Anda di halaman 1dari 4

Syahadat adalah landasan ke-Islam-an seseorang. Ibarat sebuah bangunan rumah, syahadat adalah pondasi.

Rumah yang tidak memiliki pondasi yang kuat, sekalipun genting-gentingnya bagus, maka rumah itu akan mudah roboh oleh teriknya panas, guyuran air hujan dan terpaan badai. Sesungguhnya selemah-lemah rumah adalah sarang laba-laba. Syahadat laksana hishnun matin (benteng yang kokoh) atau al-urwah al-wutsqa (tali yang kuat). Orang yang bersyahadat dengan benar dan menghayati segala konsekuensi yang terkandung di dalam kalimat pendek itu (kalimah thayyibah), ia akan teguh dalam menghadapi fluktuasi kehidupan.

41) Perumpamaan orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya selemah-lemah rumah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui (kebenaran, syahadat . (QS Al-Ankabut : 41). 256) Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (Tuhan selain Allah), maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (QS al-Baqarah : 256). Diatas pondasi yang kuat ini akan tegak pula sistem kehidupan Islami. Sistem ekonomi, sosial, politik, pendidikan, militer dan juga sistem akhlak. Kehidupan yang tidak berlandaskan akidah ibarat membangun istana pasir. Membangun di atas permukaan balon. Ketika kembali pada surat al-Alaq, maka syahadat adalah sebuah keputusan final. Keputusan ini bukan diperoleh karena tekanan eksternal dirinya, tetapi lahir dari motivasi dirinya sendiri (motivati intristik , lewat iqra. Iqra adalah melihat, menimbang, menerawang, berfikir (ijtihad), merenung, melatih diri dengan latihan ruhani (mujahadah), dan mengorbankan apa yang dimilikinya untuk pencarian itu (jihad), membanding (muqaranah), mengukur, tentang diri, Rabb, dan alam raya. Akhirnya sampailah di ujung perjalanan. Itulah dia, syahadat kebenaran. Itulah keyakinan secara total(al-yaqinu kulluhu). Itulah gelora keimanan. 86) akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang haq (tauhid) dan mereka meyakini (nya). (QS az-Zukhruf : 86). Tidak mengherankan jika aspek terpenting dalam kehidupan, pendidikan misalnya, tanpa landasan kebenaran terasa hampa. Dalam kehidupan yang lebih luas menjadi kering. Masyarkat sipil berwatak militer, manusia modern berkarakter primitif. Manusia yang secara fisik sehat, tetapi batinnya kesakitan. Hidup dalam kesepian di tengah keramaian.

Kehidupan sekarang memerlukan injeksi yang membangunkan hati(yaqzhah), gelora jiwa (thumuhat), dan menggerakkan cita rasa. Tokoh Islam, Mohammad Iqbal, mengomentari kondisi pendidikan sekarang, Pengajaran dan pendidikan modern tak mengajarkan air mata pada mata, dan tidak mengajarkan kekhusyuan pada hati nurani. Mentransformasikan kebenaran iman merupakan langkah mendasar untuk menyelamatkan kehidupan. Iman adalah bekal untuk menggapai keridhaan dan pengakuan Allah. Iman adalah jembatan menuju akhirat. Kita tidak akan mampu menuju surga yang dipenuhi oleh hal-hal yang dibenci (huffat bil makarih) tanpa iman. Sebagaimana kita takkan berdaya menghindarkan diri dari api neraka yang diselimuti dengan sesuatu yang menggiurkan tanpa kekuatan iman. Hanya iman yang bisa melahirkan perikemanusiaan manusia. Imanlah yang memfungsikan tujuan dihadirkannya manusia di dunia, yaitu menyembah Allah dan membuatnya mencintai ibadah, hingga mengabdi menjadi sesuatu yang menyenangkan. Iman yang mengantarkan kita untuk mendekati Allah dengan melaksanakan kewajiban dan sunnah. Bertolak dari sini akan menimbulkan cinta timbal balik antara makhluk dan al-Khaliq. Allah menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia memukul. Jika ia memanggil-Nya dengan seruan, Dia menyambutnya, dan jika ia meminta-Nya, Dia mengabulkannya. Iman adalah bekal untuk menggapai kebahagiaan di dunia. Iman yang bisa menemani harta, tahta, wanita, segala aspek kehidupan menjadi bermakna. Dunia tanpa disinari oleh cahaya iman akan membuat pemburunya kecewa. Betapa banyak sesuatu yang pesonanya menggiurkan, lalu mereka membanting tulang untuk meraihnya dengan suatu harapan bahwa disana terdapat kebahagiaan yang diidamkannya, namun setelah ditemuinya hanya berupa fatamorgana. Dikira air oleh orang yang kering kerongkongannya, karena kehausan, tetapi ia tidak menemukan apaapa. Yang diburu hanyalah bayangan semu (QS an-Nuur : 39). Hanya Allah yang memberikan manusia ketenangan batin. Dan ketentraman jiwa hanya diberikan kepada hamba yang dipilih-Nya yang beriman. 28) Orang-orang yang beriman dan hati mereka tenang dengan mengingat Allah. Bukankah dengan meningat Allah hati menjadi tenang. (QS ar-Radu 28 . Kadang-kadang dengan uang dan harta orang memperoleh kelezatan duniawi (mata . Bisa memenuhi apa saja yang bisa dibeli dengan uang. Tetapi, kebahagiaan sejati (nimat tidak dijajakan di mall dan super market, tidak pula dapat dibeli dengan uang, atau diperoleh dengan pengaruh dan jabatan. Sebab kebahagiaan, ketenangan itu muncul dari dalam jiwa. Bukan suatu wujud barang yang dapat diambil di tempat tertentu. Kebahagiaan sejati adalah seperti yang dirasakan oleh Ibrahim bin Adham pada penghujung tahajjud-nya.

Kami hidup bahagia, sekiranya para raja itu mengetahui kebahagiaan ini, pastilah mereka menguliti kami karena dengki Dengan kemajuan IPTEK, manusia bisa hidup dalam dunia yang serba otomatis. Hanya dengan menekan tombol, manusia di ujung timur bisa saling kontak dengan manusia di ujung barat, besi keras menjadi lunak, benda yang bergerak menjadi diam. Tetapi ilmu pengetahuan tidak mampu menjamin kebahagiaan. Sekalipun ilmu menjanjikan sarana material kehidupan, tetapi tidak memandu bagi tujuan dan tugas hidup itu sendiri. Untuk apa ia harus hadir di muka bumi ini? Ilmu dan teknologi hanya menghasilkan apa yang disebut wasilatul hayat (sarana kehidupan), sedangkan iman melahirkan minhajul hayat (pedoman kehidupan). Tujuan dan tugas kehidupan adalah wilayah garapan iman. Iman yang menumbuhkan pada diri manusia rindu kepada kebenaran dan kesucian, serta membenci kefasikan. Iman yang mendorong jasmani menuju ke tingkat rohani yang lebih tinggi di sisi Allah. Iman yang memberi kekuatan pemuda untuk membentengi diri dari gejolak nafsu biologis, sebagaimana kekuatan iman Yusuf alaihis salam dalam menghindari godaan para wanita selebritis, sehingga lebih memilih penjara daripada takluk melawan gejolak dirinya. 33) Ya Tuhanku, penjara lebih aku senangi daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh. (QS Yusuf : 33). Iman yang mendidik manusia memiliki sikap berkorban, seperti pengorbanan Ismail alaihis salam untuk siap melepas nyawanya demi perintah Tuhan (QS ash-Shaffat : 102). Iman merobah sikap individualis, egois menjadi jiwa patriotisme dalam sejarah klasik dan modren (QS Thaha : 112; az-Zilzalah : 7; an-Nisa 40 . Fenomena isytisyhad (bom syahid yang dilakukan para pemuda di belahan bumi yang lain belakangan ini, membuktikan bahwa ajaran klasik iman masih relevan untuk memberikan pelajaran nyata dan pukulan telak kepada simbol dikatator internasional (malikun jabbar). Iman yang bisa melahirkan akhlak terpuji. Kehilangan akhlak akan meruntuhkan diri sendiri, kata Ali bin Abi Thalib. Bangsa yang tidak bermoral laksana bangunan tanpa pondasi. Kata sastra Arab, Bila moral bangsa itu terkena musibah, maka adakanlah upacara taziyah. Sebab morallah nyawa mereka, jika ia tiada maka wujud mereka pun tiada.

Suatu ummat hanya berdiri tegak, selama akhlaknya bermutu tinggi. Ia akan runtuh, apabila akhlaknya menghilang. Selama pembuat kebijakan berusaha menerapkan aturan kehidupan hanya dengan undangundang dan surat-surat keputusan, tapi lupa bahwa manusia itu hanya bisa dikendalikan realitas yang ada pada dirinya bukan dari pengaruh eksternal maka surat-surat keputusan itu tidak

bermanfaat. Egoisme, hawa nafsu, tetap mengungguli kebaikan. Kejahatan jadi tak terkendali. Seorang pakar hukum Inggris mengatakan, Tanpa undang-undang masyarakat tidak stabil, tanpa moral undang-undang tidak berlaku, dan tanpa iman moral tidak berjalan. Iman yang berhasil membangun kekuatan jiwa untuk mengha-dapi problem yang selalu dicemaskan oleh kebanyakan manu-sia. Musibah, kesempitan rezeki, jodoh dan ajal. Mukmin yakin bahwa semua itu berada dalam genggaman Allah, tanpa diku-rangi dan ditambah. Seandainya seluruh manusia bekerjasama untuk mendatangkan manfaat dan kecelakaan pada seseorang, mereka tidak akan mampu mewujudkannya sedikitpun kecuali yang telah dituliskanNya. Iman yang memperkuat tali kekeluargaan lalu menyatukannya dalam naungan persaudaraan cinta kasih. Jika belakangan ini timbul konflik yang bermuara pada perbedaan ras, warna kulit, bahasa, etnis, daerah, strata sosial, keturunan, kekayaan, maka iman menyingkirkan perbedaan itu. Kemudian menjadikan ikatan iman menjadi ikatan yang mendarah daging. Sehingga mukmin mencintai saudaranya seiman melebihi kecintaan kepada sudara kandung, bahkan anak kandungnya sendiri (QS Hud : 46; al-Hujurat : 10). Dalam naungan ukhuwah iman, akan lenyap pertentangan, kecemburuan sosial, kedengkian dan penyakit hati lainnya. Iman tak hanya menjaga kesucian jiwa dari dengki (ukhuwah paling rendah), melainkan memberi muatan hati dengan cinta kasih yang diserap dari sifat suci cinta kasih Allah (mahabbatullah). Yaitu cinta yang ditanam dalam hati orang yang loyal kepada-Nya. Cinta itu menerbangkan pemiliknya yang membumi menuju realitas yang Maha Tinggi. Dicerminkan dalam komunitas yang tidak ditemukan dalam masyarakat manapun yaitu sikap mengutamakan orang lain lebih dari dirinya (itsaar). Sekalipun dirinya dalam kondisi kekurangan. Ia rela menjadikan dirinya sebagai sasaran senjata musuh untuk memagari saudaranya seiman (QS alHasyr : 9).

Anda mungkin juga menyukai