Anda di halaman 1dari 16

PRESENTASI KASUS

Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Umur Agama Pekerjaan Alamat Tanggal masuk RS : Tn. E : Laki-laki : 21 : Islam : TNI AD : Bogor Utara RT. 3/9 : 17 Juni 2013

Tanggal pemeriksaan : 17 Juni 2013

Anamnesis Alloanamnesis Keluhan utama : nyeri pada kantung kemaluan

Keluhan tambahan : benkak pada kantung kemaluan

Riwayat penyakit sekarang : Pasien dating dengan keluhan nyeri pada kantung kemaluan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah saat melakukan aktivitas. Selain nyeri pasien juga mengeluhkan bengkak pada kantung kemaluan sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien tidak menyadari pembekakan tersebut sampai terlihat kantung kemaluan menjadi lebih kemerahan. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu terakhir dan diketahui 2 minggu sebelumnya pasien mengalami pembengkakan pada bagian leher dibawah telinga. BAK tidak ada keluhan, berhubungan seksual disangkal, trauma pada daerah kemaluan disangkal, batuk kronis disangkal.

Riwayat penyakit dahulu

Keluhan serupa disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Keluhan serupa disangkal

Pemeriksaan fisik Keadaan Umum Kesadaran Tanda vital : Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu : 110/70 mmHg : 76 x/menit : 20 x/menit : 36,6 C : Tampak sakit sedang : Kompos mentis

Status generalis Kepala Bentuk Rambut Mata : normocephal : hitam, lurus : tidak terdapat edema palpebra kanan dan kiri konjungtiva tidak anemis kanan dan kiri sklera tidak ikterik kanan dan kiri Hidung Mulut : tidak terdapat pernapasan cuping hidung : perioral tidak sianosis

Leher KGB Trakea : tidak teraba pembesaran : berada di tengah dan tidak deviasi

Thoraks Paru-Paru: Inspeksi: Bentuk dan gerak simetris dalam statis dan dinamis

Palpasi: Sela iga simetris kanan dan kiri

Fremitus taktil simetris di kedua lapang paru Nyeri tekan pada dada (-)

Perkusi: sonor pada kedua hemithoraks

Auskultasi: Vesikuler di seluruh lapang paru Wheezing -/Ronchi -/-

Jantung : Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi Ictus cordis tidak teraba

Perkusi Batas kanan Batas kiri Batas atas : linea sternalis dextra : linea mid clavikular sinistra : linea parasternalis sinistra ICS III

Auskultasi: Bunyi jantung S1, S2, normal, S3 (-), S4 (-), murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi: Abdomen terlihat datar

Auskultasi: Bising usus (+)

Palpasi: Supel Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi: Timpani pada seluruh lapang abdomen

Ekstremitas Ekstermitas atas: Akral hangat Tidak terdapat edema pada tungkai kanan dan kiri Tidak sianosis

Ekstermitas bawah: Akral hangat Tidak terdapat edema pada tungkai kanan dan kiri Tidak sianosis

Status lokalis Regio skrotalis Inspeksi: Terlihat bengkak pada scrotum sebesar bola golf, tampak kemerahan Palpasi: NT (+), teraba testis membesar sebesar bola golf, konsistensi kenyal pada bagian belakang testis, nyeri tidak berkurang saat dinaikan Perkusi: Auskultasi: Bising usus (-)

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Lab darah: Hb : 13,4 g/dL Hematokrit : 38 % Leukosit : 9600 /L Trombosit : 256.000 /L

Pemeriksaan Radiologi -

Pemeriksaan EKG Diagnosis Kerja Epididimitis testis dextra

Diagnosis Banding Epididymo-Orchitis Abses skrotum Hernia skrotalis Hirokel testis

Penatalaksanaan Non medikamentosa: Bedrest Kompres dengan air es Edukasi

Medikamentosa: Antibiotik : Ciprofloxacin 2x500mg PO Analgetik : Asam Mefenamat 3x500mg PO Antipiretik : Paracetamol 3x500mg PO

Operative: Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam

KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Epididimitis adalah suatu kondisi medis yang dalam hal ini terdapat peradangan pada epididimis (suatu struktur melengkung di bagian belakang testis yang fungsinya sebagai pengangkut, tempat penyimpanan, dan pematangan sel sperma yang berasal dari testis). Kondisi ini mungkin dapat sangat menyakitkan, dan skrotum bisa menjadi merah, hangat, dan bengkak. Ini mungkin akut (tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis.

2. Epidemiologi Epididimitis diderita 1 dari 144 pasien laki-laki (0,69 %) pada usia 18-50 tahun atau sekitar 600.000 kasus pada laki-laki usia 18-35 tahun di Amerika Serikat. Epididimitis diderita terutama oleh laki-laki usia 16-30 tahun dan usia 51-70 tahun. Dilaporkan baru-baru ini terdapat kasus meningkatnya penyakit ini di Amerika Serikat yang dihubungkan dengan meningkatnya laporan kasus Chlamydia dan Gonorrhoeae.

3. Etiologi Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien, sehingga penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi :

Infeksi bakteri non spesifik Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari 35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, dan Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang disebabkan oleh Haemophilus influenza dan N meningitides sangat jarang terjadi.

Penyakit Menular Seksual (PMS) Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada populasi ini.

Virus Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang sering menyebabkan epididimitis selain Coxsackie virus A dan Varicella.

TB (Tuberculosis) Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberculosis sering terjadi di daerah endemis TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.

Penyebab infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis, Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab terjadinya epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh yang rendah atau menurun.

Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks. Vaskulitis (seperti Henoch-Schnlein purpura pada anak-anak) sering

menyebabkan epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis awal 600 mg/hari-800 mg/hari selama 1-3 minggu secara bertahap dan dosis pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari) akan menimbulkan antibodi miodarone HCL yang kemudian akan

menyerang epididimis sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah bagian cranial dari epididmis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % pasien yang menggunakan obat Amiodarone. Prostatitis Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri dapat mnyebar ke skrotum menyebabkan timbulnya epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat,

pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah antara penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika disentuh Tindakan pembedahan seperti prostatektomi Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13 % kasus yang dilakukan prostatektomi suprapubik. Kateterisasi dan instrumentasi Terjadi epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan

instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis. Blood borne infection Epididimitis terjadi melalui infeksi yang penyebarannya melalui darah dari focus primer yang jauh, seperti kulit, gigi, telinga, dan tenggorokan.

4. Patofisiologi Epididimitis merupakan suatu infeksi epididimis yang biasanya turun dari prostat atau saluran urine yang terinfeksi. Kondisi ini dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari Gonorrhoeae. Pada pria dibawah 35 tahun penyebab utama epididimitis adalah Chlamydia trachomatis. Infeksi mulai menjalar dari bagian atas melalui urethra dan duktus ejakulatorius kemudian berjalan sepanjang vas deferens ke epididimis. Rasa nyeri dirasakan pada unilateral dan rasa sakit pada kanalis inguinalis sepanjang jalur vas deferens kemudian mengalami nyeri dan pembengkakan pada skrotum dan daerah lipatan paha. Epididimis menjadi

bengkak dan sangat sakit, suhu tubuh meningkat, menggigil, demam dan urine dapat mengandung nanah (pyuria) dan bakteri (bakteriuria).

5. Klasifikasi Epididimitis dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronis, tergantung pada lamanya gejala. Epididimitis akut Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam beberapa hari (kurang dari enam minggu). Epididimitis akut biasanya lebih berat daripada epididimitis kronis. Epididimitis kronis Epididimitis yang telah terjadi selama lebih dari enam minggu, ditandai oleh peradangan bahkan ketika tidak adanya suatu infeksi. Pengujian diperlukan untuk membedakan antara epididimitis kronis dengan berbagai gangguan lain yang dapat menyebabkan nyeri skrotum konstan, termasuk di dalamnya kanker testis, urat skrotum membesar (varikokel), dan kista dalam epididimis. Selain itu, sarafsaraf di daerah skrotum yang terhubung ke perut kadang-kadang menyebabkan sakit mirip hernia. Kondisi ini dapat berkembang bahkan tanpa adanya penyebab yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini diperlukan perawatan yang mungkin agak lama. Hal ini dikarenakan terdapat hipersensitivitas struktur tertentu, termasuk saraf dan otot, yang dapat menyebabkan atau berkontribusi pada epididimitis kronis.

6. Manifestasi klinis Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh urethra dan nyeri atau itching pada urethra (akibat urethritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang meningkat, dan rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat, urgensi, dan rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut Prostatitis), demam dan nyeri pada region flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut Pielonefritis). Gejala

lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul pada bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis, skrotum dan kadang ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan muntah. Selain itu bisa juga disertai dengan pembengkakan dan kemerahan testicular dan/atau scrotal dan urethral discharge. Gejala lain yang mungkin ditemukan antara lain benjolan di testis, pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena, pembengkakan selangkangan pada sisi yang terkena, nyeri testis ketika buang air besar, keluar nanah dari urethra, nyeri ketika berkemih, nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi, darah di dalam semen, dan nyeri selangkangan.

7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang A. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah lengkap dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left (10.000-30.000/ l). Sperma analisa dimana terdapat leukosit > 1 juta/ml Kultur semen sebagai konfirmasi untuk mendapatkan kuman penyebab dari epididimitis. Kultur urine dan pewarnaan gram untuk kuman penyebab infeksi. Analisa urine untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak. Tes penyaringan untuk Chlamydia dan Gonorrhoeae. Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita.

B. Pemeriksaan radiologis 1. Colour Doppler Ultrasonography Pemeriksaan ini memiliki rentang tentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum lainnya. Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti ukuran bayi berbeda dengan dewasa).

Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat.

Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mngetahui adanya abses skrotum sebagai komplikasi dari epididimitis. Epididimitis kronis daapt diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo yang heterogen pada ultrasonografi.

2. Nuclear Scintigraphy Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi. Pada epididimitis akut akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras. Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100 % dalam menentukan daerah iskemia akibat infeksi. Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu. Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan interpretasi.

3. Vesicourethrogram (VCUG), Cystourethroscopy, dan USG abdomen Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali congenital pada pasien anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.

8. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi ditemukan skrotum bisa menjadi merah dan bengkak. Ini mungkin akut (tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis, dan terdapat pembesaran skrotum dan isinya, dan terdapat nanah pada urine. Pada palpasi ditemukan testis pada posisi normal vertikal, ukuran kedua testis sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak dapat teraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Akan teraba pembesaran atau penebalan dari epididimis secara

keseluruhan, di kauda atau di kaput yang mengindikasikan kuman penyebab infeksi. Ditemukan juga rasa nyeri yang terlokalisir di epididimis dengan suhu yang sedikit meningkat karena aliran darah meningkat di daerah tersebut. Kulit skrotum teraba panas, kenyal, merah, dan bengkak karena adanya edema dan infiltrate. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri. Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik. Pembesaran kelenjar getah bening di regio inguinalis. Pada pemeriksaan colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronis yaitu adanya pengeluaran secret atau nanah setelah dilakukan masase prostat. Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan. Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dan lain-lain.

9. Kriteria diagnosis Epididimitis akan sulit untuk membedakan dari torsio testis (kondisi ketika saluran spermatika ke kedua testis memotong suplai darah). Keduanya dapat terjadi pada waktu yang sama. Epididimitis biasanya memiliki bentuk serangan bertahap. Pada pemeriksaan fisik, testis biasanya ditemukan berada dalam posisi normal vertikal, ukuran yang sama dengan pasangannya, dan tidak naik tinggi. Temuan khas adalah kemerahan, hangat, dan pembengkakan skrotum, dengan kelembutan belakang testis, jauh dari tengah (ini adalah posisi normal dari epididimis relatif terhadap testis). Refleks kremaster, apabila sebelumnya normal, akan tetap terlihat normal. Ini adalah tanda yang berguna untuk mebedakannya dari torsio testis. Analisis urine kemungkinan normal atau tidak normal. Sebelum munculnya teknik-teknik canggih pencitraan medis, eksplorasi bedah adalah standar perawatan. Saat ini USG Doppler adalah tes yang lebih disukai. Hal ini dapat menunjukkan peningkatan aliran darah (juga dibandingkan dengan sisi normal), sebagai lawan dari torsio testis. Pengujian tambahan mungkin diperlukan untuk

mengidentifikasi penyebab yang mendasari. Pada anak-anak, sebuah kelainan saluran kemih sering ditemukan. Pada pria aktif secara seksual, tes untuk penyakit menular seksual dapat dilakukan. Ini mungkin termasuk mikroskop dan pembiakan dari sampel urine, Gram strain dan pembiakan dari cairan atau swab dari saluran kemih, tes amplifikasi asam nuklir (untuk memperkuat dan mendeteksi DNA atau asam nukleat mikroba lainnya) atau tes untuk sifilis dan HIV.

10. Diagnosis banding Diagnosis banding epididimitis meliputi : 1) Orchitis 2) Hernia inguinalis inkarserata 3) Torsio testis 4) Seminoma testis 5) Trauma testis

11. Penatalaksanaan Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan bedah, yaitu : a. Penatalaksanaan medis Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering digunakan adalah : Fluoroquinolones, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten terhadap kuman Gonorrhoeae. Cefalosporin (Ceftriaxon). Levofloxacin atau Ofloxacin untuk mengatasi infeksi Chlamydia, pada kasus yang disebabkan oleh organisme enterik (seperti E. coli) dan digunakan pada pasien yang alergi penisilin. Doxycycline, Azithromycin, dan Tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri non gonokokal lainnya. Pada anak-anak, Fluoroquinolones dan Doxycycline sebaiknya dihindari. Bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih sering menjadi penyebab epididimitis

pada anak. Kotrimoksasol atau penisilin yang cocok (misalnya Sefaleksin) dapat digunakan. Jika ada penyakit menular seksual, pasangannya juga harus dirawat.

Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti : Pengurangan aktivitas. Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum. Kompres es/kompres dingin pada skrotum untuk mengurangi rasa sakit. Pemberian analgesik dan NSAID. Mencegah penggunaan instumentasi pada urethra.

b. Penatalaksanaan bedah Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi : Scrotal exploration Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat melakukan orchiectomy. Epididymectomy Tindakan ini dilaporkan telah berhasil mengurangi nyeri yang disebabkan oleh epididimitis kronis pada 50 % kasus. Epididymotomy Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.

12. Komplikasi Komplikasi dari epididimitis adalah : 1) Abses dan pyocele pada scrotum 2) Infark pada testis 3) Epididimitis kronis dan orchalgia 4) Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus epididimis 5) Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism 6) Fistula kutaneus

7) Penyebaran infeksi ke organ lain atau sistem tubuh

13.

Pencegahan Pada saat menjalani pembedahan, seringkali diberikan antibiotik profilaktik (sebagai tindakan pencegahan) kepada orang-orang yang memiliki risiko menderita epididimitis. Epididimitis akibat penyakit menular seksual bisa dicegah dengan cara tidak melakukan hubungan seksual diluar nikah. Apabila epididimitis yang diderita disebabkan oleh STD (Sexual Transmitted Disease), pasangan atau partner pasien juga perlu mendapatkan perawatan. Lakukan hubunagn seksual yang aman, seperti seks monogamy (dengan 1 orang saja), dan penggunaan kondom akan membantu untuk melindungi dari STD yang dapat menyebabkan epididimitis. Apabila pasien menderita ISK kambuhan atau faktor risiko lain yang bisa menyebabkan epididimitis, bisa disikusikan dengan dokter untuk menentukan cara lain untuk mencegah kekambuhan dari epididimitis tersebut.

14.

Prognosis Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya. Kekambuhan epididimitis pada seorang pasien adalah hal yang biasa terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. Epididimitis and Orchitis. American Urology Association. http://www.urologyhealth.com Saladdin, Arianto. berhubungan 2009. Penyakit-penyakit dengan Intraskrotal-Penyakit (kantung yang buah

skrotum

zakar).http://www.reocities.com/ResearchTriangle/invention/5332/zaka r-nl.html Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995, Hal. 331-340. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta: EGC. 2005, Hal. 933-934. http://emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai