Anda di halaman 1dari 70

ANTISIPASI IMPLEMENTASI PERDAGANGAN BEBAS

Agus Tjahajana Sekretaris Jenderal

Industrialisasi Menuju Kehiduoan Yang Lebih Baik

KERJASAMA PERDAGANGAN DUNIA KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM FORA KERJASAMA INTERNASIONAL (FTA/EPA) III. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL (POSISI JANUARI 2010) IV. KONDISI INDUSTRI INDONESIA V. PERKEMBANGAN TERKINI PELAKSANAAN CEPTAFTA DAN AC-FTA VI. PENGAMANAN PELAKSANAAN FTA

I. II.

I. KERJASAMA PERDAGANGAN DUNIA

1.1 PRINSIP DASAR


FORUM KERJASAMA INTERNASIONAL DAN HAKEKAT MANFAATNYA

Bilateral

Regional
Bilateral

Bilateral

Multilateral Free flow of goods & services and Investments

Regional

Bilateral

Sistem Perdagangan diatur Building Block

Relokasi Sumber Daya yang Efisien

Meningkatkan kesejahteraan bersama

ALASAN DILAKUKAN FREE TRADE AGREEMENT


WTO ASEAN APEC EC NAFTA MERCURSOR IJEPA Aus-Thai Etc.

Multilateral
GATT 1947

OKI D-8 Etc.

Regional Regional Bilateral

WTO Uruguay
Round 1994 Reaksi

Doha Development Round (Term of Trade yang adil belum terwujud) Perundingan Tingkat Menteri, Hong Kong 2005 belum mencapai kesepakatan Perundingan Jenewa disuspend Juli 2006
Workshop Pembuatan Perjanjian Internasional

Preferential Trade Agreement

Free Trade Agreement

Customs Union

Indonesia Pakistan Indonesia Iran Indonesia Jepang Indonesia Australia ASEAN China ASEAN Korea ASEAN Jepang Asean India ASEAN Aust/NZ AS Jordan AS Chile AS Singapore EU AEC tahun 2015 Etc.

1.2. CAKUPAN KERJASAMAINTERNASIONAL 1) Perdagangan Barang (Trade In Goods)


Modalitas Penurunan/Penghapusan Tarif Bea Masuk Kriteria Asal Barang (Rules of Origin) Penghapusan Hambatan Perdagangan non Tarif (NTM & NTB)

COMPETITIVENESS

2) Perdagangan Jasa (Trade In Services)


1. Cross-border Supply: Kebebasan pemasok jasa asing untuk memberikan jasanya secara cross border tanpa harus hadir di negara tersebut 2. Consumption Abroad: Kebebasan bagi konsumen untuk menggunakan jasa di negara lain dengan cara berada pada negara tempat penyedia jasa tersebut 3. Commercial Presence: Kebebasan perusahaan asing untuk hadir dan mendirikan badan usahanya di Negara lain 4. Movement of Natural Person: Kebebasan bagi orang pribadi untuk memberikan jasanya maupun untuk bekerja di perusahaan di negara lain

Crossborder Supply

Commercial Presence

Cakupan dalam Perdagangan Jasa

Consumption Abroad

Movement of Natural Person

2) Perdagangan Jasa (Trade In Services)


Hotel and Restaurant

Priority Sector dalam Perdagangan Jasa terutama dalam Contractual Services Suppliers dan Independent Professionals yang meliputi:

Human Health

Construction and Related Engineering

Priority Sector
Computer and Related Services
Agricultural, Mining, and Manufacturin g

Water Transport

3)

Investasi Komitmen Investasi Indonesia dalam fora kerjasama internasional: ASEAN-Comprehensive Investment Agreement (ACIA) Tujuan : Menghilangkan hambatan investasi di negara asal dan memperbaiki iklim investasi Sektor Industri: Masuknya investasi yang mendorong terpenuhinya bahan baku Industri (sektor hulu) di dalam Negeri

10

4) Kerjasama Teknik Kerjasama internasional juga mencakup kerjasama teknik (capacity building) yang bertujuan mengurangi kesenjangan ekonomi antar negara
Manufacturing Industry Development Center (MIDEC)

adalah kerjasama proyek LN Indonesia-Jepang yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri nasional, meliputi 13 sub-bidang:
Cross sectoral: Metal working, Tooling Technique, Welding, Energy conservation, SMEs, dan Export&Investment promotion Specific sector: Automotive, Electrical equipment, Steel, Petro&Oleo Chemical, Non-Ferrous, dan Food & Beverages

11

1.3.TANTANGAN MENGHADAPI KESEPAKATAN FTA 1) Prinsip-prinsip Kerjasama Most Favoured Nation Perlakuan yang diberikan kepada suatu negara harus juga diberikan kepada negara lain National Treatment Memberikan perlakuan sama terhadap produk-produk impor baik barang maupun jasa, dengan produk sejenis di dalam negeri Transparency Bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan perdagangannya Mutual Benefit Saling menguntungkan antar negara anggota

12

2) Ekspektasi Perdagangan Bebas

PERDAGANGAN BEBAS
Terbukanya akses pasar produk dan jasa Terpenuhinya bahan baku, penolong dan barang modal Investment Struktur Industri Capacity Building - Competitiveness Peningkatan Daya Beli

Workshop Pembuatan Perjanjian Internasional

13

3) Strategi Perundingan
Indonesia & Partner Negosiasi

Liberalisasi

NEGOSIASI

Fasilitasi

Trade in Goods Trade in Services

Trade Off

Economic Cooperation

Investment climate

Government Institute

Capacity Building Standard, MRA

Asosiasi Sektor swasta

DAYA SAING PRODUK

14

II. KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM FORA KERJASAMA INTERNASIONAL (FTA/EPA)

15

2.1. Keikutsertaan secara aktif 1) Multilateral (WTO)


World Trade Organization (WTO) merupakan organisasi yang dimaksudkan untuk meliberalisasikan perdagangan dunia, menjadi forum negosiasi penghapusan hambatan tarif maupun non tarif, dan forum untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan. Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak 1 Januari 1995 Isu-isu utama yang dinegosiasikan dalam Putaran Doha adalah Agriculture, Non-Agriculture Market Access (NAMA), Services dan Trade Related Aspects of Intellectual Property rights (TRIPs). Sedangkan isu-isu lainnya yang dikonsultasikan adalah Investment, Government Procurement, Trade Facilitation dan Trade and Competiton Policy.

16

1) Multilateral (WTO) - Lanjutan


Sejak Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-4 tahun 2001 di Qatar yang menghasilkan Doha Development Agenda (DDA) hingga KTM ke-5 tahun 2005 di Hong Kong dan KTM ke-7 2009, negara anggota WTO belum mencapai kesepakatan Persoalan pokok dalam perundingan yang diikuti 153 negara anggota dengan tingkat pembangunan ekonomi yang berbeda adalah sulitnya mencapai keseimbangan (ballance outcome) pada isu-isu utama DDA .

17

1) Multilateral (Wto) - Lanjutan


Posisi Indonesia Dalam forum WTO, Indonesia tetap ingin mempertahankan keseimbangan pembukaan akses pasar produk pertanian dan non pertanian, namun tetap mempertahankan adanya special and differential treatment bagi negara berkembang Isu NAMA (isu yang terkait sektor industri) Indonesia ingin mempertahankan sejumlah pos dalam status tarif tidak diikat (un-bound), khususnya untuk produk-produk yang sensitif. Indonesia menginginkan agar tingkat tarif yang diikat (bound) sebagai hasil pemotongan menggunakan formula yang disepakati yang tetap dapat memberikan ruang gerak bagi industri nasional yang sewaktu-waktu membutuhkan perlindungan tarif

18

2) Regional ASEAN (CEPT-AFTA)


1991
ASEAN-FTA (AFTA) disepakati 1992-2007 (kemudian dipercepat ke 2001)

1996
China secara resmi menjadi dialog partner ASEAN

1997
Kepala Negara untuk menjalankan AFTA, menyongsong abad 21

2000 2003
Perundingan AC-FTA dimulai dan selesai Juni 2004 Bali Concord (Proposal Indonesia ASEAN Community diterima) menjadi bagian dari ASEAN Economic Community (AEC) Pada KTT ASEAN - China, Kepala negara menyepakati gagasan AC-FTA

2002
Pada KTT ASEAN-China, Kepala Negara menandatangani pembentukan AC-FTA

2001
Dibentuk ASEAN - China Economic Expert Group

2010 2004
Kesepakatan AC-FTA Trade In Goods ditandatangani

2007
AEC diakselesrasi dari 2020 ke 2015 Kesepakatan ASEAN Charter dan cetak biru ditandatangani

2008
ASEAN Charter berlaku

Pelaksanaan tarif 0% penuh untuk seluruh produk pada AFTA Pelaksanaan tarif 0% untuk mayoritas produk pada AC-FTA

19

2) Regional ASEAN (CEPT-AFTA) (Lanjutan)


Kategori CEPT-AFTA: a. Inclusion List (IL) sebanyak 8626 pos tarif. b. Temporary Exception List / TEL sebanyak 16 pos tariff. c. Sensitive List, terdiri dari Sensitive List / SL (beras) dan Highly Sensitive List / HSL (gula). d. General Exception List (GEL) sebanyak 96 pos tarif (a.l. senjata, bahan peledak, minuman beralkohol, psikotropika) Sesuai kesepakatan CEPT-AFTA, mulai tanggal 1 Januari 2010, tarif seluruh produk dalam Inclusion List (IL) menjadi 0%.

20

3) ASEAN MITRA Dialog


ASEAN-China (AC-FTA)

AC-FTA ditandatangani 29 November 2004 dan sudah diimplementasikan untuk Early Harvest Program (EHP) dan untuk normal track tahun 2005. AK-FTA ditandatangani 30 November 2004 dan diimplementasi mulai 1 Juli 2007. Pos tarif untuk kategori Normal Track (NT) sejumlah 7146 pos yang akan 0% pada 2010, sedangkan sisanya pada 2012.

ASEAN Korea (AK-FTA)

ASEAN Jepang Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)


Kesepakatan AJCEP ditandatangani tanggal 1 Maret 2008. Indonesia belum meratifikasi (direncanakan tahun ini)

21

3) ASEAN MITRA Dialog - Lanjutan

ASEAN-Australia New Zealand (AANZ)

AANZ-FTA ditandatangani 28 Februari 2009 dan diberlakukan setelah diratifikasi oleh pihak/negara didalam kesepakatan tersebut

ASEAN-India FTA (AIFTA)

AIFTA ditandatangani di Bangkok tanggal 13 Agustus 2009. Implementasi tanggal 1 Januari 2010, namun bergantung pada proses ratifikasi.

22

4) Bilateral FTA/EPA
- Indonesia telah melakukan bilateral FTA dengan Jepang dalam kerangka kerjasama Indonesia-Jepang Economic Partnership Agreement (IJEPA). IJEPA adalah perundingan bilateral FTA pertama. - IJEPA dilandaskan pada 3 pilar kesepakatan, yakni: liberalisasi (liberalization), fasilitasi (facilitation), dan kerjasama (cooperation) - Tujuan IJEPA adalah untuk mendorong terbukanya akses pasar produk Indonesia, terpenuhinya bahan baku penolong dan barang modal, masuknya investasi, peningkatan capacity building, dan peningkatan daya beli - IJEPA ditandatangani tanggal 20 Agustus 2007 dan mulai berlaku efektif 1 Juli 2008.

23

5) Resume Kerjasama Internasional Aktif


Cakupan Jenis Kerjasama Dimulai Tanda tangan Kesepakatan 1 Januari 1995 Posisi Saat Ini

MULTILATERAL 1. WTO - Trade in 1 Januari 1995 Goods (NAMA dan Agricultu re)

Indonesia tetap ingin mempertahankan keseimbangan pembukaan akses pasar produk pertanian dan non pertanian, namun tetap mempertahankan adanya special and differential treatment bagi negara berkembang. Indonesia ingin mempertahankan sejumlah pos dalam status tarif tidak diikat (unbound), khususnya untuk produk-produk yang sensitif. Indonesia menginginkan agar tingkat tarif yang diikat (bound) sebagai hasil pemotongan menggunakan formula yang disepakati yang tetap dapat memberikan ruang gerak bagi industri nasional yang sewaktu-waktu membutuhkan perlindungan tarif

24

5. Resume Kerjasama Internasional Aktif Indonesia (Lanjutan)


Cakupan REGIONAL 1. ASEAN (CEPTAFTA) Jenis Kerjasama - Trade in goods Dimulai Tanda tangan Kesepakatan tahun 1991 Posisi Saat Ini

Tahun 2004 (FTA Penuh* : Januari 2010)

- Kategori CEPT-AFTA: a. Inclusion List (IL) sebanyak 8626 pos tarif b. Temporary Exception List / TEL sebanyak 16 pos tariff c. Sensitive List, terdiri dari Sensitive List / SL (beras) dan Highly Sensitive List / HSL (gula) d. General Exception List (GEL) sebanyak 96 pos tarif (a.l. senjata, bahan peledak, minuman beralkohol, psikotropika) - Sesuai kesepakatan CEPT-AFTA, mulai tanggal 1 Januari 2010, tarif seluruh produk dalam Inclusion List (IL) menjadi 0% kecuali untuk 228 pos tarif yang saat ini Indonesia sedang mengusulkan penundaannya ke Sekretariat ASEAN

- Investasi

Belum tercapai kesepakatan

* FTA Penuh : Sebanyak 90% Nomor HS telah 0%

25

5. Resume Kerjasama Internasional Aktif Indonesia (Lanjutan)


Cakupan Jenis Dimulai Kerjasama Tanda tangan Kesepakatan Posisi Saat Ini REGIONAL 2. ASEAN-MITRA DIALOG a. AC-FTA - Trade In Goods Januari 2005 (Fast Track) 29 Nopember 2004 Skema penurunan tarif bea masuk untuk Normal Track 1 (NT 1) akan menjadi 0% mulai tanggal 1 Januari 2010. Jumlah pos tarif sektor industri dalam kategori NT1 adalah 6064 pos tarif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 228 pos tarif, saat ini telah diusulkan untuk ditunda penghapusannya. Untuk kategori Normal Track 2 (NT 2), tarif bea masuknya menjadi 0% pada tahun 2012, untuk kategori Sensitive List (SL), menjadi 0% 5% pada tahun 2018, untuk kategori High Sensitive List (HSL) diturunkan/dihapuskan menjadi 0%-50% mulai tahun 2015, dan untuk kategori General Exception List (GEL) tetap berlaku tarif MFN

26

5. Resume Kerjasama Internasional Aktif Indonesia (Lanjutan)


Cakupan Jenis Dimulai Kerjasama Tanda tangan Kesepakatan Posisi Saat Ini REGIONAL 2. ASEAN-MITRA DIALOG b. AK-FTA TIG Juli 2007 30 Nopember 2004 Untuk kategori Normal Track (NT), sejumlah 7146 pos tarif, menjadi 0% pada 1 Januari 2010. Selebihnya, akan menjadi 0% pada tahun 2012, kecuali untuk kategori Sensitive List (6 pos tarif) dan Highly Sensitive List (8 pos tarif).

27

5. Resume Kerjasama Internasional Aktif Indonesia (Lanjutan)


Cakupan Jenis Kerjasama Mulai Inisiasi Tanda tangan Kesepakatan Posisi Saat Ini

REGIONAL ASEAN-MITRA DIALOG c. AJ-CEP - TIG - TIS - Investasi

Belum impleme ntasi

1 Maret 2008 (belum diratifikasi)

d. AANZ

- TIG - TIS - Investasi

Belum 28 Pebruari Impemen 2009 (belum tasi diratifikasi)

Kesepakatan tersebut mencakup bidang Trade in Goods, Rules of Origin, Sanitary and Phytosanitary Measures, Standards, Technical Regulations and Conformity Assessment Procedures, Trade in Services, Investment dan Economic Cooperation Produk industri Indonesia yang sensitif dalam AANZ FTA, antara lain: tekstil, logam (aluminium, besi/ baja), mesin, otomotif, produk makanan dan minuman

28

5. Resume Kerjasama Internasional Aktif Indonesia (Lanjutan)


Cakupan Jenis Kerjasama Dimulai Tanda tangan Kesepakatan Posisi Saat Ini

REGIONAL 2. ASEAN-MITRA DIALOG a. AIFTA - TIG - TIS - Investasi - Dispute Settlement Mechanism (DSM) 1 Januari 2010 (tergantung ratifikasi) 13 Agustus 2009 Indonesia belum meratifikasi Kategori: NT1 = 71% tarrif line (TL) dan 71,7% trade value (TV), NT2 = 9% TL dan 3,4% TV, ST = 10% TL AIFTA memberikan perlindungan bagi industri nasional karena hanya 46,17% pos tarif Indonesia yang akan dihapuskan hingga 2018. Sebaliknya, Indonesia akan menikmati penghapusan bea masuk atas 70,18% pos tarif India tahun 2013. Produk Indonesia yang sensitif dalam AIFTA antara lain besi/baja dan tekstil.

29

5. Resume Kerjasama Internasional Aktif Indonesia (Lanjutan)


Cakupan Jenis Kerjasama Dimulai Tanda tangan Kesepakatan 20 Agustus 2007 Posisi Saat Ini BILATERAL 1.IJEPA - TIG 1 Juli - TIS 2008 - Investment

- Terkait dengan bidang industri, Indonesia memberikan fasilitasi User Specific Duty Free Scheme (USDFS) untuk importasi bahan baku industri tertentu (otomotif, elektronik, alat berat, dan pembangkit energi) yang belum diproduksi di dalam negeri, dengan harapan dapat meningkatkan volume produksi secara efisien dan perluasan investasi industri Jepang di Indonesia - Indonesia juga sangat berkepentingan untuk mendapatkan capacity building melalui pilar kerjasama dalam kerangka Manufacturing Industry Development Center (MIDEC) yang diarahkan untuk meningkatkan kesiapan dan daya saing sumber daya industri guna mendukung perluasan investasi Jepang di Indonesia

30

III. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL (POSISI JANUARI 2010)

3.1. Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Multilateral


1) Latar Belakang
Kerjasama Multilateral Indonesia terutama dilakukan melalui forum World Trade Organization (WTO), yang merupakan forum yang bertujuan untuk meliberalisasikan perdagangan dunia, menjadi forum negosiasi penghapusan hambatan tarif maupun non tarif, dan forum untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan. Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak 1 Januari 1995 Isu-isu utama yang dinegosiasikan dalam Putaran Doha adalah Agriculture, NonAgriculture Market Access (NAMA), Services dan Trade Related Aspects of Intellectual Property rights (TRIPs). Sedangkan isu-isu lainnya yang dikonsultasikan adalah Investment, Government Procurement, Trade Facilitation dan Trade and Competiton Policy. Sejak Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-4 tahun 2001 di Qatar yang menghasilkan Doha Development Agenda (DDA) hingga KTM ke-5 tahun 2005 di Hong Kong dan KTM ke-7 tahun 2009 di Jenewa, negara-negara anggota WTO belum mencapai kesepakatan. Persoalan pokok dalam perundingan adalah sulitnya mencapai keseimbangan (ballance outcome) pada isu-isu utama DDA yang disebabkan oleh perbedaan tingkat ekonomi di antara negara-negara anggota WTO.

32

2) Perkembangan Pelaksanaan
Dalam forum WTO, Indonesia tetap ingin mempertahankan keseimbangan pembukaan akses pasar produk pertanian dan non pertanian, namun tetap mempertahankan adanya special and differential treatment bagi negara berkembang

3) Isu-isu NAMA (isu-isu yang terkait sektor industri)


Indonesia ingin mempertahankan sejumlah pos dalam status tarif tidak diikat (unbound), khususnya untuk produk-produk yang sensitif. Indonesia menginginkan agar tingkat tarif yang diikat (bound) sebagai hasil pemotongan menggunakan formula yang disepakati yang tetap dapat memberikan ruang gerak bagi industri nasional yang sewaktu-waktu membutuhkan perlindungan tarif

3.2. Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Regional


1) Latar Belakang
Perjanjian perdagangan bebas intra ASEAN dalam skema Common Effective Preferential Tariff-ASEAN Free Trade Trade Agreement (CEPT-AFTA) dimulai sejak tahun 1992. yang kemudian dalam rangka pembentukan ASEAN Economic Community 2015 dijadikan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA).

Perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan RRT dalam skema ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang didasarkan pada perjanjian komprehensif kerjasama ekonomi ASEAN China tahun 2002, dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu dengan jadwal penurunan tarip:

3.2. Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Regional (lanjutan)


1. Untuk sektor yang sudah siap (early harvest package) khususnya produk pertanian dan perikanan dengan jadwal tahun 2004 2006; 2. Normal Track tahun 2005 2010 (normal track pertama) dan selesai tahun 2012 (normal track kedua); 3. Untuk produk yang dikategorikan sensitif (sensitive list) yang dijadwalkan selesai tahun 2018. Indonesia juga terlibat dalam perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan ASEAN dengan: Korea tahun 2005 (akfta), Australia-New Zealand tahun 2009 (AANFTA), dan india 2009 (AIFTA). sedangkan secara bilateral indonesia memiliki perjanjian kerjsama ekonomi dengan jepang tahun 2007 (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement)

3.2 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Regional (Lanjutan)


1) Perkembangan CEPT- AFTA

Dalam kerangka CEPT-AFTA, jumlah produk yang dijadwalkan menjadi 0% pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.696 pos tarif, sehingga total jumlah tarif yang sudah menjadi 0% adalah 8.654 pos tarif. Kerjasama CEPT-AFTA saat ini hanya untuk kerjasama perdagangan barang, sedangkan untuk kerjasama investasi belum tercapai kesepakatan.

3.2 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Regional (Lanjutan)


1) Perkembangan AC-FTA
Perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan RRT dalam skema ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang didasarkan pada perjanjian komprehensif kerjasama ekonomi ASEAN China tahun 2002, dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu dengan jadwal penurunan tarif: 1.Untuk sektor yang sudah siap (early harvest package) khususnya produk pertanian dan perikanan dengan jadwal tahun 2004 2006; 2. Normal Track tahun 2005 2010 (normal track pertama) dan selesai tahun 2012 (normal track kedua); 3. Untuk produk yang dikategorikan sensitif (sensitive list) yang dijadwalkan selesai tahun 2018.

3.3 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Bilateral (IJ-EPA)


1) LATAR BELAKANG Perjanjian IJ-EPA yang ditandatangani 20 Agustus 2007 ini merupakan perjanjian bilateral yang pertama bagi Indonesia dan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara pesaing di pasar Jepang, terutama yang sudah memiliki perjanjian EPA dengan Jepang. Unsur-unsur utama dalam Perjanjian IJ-EPA meliputi beberapa sektor yaitu : Trade in Goods, Investment, Trade in Services, Movement of Natural Persons, Intellectual Property Rights, Cooperation, Competition Policy, Energy and Mineral Resources, Government Procurement, Custom Procedures, Improvement of Business Environment, Dispute Avoidance and Settlement. IJ-EPA mencakup lingkup yang luas dengan tujuan mempererat kemitraan ekonomi diantara kedua negara, termasuk kerjasama di bidang capacity building, liberalisasi, peningkatan perdagangan dan investasi yang ditujukan pada peningkatan arus barung di lintas batas, investasi dan jasa, pergerakan tenaga kerja diantara kedua negara. dan perdagangan IJ-EPA akan memberikan peningkatan ekspor produk dan tenaga jasa Indonesia, peningkatan investasi Jepang, serta peningkatan kemampuan industri Indonesia.

3.3 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Bilateral (IJ-EPA)


2) PERKEMBANGAN IJ-EPA

- Terkait dengan bidang industri, Indonesia memberikan fasilitasi User Specific Duty Free Scheme (USDFS) untuk importasi bahan baku industri tertentu (otomotif, elektronik, alat berat, dan pembangkit energi) yang belum diproduksi di dalam negeri, dengan harapan dapat meningkatkan volume produksi secara efisien dan perluasan investasi industri Jepang di Indonesia - Indonesia juga sangat berkepentingan untuk mendapatkan capacity building melalui pilar kerjasama dalam kerangka Manufacturing Industry Development Center (MIDEC) yang diarahkan untuk meningkatkan kesiapan dan daya saing sumber daya industri guna mendukung perluasan investasi Jepang di Indonesia

3.4. SKEMA PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL


MFN CEPT AC-FTA AK-FTA AANZ IJEPA Perkembangan Skema Bea Masuk 2004 2005 2006 2007 2008 9.9 9.9 9.5 7.8 7.6 3.4 2.8 2.8 2 1.9 9.9 9.6 9.5 6.4 6.4 9.9 9.9 9.5 6.6 6 9.9 9.9 9.5 7.8 7.6 9.9 9.9 9.5 7.8 5.2 2009 7.5 1.9 3.8 2.6 7.5 4.5 2010 7.49 0 2.9 2.6 2.97

Persentase Jumlah Komoditas dengan Tarif 0% MFN 2009 2010 24.10% 5.30% CEPT-AFTA 79.30% 99.00% AC-FTA 65.30% 83.60% AK-FTA 81.90% 81.90% IJEPA 42.30% 44.70%

40

3.5. SKEMA PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL (LANJUTAN)

Pelaksanaan perdagangan dengan skema FTA relatif kecil dibandingkan dengan skema MFN yang disebabkan diperlukan kepatuhan administrasi (Form E) dalam Skema FTA

41

IV. KESIAPAN INDUSTRI INDONESIA

42

4.1 KETERLIBATAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DALAM PERDAGANGAN BEBAS 1) Peran Sektor Industri Manufaktur Dalam Perekonomian
Sampai dengan tahun 2008, sektor Industri Pengolahan masih menjadi penyumbang tertinggi terhadap perekonomian nasional (Produk Domestik Bruto-PDB). Sektor Industri Pengolahan pada tahun 2008 menyumbang sekitar 27,87 persen, diikuti oleh sektor Pertanian 14,40 persen dan sektor Pengangkutan dan Komunikasi 13,97 persen.
Kontribusi Sektor Industri non-migas terhadap PDB non-Migas tahun 2008 Lainnya, 43.76
Industri, 27.87

Pertanian, 14.4 Transportasi & Komunikasi, 13.97

43 Indonesia Total Export Share


90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%

ASEAN China
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 China ASEAN Lainnya

Indonesia Non-Oil Export Share


80%

Persentase nilai ekspor secara keseluruhan dan ekspor non migas Indonesia terhadap ASEAN dan China meningkat setiap tahunnya

70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%

ASEAN

China
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 China ASEAN Lainnya

44

2) Cakupan Pos Tarif Industri Manufaktur Dalam BTBMI


Dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) tahun 2007 terdapat sebanyak 8.750 pos tarif berdasarkan klasifikasi Harmonised System (HS) 10 digit. Dari jumlah tersebut pos tarif sektor industri manufaktur adalah sebanyak 7.577 pos tarif atau sekitar 87% dari total pos tarif seluruh sektor. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri sangat merasakan dampak dari adanya berbagai kesepakatan FTA BTBMI 2007 menggambarkan tingkat tarif aplikasi (applied tariff) MFN seluruh pos tarif dimana rata rata tingkat tarifnya pada tahun 2007 sudah sangat rendah yaitu 7%, dibandingkan dengan tingkat rata rata bound tarif Indonesia yang di notifikasi di WTO sebesar 36%.

45

3) Analisis Daya Saing Produk Manufaktur Indonesia


1. Analisis daya saing produk manufaktur diawali dengan menghitung nilai Revealed Comparative Advantage (RCA)
R C A tipr = 1000 (X ti + M ti) x (X tipr - M tipr ) (X ti - M ti) x (X tipr + M t ipr ) (X ti + M ti )

2. 3. 4. 5.

Menghitung rata-rata RCA dan tren RCA / tahun Penentuan batas atas dan batas bawah kelompok berdasarkan scatter diagram Dalam analisis ini, RCA produk dihitung untuk 5 tahun terakhir (2004 2008) Kekuatan suatu produk Indonesia dalam perdagangan bilateral dengan China dapat dilihat dari posisinya saat ini (digambarkan dari rata-rata RCA) dan kecenderungan pergerakannya (digambarkan dari tren RCA / tahun)

4.2. KINERJA PERDAGANGAN INDONESIA TERHADAP DUNIA


Neraca Perdagangan Indonesia - Dunia
$160,000 $140,000 $120,000 $100,000 $80,000 $60,000 $40,000 $20,000 $0

Export Import

Nilai Ekspor Indonesia masih lebih besar daripada Nilai Impor setiap tahunnya, namun gap mengecil
Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia - Dunia

100.00%

Persentase nilai ekspor non migas Indonesia relatif stabil setiap tahunnya

90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 1996199719981999200020012002200320042005200620072008 Export Import

47

4.2. KINERJA PERDAGANGAN INDONESIA TERHADAP DUNIA (LANJUTAN)


Non Transaksi 2% Kuat 14%

Lemah Sekali 45%

Sedang 26%

Lemah 13%

Daya Saing Produk Industri Manufaktur Indonesia Terhadap Dunia (2004-08)

4.3. Kinerja Perdagangan Indonesia Terhadap ASEAN


Millions $45,000 $40,000 $35,000 $30,000 $25,000 $20,000 $15,000 $10,000 $5,000 $0 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Import Export

Nilai Ekspor Indonesia terhadap ASEAN selalu mengalami peningkatan walaupun pada 5 tahun terakhir mengalami penurunan jumlah jika dibandingkan nilai impornya.

Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia - ASEAN


35.00%

Persentase nilai ekspor non migas Indonesia cenderung mengalami penurunan walaupun tetap masih lebih tinggi dibanding impornya

30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% Export Import

49

4.3. Kinerja Perdagangan Indonesia Terhadap ASEAN (Lanjutan)


Non Transaksi 6% Kuat 15%

Lemah Sekali 41%

Sedang 21%

Lemah 17%

Daya Saing Produk Industri Manufaktur Indonesia Terhadap ASEAN (2004 08)

4.4. Kinerja Perdagangan Indonesia Terhadap China


Neraca Perdagangan Indonesia - China
Millions $30,000 $25,000 $20,000 $15,000 $10,000 $5,000 $0 Imports Exports

Nilai total ekspor dan NonMigas indonesia dengan China terus meningkat setiap tahunnya, namun gap defisit kian besar

Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia - China


20.00% 18.00% 16.00% 14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00%

Ekspor Impor

51

4.4. Kinerja Perdagangan Indonesia Terhadap China (Lanjutan)

Non Transaksi 10%

Kuat 7% Sedang 29%

Lemah Sekali 43%

Lemah 11%

Daya Saing Produk Industri Manufaktur Indonesia Terhadap China (2004-08)

52

4.4. Kinerja Perdagangan Indonesia Terhadap China (Lanjutan)


KUAT 3% SEDANG 23%

NON TRANSAKSI 52%

LEMAH 6%

LEMAH SEKALI 16%

Daya Saing Produk Industri Kecil Dan Menengah Indonesia Terhadap China (2004-08)

53

4.5 Daya Saing Sektor Industri Kecil dan Menengah Indonesia China

Produk IKM Sandang adalah yang paling kuat diantara Produk IKM lainnya, sedangkan IKM Logam dan Elektronika merupakan yang terlemah Jumlah HS Industri Kecil Menengah : 112 + 68 + 393 + 34 + 87 + 762 (Non Transaksi) = 1456 Kode HS

4.6 Contoh Kasus Tekstil : Perbandingan Faktor Pendukung Daya Saing Industri Indonesia dengan China
No 1 Indikator Kapas (Cotton) Indonesia Masih diimpor dari negara penghasil kapas antara lain karena mutu kapas dalam negeri belum dapat memenuhi syarat kualitas. China Dipasok dari hasil pertanian dalam negeri dan masih import dari negara lain.

54

Tenaga Kerja/Buruh

Kebijakan pemerintah yang tetap konsisten dalam mempertahankan industri padat karya, membuat perusahaan tekstil tidak leluasa dalam meningkatkan efisiensi produksi melalui penggunaan mesin (full automatic machine). Jam kerja : 40 Jam / minggu Hari kerja per tahun : 337 hari Labor cost : US$ 0.65 / jam Tarif : US$ 0.08 / kWh Jam kerja : 44 - 48 Jam / minggu Hari kerja per tahun : 347 - 350 hari Labor cost : US$ 0.55 - 0.85 / jam Tarif : US$ 0.09 / kWh Supply stabil

Energi/Listrik

Supply tidak kontinyu sehingga ada penambahan biaya (tidak ekonomis untuk perusahaan) > 20 tahun dan baru 6% dilakukan program restrukturisasi mesin dari pemerintah tahun 2007 14%

Mesin dan Peralatan Industri Suku Bunga Pinjaman

< 10 Tahun dan telah melakukan peremajaan mesin sejak tahun 2000 6%

4.6 Contoh Kasus Tekstil : Perbandingan Faktor Pendukung Daya Saing Industri Indonesia dengan China (Lanjutan)
No Indikator Indonesia Restitusi 10 % tanpa ada kepastian waktu 6 PPN China 17 % dengan waktu 25 hari Penjualan Ritel : Lebih senang membeli produk dari importir karena tidak menggunakan faktur lengkap

55

Penjualan Ritel : Produsen harus menggunakan faktur PPN Lengkap

Impor Kimia Tekstil

Bea Masuk 15%

Mandiri

Potongan Pajak

Kebijakan fasilitas insentif potongan pajak (tax rebate) hingga 15 % kepada perusahaan produsen produk berorientasi ekspor (export oriented), termasuk produk tekstil.

56

V. PERKEMBANGAN TERKINI PELAKSANAAN CEPT-FTA DAN AC-FTA

57

5.1. PERKEMBANGAN TERKINI PELAKSANAAN CEPT-AFTA


Kategori CEPT-AFTA : a.Inclusion List (IL) sebanyak 8626 pos tarif b.Temporary Exception List / TEL sebanyak 16 pos tariff c.Sensitive List, terdiri dari Sensitive List / SL (beras) dan Highly Sensitive List / HSL (gula) d.General Exception List (GEL) sebanyak 96 pos tarif (a.l. senjata, bahan peledak, minuman beralkohol, psikotropika) Sesuai kesepakatan CEPT-AFTA, mulai tanggal 1 Januari 2010, tarif seluruh produk dalam Inclusion List (IL) menjadi 0%. Saat ini Indonesia sedang mengusulkan penundaan untuk 227 pos tarif HS ke Negara-negara ASEAN melalui Sekretariat ASEAN

58

5.1. PERKEMBANGAN TERKINI PELAKSANAAN CEPT-AFTA (LANJUTAN)


USULAN PENUNDAAN TARIF 0% CEPT-AFTA
Jml Pos Tarif No. Sektor Industri Setuju 0% Usulan 2010 Ditunda Ditunda (Posisi Per 22 (5% or 2.5%) Des 2009) 89 53 9 203 219 155 77 72 29 22 928 56 72 41 142 82 11 213 76 87 4 784 27 71 17 1 72 17 18 4 227

5%

2,5%

Total

Alat Transportasi Darat, Kedirgantaraan, dan Maritim

145 125 50 196 348 227 84 283 105 109 4 7 7 1690

7 13 10 4 2 36

145 125 50 203 361 237 88 285 105 109 4 7 7 1726

2 Aneka 3 Elektronika & Telematika 4 Hasil Hutan dan Perkebunan 5 Kimia Hilir 6 Kimia Hulu 7 Kerajinan 8 Logam 9 Makanan & Minuman 10 Mesin 11 Tekstil dan Produk Tekstil 12 Pertanian 13 Binaan Departemen Kelautan dan Perikanan TOTAL INCLUSION LIST

59

5.2. PERKEMBANGAN TERKINI PELAKSANAAN AC-FTA


- Dalam kerangka AC-FTA, jumlah produk yang dijadwalkan menjadi 0% pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.597 pos tarif, sehingga total jumlah tarif yang sudah menjadi 0% adalah 7.306 pos tarif - Skema penurunan tarif bea masuk untuk Normal Track 1 (NT 1) akan menjadi 0% mulai tanggal 1 Januari 2010. Jumlah pos tarif sektor industri dalam kategori NT1 adalah 6064 pos tarif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 228 pos tarif, saat ini telah diusulkan untuk ditunda penghapusannya. - Untuk kategori Normal Track 2 (NT 2), tarif bea masuknya menjadi 0% pada tahun 2012, untuk kategori Sensitive List (SL), menjadi 0% 5% pada tahun 2018, untuk kategori High Sensitive List (HSL) diturunkan/dihapuskan menjadi 0%-50% mulai tahun 2015, dan untuk kategori General Exception List (GEL) tetap berlaku tarif MFN - Berdasarkan masukan dunia usaha dan kajian pemerintah, diketahui terdapat 228 pos tarif produk dalam kerangka AC-FTA yang daya saingnya melemah sehingga pemerintah Indonesia sedang melakukan negosiasi untuk menunda pelaksanaan pada produk-produk yang daya saingnya melemah tersebut.

60

5.2. PERKEMBANGAN TERKINI PELAKSANAAN AC-FTA (LANJUTAN)


USULAN PENUNDAAN TARIF 0% AC-FTA
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kelompok Produk Besi Baja Tekstil & Produk Tekstil Permesinan Elektronika Kimia Anorganik Dasar Petrokimia Furniture Kosmetika Jamu Alas kaki Produk Industri Kecil Maritim* TOTAL Total pos tarif Penundaan 114 524 53 10 7 7 2 5 1 1 5 1 22 228 1017 752 193 288 8 Keterangan Perubahan Kategori NT1 NT2 SL HSL -102 58 44 -12 12 -53 53 -10 10 -7 7 -7 6 1 -2 2 -5 1 4 -1 1 -1 1 -5 5 -1 1 -22 22 -216 108 108 0

35 137 2954

61

VI. PENGAMANAN PELAKSANAAN FTA

62

PENGAMANAN FTA
Untuk meninjau kembali komitmen AC-FTA khususnya untuk kategori produk dalam Normal Track (NT1) yang dihapuskan tarifnya menjadi 0% per 1 Januari 2010 dari beberapa cabang industri seperti besi baja, tekstil dan produk tekstil, dll. Penajaman AC-FTA juga dikhawatirkan tidak akan mampu mengatasi permasalahan membanjirnya produk impor dari China, oleh akrenanya diusulkan untuk dapat menggunakan instrumen non-tarif lainnya. Pemerintah diminta dapat mempercepat realisasi penyediaan pasokan listrik dan gas, percepatan penyusunan dan pemberlakuan SNI Wajib, kelancaran dalam pemberian BMDTP dan restitusi, serta komitmen Pemerintah dalam rangka P3DN.

PENGAMANAN FTA (Lanjutan)


Dalam rangka Pelaksnaan CEPT-AFTA dan AC-FTA, Pemerintah telah mengkoordinasikan langkahlangkah secara komprehensif, holistik, dan sistemik meliputi: 1. Pembicaraan Ulang 2. Pembentukan Tim 3. Strategi Menghadapi Persaingan Global Penguatan Daya Saing Global Pengamanan Pasar Domestik Penguatan Ekspor

64

6.1. PEMBICARAAN ULANG


Pemerintah (Kementerian Perdagangan) telah menyampaikan surat kepada Sekjen ASEAN mengenai: Indonesia tetap melaksanakan komitmen sesuai jadwal Sektor Industri tertentu menghadapi ancaman pelemahan daya saing yang akan berdampak lebih luas Pemerintah tengah melakukan pembicaraan ulang dengan pihak pihak yang terkait dengan ASEAN China FTA Persiapan-persiapan untuk pembicaraan ulang tengah dilaksanakan secara intensif

65

6.2. PEMBENTUKAN TIM


Organisasi: Membentuk Tim Koordinasi Penanganan Hambatan Industri dan Perdagangan (SK Menko Perekonomian No Kep-42/ M.EKON/12/2009) Pengarah: Menko Perekonomian dan para menteri terkait Tim Pelaksana: para pejabat Eselon I dari KL terkait dan pelaku usaha (KADIN dan APINDO) 3 Tim Teknis yang fokus pada pengawasan atas pelaksanaan FTA dan Strategi Non Tarif dalam upaya percepatan penguatan Industri Nasional dalam menghadapi persaingan global Tugas Tim Identifikasi dan analisis masalah/hambatan Koordinasi penyelesaian masalah/hambatan industri dan perdagangan Pemantauan dan evaluasi penyelesaian hambatan

66

6.3. LANGKAH STRATEGI


1) STRATEGI I: Penguatan Daya Saing Global
Penanganan issue domestik, meliputi: Penataan lahan dan kawasan industri Pembenahan infrastruktur dan energi, Pemberian insentif (pajak maupun non pajak lainnya) Membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga (KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, modal ventura, keuangan syariah, anjak piutang, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dsb); Pembenahan sistem logistik; Perbaikan pelayanan publik (NSW, PTSP/SPIPISE dsb) Penyederhanaan peraturan Peningkatan kapasitas ketenagakerjaan

67

2) STRATEGI II: Pengamanan Pasar Domestik


Pengawasan di Border Meningkatkan pengawasan ketentuan impor dan ekspor dalam pelaksanaan FTA Menerapkan Early Warning System untuk pemantauan dini terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor Pengetatan pengawasan penggunaan Surat Keterangan Asal barang (SKA) dari Negara Negara mitra FTA Pengawasan awal terhadap kepatuhan SNI, Label, Ingridien, kadaluarsa, kesehatan, lingkungan, security dsb. Penerapan instrumen perdagangan yang diperbolehkan WTO (safeguard measures) terhadap industry yang mengalami kerugian yang serius (seriously injury) akibat tekanan impor (import surges) Penerapan instrumen anti dumping dan countervailing duties atas importasi yang unfair

68

2) STRATEGI II: Pengamanan Pasar Domestik (Lanjutan)


Peredaran barang di pasar Lokal Task Force pengawasan peredaran barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen dan industri Kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia Promosi penggunaan produksi dalam negeri Mengawasi efektivitas promosi penggunaan produksi dalam negeri (Inpres No 2 Tahun 2009) termasuk mempertegas dan memperjelas kewajiban KLDI memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri dalam revisi Kepres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah.

69

3) STRATEGI III: Penguatan Ekspor


Penguatan peran perwakilan luar negeri (ITPC) Pengembangan trading house (PT Sarinah, PT PPI, SMESCO UKM) Promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi (TTI) Penanggulangan masalah akses pasar dan kasus ekspor Pengawasan penggunaan SKA Indonesia Peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor Optimalisasi trade financing (bilateral swap)

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia

39

Industrialization for the Better Life

Anda mungkin juga menyukai