pada pendengar yang tidak disukai oleh pembicara. Mendengarkan dengan agresif dapat membatasi kecenderungan ini dengan berkonsentrasi dengan kata-kata yang dibenci daripada dengan apa yang hendak diucapkan oleh si pembicara. 6. Menyia-nyiakan perbedaan antara kecepatan berpikir dengan kecepatan berbicara. Seseorang berbicara dengan kecepatan sekitar 125 kata per menit. Tetapi pikiran dengan mudah brgerak pada 400 kata per menit. Untuk seseorang yang berpendidikan sarjana, kecepatan jelajahnya dapat mencapai lebih dari 800 kata
33
per menit. Kebanyakan auditor internal telah melalui pendidikan perguruan tinggi atau yang setara. Perbedaan ini dapat menjadi sebuah beban jika ia membiarkan pendengar secara tidak beraturan pergi dan kembali mendengarkan apa yang diucapkan oleh pembicara. Informasi penting dapat hilang. Beban ini dapat diubah menjadi asaet melalui tiga bentuk konsentrasi mental: a. Mengantisipasi pemikiran berikutnya yang ingin disampaikan oleh si pembicara. Berlari di dalam hati di depan pembicara. Mencoba untuk memperkirakan maksud yang hendak ia sampaikan. Kemudian
membandingkan perkiraan Anda dengan maksud tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran akan diperkuat. Salah satu hukum tertua dalam menjadi seorang pendengar adalah belajar unutk membedakan satu fakta atau pemikiran dengan fakta atau pemikiran lainnya. b. Mengidentifikasikan bukti. Maksud-maksud dari si pembicara hendaknya tidak diterima begitu saja. Mereka tidak berarti benar hanya karena mereka telah menekankan. Mereka hendaknya didukung oleh fakta-fakta. Perbedan kecepatan dapat digunakan untuk mengidentifikasi fakta-fakta tersebut. c. Membuat ringkasan secara rutin lagi mendengarkan. Seorang pendengar yang baik akan mendengarkan si pembicara, mendengarkan dengan seksama selama empat atau lima menit dan kemudian mengambil time out cepat dalam hati. Di dalam interval tadi, si pendengar dengan kecepatan berpikir yang sangat cepat tadi dapat meringkas apa-apa yang dikatakan selam lima menit menjadi hanya 10 detik. Beberapa ringkasan ini meningkatkan kemampuan dari si pendengar untuk memahami dan mengingat apa-apa yang telah ia dengarkan. R. Penggunaan Pertanyaan-Pertanyaan Wawancara secara Efektif Audit baik internal maupun eksternal secara tradisional telah membangun pencarian informasinya melalui teknik pemberian pertanyaan. Kuesioner kontrol internal adalah sebuah contoh yang telah lama digunakan dan penggunaannya masih terus dilanjutkan. Akan tetapi, tiga orang penulis telah mengidentifikasi peluasan penggunaan pertanyaan-pertanyaan menjadi: Memfokuskan perhatian pada isu-isu utama dan memotivasi dilakukannya tindakan dengan segera
34
Meminimalkan konflik Memfasilitasi negosiasi Menjinakkan reaksi-reaksi emosional Membantu untuk meyakinkan pihak yang diwawancarai tentang kebaikan dari rekomendasi yang diberikan oleh pewawancara
Hal-hal berikut ini tampaknya menjadi prasyarat untuk komunikasi sacara efektif seperti: Selalu menanyakan hal-hal yang spesifik. Memberikan perhatian pada apa-apa yang tidak dikatakan. Jangan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka. Menjaga agar tidak terjadi asumsi-asumsi tanpa dasar. Ambil hal-hal yang spesifik Memberikan perhatian pada arti dari kata-kata.
Meninimalkan konflik: Jangan menggunakan perilaku bertanya yang agresif, misalnya, nada suara, sikap, pendekatan kritis, sarkasme dan lain-lain Pertimbangan untuk kompromi Mencoba untuk menyelesaikan konflik, mencari akar penyebab Atas fakta-fakta Melibatkan perasaan dan persepsi Melibatkan kepribadian Melibatkan nilai-nilai
Persuasi dan negosiasi: Menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk memandu klien kea rah kesimpulan yang hendak dicoba untuk dijual oleh auditor Bertindak selaku seorang agen penjualan dengan menciptakan keyakinan dan melalui pertanyaan untuk mengarahkan klien untuk secara independen sampai pada posisi yang dicoba untuk dijual oleh auditor Menentukan, melalui pertanyaan, alasan mengapa klien mungkin tidak ingin untuk sampai pada kesimpulan dari auditor kemudian sekali lagi melalui pertanyaan mencoba untuk merajut alasan-alasan tersebut menjadi selembar kain yang akan memecahkan situasi yang diyakini auditor seharusnya diperbaiki.
35
Artikel dari subjek ini menekankan dengan cara mendengarkan secara efektif melalui pemahaman tentang tingkat signifikansi dan arti dari kata-kata yang diucapkan oleh si pembicara. Menggunakan perilaku nonverbal melalui perhatian yang intens dan bahasa tubuh yang netral serta mendengarkan perasaan sekaligus faktanya. Menjadi non kritis dan tidak menuduh. Belajar untuk mendengarkan sambil merenung dan secara rutin meringkas apa-apa yang telah dikatakan oleh pembicara karena dua alasan: unruk menunjukkan bahwa Anda memang mendengarkan dan juga untuk memastikan bahwa Anda telah memahami fakta-fakta tadi. Terakhir, mendengarkan dengan pikiran terbuka. Artikel yang menjadi referensi adalah jauh lebih definitif daripada penjelasan ini, instruksional dan sepadan dengan perhatian yang diberikan oleh pembacanya. Artikel tersebut dapat digunakan melalui pertanyaan-pertanyaan untuk membangun kepercayaan, mendapat kerja sama, menyelesaikan konflik dan mencapai sasaran-sasaran yang diarahkan oleh audit. S. Komunikasi Auditor internal mendengarkan untuk mendapatkan informasi. Mereka
berkomunikasi untuk memberikan informasi. Komunikasi adalah perpindahan pemikiran dari pikiran satu orang ke pikiran orang lain. Komunikasi yang lengkap pasti tidak mungkin terjadi. Tidak akan ada dua orang yang memiliki sejarah, pendidikan, pelatihan, orangtua, guru dan rekan sejawat yang sama. Dan seluruh latar belakang ia akan mempengaruhi bagaimana para pendengar mengartikan apa yang telah ia dengar. Hanya disaat auditor internal sepenuhnya memahami kesulitan dari komunikasi yang baik baru mereka dapat dimulai mencapai tingkat komunikasi dengan memadai. Pertemuan-pertemuan dengan klien, baik untuk menyampaikan temuan atau untuk memberikan hasil-hasil audit, dapat menjadi baik atau buruk tergantung pada bagaimana auditor internal membuat persiapan untuk menghadapinya. Pertama kali, auditor internal hendaknya mengetahui apa yang hendak mereka bicarakan dan melakukan persiapan yang sangat lengkap untuk subjek ini. Mereka hendaknya menyipakan agenda, menelaahnya, dan melakukan latihan. Bagian flip chart kecil yang berbentuk binder tiga ring dapat sangat berguna unutk menarik perhatian dari klien dan untuk memberikan auditor internal control dari pertemuan.
36
Pertemuan hendaknya menjadi hak mereka, karena jika tidak kontrol akan disampaikan pada klien. Penjadwalan rapat pada waktu yang tepat juga penting. Sebuah rapat sudah pasti hendaknya dihindari dengan segera sebelum atau setelah makan siang atau cuti. Begitu pula, sejarah terdahulu dari rapat-rapat di antara keduanya dapat mempengaruhi rapat saat ini. Jika rapat sebelumnya diakukan dengan hangat maka peserta data melanjutkan semangat yang sama dari posisi terakhir. Jika rapat tidak dilakukan dengan hangat, suatu usaha khusus hendaknya dibuat untuk mengubah atmosfer yang ada. Kepentingan yang jujur dari klien dan operasi mereka dapat membantu. Pesan yang ingin diberikan oleh auditor internal dapat dibagi menjadi lima kategori: pengaturan, urutan, pendukung, penekanan dan pemolesan. 1. Pengaturan Pesan Pengaturan pesan memiliki tiga dimensi : kredibilitas, suasana dan isi. Kredibilitas dari auditor dibutuhkan bagi klien untuk mau mendengarkan dan memberikan perhatiannya. Sumber kredibilitas adalah: (a) professional- misalnya kredibilitas professional, (b) organisasional- status dari audit internal di dalam organisasi dan (c) professional- penampilan, tingkah laku, keahlian komunikasi dan bahasa, kepribadian, keahlian teknis dan persiapan. Dari ketiga dimensi tadi, kepribadian adalah hal yang paling penting. Yang lain akan menjadi tidak ada artinya jika pendengar tidak menghormati auditor internal sebagai seorang individu. Auditor internal memiliki cukup kontrol terhadap suasana dengan mengontrol persiapan dari pertemuan. Namun yang lebih penting lagi adalah, intonasi suara, sikap yang santai, penampilan yang penuh percaya diri dan tanda-tanda non verbal seperti postur tubuh, gerak-gerik dan ekspresi wajah. Isi dikontrol oleh agenda pertemuan baik formal maupun informal. 2. Urutan Kebanyakan rapat akan berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang rumit dan harus diklarifikasi dan disederhanakan terlebih dahulu agar dapat dimengerti. Klien tentu tidak akan bersedia menyetujui sesuatu yang ia tidak mengerti. Karenanya pesan tersebut hendaknya disajikan dalam sebuah urutan yang logis. Auditor hendaknya tidak berasumsi bahwa klien memiliki pengetahuan yang sama dengan mereka akan situasi dan kondisi yang terjadi.
37
Oleh karena itu,urutan penyajian akan mengikuti pola yang serupa dengan yang digunakan dalam pengembangan sebuah temuan: Identifikasi singkat atau masalah Pernyataan singkat tentang prinsip-prinsip atau prosedur yang mengatur masalah Kondisi yang terjadi Perbandingan antara kondisi dengan prinsip-prinsip atau prosedur Kesimpulan audit Rekomendasi audit Rekomendasi hendaknya tidak memiliki kekuatan dan efek yang sama dengan perintah. Karena hal ini akan merebut hak prerogatif dari manajemen. Auditor juga menghabiskan hanya sebagian kecil dari waktu yang dihabiskan oleh klien di dalam operasi yang di audit, akibatnya auditor tidak mungkin memiliki pengetahuan dan keahlian yang mendalam seperti yang di miliki oleh karyawan operasional. Meskipun begitu, auditor adalah pakar dalam analisis dan pengembangan temuan. Mereka membawa independensi dan objektivitas pada operasi. Mereka juga membawa pengetahuan dan perspektif mengenai sasaran dan tujuan keseluruhan. Jika auditor internal mengembangkan rasa saling menghargai dengan klien, temuan-temuan mereka akan diterima atau paling tidak dipertimbagkan. Dengan memberikan penghargaan yang selayaknya pada pengetahuan yang dimiliki olek klien, auditor dapat berkonsentrasi pada hal-hal dimana mereka dapat melakukan yang terbaik: analisis dan pengembangan temuan. Mereka sebaiknya menyerahkan rincian dari rekomendasi untuk menyembukan setiap masalah yang ditemukan kepada klien. Peyakinan klien yang bertentangan dengan keinginan mereka akan masih tetap memiliki opini yang sama. Lebih baik, solusi yang diberikan hendaknya bersifat tentatif dan umum. Auditor juga hendaknya mengundang klien untuk mempresentasikan pandangan-pandangan mereka mengenai bagaimana kondisi dapat secara khsusu diperbaiki-mengajak klien ikut serta dalam sebuah kemitraan untuk memecahkan masalah. Akan tetapi, jika auditor bertindak dalam sebuah hubungan konsultan, saran-saran yang berhubungan dengan implementasi mungkin akan lebih tepat untuk dilakukan. Benjamin Disraeli mengatakan : Selain mengetahui kapan saat yang tepat untuk
38
meraih kesempatan, hal lain yang paling penting di dalam hidup ini adalah mengetahui kapan harus melepaskan suatu keunggulan. Tingkat efektivitas dari audit internal dalam menghadapi orang lain akan menjadi lebih tinggi jika auditor berkonsentrasi dalam membantu manajer memecahkan masalah dan bukannya memaksakan masalah. Merupakan kebijakan dari auditor untuk berusaha menyajikan berita baik terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh berita buruk. Jika subjek pertama dari sebuah audit mengungkapkan sebuah masalah yang dilaporkan, auditor disarankan untuk menahan pembahasannya lebih lanjut sampai ditemukan kondisi-kondisi yang memuaskan dan dapat disajikan terlebih dahulu. 3. Pendukung Pendukung seperti dokumentasi atau catatan diskusi dengan pihak yang memiliki keahlian akan membantu mencapai penerimaan dari pesan yang disampaikan. Pendukung yang disajikan hendaknya cukup untuk dapat meyakinkan, namun tidak terlalu berlebihan sehingga menjadi sepeerti sebuah intimidasi kecuali jika situasi yang dihadapi memang mengharuskan adanya intimidasi. 4. Penekanan Dalam komunikasi apapun, beberapa pesan dapat disampaikan dengan lebih jelas jika dibandingkan dengan cara lainnya. Jika ada hal-hal penting yang ingin disajikan, berikan nomor. Ilustrasi dalam bentuk grafik juga dapat membantu. Gerak-gerik, menaikkan dan menurunkan suara yang dikeluarkan atau mengulangi pesan-pesan penting semuanya membantu menenkankan maksud yang hendak disampaikan auditor. 5. Pemoles Pemoles merupakan sebuah perhatian pada rincian (detail). Tata bahasa yang baik, pemilihan kata, penampilan yang rapi, persiapan dengan cermat dan kebiasaan mendengarkan yang baik serta pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipoles seluruhnya akan menghasilkan sebuah presentasi yang impresif dan meningkatkan estimasi klien dari auditor. Perencanaan dan latihan akan meningkatkan polesan. Kebanyakan orang tidak mendapatkan hal ini sejak lahir, mereka harus mengembangkannya sendiri.
39
T. Audit partisipatif Seseorang akan rela membantu orang lain ketika akan saling berbagi keuntungan. Seseorang akan bekerja dengan lebih bersemangat kea rah suatu sasaran ketika mereka ikut membantu menentukan sasaran tersebut. Karyawan lini akan melihat staf dengan lebih baik jika ia memandang staf seabagai bantuan dan bukan sebuah control. Hal yang sama berlaku pula bagi auditor internal. Rasa takut, ketidakpercayaan, dan misteri akan hilang ketika auditor dank lien bekerjasama dengan semangat untuk koperatif dan melakukan evaluasi diri. Mints memberikan contoh auditor yang benar-benar partisipatif mungkin akan melakukan hal-hal seperti ini: 1. Meyakinkan klien dari sejak awal pemeriksaan dengan mendiskusikan programprogramnya berikut sasaran dan alasan di belakang pendekatan yang di ambil. 2. 3. Meminta saran dan dukungan dari klien. Mendiskusikan semua temuan saat ini dengan pihak-pihak yang langsung berkepentingan dan secara aktif meminta bantuan mereka dalam mengembangkan penyelesaian yang di usulkan. 4. 5. Memberikan laporan interim tentang temuan kepada klien Menelaah isi laporannya terhadap semua yang berkepentingan dari setiap tingkatan dan dengan seksama mempertimbangkan saran-saran mereka. Dengan meningkatnya kompleksitas dari sitem perusahaan, dan dengan meluasnya lingkup pekerjaan audit internal untuk mencakup seluruh hal yang berkaitan dengan operasi di dalam perusahaan, audit partisipatif dapat menjadi metode yang menjanjikan. Perkawinan antara keahlian teknis yang di sumbangkan oleh klien dan keahlian manajemen yang disumbangkan oleh auditor dapat menjadi satu-satunya cara yang efektif untuk mengaudit aktivitas-aktivitas teknis yang rumit. U. Masalah-masalah khusus dalam hubungan audit Auditor internal harus menghadapi kenyataan bahwa mereka terbelah oleh kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan dan tugas serta tanggungjawab yang tampaknya mungkin sama sekali tidak dapat dirujukkan. Mereka mempunyai kewajiban kepada manajemen senior, yang menilai aktivitas-aktivitas dan menggaji
40
auditor internal, mereka juga memiliki kewajiban untuk tetap memberikan informasi kepada komite audit akan kelemahan-kelemahan serius yang di temukan selama penilaian. Auditor di anjurkan untuk menjadi mitra penyelesaian masalah bagi manajer operasional dan membantu mereka memperbaiki operasinya. Meskipun begitu, auditor juga memiliki tugas untuk menjadi anjing penjaga perusahaan, mewaspadai adanya ketidakefesienan, kelalaian dan bahkan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen. Tuntutan-tuntutan operasional terhadap loyalitas dan tanggungjawab auditor ini dapat menciptakan skizofrenia audit. Pemecahannya mungkin tidaklah mudah, tetapi harus ditemukan agar auditor dapat melakukan pekerjaannya dengan tingkat perselisihan sekecil mungkin. V. Mitra vs Penjaga Di beberapa tahun terakhir, penekanan untuk profesi auditor internal adalah pada memikrkan dan menghadapi orang lain secara terbuka dan adil. Hubungan auditor dan klien tersebut saat ini masih memunculkan beberapa konflik dan permusuhan mendasar. Sikap seperi ini akan membatasi kemamppuan auditor untuk memberikan kontribusinya pada keseluruhan organisasi. Dilema memang bagaimana auditor harus dapat menjadi mitra sekaligus juga sebagai penjaga perusahaan. Namun kembali lagi, auditor internal harus kembali kepada piagam audit mereka dalam organisasi, pada pernyataan-pernyataan dalam standar mereka dan pada rasa profesionalisme mereka. Di bawah ini adalah saran yang dapat di pertimbangkan auditor dalam menjalankan tugasnya: 1. Membuat atau membantu pembuatan standar, baik untuk anggaran maupun operasional. Dan melakukan investigasi atas seluruh penyimpangan yang material. 2. Menggunakan teknik-teknik analitis dan kuantitatif untuk menyoroti adanya tingkah laku yang diluar kebiasaan. 3. Membandingkan kinerja dengan rata-rata normal industri dan pusat laba lain dalam organisasi. 4. Mengidentifikasi indicator-indikator dalam proses.
41
5.
Menaganalisis dengan seksama, tidak hanya kinerja yang tidak memenuhi standar tetapi juga kinerja yang terlalu bagus. Kemudian, jika auditor menemukan adanya indicator adanya tingkah laku di luar
kebiasaan, auditor dapat memberikan rekomendasi apakah investigasi di anggap perlu dalam situasi tersebut. W. Manajer operasional dan atasannya Perintah untuk menerapkan perilaku humanistic kepada klien tidak hanya untuk menunjukkan bahwa auditor internal adalah seoarang manusia saja. Perintah ini juga akan menimbulkan atmosfer keterusterangan, saling percaya, dan perlakuan secara adil. Tetapi perilaku adil jangan disamakan dengan menutup-nutupi kesalahan seseorang. Apa yang terjadi jika auditor internal melihat di satu sisi, seorang manajer bagian utang yang suka bekerja keras, telah bersikap membantu, dan ramah saat di audit, kemudian setelah di periksa terdapat serangkaian pembayaran ganda dalam jumlah besar dan tidak dapat di toleransi namun di lakukan secara tidak sengaja? Hal tersebut akan tergantung pada bagaimana auditor internal menangani situasi tersebut. Kelebihan pembayaran akan menimbulkan kerugian keuangan bagi perusahaan, namun pada saat yang sama terdapat sebuah kesempatan bagi auditor dan klien untuk bersama-sama menyelesaikan masalah ini dengan saling membantu. Namun kebanyakan manajer operasional tidak menyambut baik sikap kerjasama yang di tawarkan oleh auditor ini. Ketika berhadapan dengan manajer-manajer seperti ini, auditor internal harus tetap menjaga profesionalismenya.
42
X. Kasus
PENDAHULUAN Menerapkan proses GCG dalam suatu perusahaan bukanlah merupakan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut dijalankan. Apabila ketiga hal tersebut diatas masih belum dimiliki oleh perusahaan, maka dapat dipastikan bahwa GCG bagi perusahaan hanya sebagai pemenuhan peraturan (formalitas) dan belum dapat dianggap sebagai bagian dari sistem pengawasan yang efektif. Mengamati kasus-kasus yang terjadi baik di BUMN maupun Perusahaan Publik, mungkin dapat disimpulkan sementara bahwa penerapan proses GCG masih setengah hati, belum dipahami dan diterapkan seutuhnya, terutama oleh top management sebagai pengambil keputusan stratejik. Terlebih lagi pemahaman pemegang saham atas GCG yang masih belum memadai. Pembedahan kasus yang terjadi di perusahaan BUMN atas proses pengawasan yang efektif akan dapat menjadi suatu pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita dihadapkan pada situasi yang sama. Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang
dijalankan dalam suatu perusahaan, dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas didalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pelayanan publik, PT. KAI memiliki business environment yang berbeda dengan perusahaan swasta lainnya dan
43
merupakan pembelajaran yang menarik bagi perusahaan lainnya terutama mengenai bagaimana mambangun pengawasan yang efektif. Kasus ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi departemen teknis maupun Kementerian BUMN sebagai wakil pemegang saham untuk menerapkan public governance.
PEMBAHASAN KASUS PT. KERETA API INDONESIA Kasus PT. KAI bermuara pada perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Komisaris yang merangkap sebagai Ketua Komite Audit dimana Komisaris tersebut menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris bersumber pada perbedaan pendapat atas 4 (empat) hal, yaitu: 1. Masalah piutang PPN. Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor. Manajemen menganggap bahwa pemberian jasa yang dilakukannya tidak kena PPN, namun karena Dirjen Pajak menagih PPN atas jasa tersebut, PT. KAI menagih PPN tersebut kepada pelanggan. 2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan. Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.
44
3. Masalah persediaan dalam perjalanan. Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005. 4. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYBDS) dan Penyertaan Modal Negara (PMN). BPYBDS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005. Ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi mengenai peran dan tanggung jawab Komisaris, beserta organnya Komite Audit dalam proses good corporate governance di perusahaan, baik BUMN maupun swasta. Menurut teori dan best practices dalam good corporate governance, Dewan Komisaris dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya memiliki 3 fungsi, yaitu: 1. Advising. Memberi nasehat bagaimana seharusnya Direksi bersikap. Oleh sebab itu sebaiknya Dewan Komisaris terdiri dari beberapa latar belakang. 2. Protecting. Melindungi perusahaan dari sesuatu yang tidak diharapkan. Misalnya: memberikan argumentasi dan pendapat independen yang kuat atas sesuatu yang dapat merugikan perusahaan dan tidak sejalan dengan prinsipprinsip GCG. 3. Supervising. Mengawasi pengelolaan perusahaan agar mampu menciptakan value yang optimal bagi stakeholders. Peran vital yang dijalankan oleh Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris dalam 3 hal tersebut diatas, yaitu advising, supervising dan protecting (dengan cara
45
memberikan analisis bagaimana memproteksi perusahaan). Hal terpenting yang harus dipahami adalah bahwa Komite Audit tidak memiliki suara untuk mengatasnamakan perusahaan sehingga tidak diperkenankan berbicara di luar perusahaan. Karena Komite Audit merupakan tools Dewan Komisaris dengan demikian yang berhak untuk berbicara adalah Dewan Komisaris. Khusus dalam proses audit, Komite Audit memainkan peranan yang sangat penting dalam: 1. Mereview audit plan 2. Mendiskusikan penunjukan auditor eksternal. Pada saat proses lelang, Komite Audit harus sudah ikut untuk melihat apakah auditor eksternal layak dipilih dan melihat fairness proses pemilihan. Yang akan bicara kepada Direksi adalah Dewan Komisaris, bukan Komite Audit. Jangan sampai Komite Audit over duties (berlebih-lebihan). 3. Mereview transaksi-transaksi besar untuk dilaporkan kepada Dewan Komisaris, kemudian Dewan Komisaris berkomunikasi dengan Direksi.
Agar pengawasan Dewan Komisaris dapat berjalan dengan baik, Komite Audit dapat membantu Dewan Komisaris untuk memberikan nasehat dengan cara: 1. Mereview sistem internal control, ada pemisahan fungsi atau tidak (internal control setting) bagus atau tidak. Hal ini dilaporkan kepada Dewan Komisaris. 2. Komunikasi antara Komite Audit, Dewan Komisaris dan manajemen. Seharusnya Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam
menelaah/mereview laporan manajemen karena tidak selalu 100 % laporan keuangan dipahami oleh Dewan Komisaris, terutama karena latar belakang yang bukan keuangan. Jadi fungsi Komite Audit adalah mentransformasikan
46
angka-angka kedalam suatu bentuk usulan kepada Dewan Komisaris agar Dewan Komisaris dapat memberikan advise kepada Direksi. Kasus PT. KAI menarik untuk dicermati karena kasus ini dapat terjadi di perusahaan lainnya. Apapun permasalahan yang terjadi apabila diantara Direksi dan Komisaris terjadi perbedaan pendapat yang rugi adalah perusahaan, dimana social and political costnya sangat tinggi. Selain itu masing-masing pihak yang sedang berselisih pendapat (yaitu Direksi maupun Komisaris) akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu sehingga akan sangat merugikan perusahaan, yang pada akhirnya akan mengganggu keberlangsungan (sustainability) perusahaan. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah karena rumitnya laporan keuangan PT. KAI. Hal ini karena terdapat ratusan stasiun, puluhan depo dan gudang yang seluruhnya memiliki laporan keuangan yang terpisah, sehingga yang berpotensi menyebabkan masalah maupun perbedaan pendapat di kemudian hari. Hal ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa baru sebagian kecil proses akuntansi dilaksanakan dengan komputer. Sebenarnya sistem akuntansi PT. KAI cukup modern untuk penyusunan laporan keuangan dan informasi manajemen, namun karena kedua hal tersebut diatas maka sistem akuntansi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Keterkaitan antara realisasi anggaran dengan akuntansi juga merupakan masalah yang rumit karena sistem otorisasi anggaran yang kompleks. Kenyataan lain yang turut mendorong terjadinya kasus laporan keuangan PT. Kereta Api adalah bahwa proses akuntansi dan laporan keuangan adalah hanya urusan bagian akuntansi, unit lain kurang terlibat dan tidak memiliki sense of belonging, sehingga hal ini jelas menyulitkan bagi bagian akuntansi. Selain beberapa hal teknis tersebut diatas, beberapa hal yang diidentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT. Kereta Api adalah:
47
1. Auditor Internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya Auditor Eksternal. 2. Komite Audit tidak ikut dalam proses penunjukan auditor sehingga tidak terlibat dalam proses audit. 3. Manajemen (termasuk auditor internal) tidak melaporkan kepada Komite Audit dan Komite Audit juga tidak menanyakannya. 4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, sehingga ketika Komite Audit mempertanyakannya manajemen merasa tidak yakin. Beberapa aktifitas bisnis PT. Kereta Api yang juga berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari adalah: Adanya transaksi antara PT. Kereta Api dan Negara yang kebijakan dan sistem perhitungannya belum dipahami dan disepakati dengan baik (PSO: Public Service Obligation, IMO: Infrastructure Maintenance and Operation, TAC : Track Access Charges) Transaksi masa sebelumnya yang masih belum terselesaikan (BPYBDS, perubahan status perusahaan) Perubahan peraturan pemerintah (termasuk peraturan perpajakan) Penyelesaian Past Service Liability /PSL Pensiun Pegawai RUU Perkeretaapian dengan kemungkinan Unbundling dari aktifitas perusahaan dan keikutsertaan swasta
48
SOLUSI DAN REKOMENDASI Dengan pembahasan kasus audit umum PT. Kereta Api Indonesia, beberapa pelajaran berharga dapat dipetik dari kasus tersebut, diantaranya adalah: Pertama, perselisihan antara Dewan Komisaris dan Direksi sebenarnya dapat diselesaikan dengan cara yang lebih elegan. Apabila Dewan Komisaris merasa Direksi tidak capable memimpin perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti Direksi. Hal ini akan jauh lebih baik dan tentunya mampu menghindarkan perusahaan dari social cost yang tidak perlu. Social cost seringkali timbul karena public judgement yang sudah terlanjur dijatuhkan dan seringkali public judgement ini tidak fair bagi perusahaan. Kedua, Dewan Komisaris merupakan suatu dewan, sehingga akan sangat ideal apabila Dewan Komisaris mempunyai satu orang juru bicara yang mengatasnamakan seluruh Dewan Komisaris sehingga Dewan Komisaris memiliki satu suara. Namun demikian bukan berarti tidak diperkenankan adanya perbedaan pendapat dalam Dewan Komisaris. Perbedaan pendapat diakomodir dengan jelas dalam dissenting opinion yang harus dicatat dalam risalah rapat. Untuk itulah perlunya kebijaksanaan (wisdom) dari anggota Dewan Komisaris untuk memilah-milah informasi apa saja yang merupakan public domain dan informasi yang merupakan private domain. Hal ini terkait dengan pelaksanaan prinsip GCG yaitu transparansi, karena transparansi bukan berarti memberikan seluruh informasi perusahaan kepada semua orang, namun harus tepat sasaran dan memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Ketiga, sesuai dengan SA 380, Komunikasi Auditor Eksternal dengan Komite Audit merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses audit suatu perusahaan. Kasus PT. Kereta Api merupakan cerminan bahwa komunikasi yang intens antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit sangat diperlukan. Kendala komunikasi yang dihadapi
49
pada kasus PT. Kereta Api salah satunya dipicu oleh adanya pergantian anggota Komite Audit pada saat pelaksanaan audit. Auditor eksternal mengalami hambatan karena terdapat kekosongan beberapa bulan sebelum anggota Komite Audit yang baru diangkat. Keempat, komunikasi antara Komite Audit dengan Internal Auditor yang belum tercipta dengan baik merupakan salah satu faktor yang turut memiliki andil dalam memicu kasus ini. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan. Sebagai ilustrasi mengenai kurangnya komunikasi antara Komite Audit dan Auditor Internal, sejak Komite Audit aktif September 2005, sampai dengan saat ini belum pernah satu kalipun terjadi komunikasi antara Komite Audit dengan Auditor Internal untuk proses audit tahun buku 2006. Kelima, terkait dengan prinsip konsistensi yang harus diterapkan dalam akuntansi, perlu ditekankan bahwa pelaksanaan prinsip konsistensi dengan tetap berpegang pada pengetahuan dan prinsip akuntansi yang berlaku. Dengan demikian bukan berarti kebijakan akuntansi yang telah dilakukan tahun lalu akan dianggap konsisten apabila tahun ini tetap dilakukan. Keenam, beberapa hal teknis yang pelru dipertimbangkan untuk dikembangkan adalah PSAK yang khusus mengatur mengenai PSO (Public Service Obligation), IMO (Infrastructure Maintenance and Operation), TAC (Track Access Charges) dan BPYBDS serta komputerisasi akuntansi dan penyederhanaan chart of account atau penyederhanaan sistem akuntansi. Khusus untuk PT. Kereta Api, beberapa masukan yang dapat diterapkan untuk memperbaiki kondisi yang telah terjadi saat ini adalah: 1. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.
50
2. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana. 3. Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan. 4. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi. 5. Komite Audit berperan aktif dalam melakukan risk mapping,
mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi. 6. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure. 7. Komite Audit menjembatani agar semua pihak di perusahaan terlibat aktif dalam pengawasan. Kunci untuk merekatkan semua pihak dijalankan oleh Auditor Internal yang berkomunikasi intens dengan Komite Audit.
51
Pembelajaran menarik dalam aspek public governance pada kasus ini adalah mengenai Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYBDS). Sebagai perwakilan pemegang saham (yaitu Pemerintah), departemen teknis terkait dan Kementerian BUMN seharusnya tegas dalam menentukan BPYBDS ini, apakah merupakan penyertaan modal atau hutang. Fakta yang terjadi saat ini adalah BPYBDS statusnya tetap dibiarkan tidak jelas sampai bertahun-tahun sehingga nilainya di beberapa BUMN mencapai triliunan rupiah. Hal ini jelas akan berpotensi menimbulkan masalah di masa yang akan datang, karena akan menyulitkan perusahaan dalam mengelompokkannya, apakah termasuk aset atau kewajiban (liability). Terlepas dari kasus audit umum PT. Kereta Api Indonesia, concern yang mengemuka terkait dengan Auditor Eksternal adalah merebaknya praktek penipuan dan manipulasi yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan Kantor Akuntan Publik yang ada atau memalsukan/membuat nama Kantor Akuntan Publik yang sebenarnya tidak terdaftar sebagai akuntan publik. Secara prinsip Komite Audit sangat tergantung pada akuntan publik. Terkait dengan praktek penipuan tersebut, untuk meningkatkan citra profesi IAI Kompartemen Akuntan Publik telah membentuk Dewan Review Mutu untuk mereview mutu pekerjaan akuntan publik. Untuk itu peran aktif pengguna jasa akuntan publik sangat dibutuhkan karena hanya dengan pengaduan suatu tindakan penipuan atau manipulasi dapat ditindaklanjuti oleh IAI.
Sumber: http://joblistmu.blogspot.com/2012/05/kasus-pt-kai-thn-2005.html
52
A. Kesimpulan Studi-studi awal yang dilakukan atas hubungan antara auditor internal dengan mereka yang diaudit menunjukkan bahwa pihak yang terakhir, yang merupakan objek dari kegiatan audit, di kebanyakan kasus, tidak menujukkan sikap yang ramah kepada pihak yang pertama. Tidak hanya itu, jawaban-jawaban yang diberikan untuk setiap pertanyaan mengenai efektivitas, konstribusi, dan penyelesaian masalah yang diakibatkan oleh kegiatan audit internal memberikan hasil yang mengecewakan. Sikap ini telah berubah secara material sebagai akibat dari adanya perubahan dalam sikap auditor internal itu sendiri terhadap pekerjaan mereka. Kebanyakan staff audit melihat fungsi mereka sebagai sebuah pendekatan kerja sama dengan sasaran untuk memberikan konstribusi pada organisasi yang diaudit. Kemampuan utama berhadapan secara efektif dengan orang lain melebihi dari sekedar hubungan yang menyenangkan. Kemampuan tersebut lebih dari keadaan dimana setiap orang saling berbuat ramah satu sama lain. Kemampuan tersebut berarti kemampuan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan dampak merugikan yang paling kecil bagi orang lain. Saat ini auditor yang ramah lebih disenangi oleh kliennya, daripada auditor yang kaku dan terlalu keras dalam menambil sikap. Saat ini auditor lebih mudah bekomunikasi dengan kliennya, dibandingkan dahulu auditor sangat susah berkomunikasi dengan kliennya karena klien merasa tidak punya motivasi khusus dalam melaksanakan audit.
53
DAFTAR PUSTAKA
Lawrence B. Sawyer & Glen E. Sumners., 2003, Sawyers Internal Audit 5th edition. The Institute of Internal Auditors.
http://joblistmu.blogspot.com/2012/05/kasus-pt-kai-thn-2005.html
54