Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan minimal serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal, bahwa pemerintah wajib Menyusun SPM berdasarkan urusan wajib yang merupakan pelayanan dasar, sebagai bagian dari pelayanan publik.1 SPM merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.1,2 SPM diterapkan pada urusan wajib Daerah tterutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota. BKKBN selaku Instansi yang menangani Bidang Keluarga Berencana (KB) dan Keluarga Sejahtera (KS) telah menetapkan SPM yang dituangkan dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK010/B5/2010, tanggal 29 Januari 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota yang di dalamnya mencakup lampiran I berupa Indikator SPM serta lampiran II berupa Petunjuk Teknis SPM.1 SPM yang telah ditetapkan diharapkan dapat memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam melaksanakan urusan Bidang KB dan KS. Pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat merupakan fungsi Pemerintah dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesehatan. Sebelum adanya pedoman tentang satndar pelayanan minimal, maka pelayanan kesehatan dasar belum dapat diukur kinerjanya karena belum ada tolok ukur baku untuk mengidentifikasi keberhasilan program/kegiatan pelayanan kesehatan.3 Standar pelayanan minimal bidang kesehatan kesehatan di yang Kabupaten/Kota merupakan tolok ukur kinerja pelayanan

diselenggarakan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Selain itu, berdasarkan data BPS, hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa atau mengalami kenaikan 3 juta penduduk per tahun.4 Semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka beban kerja pemerintah meningkat. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah tingginya angka kelahiran yang berkaitan erat dengan usia kawin pertama sebagai salah satu sasaran program Keluarga Berencana (KB) dan sebagian kelompok masyarakat dan keluarga belum menerima dan menghayati norma keluarga kecil sebagai landasan untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Keadaan ini merupakan salah satu masalah kependudukan Indonesia sehingga memerlukan kebijakan kependudukan, yaitu dengan menurunkan tingkat pertumbuhan serendahrendahnya. Cara efektif untuk menurunkan angka pertumbuhan penduduk dengan jalan mengikuti program KB. KB merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan. Sebagian besar wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan kesehatan individual dan seksualitas wanita, maupun biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Saat ini tersedia berbagai metode atau alat kontrasepsi seperti IUD, suntik, pil, implant, kontrasepsi mantap (kontap), dan kondom. Salah satu kontrasepsi yang populer di Indonesia adalah kontrasepsi suntik. Kontrasepsi suntik KB merupakan jenis kontrasepsi hormonal yang bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron. Berdasarkan data BKKBN Provinsi Sumatera Selatan, peserta KB aktif tahun 2010 sekitar 1.226.532 jiwa atau 78,25% dari sekitar 1.567.427 jumlah Pasangan Usia Subur, dan 50% adalah pengguna KB suntik. Kontrasepsi hormonal jenis KB suntikan ini di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya yang praktis, harganya relatif murah dan aman, bekerja dalam waktu lama, tidak mengganggu menyusui, dapat dipakai segera setelah keguguran atau setelah masa nifas.

Puskesmas sebagai salah satu institusi fasilitas pemerintah daerah dan sebagai lini terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan Nasional, juga dituntut untuk menberikan pelayanan dengan baik berdasarkan wewang tugas pokok dan fungsinya yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, masalah dan kemampuan puskesmas tersebut. Kompetensi pelayanan kesehatan pemerintah akan membentuk persepsi masyarakat tentang pelayanan yang layak diterima. Akibat dari tuntutan masyarakat tersebut, profesionalisme pelayanan semakin dipacu tetapi tetap berdasarkan koridor kebijakan standar pelayanan yang telah disusun. Pemilihan lokasi di Puskesmas Nagaswidak Palembang dikarenakan berdasarkan pengamatan penulis selama kurang lebih satu bulan, jumlah peserta KB aktif di Puskesmas ini cukup tinggi terutama pengguna KB suntik. Fakta ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang Analisis Implementasi Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota. Penelitian akan implementasi Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota ini merupakan yang pertama dilakukan, mengingat peraturan yang baru diberlakukan pada 29 Januari 2010. Pemilihan cakupan wilayah penelitian pun ditelaah sedemikian rupa agar dapat mengetahui seberapa jauh pengaruh Peraturan ini, dan sejauh apa efektifitasnya melalui respon masyarakat kotamadya Palembang setempat.

1.2.

Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang, dapat diasumsikan permasalahan yang diangkat adalah apakah peran SDM Puskesmas Nagaswidak Palembang dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera sudah sesuai berdasarkan pelayanan minimal yang telah disusun. koridor kebijakan standar

1.3.

Pertanyaan Penelitian

1.3.1

Pertanyaan Umum Bagaimana Implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Wilayah Kerja Puskesmas Nagaswidak Palembang tahun 2010?

1.3.2

Pertanyaan Khusus a. Apakah peran SDM Puskesmas Nagaswidak Palembang sebagai pelaksana penerapan Kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait KB dan KS sudah sesuai ketentuan yang berlaku di peraturan daerah tersebut? b. Apakah peran SDM Puskesmas Nagaswidak Palembang dalam penerapan Kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait KB dan KS sudah sesuai dengan kebutuhan sosialisasi kebijakan? c. Apakah lembaga pelaksana, khususnya Puskesmas Nagaswidak Palembang, telah mengikuti hierarki sesuai dan layak, dengan Kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait KB dan KS?

1.4.

Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Puskesmas Nagaswidak Palembang tahun 2010. 1.4.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kesesuaian dan ketepatan sikap dan Nagaswidak Palembang yang terlibat dalam peran SDM Puskesmas implementasi Kebijakan

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di KotaPalembang tahun 2010.

b.

Mengetahui keterpaduan hierarki BKKBN dengan Kabupaten/Kota khususnya Puskesmas Nagaswidak Palembang sebagai lembaga pelaksana dalam implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.

c.

Mengetahui kesesuaian dan ketepatan implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.

d.

Mengetahui penyebab permasalahan, baik dalam hal teknis, pendanaan maupun hal hal lainnya, dalam implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.

1.5.

Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Aplikatif Memberikan gambaran mengenai aplikasi kebijakan dan juga masukan kepada pihak pemerintah daerah selaku yang mengeluarkan kebijakan daerah terkait rokok dan juga dampak utamanya terhadap kesehatan. 1.5.2. Manfaat Metodologis Memberikan tambahan literatur kepada dunia akademik dalam analisis kebijakan kesehatan. 1.5.3. Manfaat bagi Masyarakat dan lembaga Dari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat lebih mengenal dan mengerti tentang kebijakan daerah larangan merokok di Kota Palembang. Selain itu rumah sakit dapat mengetahui efektifitas dari peraturan tersebut dan merencanakan program untuk dapat mengoptimalkannya.
1.6.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian

mengenai

analisis

implementasi

Peraturan

Kepala

Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 dilaksanakan di Puskesmas Nagaswidak Palembang. Penelitian ini dilakukan dengan metode Deskriptif-Kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2011.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Definisi KB5 KB atau Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Menurut Undang-undang No. 10/1992, KB adalah upaya peningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera. Sedangkan WHO (Expert Committe, 1970) mendefinisikan KB sebagai tindakan yang membantu individu/pasutri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. 2.1.2 Tujuan KB Tujuan KB berdasarkan RENSTRA 2005-2009 meliputi: a.
b. c. d. e. f. g.

Penurunan Angka Kematian Ibu Keluarga dengan anak ideal Keluarga sehat Keluarga berpendidikan Keluarga sejahtera Keluarga berketahanan Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya

8 h.

Penduduk tumbuh seimbang (PTS)

2.1.3 Definisi Kontrasepsi6 Kontrasepsi berasal dari dua kata yaitu kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah, menolak, melawan. Konsepsi berarti pertemuan antara sel telur wanita yang sudah matang dengan sel sperma sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Dengan demikian, kontrasepsi berarti mencegah bertemunya sel telur dan sel sperma sehingga tidak akan terjadi pembuahan dan kehamilan. 2.1.4 Klasifikasi Kontrasepsi6 Kontrasepsi sederhana, yang terdiri atas senggama terputus (Coitus interuptus), pantang berkala, kondom, spermatisid dan diafragma (cap). Kontrasepsi sistemik, yang merupakan cara kontrasepsi dengan menggunakan obat-obatan yang mengandung steroid. Pada umumnya bahannya adalah estrogen dan progestin. Contohnya adalah pil, suntik dan implant (susuk). Kontrasepsi dalam rahim, yang digolongkan menjadi dua yaitu, AKDR yang tidak mengandung bahan aktif (IUD Lipes Loop dan Saf-T-Coil) dan golongan AKDR yang mengandung bahan aktif (Metiload 250 dan Copper T). Kontrasepsi mantap, yang terdiri dari vasektomi dan tubektomi. 2.1.5 Pemilihan Kontrasepsi Pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan harus dipertimbangkan secara matang, yaitu dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial ekonomi, serta kesiapan fisik dan mental. Tidak semua cara kontrasepsi cocok dengan kondisi pengguna alkon. Hal ini berhubungan dengan bagaimana tubuh seseorang dapat menyesuaikan keberadaan alkon tersebut, khususnya pada cara-cara kontrasepsi yang menggunakan obat hormonal.

Saat ini belum ada alat atau cara kontrasepsi yang benar-benar ideal. Setiap alat kontrasepsi mempunyai efek samping yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan beberapa keuntungan dan kerugian dari masing-masing alat kontrasepsi:

Tabel 1. Keuntungan dan kerugian jenis alat-alat kontrasepsi Jenis Alkon Kondom Efektivitas Sangat efektif dengan pemakaian yang benar. Angka kegagalan 3% Keuntungan Murah Mudah didapat Mencegah PMS Efek samping hampir tidak Diafragma (cap) Sangat efektif dengan pemakaian yang benar. Angka kegagalan 3% ada Mencegah PMS Efek samping hampir tidak ada Pil Efektivitasnya sangat tinggi tergantung pada disiplin si pemakai. Angka kegagalan 0,35-2% Mudah didapat Praktis Reversibilitas yang tinggi Tidak mempengaruhi produksi ASI pada pil yang mengandung progesteron saja Alergi Pemasangan yang sulit Sulit didapat Mahal Disiplin tinggi Produksi ASI berkurang pada pil yang mengandung estrogen Kontra indikasi: wanita >30, hipertensi, migrain, peny. jantung Kerugian Mengganggu kenyamanan Sekali pakai Alergi Mudah robek Tempat pelayanan a. Puskesmas b. Apotik c. DPS d. BPS e. Rumah sakit/ bersalin a. Puskesmas b. DPS c. BPS d. Rumah sakit/ bersalin a. Puskesmas/ poliklinik swasta dan poliklinik pemerintah b. DPS c. BPS d. Rumah sakit/ bersalin

10

Rambut rontok Lesu Sakit kepala Suntik Efektivitasnya sangat tinggi. Angka kegagalan < 1% Praktis Efektif Aman Tidak mempengaruhi ASI, cocok untuk ibu yang menyusui Praktis Efektif Aman Tidak mempengaruhi ASI, cocok untuk ibu yang menyusui Masa pakai jangka panjang Lesu Amenorrhoea Menorrhagia Keputihan Jerawat Peningkatan berat badan Pusing Harus dengan petugas kesehatan terlatih Tidak dapat menghentikan pemakaian sendiri Gangguan haid Jerawat Peningkatan berat badan Iritasi IUD Efektivitasnya sangat tinggi. Angka kegagalan < 1% Praktis Efektif Masa pakai Keputihan Perdarahan Ekspulsi a. Rumah sakit/ bersalin a. Puskesmas b. DPS c. Rumah sakit/ bersalin a. Puskesmas b. DPS c. BPS d. Rumah sakit/ bersalin

Implant (susuk)

Efektivitasnya sangat tinggi. Angka kegagalan 0,2-1%

jangka panjang Nyeri

11

Infeksi Radang serviks Sterilisasi Efektivitas sangat tinggi, 99,9%. Diperkirakan antara 1000 orang, hanya satu orang yang mengalami rekanalisasi Vasektomi: Efektif Morbiditas sangat kecil Sekali operasi Tidak mengganggu hubungan seksual Tubektomi: Efektif Sekali operasi Tidak mengganggu hubungan seksual Tidak perlu berulang kali ke klinik Vasektomi: Harus dengan sukarela Melalui tindakan pembedahan Masih ada kemunkinan komplikasi seperti perdarahan dan infeksi Tubektomi: Harus dengan sukarela Melalui tindakan pembedahan Masih ada kemunkinan komplikasi seperti perdarahan dan infeksi a. Rumah sakit/ bersalin

12

2.2.

Alat Kontrasepsi Suntik

2.3.

Teori Tentang Kebijakan

2.3.1. Kebijakan, Kebijakan Publik Dan Kebijakan Kesehatan Kebijakan adalah serangkaian kegiatan, pernyataan, regulasi dan bahkan hukum yang merupakan hasil suatu keputusan-keputusan tentang bagaimana kita melakukan sesuatu., kutipan mengenai definisi kebijakan yang diutarakan oleh Barkel.7 Definisi lain mengenai kebijakan dinyatakan oleh Friedrich yang dikutip oleh Agustino yang menyatakan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan/ kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu di mana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinankemungkinan (kesempatan-kesempatan) agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Anderson juga memberikan definisi kebijakan sebagai serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/ tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.8 Buse, Mays, Walt membagi kebijakan berdasarkan pembuat kebijakan, yaitu kebijakan privat dan kebijakan publik. Kebijakan privat merupakan kebijakan yang dibuat oleh sektor swasta yang ditujukan untuk perusahaan-perusahaannya sendiri baik dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan pelayanannya. Walaupun demikian, proses dalam pembuatan kebijakan privat dibuat berdasarkan hukum publik yang dibuat oleh pemerintah.

13

Lebih lanjut, karena kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan atau pejabat pemerintah, maka kebijakan publik mempunyai karakteristik khusus bahwa keputusan politik dirumuskan oleh otoritas dalam sistem politik yaitu para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat, para raja dan sebagainya. Kebijakan kesehatan adalah serangkaian tindakan (atau non tindakan) yang mempengaruhi kumpulan lembaga, organisasi, perusahaan dan rencana pembiayaan sistem pelayanan kesehatan. Dapat dikatakan, kebijakan kesehatan merupakan hal di luar dari pelayanan kesehatan itu sendiri, termasuk tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, swasta dan organisasi sukarela yang memberikan dampak bagi kesehatan. Hal ini berarti bahwa kebijakan kesehatan menitikberatkan pada dampak lingkungan dan sosioekonomi terhadap kesehatan khususnya pelayanan kesehatan. 7 2.3.2. Analisis Implementasi Kebijakan DeLeon (1999) mendefinsikan implementasi kebijakan sebagai hal-hal yang terjadi antara harapan terhadap kebijakan dengan hasil kebijakan. Mazmanian dan Sabatier yang dikutip oleh Agustino (2006) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undangundang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusankeputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. 7,8 Dari definisi tersebut setidaknya ada 3 hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan, yaitu : a. b. c. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan Adanya hasil kegiatan

Dari definisi dan pendekatan analisis implementasi kebijakan, maka fokus dalam analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah pencapaian

14

tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, maka timbul pertanyaan-pertanyaan berikut : a. b. c. d. Sampai sejauh mana tindakan-tindakan pejabat pelaksana konsisten dengan keputusan kebijakan tersebut? Sejauh manakah tujuan kebijakan tercapai? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi output dan dampak kebijakan? Bagaimana kebijakan tersebut diformulasikan kembali sesuai pengalaman lapangan? 8 Prosedur analisis kebijakan pada tahap implementasi kebijakan adalah pemantauan (monitoring) yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari kebijakan publik. Pemantauan merupakan cara untuk membuat pernyataan yang sifatnya penjelasan tentang tindakan kebijakan di waktu lalu maupun sekarang. Pemantauan setidaknya memainkan empat fungsi dalam analisis kebijakan, yaitu: a. Kepatuhan (Compliance) Pemantauan bermanfaat untuk menentukan apakah tindakan dari para administrator program, staf dan pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang dibuat oleh para legislator, instansi pemerintah, dan lembaga profesional. b. Pemeriksaan (Auditing) Pemantauan membantu menentukan apakah sumber daya dan pelayanan yang dimaksudkan untuk kelompok sasaran maupun konsumen tertentu memang telah diterima oleh konsumen. c. Akuntansi Pemantauan menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk melaksanakan akuntansi atas perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi setelah dilaksanakannya sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu. d. Eksplanasi Pemantauan juga menghimpun informasi yang dapat menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan publik dan program berbeda.8

15

2.4.

Kebijakan terkait program Keluarga Berencana (KB)1,2

2.4.1. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor: 55/HK-010/B5/2010 Program Keluarga Berencana Nasional merupakan upaya pokok dalam pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan keluarga sebagai bagian integral pembangunan nasional perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan pelaksanaannya. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor: 55/HK-010/B5/2010 ini, berisi tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota. Peraturan ini merupakan bentuk pelaksanaan dari ketentuan Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Selain itu, peraturan ini merupakan spesifikasi dari ketentuan Pasal 2, ayat (2) huruf C Keputusan menteri kesehatan RI nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota, tentang pelayanan keluarga berencana. Dalam peraturan ini disebutkan, Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga sejahtera (KB dan KS) adalah tolok ukur kinerja pelayanan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Dasar Bidang KB dan KS adalah komunikasi, informasi dan edukasi (KIE-KB dan KS), penyediaan alat dan obat kontrasepsi serta penyediaan informasi data mikro. Cakupan sasarannya adalah Pasangan Usia Subur yang menjadi Peserta KB aktif sebesar 65% pada tahun 2014.

16

Peran BKKBN adalah untuk menjamin kesinambungan pelaksanaan program.


Pentingnya program KB bagi kemajuan dan kemandirian bangsa harus dimulai dari

membangun penduduk dan keluarga. Pemahaman ini akan menumbuhkan kepedulian, dan kepedulian akan menjadi penggerak segenap komponen masyarakat untuk berpartisipasi menyukseskan program KB.

2.5.

Standar Pelayanan Minimal (SPM)1,2

2.5.1. Definisi Standar Pelayanan Minimal Pengertian SPM sesuai dengan SE MENDAGRI nomor 100/756/OTODA, adalah suatu standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang mencakup: jenis pelayanan, indikator dan nilai. Standar Pelayanan Minimal merupakan standar pelayanan publikuntuk menjamin minimum pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat dari pemerintah. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada PP No.65/2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, yaitu Standar Pelayanan Minimal disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Dalam penyusunan SPM ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM. Penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dilakukan melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Tim Konsultasi terdiri dari unsur-unsur Depdagri, Bappenas, Departemen Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan.

17

Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan

pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam penerapan SPM. Pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintah Daerah Provinsi dilakukan oleh Pemerintah dan pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah. Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. Gambar 1. Teknik penyusunan standar pelayanan minimal

2.5.2. Latar belakang Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyusunan SPM oleh Pemerintah Kabupaten/kota didasari oleh:

18

a.

Kemampuan daerah masing-masing; terkait dana, sumber daya, aparatur, kelengkapan, dan faktor lainnya membuat Pemerintah Daerah harus mampu menentukan jenis-jenis pelayanan yang minimal harus disediakan bagi masyarakat.

b.

munculnya SPM memungkinkan bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan kegiatannya secara objektif dan sistematis.

c.

dengan SPM yang disertai tolok ukur pencapaian kinerja yang logis dan riil akan memudahkan bagi masyarakat untuk memantau kinerja aparatnya, sebagai salah satu unsur terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

2.5.3. Standar Pelayanan Minimal bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera SPM Program KB dan KS di Kabupaten dan Kota telah ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional pada tanggal 29 Januari 2010. Maksud dan tujuan ditetapkannya SPM ini adalah sebagai upaya meningkatkan akses dan kualitas pelayanan Program KB di Kabupaten dan Kota, dapat dijadikan arah dan alat ukur pemerintah daerah kabupaten dan kota dalam menyelenggarakan program KB di wilayahnya. 2.5.4. Indikator Standar Pelayanan Minimal Indikator Standar Pelayanan Minimal sebagai tolok ukur pencapaian kerja meliputi: a. Input (provider): Yaitu Bagaimana tingkatan atau besaran sumber-sumber yang digunakan, seperti sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan sebagainya. Contoh: Sarana prasarana Kompetensi petugas

19

b.

Proses Prosedur pelayanan

c.

Output (receiver) Bagaimana bentuk produk yang dihasilkan langsung oleh kebijakan program berdasarkan masukan (input) yang ditetapkan. atau

d.

Outcome (hasil) Bagaimana tingkat pencapaian kinerja yang diharapkan terwujud berdasarkan keluaran (output) kebijakan atau program yang sudah dilaksanakan.

e.

Benefit (manfaat) Bagaimana tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat maupun pemerintah daerah.

f.

Impact (dampak) Bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai berdasarkan manfaat yang dihasilkan.

2.6. 2.6.1

Institusi Kesehatan-Puskesmas Nagaswidak Palembang Profil Puskesmas Nagaswidak Palembang

20

Puskesmas Nagaswidak terletak di Kecamatan Seberang Ulu II, kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Wilayah kerja Puskesmas meliputi 4 Kelurahan yaitu Kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu dan 14 Ulu. Kondisi geografis terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa. Berdasarkan keadaan sosial ekonominya, mata pencaharian penduduk

masing-masing wilayah kerja di Kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu dan 14 Ulu hampir sama, yaitu; buruh kasar, pegawai negeri, pedagang, pensiunan, pengrajin. Puskesmas Nagaswidak mempunyai visi dan misi untuk; menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yg berwawasan kesehatan. Kemudian, aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Serta mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit sesuai fungsinya sebagai sebagai lini terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 2.6.2 Struktur Organisasi Puskesmas Nagaswidak Palembang Adapun struktur organisasi Puskesmas Nagaswidak Palembang, yaitu: a. b. c. Pimpinan Puskesmas Unit Tata Usaha : Dr. Dewi Handayani : Qur Ratu Aini, AmG

Unit Pelaksana Teknik Fungsional : Dr. Ida Susanty

2.6.3. Sumber Daya Manusia Puskesmas Nagaswidak Palembang Dalam bidang SDM, Puskesmas Nagaswidak memiliki 18 SDM yang terdiri dari: a. b. c. Dokter umum Doter gigi Sarjana/D3 SKM : 2 orang : 2 orang : 1 orang

21

d. e. f. g. h. i.

Akper Akbid AMG

: 6 orang : 3 orang : 1 orang : 1 orang : 1 orang : 2 orang : 1 orang : 1 orang : 2 orang : 18 orang

Bidan Perawat (SPK) Perawat gigi Sanitarian Tenaga Laboratorium Pengelola obat Total

2.6.4. Program Kesehatan Puskesmas Nagaswidak Palembang a. Klinik Pelayanan Kesehatan Ibu (KIA/KB) Kegiatan yang dilakukan di klinik ini meliputi pelayan kebidanan terhadap ibu hamil (bumil), ibu bersalin (bulin), dan ibu yang telah bersalin (bufas), ibu menyusui. Untuk kegiatan KB, Puskesmas melayani kebutuhan masyarakat dalam hal KB berupa IUD, Implant, Pil, suntikan, dan kondom. Klinik ini dalam pelaksanaannya dilayani oleh para bidan terlatih dan juga diawasi oleh dokter. b. Klinik Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Klinik ini melayani kesehatan bayi dan balita dan dalam pelaksanaanya dilayani oleh dokter dan para perawat yang mulai mengembangkan sistem pelayanan dengan teknik MTBS.

c.

Klinik Pelayanan Kesehatan Umum (BP Dewasa)

22

Klinik ini melayani pengobatan umum bagi pasien umum atau dewasa dan kegawadaruratan. Pada pelaksanaannya klinik ini juga dilayani oleh dokter umum yang dibantu oleh para perawat terlatih. Selain itu, juga melayani pengobatan TB paru dan kusta. d. e. Klinik Pelayanan Kesehatan Gigi Penyuluhan Kesehatan Dilaksanakan di puskesmas, posyandu, sekolah, dan tempat lain yang membutuhkan, baik perorangan maupun kelompok, pelayanan ini akan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga penyuluh yang cukup menguasai materi yang dibahas. g. Klinik Gizi dan Lingkungan Masyarakat

2.6.5. Pencatatan dan Pelaporan a. b. c. d. e. f. g. h. Laporan tahunan Laporan bulanan Laporan mingguan Laporan PWS KIA, gizi, imunisasi Laporan KB Laporan P2P Laporan kinerja Laporan perencanaan tingkat puskesmas

2.7.

Kerangka Konsep

23

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskiptif-kualitatif. Yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif, dimana penggambaran atas datanya dengan menggunakan kata dan baris kalimat. Penelitian ini menggunakan pendekatan

24

kualitatif, yang bertujuan untuk menggali lebih mendalam mengenai implementasi kebijakan tentang Standar Pelayanan Minimal Program Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota. 1.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Lingkungan Kerja Puskesmas Nagaswidak Palembang, Posyandu Mawar Putih kelurahan 14 Ulu yang termasuk wilayah kerja puskesmas, dan Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari-Februari 2011. 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian Pada penelitian kualitatif, prosedur sampling yang terpenting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian. Untuk memilih sampel dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik non-probabilitas sampling, dimana sampel dipilih secara sengaja (purposive sampling) dalam jumlah sedikit. Prinsip pemilihan sampel pada penelitian kualitatif adalah : a. Kesesuaian yaitu dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki yang berkaitan dengan topik penelitian, terutama mereka yang mempunyai kaitan erat dengan implementasi kebijakan nasional dan peran stakeholders. b. Kecukupan data yang didapat dari sampel dapat menggambarkan seluruh fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian.

Selanjutnya, bila dalam proses pengumpulan informasi, tidak ditemukan lagi variasi informasi baru, maka proses pengumpulan informasi sudah dianggap selesai. 3.3.1. Informan

25

Pada penelitian ini yang menjadi informan adalah mereka yang mempunyai kaitan erat dengan implementasi Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor:55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota, yaitu: yang berwenang dalam penetapan kebijakan; penyelenggara kebijakan; pelayanan publik dan penyuluhan di bidang KB dan KS; dan mereka yang terkait cakupan sasaran kebijakan. Informan penelitian ini antara lain: a. Kepala Bidang Pengendalian Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Kantor BKKBN Provinsi Sumatera Selatan b. c. Pimpinan Puskesmas Nagaswidak Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan Penanggung jawab program Keluarga Berencana, Puskesmas Nagaswidak Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan d. Tiga orang warga kecamatan 14 Ulu kota palembang, yang termasuk dalam kategori Wanita Usia Subur (WUS) 3.4. Cara Pengumpulan Data Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari

observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview). Informasi didapat dari observasi langsung terkait dengan informasi yang didapat, catatan wawancara, dan rekaman wawancara. Informasi tersebut dalam bentuk dokumen dan catatan peristiwa yang selanjutnya diolah menjadi data. Wawancara mendalam dilaksanakan dari tanggal 27 Januari-1 Februari 2011. Wawancara yang dilakukan terhadap 6 responden membutuhkan waktu 10-20 menit untuk masing-masing responden. Proses wawancara mendalam, diawali dengan pengantar. Pada pengantar ini, secara terbuka dan jujur peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari wawancara. Selanjutnya peneliti menyampaikan pertanyaan yang bersifat luas, dan diakhiri dengan pertanyaan terbuka. 3.4. 1. Wawancara Mendalam (In-Depth Interview)9,10

26

Pada penelitian ini, metode wawancara mendalam merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan, yaitu: a. dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. apa yang ditanyakan b. kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang. Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Artinya peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh suatu susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya (check-list). Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses wawancaran mendalam, antara lain: a. Pendekatan Interpretatif keberhasilan pendekatan ini terletak pada kemampuan peneliti dalam menjalin hubungan dengan informan. Pendekatan ini lebih menekankan pada peneliti, karena: pemahaman muncul melalui interaksi memahami konteks bagaimana memahami pengalaman informan bagaimana informan membuat dan membagi pemahaman.

b.

Tugas Peneliti Menggunakan pertanyaan terbuka Aktif mendengar

27

Empatik Tanggap Merekam dan mencatat Menyiapkan panduan wawancara Bertanya dengan pertanyaan yang jelas Jangan menyela Menjaga perhatian informan Sabar.

c.

Penyediaan dan Perencanaan Persiapan yang harus peneliti lakukan sebelum menemui informan adalah menyediakan kelengkapan wawancara dan merencanakan kegiatan apa yang perlu dilakukan. antara lain: mengembangkan fokus penelitian; menyediakan panduan wawancara; dan menghubungi informan.

3.4. 2. Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion)9,10 Diskusi Kelompok Terarah merupakan salah satu teknik yang peneliti gunakan untuk menggali data dan informasi kualitatif. Kegiatan Diskusi Kelompok Terarah adalah suatu diskusi di mana suatu kelompok kecil informan (8 sampai 10 orang) ;dengan syarat, informan tidak saling mengenal, yang dibimbing oleh seorang fasilitator atau moderator, untuk berbicara secara bebas dan spontan tentang tematema yang dipandang penting untuk dikaji. Keuntungan kita melalukan metode ini antara lain: a. Informasi yang didapatkan semakin akurat dengan menggunakan dua metode, selain itu akan meminimalkan bias.

28

b.

Memberi kesempatan kepada peserta untuk saling berinteraksi dalam mengungkapkan informasi yang tersembunyi yang mungkin tidak diperoleh dengan wawancara mendalam.

c. d.

Dapat mewawancarai sejumlah orang dalam waktu yang terbatas Digunakan dalam memperbaiki kebijakan, strategi, dan program atau evaluasi program. Namun, sangat disayangkan metode pengambilan data dengan menggunakan

Diskusi Kelompok Terarah tidak dapat dilakukan karena informan sudah saling mengenal. Hal ini menyebabkan kesulitan penulis untuk mendapatkan pendapat yang objektif karena tingkat biasnya tinggi. Selain itu, informan akan kesuliatn mengungkapkan pendapat secara bebas dan spontan karena sangat mudah terpengaruh. banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, yang nanti akan dijelaskan pada poin 3.7. 3.5. Analisis Data Kualitatif Pada analisis data kualitatif, data dibangun dari hasil wawancara untuk dideskripsikan dan dirangkum menjadi satu laporan. Untuk itu, dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut: a. Reduksi data Reduksi data adalah peneliti melakukan pemilihan untuk penyederhanaan, abstraksi dan transformasi dari data kasar yang diperoleh. Peneliti membuat rangkuman, memilih hal-hal yang pokok dan penting, mencari tema dan pola dan membuang data yang dianggap tidak penting untuk kemudian dikelompokkan dalam setiap kategori.

b.

Penyajian data Dalam proses penyajian data yang telah direduksi, data diarahkan agar tersusun dalam pola hubungan. Dengan kata lain, peneliti melakukan pengkodingan ulang untuk mendapatkan data yang lebih spesifik.

29

c.

Verivikasi data Setelah mendapatkan data yang jelas dan sistematis, peneliti mengeksplorasi hubungan antara kategori. Selanjutnya peneliti membangun teori dan menggabungkan dengan pengetahuan sebelumnya.

d.

Uji Validitas (kredibilitas) Pada penelitian kualitatif data dapat dinyatakan valid apabila tidak terdapat perbedaan antara apa yang dilaporkan oleh peneliti dan apa yang sesungguhnya terjadi. Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan uji validitas yaitu dengan triangulasi. Triangulasi merupakan pengujian keabsahan data yang diperoleh melalui: Triangulasi sumber Peneliti menguji keabsahan data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh kepada beberapa sumber yang terkait. Kemudian dianalisis sampai menghasilkan suatu kesimpulan.

Triangulasi metode Peneliti menguji keabsahan data dengan cara mengecek padasumber yang sama tapi menggunakan teknik yang berbeda. Misalnya data hasil wawancara kemudian dicek dengan data hasil observasi.

Triangulasi gambar Peneliti menguji keabsahan data dengan mengecek data hasil wawancara dan foto kegiatan.

30

e. 3.6.

Penulisan Laporan, termasuk dari data asli (seperti kutipan dari wawancara)

Definisi Istilah
a.

KB atau Keluarga Berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kebijakan kesehatan adalah serangkaian tindakan (atau non tindakan) yang mempengaruhi kumpulan lembaga, organisasi, perusahaan dan rencana pembiayaan sistem pelayanan kesehatan.

b.

c.

Standar Pelayanan Minimal merupakan standar pelayanan publik untuk menjamin minimum pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat dari pemerintah.

d.

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan.

e.

Peraturan Minimal

Kepala Bidang

Badan Keluarga

Koordinasi Berencana

Keluarga dan

Berencana

Nasional di

Nomor:55/HK-010/B5/2010 adalah Peraturan tentang Standar Pelayanan Keluarga Sejahtera Kabupaten/Kota. f. Wanita Usia Subur (WUS) adalah Istri dari Pasangan Usia Subur (PUS) yang masih berusia antara 15-49 tahun, dimana pertimbangan fisik dan mental usia terbaik melahirkan adalah antara 2035 tahun. g. h. i. j. k. Manfaat adalah efek positif yang muncul diakibatkan karena keberadaan kebijakan tersebut. Pendapat adalah pola pikir masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Informasi adalah keterangan, masukan, pemberitahuan yang disampaikan untuk menambah ilmu pengetahuan. Fungsi adalah tujuan yang akan dicapai jikalau kebijakan itu dapat terlaksana dengan baik. Faktor penghambat adalah faktor yang menghambat dan menghalangi kebijakan tersebut tercipta di lingkungan masyarakat.

3.7.

Keterbatasan Penelitian

31

a.

Keterbatasan Komunikasi antara peneliti dan informan. Sulit untuk memastikan kejujuran dan pemahaman informan. Karena beberapa informan hanya lulusan sekolah dasar (SD) yang tingkat intelektualnya rendah, sehingga seringkali informan kurang mengerti dengan pertanyaan yang diajukan peneliti. Selain itu, beberapa warga sangat sulit untuk diwawancarai karena alasan malu dan merasa terganggu.

b.

Keterbatasan waktu dan sarana prasarana penelitian Keterbatasan waktu menyebabkan peneliti tidak dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Hasil dan Pembahasan Penelitian

4.1.1. Karakteristik Informan Informan dalam penelitian ini terdiri dari enam orang dari tiga latar belakang yang berbeda. Karakteristik informan meliputi identitas, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan dan jabatan. Semua informan berjenis kelamin perempuan. Pendidikan terakhir informan bervariasi yaitu; tamat SD sebanyak dua orang, tamat sebanyak satu informan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2. SMA sebanyak satu orang, DIII sebanyak satu orang, S1 sebanyak satu orang dan S2

32

Tabel 2. Karakteristik Informan No. 1. 2. 3. Puskesmas Nagaswidak Palembang 4. 5. 6. Wanita Usia Subur Wanita Usia Subur Wanita Usia Subur P P P P 53 34 44 21 Diploma III SMA SD SD Penanggung jawab program KB Puskesmas Warga kel. 14 Ulu Warga kel. 14 Ulu Warga kel. 14 Ulu Inform an Kantor BKKBN Provinsi Sumatera Selatan Puskesmas Nagaswidak Palembang
Jenis kelamin

Usia 48 31

Pendidikan Strata II Strata I

Jabatan Kepala bidang pengendalian KB dan KR Pimpinan Puskesmas

P P

4.1.2. Instrumen Kebijakan 4.1.2.1 Peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal Berdasarkan informasi yang didapatkan, sebagian informan telah mengetahui tentang peraturan tersebut, sebanyak dua orang informan telah memahami dengan jelas tentang Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota yang meliputi: a. b. c. Tujuan dan sasaran kebijakan Target kebijakan Mekanisme pertanggung jawaban program Berikut kutipan pernyataannya: (Peraturan tersebut) merupakan rambu-rambu dalam melaksanakan program KB. Jadi berapa pencapaian yang harus kita capai setiap bulan, satu tahun itu sudah ditargetkan masing-masing. Kita juga mempunyai PPM atau Perkiraan

33

Permintaan Masyarakat dan juga kontra kinerja provinsi. Jadi disitu semua terurai dan kita di provinsi selalu mengevaluasi setiap bulan bersama informan pertama
dari BKKBN memang ada juga tentang standar pelayanan minimal. Jadi, memang untuk pelayanan KB aktif standarnya 70%. Maksudnya, (puskesmas) kita punya empat wilayah kerja,dan dari empat wilayah kerja itu kita harus tahu sasarannya supaya kita bisa kerja. Jadi target kita itu adalah pasangan usia subur, wanita usia subur; itu ada berapa di wilayah kerja kita,nanti baru dihitung estimasi jumlahnya. Itulah target kerja kita informan kedua

Namun, terdapat satu informan yang merasa kurang memahami kebijakan ini. Berikut kutipan pernyataannya: ... tentang peraturan ini saya tidak terlalu jelas..., Program KB ini program pokok puskesmas juga kan?! informan ketiga

4.1.2.2 Tujuan dan Sasaran Peraturan Adapun tujuan yang dikemukakan dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota ini adalah; sebagai tolok ukur kinerja pelaksana kebijakan atas jenis dan mutu pelayanan dasar yang berhak diperoleh masyarakat di bidang KB dan KS, dan hanya dua yang memahami dengan jelas tujuan dan sasaran peraturan ini, Berikut kutipan pernyataannya: (Peraturan tersebut) merupakan rambu-rambu dalam melaksanakan program KB, ..... dan juga kontra kinerja provinsi informan pertama ... karena itu, di awal tahun (2011) kita ada pendataan. Kita bekerjasama dengan pihak kecamatan dan Pihak BKKBN. Setelah tahu sasarannya kita buat perencanaan. Tanggung jawab utamanya adalah pengelola program. Pengelola program kita adalah bidan, penanggung jawabnya pimpinan puskemas. Pengelola program itu harus sudah tahu sasaran (kebijakan), target dan rencana kerja. Setelah itu ada evaluasi informan kedua

Melalui kutipan pernyataan informan kedua, dapat kita lihat bahwa informan telah melakukan langkah-langkah kegiatan yang telah dipaparkan dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 (lampiran II) tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota, cakupan sasaran Pasangan Usia Subur menjadi KB aktif.

34

Langkah-langkahnya yaitu: a. b. c. Melakukan analisis kemampuan, kondisi dan potensi wilayah; Melakukan pertemuan persiapan pelayanan KB; Menyusun rencana kegiatan PPMpeserta KB Aktif yang dituangkan dalam RPJMD; d. Menyusun rencana kerja SKPD-KB yang meliputi : Melakukan analisa sasaran (PUS), data pencapaian KB baru dan aktif setiap bulan Melakukan orientasi/pelatihan KB; Menyediakan kebutuhan alat, obat, dan cara kontrasepsi sesuai target yang ditetapkan; Melakukan penerimaan, penyimpanan serta penyaluran alat dan obat kontrasepsi; Memberikan pelayanan KIE dan KIP/konseling KB; Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan KB Menyediakan tenaga pelayanan KB terstandarisasi Melakukan pengayoman KB dan pelayanan rujukan Monitoring dan evaluasi.

dimana, SDM di lapangan adalah petugas yang membidangi KB dan penanggung jawab program adalah SKPD-KB Kabupaten/Kota. 4.1.2.3 Target Peraturan Target dari peraturan teknis tentang Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang

35

Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota meliputi beberapa poin, namun pada penelitian ini hanya dibatasi pada cakupan sasaran Pasangan Usia Subur menjadi Peserta KB aktif sebesar 65% seperti yang telah disebutkan pada BAB I dan tiga dari tujuh informan mengetahui tentang target tersebut. Berikut petikan pernyataannya: ... targetnya 65-70% peserta KB aktif 2014, tetapi untuk tahun 2010 kita sudah mencapai target. Untuk PA (pengguna Aktif) kita sudah mencapai 78%.... informan satu

... sasaran kita itu adalah pasangan usia subur, wanita usia subur. Kita bekerja sesuai dengan standar pelayanan minimal, kalau untuk program KB itu jelas target harus 70%.... informan dua

... untuk program KB, kita sasarannya Pasangan Usia Subur... informan ketiga 4.1.3. Sosialisasi Peraturan 4.1.3.1 Sosialisasi Peraturan di Puskesmas Nagaswidak Palembang BKKBN telah melakukan sosialisasi mengenai peraturan tersebut melalui SKPD-KB Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kemudian selanjutnya melalui Rapat Koordinasi bersama perangkat Puskesmas. Di Puskesmas Nagaswidak sendiri sudah dilakukan sosialisasi melalui Mini LokakaryaBulanan. Namun hanya satu kali.

Berikut kutipan pernyataannya: Kita selalu mensosialisasikan program KB. Kepala (BKKBN) provinsi Sumsel sangat terbuka dengan pemerintah kabupaten dan provinsi. Beliau juga selalu membuat komitmen dan melakukan pendekatan untuk mengenalkan kebijakan ini. Puskesmas di Sumsel khusunya kota Palembang tidak ada masalah. Mereka adalah mitra kita. Dan juga kita selalu mengadakan pertemuan dengan perangkat puskesmas. Kita juga bekerja sama dengan teman-teman dari SKPD kota Palembang informan pertama

36

... saat peraturan ini diturunkan dari BKKBN, pada waktu itu saya bacakan pada mini lokakarya, .... Saya rasa sejauh ini pelaksanaannya lancar informan kedua Sosialisasi kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan Minimal bidang KB dan KS telah dilaksanakan di Puskesmas Nagaswidak Palembang ke seluruh komponen yang berperan sebagai pelaksana kebijakan, mulai dari SKPDKB Kabupaten/Kota, Kepala Puskesmas dan seluruh staf Puskesmas. pemahaman tujuan dan sasaran kebijakan tersebut. Berikut kutipan pernyataannya: ... tentang peraturan ini saya tidak terlalu jelas,kalau Program KB, kita kerjakan saja sesuai protap yang biasanya. Program KB ini program pokok puskesmas juga kan?! informan ketiga saya tahu peraturan BKKBN itu tentang KB. KB itu keluarga berencana ... -informan keempat Pendapat yang muncul menandakan bahwa sosialisasi kebijakan belum berjalan dengan optimal. Maksudnya, sosialisasi sudah tepat sasaran tetapi maksud dan tujuan yang sebenarnya dari Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan Minimal bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota belum dipahami secara menyeluruh oleh peserta sosialisasi. Pada kenyataannya, Sosialisasi kebijakan itu sendiri dilakukan dalam bentuk pengumuman yang disampaikan hanya satu kali, yaitu pada saat mini lokakarya. Waktu pelaksanaannya pun tidak dirincikan secara jelas. Informan kedua menyatakan telah membacakan peraturan tersebut pada saat Surat Peraturan masuk ke Puskesmas. Penulis berasumsi, sosialisasi dilakukan berkisar Bulan Januari 2010, sama dengan tanggal diberlakukannya Peraturan tersebut (29 Januari 2010). Hal ini menunjukkan sosialisasi telah berjalan selama kurang lebih satu tahun, tetapi tidak dilakukan monitoring dan evaluasi dengan keadaan di lapangan yang seharusnya paling sedikit sekali dalam satu tahun, sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2) Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan Minimal bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota. 4.1.3.2 Bentuk Sosialisasi di Puskesmas Nagaswidak Palembang Namun, walaupun sudah disosialisasikan kenyataannya masih terdapat ambiguitas dalam

37

Seperti yang telah disampaikan oleh informan kedua pada poin sebelumnya, bentuk sosialisasi kebijakan sudah disampaikan pada mini lokakarya bulanan, saat diberlakukannya Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan Minimal bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota. Berikut kutipan pernyataannya: saya tentu mengetahui saat peraturan ini diturunkan dari BKKBN, pada waktu itu saya bacakan pada mini lokakarya, karena kebijakan ini baru diberlakukan. Peraturannya ada, tapi disimpan...(informan mencari sebentar pada kumpulan file tapi tidak berhasil menemukannya) peraturan itu sudah digabungkan bersama file KB, dan saya rasa sejauh ini pelaksanaannya lancar informan kedua Mini lokakarya bulanan adalah pertemuan yang diselenggarakan setiap akhir bulan, yang dihadiri oleh seluruh staf Puskesmas dan jaringannya, yang bertujuan untuk :11 a. Menginformasikan hasil rapat dinas tingkat kabupaten/kota dan tingkat kecamatan serta informasi tentang kebijakan, program dan konsep-konsep baru. b. c. d. e. Evaluasi bulanan terhadap pelaksanaan program puskesmas serta analisis hambatan dan masalah dengan mempergunakan PWS. Penyusunan POA bulanan secara partisipatif dengan menghimpun usulan kegiatan dan program dari para penanggung jawab program puskesmas Penggalangan tim melalui penegasan peran dan tanggung jawab staf. Pemberdayaan pegawai Puskesmas untuk meningkatkan kinerja profesional, kompetensi/kemampuan pegawai, sikap dan motivasi kerja serta kecerdasan emosi. Sosialisasi diberikan pada saat mini lokakarya sangat tepat, karena pada kegiatan tersebut seluruh staf Puskesmas, Bidan, dan petugas kesehatan lain berkumpul untuk membahas evaluasi dan pertanggungjawaban program. Namun kesan yang ditangkap oleh penulis, informan kedua tidak melakukan soialisasi secara berkesinambungan. Informan hanya sekedar menyampaikan peraturan baru sebagaimana salah satu fungsi dan tujuan dari lokakarya mini. Selain itu, dari pernyataan informan diketahui bahwa peraturan tersebut disimpan dan digabungkan bersama file-file lainnya. Pernyataan tersebut didukung oleh observasi

38

penulis yang tidak menemukan satupun salinan peraturan tersebut digantung ataupun ditempelkan di dalam Puskesmas Nagaswidak Palembang. Seharusnya sosialisasi kebijakan ini dilakukan secara terus-menerus agar tujuan dari peraturan ini dapat tersampaikan secara menyeluruh sehingga terjadi sinkronisasi antara pelaksanaan di lapangan dan apa yang tertera di Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Peraturan Kepala BKKBN bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota. 4.1.4. Pelaksana Peraturan Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota, menyatakan penyelenggaraan pelayanan KB dan KS sesuai Standar Pelayanan Minimal secara operasional dikoordinasikan oleh SKPD-KB di seluruh Kabupaten/Kota. Dua informan menyatakan keterlibatannya dalam pelaksanaan peraturan tersebut. Berikut kutipan pernyataannya: ... Kepala (BKKBN) provinsi Sumsel sangat terbuka dengan pemerintah kabupaten dan provinsi ....., kita selalu mengadakan pertemuan dengan perangkat puskesmas. Kita juga bekerja sama dengan teman-teman dari SKPD kota Palembang. Selain itu juga kita ajak dari pusat dalam rangka mensosialisasikan peraturan ini. kita di provinsi selalu mengevaluasi setiap bulan bersama kepala daerah provinsi kemudian kita laporkan ke pusat dan akan menjadi penilaian pencapaian dari pusat informan pertama

mengenai peraturan itu kita bekerjasama dengan pihak kecamatan dan Pihak BKKBN, tidak bisa kerja sendiri informan kedua 4.1.5. Alokasi Sumber Dana Alokasi dana dimaksudkan sebagai pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan penetapankebijakan, pembinaan dan fasilitasi,monitoring dan evaluasi, pelaporan serta pengembangan kapasitas untuk mendukung penyelenggaraan Standar Pelayanan Minimal bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota.

39

Pendanaan yang berkaitan dengan pencapaian Standar Pelayanan Minimal bidang KB dan KS disebutkan dalam peraturan adalah merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah, dibebankan kepada APBN BKKBN. Informasi

Anda mungkin juga menyukai