Anda di halaman 1dari 13

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL

2.1. Karakterisitik Bentuk dan Letak Core Wall Struktur core wall yang bisa dijumpai dalam aplikasi konstruksi bangunan tinggi dewasa ini ada bermacam-macam. Antara lain adalah bentuk , , O, atau core wall dua cell dengan pengaku di tengahnya berbentuk . Dari masing-masing bentuk core wall ini, mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dalam memberikan fleksibilitas dan efektivitas pada struktur bangunan. Bangunan tinggi yang mempunyai struktur core wall, dibuat dengan salah satu pertimbangan adalah fleksibilitas untuk pengaturan posisi (tata letak) yang akan memberikan penghematan dan efisiensi maksimum pada bangunan secara keseluruhan. Dari segi konstruksi pembuatannya, core wall tersebut dapat dibuat berupa struktur konstruksi baja, konstruksi beton bertulang ataupun juga komposit. Dari konstruksi bahan tersebut, struktur core wall dapat bersifat massif. Namun terjadinya pelemahan struktur core wall itu juga terkadang tak dapat dihindari dalam pelaksanaan konstruksi bangunan, seperti pelubangan struktur core wall untuk ruang pintu, kisi udara, dan lain-lain. Tetapi dalam proses perencanaan dan perancangan suatu bangunan, adanya pelemahan struktur core wall tersebut sudah diperhitungkan tidak akan menimbulkan masalah, dengan memberikan solusi teknik yang tepat dan sesuai. Penggunaan material

Universitas Sumatera Utara

27

beton bertulang dalam pembuatan core wall akan memberikan keuntungan berupa kekakuan lateral yang diperoleh cukup tinggi, oleh karena konstruksi beton bertulang mempunyai karakteristik kuat tekan yang tinggi. Oleh sebab itu core wall dengan konstruksi beton bertulang ini akan sesuai untuk diaplikasikan pada struktur-struktur gantung. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, penempatan struktur core wall ini dalam aplikasi konstruksi bangunan, dapat ditempatkan pada posisi tengah bangunan, dapat juga di posisi pinggir bangunan, atau bahkan di luar bangunan yang direncanakan sebagai bagian struktur bangunan yang berguna untuk mendukung fungsi utilitas bangunan (ruang lift, ruang shaft). 2.2. Karakterisitik Beban Core Wall Dalam fungsinya sebagai sistem struktur, bagian vertikal dan horizontal dari struktur core wall tersebut secara statis saling tergantung satu sama lainnya dalam mendukung beban. Bisa saja bagian-bagian tersebut secara bersamaan sebagai sistem struktur bekerja menahan beban vertikal dan horizontal. Oleh sebab itu, dalam proses perancangannya ketergantungan masing-masing bagian tersebut harus dipertimbangkan secara teliti untuk menghindari kegagalan sistem struktur core wall yang dibuat. Secara umum, ada beberapa sistem dasar core wall yang dapat dijelaskan untuk aplikasi struktur bangunan tinggi, yaitu (gambar 2.1): a. Core wall dan kolom, yang dapat disebut dengan sistem kolom.

Universitas Sumatera Utara

28

b.

Core wall dengan struktur lantai kantilever, yang dapat disebut sebagai struktur bebas pada lantai, dan pelat lantai dihubungkan pada struktur core wall sebagai kesatuan struktur yang menyatu.

c.

Core wall dengan kolom-kolom yang didukung di atas satu struktur grid sebagai alasnya, dimana di atas struktur pondasi hanya ada struktur vertikal saja.

d.

Sistem struktur core wall yang digabungkan dengan struktur pelat lantai yang digantung pada suatu struktur grid di atasnya.

e.

Sistem core wall kombinasi yang dihubungkan dengan struktur kolom pada grid atasnya, yang bertujuan untuk membuat suatu sistem struktur yang statis. Dari uraian berbagai sistem core wall tersebut di atas, masing-masing sistem

mempunyai kelebihan dan keterbatasannya sendiri untuk diaplikasikan dalam suatu sistem struktur bangunan tinggi. Dan dalam bagian pembatasan masalah telah ditentukan bahwa dalam pembahasan tesis ini kita akan fokus pada permasalahan analisa bentuk core wall 2 cell persegi yang dipengaruhi oleh gaya angin sebagai gaya lateral yang dimodifikasi menimbulkan torsi pada pelat core wall 2 cell tersebut. Struktur core wall pada dasarnya adalah sistem struktur yang dibuat untuk mampu menahan gaya-gaya lateral yang timbul akibat gaya angin atau gempa yang merupakan beban dinamis. Untuk proses analisis mekanikanya, pengaruh gaya-gaya akibat beban angin dan gempa tersebut (yang merupakan beban dinamis) diperlakukan sebagai beban statis dan mengabaikan sifat dinamisnya.

Universitas Sumatera Utara

29

Untuk menganalisa tekanan angin yang menimbulkan torsi yang bekerja pada struktur core wall, perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Perhitungkan umur rencana sistem struktur core wall yang direncanakan terhadap periode ulang tekanan angin maksimum yang pernah terjadi di lokasi perencanaan. b. c. Perhitungkan lamanya waktu dan besarnya tekanan angin maksimum. Perhitungkan jenis-jenis kecepatan hembusan dan sudut arah datangnya angin terhadap rencana ketinggian struktur. Formula yang dapat dipakai untuk perhitungan statis tekanan angin adalah sebagai berikut :

1 p = Cs Ca Cg 2
dimana : p

Vh

H h

(2.1)

= tekanan angin yang diperhitungkan

Cs = koefisien, yang tergantung pada bentuk struktur Ca = koefisien yang tergantung pada letak topografis objek Cg = koefisien hembusan angin maksimum yang tegantung pada magnitudo dari kecepatan hembusan angin maksimum dan ukuran struktur. = kerapatan udara

Vh = kecepatan dasar rencana angin pada ketinggian h H = ketinggian dari tanah dimana dievaluasi, atau ketinggian karakteristik struktur

Universitas Sumatera Utara

30

= ketinggian dimana kecepatan dasar ditentukan = suatu eksponen untuk memperbesar kecepatan dengan ketinggian yang ditentukan oleh kekasaran di permukaan bumi di sekitar lokasi perencanaan. Dalam beberapa hal, formula ini belum sempurna jika dipakai untuk

perencanaan bangunan yang sangat tinggi, terutama yang terkait kepada masalah tingkat kenyamanan bangunan dan pergeseran horizontal maksimum yang diijinkan yang bisa mengakibatkan retak-retak pada bagian dinding partisi dan kaca. Oleh sebab itu penggunaan formula ini harus betul-betul memperhatikan faktor frekuensi dan amplitudo dari getaran yang diperhitungkan, yang tergantung pada fluktuasi alami hembusan angin yang terjadi di sekitar lingkungan perencanaan. Dimana kita ketahui bahwa tekanan angin pada dinding bagian luar bangunan bisa menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks. Karena bagian inilah yang menerima tekanan angin dari luar dan meneruskannya ke struktur core wall melalui struktur pelat lantai yang majemuk. Kesatuan struktur dengan pelat lantai yang menghasilkan kekakuan yang baik menjadikan tekanan angian yang selalu berubah dapat diasumsikan sebagai suatu beban terbagi rata yang bekerja pada sistem struktur core wall sebagai gaya lateral.

Universitas Sumatera Utara

31

KOLOM

Tekanan angin tidak seragam

Gambar 2.1. Penyaluran beban angin Untuk keperluan analisis dalam proses perencanaan sistem stuktur core wall sering dibuat asumsi-asumsi yang diperlukan yaitu struktur core wall dianggap sebagai balok kantiliver dan pelat yang mana hubungan antara struktur tersebut sering direncanakan sebagai tumpuan sederhana, sedangkan bagian alas struktur core wall didesaian sebagai perletakan kaku. Oleh karena arah hembusan angin selalu berubah-ubah, maka analisis beban angin pada struktur core wall dibagi dalam dua arah, yaitu gaya angin pada arah x dan pada y, yang diperhitungkan sebagai gaya geser yang didistribusikan menyebar dan

Universitas Sumatera Utara

32

seragam. Dengan demikian sistem struktur core wall harus kaku di semua bagian strukturnya, demikian juga pada bagian pondasi bawahnya.

z y

z y x x

Wx

Gambar 2.3.
Wy

Gaya Torsi

a. Gaya geser terdistribusi seragam

b. Gaya torsi terdistribusi seragam

Gambar 2.2. Penyaluran beban pada struktur core wall Dan yang paling penting adalah bahwa sistem struktur core wall ini didesain untuk dapat manahan gaya torsi yang timbul akibat tekanan angin yang eksentrisitas dan seragam pada pusat geser struktur core wall. Kondisi eksentrisitas tekanan angin tersebut secara teknis dapat terjadi antara lain adalah karena : a. Posisi struktur core wall yang ditempatkan di dalam bangunan. Penempatan struktur core wall yang dekat kepada pusat bangunan akan memberikan

Universitas Sumatera Utara

33

eksentrisitas tekanan angin yang berkurang, yang juga akan memperkecil pengaruh gaya torsi yang terjadi. Namun secara praktis untuk membuat pengaruh gaya torsi tidak ada (nol) sama sekali dalam konstruksi bangunan di lapangan adalah mustahil, dikarenakan gaya angin yang terjadi tidak pernah seragam dan simetris. b. Sudut datang gaya angin itu sendiri merupakan faktor penentu sebagai komponen yang mempunyai nilai berbeda untuk setiap sudut datang yang berbeda, yang sudah tentu akan menghasilkan torsi yang berbeda pula. c. Selain itu, yang pasti bentuk bangunan dan lubang-lubang pada struktur core wall juga dapat mempengaruhi nilai torsi yang timbul. Dalam proses rekayasa enjinering, walaupun torsi dipertimbangkan dengan cukup kompleks, gaya tersebut dianggap sebagai beban terbagi rata yang bekerja searah tinggi struktur core wall (Gambar 2.3). 2.3 Beban Torsi Terbagi Rata Teori Dasar Metode Semi-Inverse St. Venant Untuk menyelesaikan problem torsi untuk tampang tidak bundar dapat dilakukan dengan metode Semi-Inverse St. Venant. Dalam metode Semi-Inverse ini

menggambarkan perpindahan dari u, v dan w sebagai pemisalan pertama. Berikut ada dua asumsi dibuat untuk menjelaskan komponen perpindahan untuk tampang tidak bundar : 1. Bentuk potongan tampang tidak berubah setelah punter 2. Warping dari potongan tampang sama sepanjang tampang todak bundar

Universitas Sumatera Utara

34

Didasarkan pada anggapan pertama dan Gambar 2.3

y u = z r ( sin ) = - z r = - z y........ r
x v = z r ( cos ) = + z r = - z x ... r
Dari anggapan kedua:
w = ( x, y ) .....................

(2.3.1)

(2.3.2)

(2.3.3)

Dimana w = ( x, y ) adalah fungsi warping. Dari teori elastisitas x = y = z = xy = 0 maka:

yz

= y + x

(2.3.4)

= y yz x

(2.3.5)

Dari hubungan tegangan dan regangan x = y = z = xy = 0 , maka

yz

= G y + x .... = G y ... x

(2.3.6)

zx

(2.3.7)

Sehingga

xz yz + = 0 . (2.3.8) y x
Diambil fungsi tegangan (x, y ) maka

Universitas Sumatera Utara

35

xz

yz

....... x

(2.3.9)

= G + x ........ (2.3.10) x y

= G x .. y x
Sehingga

(2.3.11)

= 2G . (2.3.12)

Persamaan 4.36 disebut Persamaan Laplace. Dari buku Torsion Of Reinforced Concrete karangan Thomas T.C. Hsu ( dengan gambar 2.4 ) persamaan 2.3.12 dapat diturunkan hubungan momen torsi dengan fungsi tegangan adalah: T = z dxdy (2.3.13)
2.4. Teori Dinding Tipis, Thin Tube Bredt Teori

Untuk tampang thin-tube telah diturunkan oleh Bredt dengan persamaan yang simple di tahun 1896. Persamaan ini sangat berguna pada torsi untuk beton bertulang. Ditinjau elemen kecil dari thin-tube dengan variable ketebalan ditunjukkan pada gambar 2.5. Tube mempunyai sumbu z longitudinal yang dibebani momen torsi T pada sumbu z. Suatu elemen ABCD diisolasi dengan tegangan geser seperti ditunjukkan ( sepanjang dz ). Tegangan geser pada muka AD adalah 1 dan pada muka BC adalah 2 . Tebal dari muka AD dan BC adalah

dan

Universitas Sumatera Utara

36

t = t
1 1 2

.........

(2.4.1)

Bila

t =t
1

= t , maka shear flow q = t dimana gaya geser per unit panjang. Maka q

harus sama pada titik A dan B. Pada Gambar 4.10, gaya geser sepanjang ds adalah qds, maka dapat ditulis momen torsi

T = q r ds
r adalah jarak pusat torsi dari sumbu punter ke gaya geser qds.

(2.4.2)

Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa rds sama dengan dua kali luasan segi tiga yang dibentuk oleh r dan ds, maka luasan sekeliling dapat dimisalkan

r ds = 2A.
persamaan 4.40 kedalam persamaan 4.39 memberikan

(2.4.3)

Dimana A adalah luasan total yang dibatasi oleh garis sumbu dinding. Substitusi

q = t =

T atau 2A

T (2.4.4) 2 At

Menggunakan teori dasar tersebut untuk tampang segi empat lebar b, panjang a dinding tipis tebal ta dan tb dengan ketinggian z maka momen torsi T = Tiz sehingga tegangan geser pada permukaan lebar dapat ditulis sebagai berikut:

TiZ (2.4.5) 2abt a

Sedangkan pada permukaan yang sempit adalah,

Universitas Sumatera Utara

37

TiZ (2.4.6) 2abt b

Dan juga, besaran puntir pada potongan z manapun adalah,


d d TiZ = 2 2 s d z 4a b G t

Dimana

menandakan bahwa pengintegrasian diambil dengan sepenuhnya disekitar

potongan. Sehingga besaran puntir pada potongan z manapun memberikan,


d TiZ 2b 2a ..... (2.4.7) = 2 2 + d z 4a b G ta tb

Bagaimanapun, persamaan-persamaan yang menggunakan teori dasar digunakan untuk memeriksa persamaan-persamaan yang dihasilkan oleh efek konstrain axial. Penyelesaian persamaan putaran sudut pada persamaan 2.4.7 dapat menjadi:

TiZ 2 2b 2a + ........ ta 8a 2 b 2 G tb

(2.4.8)

Gambar: 2.3 Torsi pada Tampang Shaft

Universitas Sumatera Utara

38

Gambar 2.4 Geometri Tampang Shaft

Gambar 2.5. Tegangan Geser pada Thin Tube

Universitas Sumatera Utara

39

Anda mungkin juga menyukai