Anda di halaman 1dari 37

PROSES DAN VERIFIKASI IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP) CLEAN AND CLEAR (CNC)

Oleh : Nelyanti Siregar DirektoratPembinaan Pengusahaan Batubara

11 Oktober 2012 Jakarta Convention Centre, Senayan - Jakarta

I.

PEMROSESAN IUP CNC (Clean and Clear)

1. Latar Belakang
Dengan terbitnya UU 22/1999 yang diamandemen menjadi UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), Pemda (Bupati/Walikota/Gubernur)/Pemerintah sesuai kewenangan dapat menerbitkan izin KP. Maka dalam periode 2000-2009 terdapat banyak KP (kuasa Pertambangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah

UU No 4/2009 telah mengakhiri skema kontrak/perjanjian dan untuk selanjutnya seluruh perizinan menggunakan pola Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terdiri atas IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. Seluruh KP yang ada diwajibkan untuk dikonversi menjadi IUP.

Dalam rangka penataan seluruh IUP yang diterbitkan oleh Pemda, maka berdasarkan UU 4/2009 dilaksanakan rekonsiliasi nasional IUP, yang terdiri dari inventarisasi, verifikasi dan klasifikasi, sehingga akan dihasilkan sistem informasi IUP nasional yang komprehensif.

Kegiatan penataan IUP tersebut amat penting bagi optimalisasi target-target Pemerintah (penerimaan negara, pengelolaan lingkungan, peningkatan nilai tambah, usaha jasa, tenaga kerja, dll)

2. Dasar Hukum
Pasal 112 Ayat (4) :
Kuasa pertambangan, surat izin pertambangan daerah, dan surat izin pertambangan rakyat, yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir serta wajib: a. disesuaikan menjadi IUP atau IPR sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan khusus BUMN dan BUMD, untuk IUP Operasi Produksi merupakan IUP Operasi Produksi pertama; b. menyampaikan rencana kegiatan pada seluruh wilayah kuasa pertambangan sampai dengan jangka waktu berakhirnya kuasa pertambangan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; c. melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasal 112 Ayat (5)


Permohonan Kuasa Pertambangan yang telah diterima Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan telah mendapatkan Pencadangan Wilayah dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat diproses perizinannya dalam bentuk IUP tanpa melalui lelang paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

3. SASARAN/TUJUAN REKONSILIASI IUP


1. Sebagai dasar penetapan Wilayah Pertambangan. 2. Bahan koordinasi dengan instansi lain dalam penentuan tata ruang sehingga dapat mengetahui tumpang tindih antara daerah, tumpang tindih antar sektor, dan tumpang tindih antar pemegang IUP. 3. Optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (iuran tetap, royalti, penjualan hasil tambang) dari IUP. 4. Peluang untuk peningkatan nilai tambah mineral dan batubara. 5. Mengetahui potensi produksi nasional mineral dan batubara 6. Dasar penentuan pemenuhan kebutuhan domestik (DMO) 7. Peningkatan kontribusi usaha jasa pertambangan nasional 8. Peningkatan kebutuhan sumber daya manusia 9. Pengelolaan lingkungan yang optimal

4. Persyaratan Penyesuaian KP menjadi IUP


A. Persyaratan Penyesuaian KP Menjadi IUP :

Surat pengantar dari Gubernur/Bupati/Walikota kepada Dirjen Minerba dengan menyebutkan perusahaan pemegang KP, dilampirkan dengan foto copy : a. Laporan rencana kegiatan KP (PU, Eksplorasi dan Eksploitasi) b. SK KP dari Gubernur, Bupati, Walikota (yang lama) lengkap dengan lampiran peta beserta koordinatnya. c. Foto copy bukti pemenuhan kewajiban keuangan
B. Peningkatan KP PU ke KP Eksplorasi Surat pengantar dari Gubernur/Bupati/Walikota kepada Dirjen Minerba dengan menyebutkan perusahaan pemegang KP serta jenis permohonan peningkatan tahap kegiatan dengan melampirkan : a. Surat permohonan b. SK KP dari Gubernur/Bupati/Walikota (yang lama) lengkap dengan lampirannya c. Peta Wilayah dan Batas Koordinat d. Foto copy bukti pemenuhan kewajiban keuangan dan pelaporan e. Surat persetujuan laporan akhir tahap kegiatan KP (PU atau Eksplorasi) f. Surat persetujuan laporan FS (untuk KP Eksplorasi ke IUP Operasi Produksi) g. Surat persetujuan AMDAL/UKL/UPL (untuk KP Eksplorasi ke IUP Operasi Produksi) h. Berkas persyaratan administrasi, finansial dan teknis

4. Persyaratan Penyesuaian KP menjadi IUP (lanjutan)


C. Permohonan Baru Yang Diterima Sebelum 12 Januari 2009 dan telah mendapatkan Pencadangan Wilayah Surat pengantar dari Gubernur/Bupati/Walikota kepada Dirjen Minerba dengan menyebutkan perusahaan pemohon serta jenis permohonan KP, PKP2B, KK, SIPD dengan melampirkan : a. Surat permohonan dengan berkas permohonan pencadangan b. Surat pencadangan wilayah c. Peta wilayah dan batas koordinat d. Foto copy bukti pemenuhan kewajiban keuangan (penempatan jaminan kesungguhan) e. Berkas persyaratan administrasi, finansial, teknis dan lingkungan

5. PROSES PENATAAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN A. DIAGRAM ALIR PENATAAN IUP


REKONSILISASI NASIONAL DATA IUP

Diperoleh data IUP secara Nasional

Verifikasi dan Klasifikasi data IUP Nasional berdasarkan dokumen yang disampaikan (Pengumuman 1 Juli 2011)

Clean and clear


Tidak bermasalah secara administrasi Tidak ada tumpang tindih

Non Clean and Clear


Bermasalah secara administrasi atau Tumpang tindih

Pada tanggal 3-6 Mei 2011 KESDM c.q Ditjen Minerba mengadakan Rekonsiliasi Nasional Data IUP yang bertujuan untuk Penataan IUP yang diterbitkan Pemda seluruh Indonesia. Pemda (Bupati/Walikota/Gubernur) menyampaikan seluruh IUP yang diterbitkan dilengkapi dengan seluruh dokumen pendukungnya antara lain: SK IUP yang masih berlaku dengan lampiran peta dan koordinat, tidak tumpang tindih, kewajiban keuangan, tidak masuk kawasan konservasi, dan persetujuan AMDAL. Berdasarkan verifikasi dan klasifikasi, IUP dikelompokkan menjadi : IUP Clear and Clean serta IUP Non Clean and Clear

5. PROSES PENATAAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan) A. DIAGRAM ALIR PENATAAN IUP (lanjutan)
IUP Clean and clear IUP Non Clean and Clear
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. IUP terbit setelah 30 April 2010 Tumpang tindih sama komoditi Tumpang tindih beda komoditi Tumpang tindih lintas kewenangan Dokumen pendukung tidak lengkap Koordinat tidak sesuai dengan sk KP yang belum penyesuaian menjadi IUP

WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN

WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN

Diselesaikan berdasarkan kategori permasalahan

IUP Clear and Clean adalah IUP yang perizinannnya tidak bermasalah dan wilayahnya tidak tumpang tindih sehingga dapat masuk dalam Wilayah Usaha Pertambangan. IUP Non Clear and Clean adalah IUP yang perizinannya bermasalah dan/atau wilayahnya tumpang tindih yang terinventarisasi terbagi atas 7 permasalahan. 7 permasalahan IUP Non Clear and Clean diselesaikan berdasarkan kategori permasalahan sehingga setelah memenuhi syarat dapat menjadi IUP Non Clear and Clean

5. PROSES PENATAAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan)


B. KEGUNAAN DATA NASIONAL IUP
1.
2.

3. 4. 5. 6. 7.

8.
9.

Dasar hukum dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan Bahan koordinasi dengan instansi lain dalam penentuan tata ruang sehingga dapat mengetahui tumpang tindih antara daerah, tumpang tindih antar sektor, dan tumpang tindih antar pemegang iup Optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (iuran tetap, royalti, penjualan hasil tambang) dari izin usaha pertambangan Peluang untuk peningkatan nilai tambah mineral dan batubara Mengetahui produksi nasional mineral dan batubara Dasar penentuan pemenuhan kebutuhan domestik (dmo) Peningkatan kontribusi usaha jasa pertambangan nasional Peningkatan kebutuhan sumber daya manusia Pengelolaan lingkungan

6. SOP VERIFIKASI IUP CNC


PELAKU

Kegiatan 1. Pengajuan

DINAS/PERUSAHAAN

DIRJEN MINERBA Disposisi 2. Dirjen Minerba


mendisposisikan berkas pengajuan kepada Eselon II / Direktur terkait (DBM/DBB/DBP)

DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN MINERAL/BATUBARA

DIREKTUR PEMBINAAN PROGRAM MINERBA

SEKRETARIS DITJEN MINERBA

Berkas

2 Disposisi 3

1. Berkas yang diterima Tata Usaha diteruskan ke Dirjen Minerba

3. Direktur Mendisposisikan berkas pengajuan kepada Kasubdit Pelayanan Usaha Mineral/Batubara

6B

TIDAK

TIDAK

2. Evaluasi

Kembali ke Dinas / Perusahaan

6B

Verifikasi Dokumen Perizinan


4. Subdit Pelayanan Usaha Mineral/Batubara nelakukan evaluasi dan verifikasi dokumen perizinan, apabila berkas pengajuan memenuhi persyaratan maka berkas pengajuan diteruskan ke Subdit Perencanaan Wilayah dan Informasi (DBP)

5 4

Verifikasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan

Verifikasi Legal Perizinan


YA

5. Subdit Perencanaan Wilayah dan Informasi 6B. Subdit Pelayanan Usaha Mineral/Batubara melakukan koordinasi kembali dengan Dinas terkait dan Pihak Perusahaan mengenai permasalahan terkait proses cnc dengan surat Dirjen

(Tanda tangan Evaluator & Kasubdit Pelayanan Usaha)

melakukan pencetakan peta dan verifikasi dari segi kewilayahan, apakah wilayah IUP dalam 6A berkas pengajuan terdapat tumpang tindih, pergeseran, perluasan, maupun peta tidak sama dengan koordinat. 6A. Bagian Hukum melakukan Jika wilayah tidak tumpang tindih, bergeser, evaluasi dari segi legal perluasan, dan peta sesuai koordinat, Subdit drafting berkas yang diajukan PWI akan meneruskan berkas beserta hasil Jika memenuhi aspek hukum, maka diteruskan ke Direktorat pencetakan peta ke Bagian Hukum (Setditjen Pembinaan Program jika tidak Minerba). Jika terdapat tumpang tindih, memenuhi aspek hukum, perluasan/pergeseran, berkas akan dikembalikan ke pelayanan dikembalikan ke DBB/DBM

(Tanda tangan Kasubdit PWI)

usaha. (6B)

3. Persetujuan

(Tanda tangan Kabag Hukum)

Pengumuman

Daftar Pengumuman
8. Daftar IUP CNC untuk diumumkan ditandatangani oleh pejabat Eselon II dan Dirjen untuk selanjutnya diumumkan di website DJMB 7. Direktorat Pembinaan Program menyiapkan rekaptulasi IUP C&C untuk diumumkan

7 Direktur Jenderal Mineral dan Batubara

Thamrin Sihite

5. PERMASALAHAN IUP NON-CNC (lanjutan)


NO 1 PERMASALAHAN IUP Tumpang Tindih (TT) WIUP sama komoditi KETERANGAN Tumpang tindih sama komoditas tidak diperbolehkan DASAR HUKUM Kepmen ESDM 1603 tahun 2003 tentang Pedoman Pencadangan Wilayah
PP 23 Tahun 2010 Pasal 44, boleh namun dengan persyaratan

Tumpang Tindih Beda Komoditi

Komoditas tambang lainnya bukan asosiasi mineral, pemegang IUP memperoleh keutamaan dalam mengusahakan komoditas tambang lainnya yang ditemukan

5. PERMASALAHAN IUP NON-CNC (Lanjutan)


NO
3

PERMASALAHAN IUP
Tumpang Tindih Kewenangan

KETERANGAN
Tumpang tindih pemberian IUP pada wilayah yang bukan wewenangnya (Bupati vs Bupati, Bupati vs Gubernur)
SK IUP tidak dilengkapi persyaratan dan dokumen pendukung Koordinat wilayah IUP harus sesuai dengan SK IUP

DASAR HUKUM
Permendagri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah
PP 23 tahun 2010 pasal 23 Kepmen ESDM 1603 Tahun 2003 tentang Pedoman Pencadangan Wilayah PP 23 tahun 2010 Pasal 112

Dokumen SK Pendukung tidak lengkap dan format SK tidak sesuai Koordinat tidak sesuai dengan SK

KP, SIPD yang belum disesuaikan menjadi IUP

KP/SIPD/SIPR disesuaikan menjadi IUP/IPR sesuai ketentuan PP ini paling lambat 3 bulan sejak berlakunya PP ini (30 April 2010

6. REKAPITULASI IUP
Status IUP per 31 Agustus 2012

MINERAL
IUP Eksplorasi IUP CNC 1.165 OP 1.751

BATUBARA
JUMLAH Eksplorasi 1.130 OP 787 4.833

IUP NON CNC


SUB TOTAL TOTAL

1.709
2.874 6.800

2.175
3.926

1.352
2.482 3.796

527
1.314

5.763

10.596

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN


1.

Rekonsiliasi penyelesaian tumpang tindih dilakukan dengan memberikan penjelasan dari Ditjen Minerba kepada penerbit izin disertai ilustrasi bahwa presiden akan menerbitkan inpres penyelesaian tumpang tindih pertambangan, dengan melibatkan: a. Kementerian Dalam Negeri Saksi Ahli Batas Administrasi b. Badan Informasi Geospasial Saksi Ahli Pemetaan Output yang dihasilkan setelah penjelasan oleh Ditjen Minerba kepada Pemerintah Daerah adalah Berita Acara Penyerahan Data Tumpang tindih WIUP status pada saat pelaksanaan rekonsiliasi dan ditandatangani oleh Ditjen Minerba, Kemendagri dan BIG Opsi penyelesaian tanggapan surat Gubernur/Bupati/Walikota atas rekonsiliasi: Kepala Daerah menyelesaikan sesuai prosedur & ketentuan perundangan, dimana proses penyelesaian diketahui & disetujui oleh pemilik IUP akan dimasukkan dalam database di ditjen minerba Kepala Daerah yang menyelesaikan secara sepihak tanpa diketahui oleh pihak yang bermasalah tidak dimasukkan dalam database di ditjen minerba Apabila dalam waktu 1 bulan setelah rekonsiliasi tidak ada tanggapan atas penyelesaian tumpang tindih, IUP diusulkan untuk dibawa ke Aparat Penegak Hukum
15

2.

3.

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan)

RENCANA REKONSILIASI IUP TAHAP II (tentative)


No Wilayah Tanggal Tempat Lantai V Gd. Ditjen Minerba Lantai V Gd. Ditjen Minerba

1
2 3

Kalimantan
Sulawesi Sumatera

18-19 September 2012


3-4 Oktober 2012 16-17 Oktober 2012

Lantai V Gd. Ditjen Minerba


Lantai V Gd. Ditjen Minerba Lantai V Gd. Ditjen Minerba

4
5

Papua Maluku
Jawa Nusa Tenggara

30-31 Oktober 2012


13-14 November 2012

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan) Pembagian Tugas:


DitJen Mineral dan Batubara
mengidentifikasi tumpang tindih IUP yang disebabkan permasalahan batas administrasi/ perbedaan penggunaan peta dasar

Kementerian Dalam Negeri


mengevaluasi batas administrasi yang telah ditegaskan melalui Permendagri maupun yang belum ditegaskan

Badan Informasi Geospasial


mengevaluasi penggunaan peta dasar yang dijadikan acuan oleh Pemda dalam menyusun Peta wilayah IUP

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan)


Surat Pemda Gub/Bupati/Walikota

REKONSILIASI

Kategori I
a. b. c. d. e. f. TT Sama Komoditas TT Beda Komoditas TT Batas Administrasi Masalah Koordinat / Peta Masalah Adm & Dokumen SIPD / KP

Kategori II Kasus Khusus


Penyelesaian Kasus dengan mengundang pihak terkait

Untuk IUP nonCNC yang sudah disepakati tidak bisa diselesaikan oleh Kategori I dan Kategori II diusulkan dimasukan kedalam WPN selanjutnya dibuat Berita Acara tentang permintaan untuk pencabutan SK dan Usulan dimasukan ke dalam WPN

TT Sama Komoditas 1. Pengecekan wilayah perusahaan yg TT (first come first serve) 2. Konfirmasi ke Pemda 3. Berita Acara 4. Revisi SK

TT Beda Komoditas 1. Pengecekan wilayah perusahaan yg TT (first come first serve) 2. Kesepakatan / Rekomendasi Para Pihak yang tumpang Tindih 3. Konfirmasi ke Pemda 4. Berita Acara

TT Batas Adm 1. Pengecekan Wil TT thp bts wil administrasi 2. Konfirmasi Kemendagri, Pemda ttg tata batas adm 3. Penegasan tata batas 4. Berita Acara 5. Revisi SK

Koordinat / Peta 1. Tim teknis melakukan pengcekan koordinat 2. Berita Acara 3. Revisi SK

Adm & Dokumen Pemda dan Perusahaan harus melengkapi dokumen pendukung

SIPD / KP 1. Verifikasi data KP/SIPD 2. Berita Acara 3. Bupati / Walikota atau Gubernur segera menyesuaikan SIPD / KP menjadi bentuk IUP

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan)

KODEFIKASI IUP NON CNC (Permasalahan Administrasi)


KODE 1 2

PERMASALAHAN
Pengajuan permohonan perpanjangan/peningkatan KP/IUP setelah masa berlaku KP/IUP berakhir Pencadangan ditetapkan sebelum UU 4/2009 dan permohonan IUP dalam SKnya diajukan setelah UU 4/2009

3
4 5 6 7 8

Pada diktum mengingat dalam SK penyesuaian KP menjadi IUP masih tercantum UU 11/1967
Untuk Kab. KUtai Timur dan Kutai Kartanegara tidak ada pencadangan wilayah tapi di dalam Perda mewajibkan adanya pengumuman setempat (PS), ternyata banyak PSnya terbit setelah UU 4/2009 dan telaahan staf distamben setempat setelah UU 4/2009 Tidak ada KP Eksplorasi, langsung KP Eksploitasi untuk bahan galian mineral dan batubara PT bukan perusahaan terbuka, memiliki beberapa IUP setelah terbitnya UU No 4/2009 Satu IUP memiliki 2 blok wilayah Masa berlaku SK penyesuaian melebihi ketentuan UU 4/2009

9
10

Keabsahan dokumen : SK IUP terakhir belum dilegalisir (cap basah) SK IUP dilegalisir tapi tidak di tanda tangan dan diberi tanggal legalisir Pengalihan IUP PT A ke PT B setelah UU 4/2009 dengan pemegang saham berubah total

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan)

KODEFIKASI IUP NON CNC (Permasalahan Administrasi)


KODE

PERMASALAHAN
Pengalihan IUP PT A ke PT B masih dalam tahap IUP Eksplorasi setelah UU 4/2009 Peningkatan sebagian IUP Eksplorasi menjadi IUP OP setelah UU 4/2009

11 12

13

Permohonan pencadangan wilayah diajukan sebelum UU 4/2009 pada wilayah rencana pnciutan KK/PKP2B/KP/IUP yang masih aktif, sedangkan wilayah KK/PKP2B/IUP baru diciutkan setelah UU 4/2009 . IUP-nya diterbitkan sebelum/setelah penciutan WIUP KK/PKP2B/KP/IUP
IUP batuan bukan logam diterbitkan setelah UU 4/2009 dan telah mendapat rekomendasi dari Dirjen Minerba sebelum April 2011

14

15
16 17 18

KP yang sampai dengan saat ini belum disesuaikan menjadi IUP


Permohonan penyesuaian ke IUP dan tanggal penetapan penyesuaian KP menjadi IUP setelah 30/4/2010 Penggabungan beberapa KP menjadi 1 IUP, namun pada judul SK IUP tidak dicantumkan Penggabungan. Diktum pada SK IUP tidak menyebutkan SK KP yang digabung Jangka waktu IUP yang akan diregistrasi pada DJMB telah berakhir

19
20

Nomor / Tanggal / Luas Wilayah penetapan SK berbeda dengan Nomor / Tanggal / Luas Wilayah pada lampiran koordinat SK Jangka Waktu penyesuaian KP Eksploitasi menjadi IUP OP tidak sama / lebih dari jangka waktu yang diberikan pada saat KP Eksploitasi

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan)

KODEFIKASI IUP NON CNC (Permasalahan Administrasi) lanjutan


KODE

PERMASALAHAN
Pengalihan IUP Operasi Produksi dari PT A ke PT B setelah UU 4/2009

21

22 23

Dokumen tidak lengkap Dokumen Ganda (SK dengan Nomor, Tanggal, dan Subjek yang sama) tetapi terdapat perbedaan tanggal. KP Terbit Setelah UU N0. 4 Tahun 2009 (12 Jnuari 2009) Wilayah IUP masuk ke Hutan Konservasi Turun status tahapan dari IUP Operasi Produksi menjadi IUP Eksplorasi Perubahan komoditas dari mineral logam menjadi batubara

24 25 26 27

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan)

SOP REKONSILIASI TAHAP II


NO .
1.

SOP PERIJINAN
Evaluasi Dokumen untuk kode 1, 3, 8, 9, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, dan 23 Sepanjang tidak melanggar ketentuan yang berlaku.

SOP WILAYAH
Penyelesaian wilayah administrasi.

SOP KLINIK
Evaluasi Dokumen untuk kode 2, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 21, 24, 25, 26, dan 27 yang melanggar ketentuan yang berlaku. Membuat berita acara penyelesaiannya untuk dapat diperoses atau tidak dapat proses.

2.

Membuat berita acara perijinan Membantu kelas yang dapat diselesaikan dan perijinan dan klinik dokumen lengkap. pengecekan peta wilayah.

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan)

SOP REKONSILIASI TAHAP II (lanjutan)


NO . 3. SOP PERIJINAN Membuat berita acara perijinan yang dapat diselesaikan. Namun dokumen pendukung belum lengkap. SOP WILAYAH Membuat berita acara wilayah administrasi yang dapat diselesaikan dengan pemerintah daerah. Menyerahkan berkas permasalahan batas wilayah yang tidak dapat diselesaikan di kelas wilayah ke kelas klinik. SOP KLINIK Membuat berita acara penyelesaian berdasarkan surat keterangan kelas perijinan dan atau wilayah.

4.

Membuat surat keterangan perijinan yang dapat diselesaikan. Terkait dengan tumpang tindih sama komoditas dan beda komoditas dengan kesepakatan berdasarkan perinsip first come, first serve.
Ctt: Peta Wilayah terlampir

7. PROSES REKONSILIASI NASIONAL IZIN USAHA PERTAMBANGAN (lanjutan)

Skema Ruangan Saat Rekonsiliasi Nasional Tahap II

www.djmbp.esdm.go.id

II.

PENETAPAN LOKASI PERTAMBANGAN

1. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)

Pasal 13: Wilayah Pertambangan (WP) terdiri dari Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
2. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan Pasal 2: Wilayah Pertambangan merupakan kawasan yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara, baik

di permukaan tanah maupun di bawah tanah , yang berada di dalam wilayah daratan ataupun wilayah laut untuk kegiatan pertambangan
3. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 61:

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan Peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum

WUP WIUP IUP


Radioaktif Mineral Logam Mineral Bukan Logam Batuan Ditetapkan oleh Menteri, Kecuali Mineral radioaktif Menteri mendapat rekomendasi instansi ketenaganukliran Ditetapkan oleh Pemerintah sesuai kewenangannya. Kecuali radioaktif Batubara Lelang Permohonan Permohonan Lelang
r Pe m o n ho
Pe r

Diberian oleh Pemerintah sesuai kewenangannya


m

oh

on

an

IUP Eksplorasi

WUP

WIUP

IUP
an

IUP Operasi Produksi

Peserta : 1. Badan Usaha 2. Koperasi 3. Perseorangan 4. Perusahaan Firma dan Perusahaan Komanditer

1 Pemohon 1 WIUP, Kecuali Badan Usaha yang telah terbuka

WUP didelineasi berdasarkan data-data: a. Formasi Pembawa Mineral dan Batubara (Badan Geologi dan instansi peneliti lainnya) b. Potensi Mineral dan Batubara (Badan Geologi dan instansi peneliti lainnya) c. Potensi Mineral Radioaktif (BATAN) d. Eksisting KK, PKP2B, IUP dan IPR (DJMB dan Pemda) e. Tata Guna Kawasan Hutan (Kem. Kehutanan) f. Rencana Tata Ruang Nasional (Kem. Pekerjaan Umum)
WUP ditentukan berdasarkan ketersediaan data formasi pembawa dan potensi mineral dan batubara dan/atau informasi geologi yang secara dominan terdapat komoditas tambang dan merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan secara berkelanjutan Untuk menjamin kepastian hukum, kegiatan pertambangan (KK, PKP2B dan IUP) harus berada dalam WUP yang merupakan Kawasan Peruntukan Pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.

2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Sinkronisasi Kawasan Hutan dengan WUP, diharapkan tidak ada WUP pada kawasan konservasi agar terdapat saling dukung kebijakan pemanfaatan lahan.

WILAYAH PERTAMBANGAN
Lingkup Wilayah Pertambangan
WILAYAH PERTAMBANGAN (WP)

WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN (WUP)

WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT (WPR)

WILAYAH PENCADANGAN NEGARA (WPN)

WIUP Eksplorasi WIPR WPN WIUP Operasi Produksi

WUPK

WIUP WIPR

: Wilayah Izin Usaha Pertambangan : Wilayah Izin Pertambangan Rakyat


WIUPK

WUPK : Wilayah Usaha Pertambangan Khusus WIUPK : Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus

WILAYAH PERTAMBANGAN

(LANJUTAN)

Dasar Pemikiran Wilayah Pertambangan


Potential area for mining
LAHAN PERMUKAAN TANAH R U A N G

B A W A H
T A N A H

DEPOSIT SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI

31

WILAYAH PERTAMBANGAN

(LANJUTAN)

Dasar Pemikiran Wilayah Pertambangan (lanjutan)


Potential area for mining
LAHAN PERMUKAAN TANAH R U A N G

B A W A H
T A N A H

DEPOSIT bussiness prospect SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI for mining area

32

WILAYAH PERTAMBANGAN

(LANJUTAN)

WILAYAH PERTAMBANGAN
INDUSTRI
TATA LAHAN

PEMUKIMAN

HUTAN KONSERVASI

PKP2B
WIUPK

KK
Batubara, Au,Cu,Al, Ni,Sn,Fe, WIPR

WIUP

Kws. HUTAN

PERTANIAN/ PERKEBUNAN

LAU T

DALAM RANGKA MEMPEROLEH PERLINDUNGAN/KEPASTIAN HUKUM WUP; WPN; WPR; HARUS BERADA DI DALAM KPP

33

WILAYAH PERTAMBANGAN
WILAYAH PERTAMBANGAN
INDUSTRI
TATA LAHAN

(LANJUTAN)

PEMUKIMAN

WUP WPN
WIUPK

HUTAN KONSERVASI

PKP2B KK WPN WIUP

Batubara, Au,Cu,Al, Ni,Sn,Fe,

WUP
WPR
WIPR
PERTANIAN/ PERKEBUNAN

Kws. HUTAN

LAU T

DALAM RANGKA MEMPEROLEH PERLINDUNGAN/KEPASTIAN HUKUM WUP; WPN; WPR; HARUS BERADA DI DALAM KPP

34

WILAYAH PERTAMBANGAN

(LANJUTAN)

Wilayah Usaha Pertambangan (WUP)


WUP adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi

WUP

WIUP 1

WIUP 2

WIUP 3

Kriteria WUP: Berada di dalam formasi pembawa mineral atau batubara, Memiliki satu atau lebih jenis mineral, Terdiri dari satu atau lebih Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Meliputi daerah eksisting perizinan usaha pertambangan (KK, KP, PKP2B, SIPD), Memiliki data dan informasi hasil penyelidikan umum dan/atau eksplorasi, Memiliki indikasi keterdapatan mineral dan/atau batubara yang prospek untuk diusahakan, Tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan, Tidak harus dalam satu poligon bersama (dapat terpisah-pisah), dan Tidak tumpang tindih dengan WPR dan WPN

WILAYAH PERTAMBANGAN

(LANJUTAN)

Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)


WPR adalah bagian dari WP tempat dilakukannya kegiatan usaha pertambangan rakyat
Kriteria WPR : mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai; mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter; endapan teras, dataran banjir, endapan sungai purba, dan mineral bukan logam serta batuan di pedataran dan perbukitan; luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 hektare; merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 tahun; dan/atau Terdiri dari satu atau lebih Wilayah Izin Pertambangan Rakyat (WIPR).

WIPR 1

WPR

WIPR 2

WIPR 3

36

WILAYAH PERTAMBANGAN

(LANJUTAN)

Wilayah Pencadangan Negara (WPN)


WPN adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional.
Kriteria WPN : WPN tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan; Memiliki singkapan geologi untuk mineral radioaktif, logam dan/atau batubara berdasarkan peta/data geologi Mempunyai batas dengan koordinat geografis pada sistim lembar peta rupa bumi Indonesia skala 1:250.000 dari Bakosurtanal; Komoditi andalan meliputi batubara dan mineral logam: Sn, Fe, Au, Ni, Cu dan Al serta mineral lain yang dinyatakan strategis; Mempunyai potensi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi; Fungsi sebagai daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan; Daerah-daerah dan/atau pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain; Terdiri dari satu atau lebih Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK); WIUPK dapat berada di dalam dan/atau di luar kawasan lindung.

WPN
WIUPK 1

WUPK

WIUPK 2

WIUPK 3

37

Anda mungkin juga menyukai