Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

ABSES HEPAR

Jos Arno M.S


0608113678

Pembimbing : Dr. LIGAT PRIBADI SEMBIRING, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

2012

11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hati adalah merupakan organ tubuh yang sangat penting dengan berat ratarata sekitar 1.500 gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Hati berperan dalam pengaturan homeostasis tubuh yang meliputi metobolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Sel-sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena itu sampai batas tertentu, hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan. Pada gangguan yang lebih berat, akan terjadi gangguan fungsi yang serius dan akan berakibat fatal.1,2 Penyakit hati bervariasi tergantung dari penyebabnya, salah satunya yang tidak jarang ditemukan adalah abses hati. Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT yang ditandai dengan proses supurasi dan

pembentukan pus pada jaringan hati. Abses hati terbagi dua secara umum diantaranya abses hati amubik dan abses hati piogenik.1 Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial yang sering ditemukan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah dan keadaan gizi yang buruk. Di negara maju abses hati piogenik lebih sering ditemukan daripada abses hati amubik, namun sebaliknya di negara berkembang abses hati amubik lebih dominan ditemukan dengan prevalensi pria lebih banyak dibandingkan wanita.2

12

Gejala klinis dari abses hati abses hati bervariasi antar individu, gejala yang timbul dapat asimptomatik ataupun menunjukkan gejala yang khas berupa demam dan nyeri perut kuadran kanan atas. Dahulu, angka kematian abses hati sangat tinggi mencapai lebih dari 90%, tidak jarang abses ditemukan dari hasil autopsi. Akan tetapi dalam beberapa dekade terakhir, terjadi perkembangan baik di bidang obat-obatan maupun di bidang radiologi diagnostik (USG, CT scan, MRI) menyebabkan terjadinya penurunan angka kematian yang cukup jauh dari abses hati mencapai 10-40%.2,3 Pada laporan kasus ini, akan dibahas tentang abses hati yang ditemui pada pria berusia 47 tahun, yang dirawat di ruang penyakit dalam pria RSUD Arifin Achmad tanggal 10 agustus 2012.

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Abses hepar merupakan infeksi pada hepar yang disebabkan oleh infeksi

bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT; ditandai dengan proses supurasi dengan pembentukan pus, terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel inflamasi, sel darah dalam parenkim hepar.1,2,3

2.2

Epidemiologi Pada negara sedang berkembang, abses hepar amubik didapatkan secara

endemik dan jauh lebih sering dibandingkan abses hepar piogenik. Abses hepar piogenik tersebar di seluruh dunia dan terbanyak di daerah tropik dengan sanitasi yang kurang.1 Di daerah tropis, terutama di Asia Tenggara, insiden abses hepar amubik berkisar antara 5-40%, lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita dan sering ditemukan pada usia 30-40 tahun.2

2.3 Etiologi dan Patogenesis Abses hepar terbagi 2 secara umum, yaitu abses hepar amubik (AHA) dan abses hepar piogenik (AHP/ Hepatic Abscess, Bacterial Liver Abscess). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, paling sering terjadi di daerah tropis/subtropik. Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, klebsiella pneumonia,

microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci,

bacteroides, fusobacterium, S. aureus, S. milleri, candida albicans, aspergillus,

14

actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, S. typhi, brucella militensis, dan fungal.1 Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi apendisitis bersamaan dengan fileflebitis. Bakteri patogen melalui A. hepatica atau

sirkulasi vena portal masuk ke dalam hepar, sehingga terjadi bakterimia sistemik, atau menyebabkan komplikasi infeksi intraabdominal (diverticulitis, peritonitis, dan infeksi post operasi). Sedangkan saat era antibiotik, terjadi peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris (kolangitis, kolesistitis). Hal ini terjadi karena makin tinggi angka harapan hidup dan makin banyak pula orang lanjut usia yang menderita penyakit sistem biliaris. AHP juga bisa terjadi akibat trauma, luka tusuk / tumpul, dan kriptogenik.1 Abses hepar piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari :1 1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pieloflebitis porta atau emboli septik. 2. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital. 3. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik, dan kecelakaan lalu lintas. 4. 5. Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada lanjut usia.

Abses hepar amubik dapat terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% abses hepar amubik terjadi tanpa

15

didahului riwayat disentri amebiasis.2 Pada abses hepar amubik penyebab utamanya adalah E. hystolitica. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya

menimbulkan lesi pada hepar.3 Patogenesis abses hepar amubik belum dapat diketahi dengan pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.3,4 Mekanisme terjadinya abses hepar amubik: penempelan E.hystolitica pada mukus usus, pengrusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell- mediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll. Penyebaran amuba ke hepar. Penyebaran amuba dari usus ke hepar sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.

2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat dari pada AHA. Sindrom klinis klasik AHP berupa nyeri spontan perut kanan atas, ditandai jalan

membungkuk ke depan dengan dua tangan ditaruh diatasnya. Selain itu, dapat

16

juga ditemukan gejala berupa demam tinggi dengan atau tanpa disertai keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi AHP adalah malaise, demam tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila AHP letaknya dekat

diafragma, akan timbul iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri bahu kanan, batuk, ataupun atelektasis (terutama akibat AHA). Gejala lain, mual, muntah, anoreksia, berat badan turun yang unintentional, badan lemah, ikterus, berak seperti kapur, dan urin berwarna gelap. Pada palpasi terdapat hepatomegali atau

ketegangan pada perut kuadran lateral atas abdomen atau pembengkakan pada daerah interkostal. Splenomegali didapatkan apabila abses telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi portal.1,5 Gejala dari abses hepar amubik perjalanannya lambat dan biasanya baru muncul dalam beberapa hari atau minggu. Gejala-gejala tersebut dapat berupa: demam, mengigil, berkeringat, nyeri abdomen (pada kuadran kanan atas, dapat berupa nyeri yang terus menerus atau tertusuk-tusuk, dapat nyeri yang ringan sampai berat), perasaan tidak enak pada seluruh tubuh, gelisah dan malaise, anoreksia, BB menurun, diare (jarang), jaundice, dan hepatomegali.6 Manifestasi klinis AHA menurut kriteria Ramachandran : 1. Hepatomegali disertai nyeri 2. Riwayat disentri 3. Leukositosis dan demam 4. Kelainan radiologis 5. Respon terhadap amoebisid baik

17

2.5 Pemeriksaan penunjang Pemerikasaan laboratorium pada abses hepar amubik didapatkan leukositosis pada 70 % penderita, sedangkan anemia ditemukan pada 50 % penderita. Tes fungsi hati kurang berperan dalam penentuan diagnosis. Pada analisa feses hanya 15 50 % kasus ditemukan bentuk kista atau troposoit. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan aspirasi langsung pada rongga abses, adanya gambaran anchovy paste dari aspirat dianggap patognomonik.2 Uji serologis dapat membantu menegakkan diagnosis abses hati amuba, antara lain IHA (indirect hemagglutination antibody), EIA (enzyme immunoassay), IFA (indirect immunolfuoresent antibotic), LA (latex agglutination), AGD (agar gel diffusion), dan CIE (counter immunoelectrophoresis).7 Abses hepar amubik umumnya soliter dan besar, jarang ditemukan kelainan intraabdomen lain seperti pada abses piogenik. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan pilihan dengan sensitivitas 70 80 % dibanding CT scan dengan sensitivitas 88 95 %. Gambaran abses amuba seperti homogenitas lesi, gambaran echo parenkim hati yang menurun dan dinding abses yang tipis. Foto polos abdomen dan toraks tampak elevasi dan gerakan yang terbatas dari diafragma kanan, efusi pleura kanan dan gambaran udara di dalam rongga abses. CT scan dilakukan bila pada USG tidak ditemukan lesi pada hepar sedangkan gambaran klinik dari abses hepar tetap ada.7 Pada pemeriksaan laboratorium abses hepar piogenik didapatkan leukositosis, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan fosfatase alkali, enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang. Pemeriksaan biakan pada awal penyakit

18

sering tidak menimbulkan kuman. Hiperbilirubinemia terjadi jika sumber infeksi berasal dari traktus biliaris. Kultur darah yang memperlihatkan bakteri penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik, penanganan dan prognosis dari penderita.1,7 USG adalah pemeriksaan pertama yang dilakukan jika dicurigai adanya space occupying lession pada hepar, sensitivitasnya terhadap abses hepar 80 95 %. Foto toraks tampak atelektasis, elevasi dari hemidiafragma kanan, dan efusi pleura kanan (50 % kasus). MRI (dapat mendeteksi abses hepar dengan 0,3 cm), CT scan sensitivitas 95 100 %, dengan CT juga dapat terlihat kelainan intraabdomen lain yang menyertai abses hepar piogenik seperti massa pada pankreas, Ca colon, divertikulitis, appendisitis, dan abses intraperitoneal.7

2.6 Penatalaksaan Penatalaksanaan abses hepar piogenik secara konvensional dengan

drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas. Penatalaksanaan saat ini, dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal

dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi computer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intraabdominal, infeksi atau kesalahan penempatan kateter untuk drainase. Kadang pada AHP multipel

dilakukan reseksi hepar. Penatalaksanaan dengan antibiotik, pada terapi awal digunakan penisilin. Selanjutnya dikombinasikan aminoglikosida atau sefalosporin generasi III dengan antara ampisilin, dan klindamisin atau dan

metronidazol. Jika dalam waktu 48-72 jam, belum ada perbaikan klinis laboratoris, maka antibiotik diganti dengan

antibiotik sesuai hasil kultur

19

sensitivitas aspirat abses hepar. Pengobatan secara perenteral dapat dirubah menjadi oral setelah 10-14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu.1 Penatalaksanaan abses hepar amubik dengan metronidazol atau timidazol yang bersifat amubisid jaringan. Dosis metronidazol 3x 750 mg/hari. Emetin, dehidroemetin dan klorokuin. Kombinasi klorokuin ditambah dengan dosis rendah emetin pada kasus-kasus dimana amuba resisten terhadap metronidazol dapat mencapai angka kesembuhan 90 100 %. Penggunaan amubisidal intraluminer seperti diloxanide furoate, iodoquinol dan paromomycin dianjurkan

pemakaiannya untuk membunuh carrier amuba setelah penyembuhan suatu abses amuba.6 Aspirasi terapeutik dari abses hepar amuba harus dipertimbangkan pada keadaan :7 1. Risiko tinggi abses akan ruptur (ukuran kavitas > 5 cm) 2. Abses pada lobus sinistra (komplikasi berupa ruptur ke perikardium) 3. Tidak ada respon dengan pengobatan setelah 5 7 hari. Prosedur pilihan adalah aspirasi dengan jarum atau kateter yang dituntun dengan USG. Drainase operatif sebaiknya dihindari, tetapi dapat dilakukan pada keadaankeadaan seperti bila abses tidak dapat dicapai dengan aspirasi jarum atau tidak ada respon terhadap terapi setelah 4 5 hari. Indikasi lain dari drainase operatif (laparotomi):7 Perdarahan yang mengancam nyawa (dengan atau tanpa rupturnya abses) Abses menginfiltrasi organ viskus disekitarnya Septikemia (akibat dari infeksi sekunder)

20

2.7 Komplikasi Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti septikemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hepar disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, kelainan didalam rongga abses, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum.1

21

ILUSTRASI KASUS Identitas Pasien : Nama Umur : Tn. S : 47 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan Alamat Masuk RS : Buruh : Siak : 10 Agustus 2012

ANAMNESIS : Autoanamnesis Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS) Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas. Nyeri tidak menjalar. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tidak dipengaruhi makanan. Demam (+), demam tidak tinggi dan tidak naik turun. Mual (+), muntah (-). Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas, nafsu makan menurun, penurunan berat badan (-). Pasien berobat ke klinik kemudian memakan obat yang diberikan oleh dokter, demam turun tetapi nyeri tidak hilang. BAK berwarna kuning pekat. BAB tidak ada keluhan. 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien, pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas semakin berat dan tak tertahankan. Demam (+). Mual (+), Muntah (+) 3 kali dalam sehari. Pasien mengaku tidak bisa makan. BAK berwarna kuning pekat. BAB mencret 1 kali, tidak disertai lendir dan darah. Pasien dibawa keluarga ke IGD RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

22

Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi (-), DM (-) Riwayat sakit kuning disangkal pasien, Riwayat sakit maag disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama dengan pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, DM

Riwayat pekerjaan, kebiasaan, dan sosial ekonomi : Pasien merokok sejak usia 17 tahun kira-kira 1 bungkus 1 hari (16 batang) Pasien memiliki riwayat meminum alkohol selama 5 tahun, sudah berhenti 15 tahun yang lalu Mengkonsumsi obat-obatan disangkal pasien Minum jamu-jamuan disangkal pasien

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran Vital sign : Komposmentis : TD Nadi Nafas Suhu BB TB IMT : 110/80 mmHg : 108 x/menit reguler, isi cukup. : 24 x/menit : 38,4 oC :65 kg :165 cm :23,89 ( gizi baik)

23

Pemeriksaan Khusus: Kepala: Wajah Mata : wajah tidak sembab, tidak pucat, tidak ada edema. : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor dengan diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+ Leher Thorak Paru: - Inspeksi : bentuk dada kiri dan kanan simetris, gerakan pernafasan simetris, - Palpasi - Perkusi : fremitus kanan = kiri : sonor pada kedua lapangan paru : KGB tidak membesar, JVP 5-2 cmH2.

- Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung : - Inspeksi - Palpasi - Perkusi : ictus kordis tidak terlihat : ictus kordis teraba di RIC V LCMS 2 jari medial LMCS : batas jantung kanan : Linea Sternalis Dekstra RIC IV batas jantung kiri : RIC V 2 jari medial LMCS

- Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, teratur, bunyi tambahan (-)

Abdomen : Inspeksi Palpasi : perut membesar , venektasi (-), caput medusae (-) : distensi (+), hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan pada regio hipucondria dextra Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

24

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas: palmar eritema (-), udem (-), akral hangat, CRT < 2

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (Tanggal 11 Agustus 2012) Darah Rutin Hb Leukosit Trombosit Hematokrit Kimia Darah Glukosa : 85 mg/dl : 11,2 gr% : 14.200 /mm3 : 542.000 /mm3 : 33,1 vol%

CR-S : 0,77 mg/dl BUN : 12 mg/dl AST : 601 IU/L

ALT : 120 IU/L DBIL : 1,5 mg/dl TBIL : 3,6 mg/dl IND BIL : 2,1 mg/dl Ureum : 25,7 mg/dl

25

-Pemeriksaan USG abdomen

Pada pemeriksaan ditemukan: Abses Hepar lobus dextra

RESUME Pasien Tn. S, 47 tahun, masuk ke IGD RSUD AA pada tanggal 10

Agustus 2012 dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS), Nyeri tidak menjalar. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tidak dipengaruhi makanan. Demam (+), demam tidak tinggi dan tidak naik turun. Mual (+), muntah (+) sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas, nafsu makan menurun, penurunan berat badan (-). BAK berwarna kuning pekat. BAB mencret sejak 1 hari SMRS. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan hypokondrium kanan dan peningkatan suhu tubuh (38,4) dari pemeriksaan laboratorium didapatkan AST, ALT. Pada pemeriksaan USG ditemukan abses hepar lobus kanan.

26

DAFTAR MASALAH 1. Nyeri tekan hypokondrium kanan 2. Demam 3. Mual dan muntah 4. Peningkatan AST dan ALT 5. Leukositosis

ANALISIS MASALAH Nyeri tekan hypokondrium kanan Pada pasien ini mengeluhkan adanya nyeri perut kanan atas dan pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan hypokondrium kanan. Jadi pada pasien ini dipikirkan adanya gangguan pada organ pada regio hypokondrium kanan diantaranya: hati, lambung, kandung empedu, saluran empedu, dan sebagian colon transversum, peritoneum parietal dan viceral. Demam Demam merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh diatas normal. Demam pada pasien ini dipikirkan adanya infeksi yang terjadi pada tubuh pasien. Peningkatan AST dan ALT Aspartat aminotransferase (AST) dan Alanin aminotransferase (ALT) merupakan enzym yang terdapat pada sel hati. Kadarnya meningkat pada kerusakan sel sel hati akibat inflamasi ataupun kerusakan selular. Pada pasien ini ditemukan adanya peningkatan ALT dan AST yang cukup signifikan sehingga dapat dipikirkan adanya gangguan pada hati pasien.

27

Mual dan muntah Mual dan muntah merupakan gejala yang dapat timbul pada berbagai keadaan baik pada gangguan organik maupun fungsional. Pada pasien ini ditemukan adanya keluhan mual dan muntah, dapat dipikirkan keluhan tersebut sebagai gejala penyerta yang terjadi akibat penyakit yang mendasarinya baik organik ataupun fungsional.

Leukositosis Leukositosis merupakan peningkatan jumlah sel-sel leukosit sebagai respon tubuh untuk mengatasi infeksi melalui proses fagositois, imunitas humoral dan seluler. Pada pasien ditemukan adanya leukositosis (14.200 /mm3), jadi dapat dipikirkan adanya infeksi pada pada pasien ini.

Rencana Pemeriksaan: Pemeriksaan kimia darah CT scan abdomen Kultur abses Serologi seperti HbsAG, anti HCV Endoskopi

Rencana Penatalaksanaan Non Farmakologis Bed rest Diet hati

Farmakologis IVFD RL 20 tts/mnt Paracetamol 2 x 1 Methioson 2 x1 Inj Metronidazol 3 x 500 Inj Ceftriaxon 3 x 1 Inj Ranitidin 2 x 1 28

FOLLOW UP PASIEN Tanggal 12 Agustus 2012 S O : nyeri perut kanan atas, mual (+), muntah (+), badan terasa lemas. : Kesadaran composmentis, Vital Sign: TD 100/70mmHg, Nadi 88x/I, RR 22x/I, T 38,5 oC. A P : Abses hepar lobus dextra : - IVFD RL 20 tts/mnt - PCT 2 x 1 - Methioson 2 x1 - Inj Metronidazol 3 x 500 - Inj Ceftriaxon 3 x 1 - Inj Ranitidin 2 x 1

Tanggal 13 Agustus 2012 S O : nyeri perut kanan atas, mual (+), muntah (-), badan terasa lemas. : Kesadaran composmentis, Vital Sign: TD 110/70mmHg, Nadi 80x/I, RR 21x/I, T 37,9 oC. A P : Abses hepar lobus dextra : - IVFD RL 20 tts/mnt - Methioson 2 x1 - Inj Metronidazol 3 x 500 - Inj Ceftriaxon 3 x 1 - Inj Ranitidin 2 x 1 - Curcuma 2 x1 Tanggal 14 Agustus 2012 29

S O

: nyeri perut kanan, mual +, muntah (-), badan terasa lemas. : Kesadaran composmentis, Vital Sign: TD 110/80mmHg, Nadi 82x/I, RR 22x/I, T 37,5 oC.

A P

: Abses hepar lobus dextra : - IVFD RL 20 tts/mnt - Methioson 2 x1 - Inj Metronidazol 3 x 500 - Inj Ceftriaxon 3 x 1 - Inj Ranitidin 2 x 1 - Curcuma 2 x1

Tanggal 15 Agustus 2012 Pasien pulang atas permintaan sendiri

30

PEMBAHASAN

Abses hati secara umum dibagi atas dua, yaitu abses hati amoeba dan abses hati piogenik. Abses hati amoeba penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Amebiasis hati sekitar 50% tanpa didahului riwayat disentri amebiasis. Gambaran klinik dari abses hati amubik biasanya tidak akut, demam, sakit perut kanan atas seperti ditusuk, bertambah bila berubah posisi dan batuk, penderita lebih enak berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah, penurunan berat badan, nyeri tekan hati yang menetap, limpa tidak membesar. Abses hati piogenik disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab terbanyak adalah E.coli. Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari vena porta, saluran empedu, infeksi langsung, septisemia, dan kriptogenik. Gambaran klinik lebih berat dari abses hati amoeba. Terutama demam yang bersifat intermiten, remitten atau kontinue yang dapat disertai menggigil, mual dan muntah, lesu, berat badan menurun, dan kadang disertai ikterus. Pada pasien ini ditemukan keluhan nyeri perut kanan atas, demam yang tidak terlalu tinggi, mual dan muntah. Dan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada hypokondrium kanan, hepar dan lien sulit dinilai. Dapat dipikirkan pada pasien ini terjadi abses hepar. Namun untuk memastikan penyebabnya dapat dilakukan pemeriksaan penunjuang yaitu dengan pemeriksaan USG, CT scan ataupun MRI. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan USG

31

abdomen pada dan didapatkan kesan adanya abses hepar pada lobus kanan. Selain itu dapat juga dilakukan kultur untuk melihat mikroorganisme penyebab abses. Komplikasi yang sering terjadi pada abses hepar adalah terjadinya infeksi sekunder, ruptur atau penjalaran langsung yang sering terjadi ke pleuropulmonal kemudian kerongga intraperitonium dan selanjutnya ke pericardium dan organ lain, terjadi komplikasi vaskuler, parasitemia, amoebiasis serebral,

32

DAFTAR PUSTAKA 1. Wenas NT, Waleleng BJ. Abses Hati Piogenik. Dalam: Sudoyo Aw dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD, 2009. 692-4. 2. Soewondo ES. Amebiasis. Dalam: Sudoyo Aw dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD, 2009. 2850-6. 3. Sherlock S, Dodey J. The liver in infection. Diseases of the liver and biliary system. 11th ed.New York: Blackwell Science; 2002. 4. Reed SL. Amebiasis and infection with free living amebiasis. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editoras. Harrison's Principles of Internal Medicine. 1999. 5. Strong RW, Fewcett J, Lynch SV, Wall DR. Hepatectomy for pyogenic liver abscess. HPB (Oxford). 2003; 5(2): 8690. 6. 7. Andri LA, Rasjid HA. Abses amuba pada hepar. Dexa Medica 2004; 21-6 . Santoso M, Wijaya. Diagnostik dan penatalaksanaan abses amebiasis hati. Dexa Medica 2004;4:17-20.

33

Anda mungkin juga menyukai