Anda di halaman 1dari 24

Postpartum Hemorrhage (PPH)

Hani Idzaida Binti Ab. Razak 10.2009.286 D4


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana Jl.Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510 E-mail: haniidzaida@yahoo.com

BAB I - PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang. Pendarahan postpartum, kehilangan lebih dari 500ml darah setelah melahirkan terjadi pada 18% kelahiran dan merupakan morbiditas maternal paling umum di negara maju. Meskipun faktor resiko dan strategi pencegahan secara jelas didokumentasikan, tidak semua kasus dapat dihindari. Atonia uteri merupakan kasus PPH yang paling banyak namun dapat dikelola dengan uterine massage bersamaan dengan pemberian oksitosin, prostaglandin, dan alkaloid ergot. Retensio placenta merupakan penyebab yang jarang dan membutuhkan pemeriksaan plasenta, pemeriksaan rongga rahim, dan penghapusan secara manual jaringan tersebut. PPH yang diakibatkan oleh trauma jalan lahir meliputi laserasi, ruptur uterus dan inversio uterus. Pada kasus PPH disebabkan masalah koagulopati memerlukan transfusi faktor pembekuan terhadap faktor yang mengalami defisiensi. Deteksi dini, evaluasi yang sistematis dan pengobatan, dan resusitasi cariran yang cepat dapat meminimalkan komplikasi yang dapat timbul dari pedarahan postpartrum.1

1.2 Tujuan. a) Memperdalam ilmu pada proses anamnesis dengan betul untuk mendapatkan maklumat yang tepat dan benar sehingga memperoleh diagnosis yang tepat. b) Mempelajari gambaran klinis serta komplikasinya. c) Mempelajari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang terlibat dalam mendapatkan diagnosa pasti.

d) Mempelajari agen etiologi penyebab terjadinya perdarahan postpartum dan patofisiologi sehingga timbulnya kelainan yang diduga. e) Mempelajari penatalaksanaan yang perlu dilakukan terhadap kasus ini. f) Mengetahui langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.

BAB II - PEMBAHASAN
SKENARIO Jam 15.30 Ny. D melahirkan seorang bayi laki-laki yaitu anaknya yang ketiga. Persalinannya berjalan lancar. Jam 16.10 ketika perawat memeriksanya, pasien berada dalam keadaan kurang sadar dan pucat. T 90/70 mmHg, N 100/menit P 20x/menit, S 37 oC. Fundus uteri setinggi, konsistensi kenyal. Dari vagina tampak mengalir darah.

HIPOTESIS Ny. D dengan penurunan kesadaran dan tampak pucat disertai perdarahan pervaginam, 40 menit setelah melahirkan menderita postpartum hemorrhage (PPH) et causa atoni uteri. 2.1 DEFINISI Postpartum Hemorrhage : Pendarahan eksessif ( kehilangan darah melebihi 500mL) setelah melahirkan.2 2.2 ANAMNESIS Anamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien. Tujuan dari anamnesis antara lain: mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai penyakit pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara dan diagnosa banding, serta membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarah masalah pasien dengan diagnosa penyakit tertentu. Adapun anamnesis meliputi: pencatatan identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit pasien serta riwayat penyakit keluarga.

Anamnesis terbagi kepada dua yaitu : I. Anamnesis Umum : 2

Identitas penderita: II. Nama, alamat dan usia pasien dan suami pasien. Pendidikan dan pekerjaan pasien dan suami pasien. Agama, suku bangsa pasien dan suami pasien.

Anamnesis Khusus :

Keluhan utama : Ny. D dengan pendarahan pervaginam 40 menit setelah melahirkan, mengalami penurunan kesadaran dan tampak pucat. Keluhan tambahan : Riwayat Obstetri Riwayat persalinan sekarang: Apakah persalinan normal (pervaginam) atau sectio caesarea? Kapan pasien selamat melahirkan yang dinyatakan dalam tanggal dan jam. Apakah persalinan berjalan lancar? Di mana dan siapa yang membantu saat melahirkan? Apakah placenta sudah selamat dilahirkan atau belum? Pendarahan: Pendarahan banyak? Berapa lama terjadi pendarahan? Apakah pada saat awal postkehamilan, terdapat pendarahan (ringan, berat, sedang)? Berwarna merah segar? Disertai gumpalan atau tidak? Apakah ada tanda-tanda syok seperti pusing, changes in vision, palpitasi, fatigue/lemah, ortostatis, syncope, dan presyncope. Mendeteksi tanda-tanda infeksi : Apakah ada penetrasi pada vagina setelah melahirkan? (tampon, jari, benda asing lainnya atau hubungan seksual)3 Riwayat persalinan dahulu : Pasien sudah berapa kali hamil? Sudah berapa kali bersalin? Berapa berat anak saat dilahirkan? Perempuan atau lelaki dan ditanya usianya kini. Kalau persalinan dengan sectio caesarea, diketahui apa alasannya. Apakah pernah mengalami PPH pada kehamilan sebelumnya? Adakah komplikasi pada kehamilan terdahulu? (Polyhydramnion, infeksi, pendarahan di vagina, abnormalitas placenta)

Apakah pada kehamilan sebelumnya sudah pernah keguguran berapa kali, dan usia kehamilan pada saat itu.3

Riwayat Obat-obatan : Menanyakan apakah ada mengkonsumsi obat-obatan, diet supplement, dan vitamin yang berhubungan seperti antikoagulan, platelet inhibitor, uterine relaxant, dan antihipertensi. Riwayat Haid : Ditanyakan berapa umur pasien saat menarche? Riwayat Perkawinan: Sudah berapa kali menikah? Penikahan sekarang sudah berapa lama? Riwayat penyakit pasien: Ditanyakan apakah pasien mempunyai riwayat penyakit lain seperti Diabetes Mellitus, hipertensi, allergi, asma dan lain-lain lagi. Apakah pernah transfusi darah? Sebab transfusi darah? Ditanyakan apakah sebelum kehamilan ada riwayat bedah uteri seperti myomectomi dan lain-lain. Riwayat penyakit keluarga: Ditanyakan apakah dalam keluarga ada menderita kelainan perdarahan.3 2.3 PEMERIKSAAN 2.3.1 PEMERIKSAAN FISIK Pasien dengan pendarahan postpartum (PPH) harus ditangani seperti semua kasus kegawatan resusitasi, dengan pemeriksaan riwayat dan fisik yang dilakukan bersamaan dengan acute life support algorithm.Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah menilai tahap kesadaran pasien, kemudian melihat sekiranya ada tanda-tanda syok hipovolemik akibat pendarahan. Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui penyebab pendarahan yang terjadi. Organ sistem yang penting untuk dinilai termasuk sistem pulmonal (mencari adanya pulmonary edema), sistem kardiovaskuler (murmur jantung, takikardi,kekuatan denyut nadi perifer) dan sistem neurologis (perubahan status mental dari hipovolemia). Selain itu, kulit juga harus diperiksa untuk petekiae, darah yang mengalir dari suatu tusukan kulit, yang dapat 4

menunjukkan koagulopati, atau tanda berbintik-bintik yang menunjukkan suatu hipovolemia berat. Penilaian status generalis i. Keadaan umum : tampak sakit ringan, sedang atau berat. ii. Kesadaran : (compos mentis, somnolen dll, ) dari kasus didapatkan pasien mengalami penurunan kesadaran. iii. Pemeriksaan tanda vital. - Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu tubuh, tinggi badan, berat badan. - Dari kasus didapatkan :tekanan darah 90/70 mmHg (), denyut nadi 100x/menit (takikardia), pernapasan 20x/menit, dan suhu badan 37oC. 4 Penilaian Sistematis i. Pemeriksaan Thoraks : Mendeteksi apakah ada kelainan bunyi jantung, dan kelainan bunyi pernapasan di paru. 4 ii. Pemeriksaan Abdominal : - Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Menilai nyeri dan lunak (berkaitan retensio placenta, ruptur atau endometritis), distensi abdomen, uterus yang teraba pada pusat (kemungkinan atonia uteri), kelebihan distensi kandung kemih yang bisa teraba pada perabaan abdomen dapat menunjukkan kemungkinan adanya halangan pada kontraksi uteri. - Tinggi Fundus Uteri (TFU) : Tinggi fundus uteri secara umum didefinisikan sebagai jarak antara dari bagian atas uterus sehingga symphisis pubis yang diuukur dalam cm. Menentukan tinggi fundus uteri adalah untuk memperkirakan usia kehamilan berdasarkan parameter tertentu (umbilicus, prosessus xyphoideus, dan tepi atas symphisis pubis). Ukuran dapat berbeda sekiranya pasien tinggi/kurus, pendek/gemuk, kandung kemih yang penuh, dan multigravida. Keadaan abnormal pada TFU dapat menunjukkan Intrauterine growth retardation (IUGR), macrosomia, oligohydramnion, polyhydramnion, dan fibroid uteri.5

Gambar 1 : Tinggi fundus uteri sesuai kehamilan

iii. Pemeriksaan In Speculo : 1. Pemeriksaan In speculo menggunakan speculum dan speculum yang sering digunakan adalah Speculum Sims dan Speculum Graves. 2. Pemeriksaan dengan Speculum Sims memberikan visualisasi yang lebih baik, namun karena ada dua buah (atas dan bawah), maka harus menggunakan dua tangan. Sedangkan speculum Graves cukup dipegang dengan satu tangan sehingga tangan satunya dapat melakukan tindakan. Penggunaan speculum Sims sering memerlukan asisten. 3. Cara pemasangan Speculum Graves : Setelah vulva dan vagina dibersihkan, kedua labium majora disibakkan kesamping dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri. Dengan tangan kanan, speculum yang sterildimasukkan ke dalam introitus vagina secara miring. Dalam keadaan tertutup, speculum perlahan-lahan dimasukkan ke dalam vagina, setelah masuk kira-kira 2/3nya, speculum diputar sehingga daun speculum terletak di atas dan di bawah, lalu secara perlahan daun speculum dibuka. Setelah menemukan cervix, speculum didorong lebih dalam sehingga daun speculum terletak di fornix anterior dan posterior. 4. Cara pemasangan Speculum Sims : Tangan kiri pemeriksa menyibakkan labia majora, tangan kanan memegang speculum bawah lalu dimasukkan ke dalam vaginasecara perlahan dengan posisi 6

miring. Setelah daun speculu masuk 2/3 nya, speculum diputar sehingga terletak di bawah, lalu dimasukkan seluruhnya hingga mencapai fornix posterior. Kemudian speculum bawah dipegang dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan memegang speculum atas. Speculum atas dimasukkan dalam vagina secara mendatar sehingga mencapai fornix anterior. Jika akan melakukan tindakan, maka salah satu daun speculum dipegang oleh asisten. 5. Pengamatan dengan Speculum : Apabila cervix uteri tertutup oleh lendir atrau darah, maka dibersihkan dengan kapas yang sudah direndam cairan antiseptik. Cairan yang menutupi cervix diperhatikan volumenya, konsistensinya, warna, berbau atau tidak. Apabila cervix sudah terlihat jelas, diperhatikan dengan cermat warna mukosanya (hiperemik, anemic, livide), serta adanya kelainan seperti erosi, laserasi, sikatriks polip, tumor dan lain-lain. Setelah pengamatan dengan speculum selesai, speculum ditarik secara perlahan sambil memerhatikan dinding vagina. Dinding vagina diperhatikan warnanya, adanya petecchiae, varices, ulcerasi, granulasi, ulcerasi, laserasi, fistula, tumor, penonjolan dinding vagina karena kendor (cystocele, rectocele) iv. Pemeriksaan Bimanual : Palpasi bimanual pada uterus dapat menunjukkan kemungkinan atonia, pembesaran rahim, atau sejumlah besar darah yang terkumpul. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan kemungkinan terdapatnya hematoma di vagina atau panggul. Selain itu, penting untuk menilai apakah cervix terbuka atau tertutup. v. Pemeriksaan Placenta : Memeriksa plasenta untuk menilai apakah ada bagian plasenta yang tersisa dan belum dikeluarkan yang menunjukkan kemungkinan ada sisa plasenta.4 2.3.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap/ Complete blood counts (CBC) :

Pemeriksaan Hb dan Ht sangat membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah, namun pada pasien dengan perdarahan akut, ukuran Hb dan Ht memerlukan waktu sehingga beberapa jam untuk menunjukkan jumlah kehilangan darah dan platelet count.

Mengetahui jumlah leukosit dan trombosit. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi (crossmatch) harus dilakukan sejak periode antenatal yang sangat membantu sekiranya transfusi darah diperlukan.

Coagulation Laboratory Studies : Peningkatan PT , aPTT dan INR (International Normalized Ratio) dapat menunjukkan adanya kelainan pembekuan darah atau koagulopati.

Fibrinogen Level : Kadar fibrinogen sering meningkat sehingga 300-600 mg/dl pada kehamilan. Nilai normal atau kadar yang rendah memungkinkan sesuatu koagulopati.

Pemeriksaan Elektrolit. Memeriksa apakah ada gangguan pada elektrolit seperti hipokalsemia, hipokalemia, dan hipomagnesemia. Pemeriksaan diperlukan sebagai dasar untuk membandingkan antara sebelum dan setelah dilakukan resusitasi cairan atau resusitasi darah.

BUN/Kreatinin Pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengidentifikasi apakah ada kegagalan pada ginjal sebagai suatu komplikasi syok. Jika nilai BUN meningkat selama atau setelah resusitasi cairan, pertimbangkan suatu hemolisis yang terjadi dari komplikasi.6

Pemeriksaan Radiologi. Ultrasonografi Secara umum, ultrasonografi pelvik (transabdominal/transvaginal) sangat membantu untuk melihat adanya sisaplasenta yang besar, hematoma, atau abnormalitas intrauterin yang lainnya. Sisa plasenta dan hematoma dapat terlihat identik, namun dapat dibedakan antara satu lainnya dengan menggunakan Doppler USG di mana hematoma tampak avaskule sedangkan pada sisa plasenta dapat terlihat adanya aliran darah persisten dari uterus. Pemeriksaan abdominal FAST (focused assessment with sonography in trauma) dapat membantu mengidentifikasi cairan dalam peritoneal yang dapat disebabkan oleh perdarahan. 8

CT-Scan: memperlihatkan gambaran detail terhadap hematoma pelvis, luka persalinan sectio Caesarea, dan sisa plasenta. MRI : membantu mengidentifikasi hematoma dan abses pada intrauterin atau ekstrauterin yang tidak dapat dilihat jelas oleh USG atau CT-scan 6

2.4 Klasifikasi Postpartum Hemorrhage (PPH) Pendarahan postpartum adalah pendarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir). Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu cervix membuka kurang dari 4cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II di mana cervix sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhirnya dengan pengeluaran plasenta.

Klasifikasi pada postpartum hemorrhagic (PPH) : i. Pendarahan Postpartum Primer: Pendarahan melebihi 500ml setelah persalinan dalam 24 jam pertama kelahiran. ii. Pendarahan Postpartum Sekunder : Pendarahan pasca persalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kehamilan7

Klasifikasi pendarahan berdasarkan kehilangan darah : i. ii. Minor : kehilangan darah sekitar 500-1000ml Major : kehilangan darah > 1000 ml Rerbagi lagi kepada : - Moderate : kehilangan darah sebanyak 1000-2000ml - Severe : kehilangan darah >2000ml7

2.5 DIAGNOSIS 2.5.1 WORKING DIAGNOSIS Working diagnosis : Postpartum Hemorrhage (PPH) primer et causa Atoni Uteri Kriteria diagnostik yang digunakan untuk menegakkan diagnosa : o Perdarahan banyak yang berlangsung terus menerus segera setelah bayi lahir. o Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar dari kemaluan terus-menerus. 9

o Pada pemeriksaan obstetrik, apabila ditemukan kontraksi uterus yang menurun, dan uterus yang membesar setelah melahirkan, yaitu dengan palpasi teraba abdomen yang lunak (soft) adalah kemungkinan atonia uteri. Sedangkan bila ada perlukaan maka pada pemeriksaan didapatkan perabaan abdomen yang keras (firm) yang menunjukkan kontraksi uterus baik. o Pemeriksaan dalam dilakukan bila keadaan telah diperbaiki dengan dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan in spekulo untukmengetahui keadaan kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan adanya sisa plasenta. 2.5.2 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Tabel 1: Diagnosis Banding PPH

Diagnosis Banding Trauma jalan lahir/ Trauma

Gejala dan Tanda Utama

Gejala lainnya

Inversio Uteri/ Traction

Koagulopati / Thrombin

Retained Placenta Fragments/ Tissue

- Darah segar yang mengalir segera - Pucat setelah bayi lahir. - Lemah - Uterus berkontraksi baik, teraba - Menggigil keras - Plasenta lengkap - Uterus tidak teraba - Neurogenik syok - Lumen vagina terisi massa - Pucat dan limbung - Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) - Apabila tidak ditemukan luka jalan lahir, sisa plasenta, atau penyebab lainnya, diduga ada suatu koagulopati. - Pada pemeriksaan sering ditemukan : hipofibrinogenemia, trombositopenia - ITP, DIC, HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count). - Uterus berkontraksi tetapi - Placenta atau sebagian selaput tinggi fundus tidak (mengandung pembuluh darah) berkurang tidak lengkap - Perdarahan segera - Sub-involusi uterus - Nyeri tekan perut bawah pada uterus - Perdarahan - Lokhia mukopurulen dan berbau - Anemia - Demam

Endometritis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak) Late postpartum hemorrhage Perdarahan postpartum

10

sekunder Retensio plasenta/ Tissue

- Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera - Uterus berkontraksi dan keras

- Tali pusat putus akibat traksi berlebihan - Inversio uteri akibat tarikan - Perdarahan lanjutan

Bagan 1: Algorithma diagnosis PPH

11

2.6 EPIDEMIOLOGI
Tabel 2: Penyebab tersering dari PPH
1

Perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua transfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan. Di negara kurang berkembang PPH merupakan penyebab utama dari kematian maternal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfuse, dan kurangnya layanan operasi. Perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah setelah anak lahir meningkat insidennya pada kehamilan dengan pembesaran rahim yang berlebihan seperti pada kehamilan ganda, hidramnion, anak terlalu besar ataupun pada rahim yang melemah daya kontraksinya seperti pada grandemultipara, interval kehamilan yang pendek, atau pada kehamilan usia lanjut, induksi partus dengan oksitosin, his yang terlalu kuat sehingga anak dilahirkan terlalu cepat dan sebagainya. Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. 2.7 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Penyebab PPH dikenal sebagai 4T yaitu Tone, Tissue, Trauma dan Thrombin. Terdapat beberapa faktor resiko bagi wanita untuk terjadinya PPH akibat salah satu atau lebih dari keempat T tersebut. Walaupun demikian, 2/3 dari kasus perdarahan postpartum terjadi pada wanita yang tidak memiliki resiko. 12

Tabel 3: Etiologi dan faktor resiko PPH

4,6,9,10,11

Etiologi Kontraksi uterus abnormal (Tone) / Atonia Uteri Overdistensi uterus

Faktor Resiko Polihidramnion Kehamilan ganda Makrosomia Persalinan yang cepat Persalinan lama Paritas tinggi Demam Ketuban pecah Uterus fibroid Plasenta previa Anomaly uterus Plasenta lahir tidak lengkap

Kelelahan otot uterus

Infeksi intramnion Kelainan funsional atau anatomi uterus Sisa konsepsi (Tissue) Sisa konsepsi (retained Placenta Fragments) Plasenta yang abnormal Sisa kotiledon atau lobus suksenturiata Sisa bekuan darah Laserasi cervix, vagina atau perineum Perpanjangan laserasi saat SC . Ruptura uteri Inversio uteri Gangguan koagulasi/ koagulopati/ (Thrombin) Kelainan yang telah ada sebelumnya: Hemofilia A Penyakit Von Willebrand Didapat saat kehamilan : ITP Trombositopenia pada PEB DIC Preeklampsia IUFD Infeksi berat

Jaringan parut/sikatriks/scar uterus akibat operasi sebelumnya Paritas tinggi Abnormal plasenta saat USG Atonia uteri Persalinan presipitatus Persalinan pervaginan operatif Malposisi Deep engagement

Luka jalan lahir/Trauma genitalia (Trauma)

Operasi uterus sebelumnya Paritas tinggi Fundal plasenta

Riwayat koagulopati herediter Riwayat gangguan hepar Memar Peningkatan tekanan darah IUFD Demam, peningkatan leukosit HAP Kolaps

13

Solusio plasenta Emboli cairan ketuban Terapi antikoagulan 2.8 PATOFISIOLOGI

Riwayat bekuan darah

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalahterjadinya pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehinggatiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, denganadanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan11 2.9 MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis yang sering didapatkan dari PPH berupa perdarahan pervaginam yang terusmenerus setelah bayi lahir yang seterusnya menimbulkan tanda-tanda syok Perdarahan yang cepat ini menunjukkan konbinasi tingginya uterine blood flow (UBF) dan penyebab tersering dari PPH yaitu atonia uteri. Perdarahan sering terlihat dari introitus vagina. Bahkan setelah melahirkan, darah dapat terkumpul pada suatu atonia uterus. Dalam hal ini, saiz uteri dan tonus uterus harus dimonitor sepanjang Kala III (juga disebut kala IV) yang dapat dilakukan dengan massage fundus uteri. Jika penyebab adalah bukan atonia uteri, perdarahan yang terjadi lebih lambat, dan tanda-tanda syok hipovolemik dapat timbul dalam jangka waktu yang lebih lama. Tanda-tanda syok akibat perdarahan4,10,11 : Ansietas: syok kehilangan banyak vol. darah kompensasi S.S.simpatis p. neurologis anxietas (cemas)

14

Fatigue: syok kehilangan banyak vol. darah suplai darah ke jaringan pembentukan ATP kurang energi lemah Kepucatan: syok kehilangan banyak vol. darah mempertahankan perfusi ke organ vital suplai darah kepermukaan kulit tampak pucat Kehausan yang hebat: syok kehilangan banyak vol. darah baroreseptor p. darah stimulasi rasa haus Hipotensi: syok kehilangan banyak vol. darah venous return stroke volume tekanan darah (hipotensi) Takikardi: syok kehilangan banyak vol. darah kurang perfusi ke jaringan baroreseptor kompensasi s. saraf simpatis peningkatan denyut nadi (takikardi) Takipnea: syok kehilangan banyak vol. darah kurang suplai oksigen kompensasi s.s. simpatis peningkatan f. napas (takipnea) Ekstremitas dingin: syok kehilangan banyak vol. darah vasokontriksi perifer aliran darah ke kulit panas berkurang (dingin) Sianotik: syok kehilangan banyak vol. darah 02 CO2 sianotik
Tabel 4: Clinical finding in Hypovolemia
4,6,9

2.10 PENATALAKSANAAN Setelah persalinan, kedua ibu dan bayi harus ditangani dengan benar. PPH merupakan suatu kasus kegawatan dan prinsip dasar penatalaksanaan pada pasien dengan PPH adalah untuk menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada PPH primer dengan kehilangan darah 500-1000 ml (tanpa tanda-tanda syok) secara dasar ditangani dengan 15

memonitor pasien dengan ketat, infus IV, pemeriksaan CBC sebagai langkah resusitasi. Namun, pada pasien dengan PPH primer dengan perdarahan sekitar 1000 ml dan terus-menerus (atau dengan tanda-tanda syok, takikardia atau lain-lain) harus segera ditangani penuh (full protocol) untuk mendapatkan resusitasi dan homeostasis.

Penatalaksanaan pada PPH harus mencakup sekurangnya 4 komponen yaitu : i. Komunikasi


Tabel 5: Komunikasi - Siapa yang perlu diinformasikan apabila ada pasien dengan PPH.
7

Who should be informed when the woman presents with PPH? Minor PPH Major PPH (Blood loss 500-1000 ml, no clinical (Blood loss of more than 1000 ml, continuing to shock) bleed with clinical shock) - Call experienced midwife - Alert the midwife-in-charge - Call obstetric middle grade and alert consustant - Alert first-line obstetric and - Call anaesthetic middle grade and alert consultant anaesthetic staff trained in the - Alert consultant clinical haematologist on call management of PPH - Alert blood transfusion laboratory - Call porters for delivery of specimen/blood - Alert one member of team (nurse) to record events, fluids, drugs, and vital sign

ii.

Resusitasi7

Suatu Primary Survey terhadap pasien dengan perdarahan berat harus mengikuti langkah ABCs, dengan dilakukan evaluasi dan resusitasi secara bersamaan di mana resusitasi dilakukan bersamaan dengan mencari penyebab perdarahan
Tabel 6: Primary Survey dengan langkah ABCs

A Assess Airway B Assess Breathing C Evaluate Circulation

A high concentration of oxygen (1015 litres/minute) via a facemask should be administered, regardless maternal oxygen concentration. If the airway is compromised owing to impaired conscious level, anaesthetic assistance should be sought urgently.Usually, level of consciousness and airway control improve rapidly once the circulating volume is restored. Establish two 14-gauge intravenous lines; 20 ml blood sample should be taken and sent for diagnostic tests, including full blood count, coagulation screen, urea and electrolytes and cross match (4 units).The urgency and measure undertaken to resuscitate and arrest haemorrhage need to be tailored to the degree of shock.

16

Tabel 7: Resusitasi pada kasus PPH

Minor PPH (Blood loss 500-1000 ml, no clinical shock) - Intravenous access (14-gauge cannula x1). - Commence crystalloid infusion.

Major PPH (Blood loss of more than 1000 ml, continuing to bleed with clinical shock) Assess airway. Assess breathing. Evaluate circulation Oxygen by mask at 1015 litres/minute. Intravenous access (14-gauge cannula x 2, orange cannulae). Position flat. Keep the woman warm using appropriate available measures. Transfuse blood as soon as possible. Until blood is available, infuse up to 3.5 litres of warmed crystalloid Hartmanns solution (2 litres)and/or colloid (12 litres) as rapidly as required. - The best equipment available should be used to achieve RAPID WARMED infusion of fluids. - Special blood filters should NOT be used, as they slow infusions. - Recombinant factor VIIa therapy should be based on the results of coagulation.
7

Tabel 8: Jenis terapi cairan yang dapat diberikan pada pasien dengan PPH

Fluid Therapy and blood product transfusion


Crystalloid Colloid Blood Up to 2 litres Hartmanns solution up to 12 litres colloid until blood arrives Crossmatched If crossmatched blood is still unavailable, give uncrossmatched group-specific blood OR give O RhD negative blood 4 units for every 6 units of red cells or prothrombin time/activated partial thromboplastin time > 1.5 x normal (1215 ml/kg or total 1 litres) if PLT count < 50 x 109 If fibrinogen < 1 g/l

Fresh frozen plasma

Platelets concentrates Cryoprecipitate

Goals of management : Haemoglobin > 8g/dl Platelet count > 75 x 109/L Prothrombin < 1.5 x mean control Activated prothrombin times < 1.5 x mean control Fibrinogen > 1.0 g/L.

17

iii.

Monitor dan Investigasi


Tabel 9: Hal yang harus dperhatikan pada tahap monitor dan investigasi pasien PPH
7

Minor PPH (Blood loss 500-1000 ml, no clinical shock) Consider venepuncture (20 ml) for: - Group and screen - Full blood count - Coagulation screen including fibrinogen - Pulse and blood pressure recording every 15 minutes.

Major PPH (Blood loss of more than 1000 ml, continuing to bleed with clinical shock) Consider venepuncture (20 ml) for: - crossmatch (4 units minimum) - full blood count - coagulation screen including fibrinogen - renal and liver function for baseline. Monitor temperature every 15 minutes. Continuous pulse, blood pressure recording and respiratory rate (using oximeter, ECG and automated blood pressure recording). Foley catheter to monitor urine output. Two peripheral cannulae, 14- or 16-gauge. Consider arterial line monitoring (once appropriately experienced staff available for insertion). Consider transfer to intensive therapy unit once the bleeding is controlled or monitoring at high dependency unit on delivery suite, if appropriate. Recording of parameters on a flow chart such as the modified obstetric early warning system charts. Documentation of fluid balance, blood, blood products and procedures.

iv.

Mencari dan Mengatasi akibat perdarahan. Causes for PPH may be considered to relate one or more of the four Ts: Tone (abnormalities of uterine contraction) Tissue (Retained products of conception) Trauma (of the genital tract) Thrombin (abnormalities of coagulation)

c Obat-obat yang dipakai sebagai uterotonik 7: Obat Oxytocin (Pitocin) Keterangan Menghasilkan kontraksi rithmik uteri, dapat merangsang gravid uterus, mempunyai efek vasopressif dan antidiuretik. Dapat digunakan untuk mengendalikan PPH. Pemakaian profilasis pada persalinan kala III dapat mengurangi kadar PPH Bekerja langsung pada otot polos uteri, menyebabkan efek tetanik uterotonik yang mengurangkan perdarahan dan memperpendek persalinan kala III. 18

Methylergonovine (Methergine)

Carboprost (Hemabate) Misoprostol (Cystotec) Ergonovine (Ergotrate Maleate) Recombinant factor VIIa (NovoSeven)

Prostaglandin mirip F2-alfa tapi dengan durasi lebih lama dan menghasilkan kontraksi miometrium yang menginduksi homeostasis pada tempat pelekatan plasenta yang mengurangi perdarahan pasca persalinan Analog sintetik prostaglandin E1 Digunakan untuk profilaksis dan mengobati PPH yang disebabkan atonia uteri dengan menjadikan kontraksi uteri yang tegas dalam beberapa menit Activated protein yang menyebabkan thrombosis.

Langkah langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri pascapersalinan : 1. Lakukan massage fundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan untuk merangsang kontrasi uterus. Sambil melakukan massage, sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus. 2. Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah yang dapat menghalangi kontraksi uterus yang baik. 3. Lakukan kompresi bimanual interna, jika uterus berkontraksi, keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi, teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit. Sebagian besar atonia uteri dapat teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain. 4. Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna. 5. Berikan Metil ergometrin 0.2 mg IM/IV. Metil ergometrin yang diberikan IM akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus. Pemberian IV bila sudah terpasang infuse sebelumnya. 6. Berikan infus cairan Ringer Laktat dan Oksitosin 20 IU/500cc. Oksitosin telah diberikan pada waktu pentalaksanaan aktif kala III dan metil ergometrin IM. Oksitosin IV akan bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi. Larutan RL akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama ini, sangat mungkin bahwa ia mengalami PPH dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat. 7. Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina. Jika atoni masih lagi tidak teratasi, mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya. Pasien yang bukan di RS harus dirujuk ke RS.

19

8. Buat persiapan untuk merujuk segera untuk perawatan gawat darurat di fasilitas di mana dapat dilaksanakan bedah dan pemberian transfusi darah. 9. Teruskan cairan IV hingga ibu mencapai tempat rujukan. Berikan infuse 500cc cairan pertama dalam waktu 10 menit. Kemudian berikan cairan tambahan sekurangnya 500cc/jam pada jam pertama, dan 500cc/4jam pada jam-jam berikutnya namun jika sediaan cairan IV tidak cukup, berikan cairan 500cc yang ketiga tersebut secara perlahan hingga sampai di tempat rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan rehidrasi. 10. Lakukan laparotomi dan pertimbangkan antara tindakan mempertahankan uterus dengan ligasi A.uterina/ A. hipogastrika atau histerektomi. Pertimbangkan juga paritas, kondisi ibu dan jumlah perdarahan.

2.11 - PENCEGAHAN Sebagai langkah pencegahan, biasanya, sebelum pasien masuk ke ruangan persalinan, dokter melakukan langkah pencegahan untuk mempersiapkan jika terjadinya perdarahan yang berlebihan pasca persalinan. Langkah tersebut antara lain adalah dengan menentukan apakah wanita hamil tadi mempunyai faktor resiko untuk terjadinya PPH (misalnya pada kasus hydramnion). Jika pasien mempunyai golongan darah unsual, dokter seharusnya memastikan jenis darah tersebut tersedia di bank darah. Proses persalinan harus dilakukan dengan perlahan dan lancar, dan setelah plasenta dilahirkan, pasien harus dimonitor ketat sekurangnya 1 jam pasca persalinan untuk melihat apakah ada perdarahan dan komplikasi lainnya.

Bukti dan penelitian yang kukuh menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum. Penanganan aktif kala III merupakan kombinasi dari hal-hal berikut: Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan. - Penanganan profilaksis dengan oksitosin dapat menurunkan insiden terjadinya PPH sehingga 40%, - Menyuntikkan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.

20

- Oksitosin merupakan drug of choice untuk mencegah PPH berbanding alkaloid ergot dan prostaglandin karena mempunyai efek samping paling minimal. Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus (uterine countertraction) ketika uterus berkontraksi dengan baik Mengeluarkan plasenta : - Jika dengan penarikan tali pusat tadi terlihat tali pusat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk mengedan sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat sesuai kurva jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva. - Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak 5-10cm dari vulva. - Bila plasenta belum lepas setelah mencoba tersebut selama 15 menit - Suntikan ulang 10 IU Oksitosin IM - Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh. - Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput ditarik secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban. Massage pada dinding uteri setelah plasenta dilahirkan - Segera setelah plasenta lahir, lakukan massage pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras). Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan - Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak. - Keadaan kontraksi uterus - Perlukaan jalan lahir

21

2.12 - KOMPLIKASI Komplikasi dari PPH akibat dari penatalaksanaan yang kurang tepat antara lain adalah : i. Syok Hemoragik Akibat dari perdarahan berlebihan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Pada kasus berat, syok hemoragik dapat menyebabkan iskemi hipofise anterior dan keterlambatan dan gangguan laktasi pada ibu. Occult Myocardial Ischemia dan kematian mungkin juga terjadi. Sheehan Syndrome (jarang) adalah nekrosis dari kelenjar hipofise dengan hiponatremia berat. Pada kehamilan, kelenjar hipofise secara fisiologis membesar seterusnya menjadikannya sangat sensitive terhadap penurunan aliran darah yang disebabkan perdarahan masif dan syok hipovolemik. Hipofise anterior cenderung mengalami kerusakan berbanding hipofise posterior. Kegagalan pada proses laktasi merupakan gejala awal yang umum terjadi pada sindrom ini. ii. Collapse of the patient Pasien bisa pingsan akibat dari hipotensi ortostatik, anemia dan kelelahan atau fatigue akibat kekurangan darah. iii. iv. Excessive Bleeding DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) akibat dari pembentukan pembekuan darah yang banyak dalam tubuh.1 2.13 PROGNOSIS Prognosis perdarahan postpartum biasanya baik, jika pengobatan yang tepat diberikan kepada pasien. Prognosis juga tergantung pada penyebab dari PPH, durasi perdarahan, jumlah kehilangan darah, kondisi komorbid pasien, dan efektivitas pengobatanJika penanangan yang tepat lambat diberikan, komplikasi dapat timbul. Apabila terlalu banyak perdarahan yang terjadi, mungkin berakibat fatal bagi pasien.11

22

BAB III - PENUTUP


3.1 - KESIMPULAN Perdarahan pasca persalinan adalah suatu kejadian mendadak dan tidak dapatdiramalkan yang merupakan penyebab kematian ibu di seluruh dunia. Sebab yang palig umum dari pendarahan pasca persalinan dini yang berat (yang terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan) adalah atonia uteri (kegagalan rahim untuk berkontraksisebagaimana mestinya setelah melahirkan. Plasenta yang tertinggal, vagina ataumulut rahim yang terkoyak dan uterus yang turun atau inversi, juga merupakan sebabdari pendarahan pasca persalinan. Pendarahan pasca persalinan lanjut (terjadi lebihdari 24 jam setelah kelahiran bayi) sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahimyang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. Saat-saat setelah kelahiran bayi dan jam-jam pertama pasca persalinan adalahsaat penting untuk pencegahan, diagnosa, dan penanganan pendarahan. Dibandingkandengan resiko-resiko lain pada ibu seperti infeksi, maka kasus pendarahan dengancepat dapat mengancam jiwa. Seorang ibu dengan pendarahan hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang sesuai, termasuk pemberianobat-obatan, prosedur klinis sederhana, transfusi darah dan atau operasi. Di daerah atau wilayah dengan akses terbatas memperoleh perawatan petugasmedis, transportasi dan pelayanan gawat darurat, maka keterlambatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan menjadi hal yang biasa, sehingga resiko kematiankarena pendarahan pasca persalinan menjadi tinggi. Semua ibu hamil harus didoronguntuk mempersiapkan kehamilan dan kesiagaan terhadap komplikasi, dan agar melahirkan dengan bantuan seorang dokter atau bidan, yang dapat memberikan perawatan pencegahan pendarahan pasca persalinan. Keluarga dan masyarakat harusmengetahui tanda-tanda bahaya utama, termasuk pendarahan masa kehamilan. Semuaibu harus dipanatau secara dekat setelah melahirkan terhadap tanda-tanda pendarahan tidak normal, dan para pemberi perawatan harus dapat dan mampu menjamin akseske tindakan penyelamatan hidup bilamana diperlukan.10,11

23

Daftar Pustaka 1. Anderson JM, Etches D, Prevention and management of postpartum hemorrhage, Journal of American family physician (AAFP), 15th March 2007 diunduh dari : http://www.aafp.org/afp/2007/0315/p875.html, 26 Mei 2012 2. Mosbys medical dictionary, 8th ed, 2009, diunduh dari: http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/postpartum+hemorrhage, 26 Mei 2012 3. Tintinalli JE, Kelen GD, Stapczynski JS. Gynecology and Obstetrics: Post Partum Hemorrhage. In:Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 6th Ed. New York: McGraw Hill; 2004;682. 4. Dyne PL, Physical presentation in: Postpartum hemorrhage in Emergency Medicine clinical presentation, May 2012 : diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/796785clinical#a0217, 27 Mei 2012 5. Harms RW, Whats the significance of a fundal height measurement, 25th June 2011 diunduh dari : http://www.mayoclinic.com/health/fundal-height/AN01628, 28 Mei 2012. 6. Dyne PL, Workup in: Postpartum hemorrhage in Emergency Medicine clinical presentation, May 2012 : diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/796785-workup, 27 Mei 2012 7. Postpartum Hemorrhage, prevention and management (Green-Top52), RCOG guidelines, 11 May 2009; diunduh dari : http://www.rcog.org.uk/womens-health/clinicalguidance/prevention-and-management-postpartum-haemorrhage-green-top-52, 27 Mei 2012 8. Morrison EH Anderson JM, Common peripartum emergencies, Journal of American family physician (AAFP), November 1998 diunduh dari : http://www.aafp.org/afp/1998/1101/p1593.htmlhttp://www.aafp.org/afp/2007/0315/p875.htm l, 26 Mei 2012 9. Smith JR, Postpartum hemorrhage workup Medscape reference, 20 March 2012, diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/275038-workup#a0719, 28 Mei 2012 10. Collier J, Longmore M, Turmezei T, Mafi AR, Postartum hemorrhage in: Oxford Handbook of clinical Specialties, 8th Ed, Oxford university press, 2008; p84-5 11. Uterine atony, in Williams Obstetrics E-book., 23rd Ed, The McGraw-Hill comp.

24

Anda mungkin juga menyukai