Faktor risiko BPH masih belum jelas. Beberapa penelitian menunjukkan adanya predisposisi genetik, dan beberapa kasus dipengaruhi oleh ras. Prevalensi BPH secara histologi pada otopsi didapatkan peningkatan dari sekitar 20% pada pria usia 41-50 tahun, menjadi 50% pada pria usia51-60 tahun, dan >90% pada pria usia lebih dari 80 tahun.
Epidemiologi Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah seramai 30 juta, bilangan inihanya pada kaum pria kerana wanita tidak mempunyai kalenjar prostat, maka oleh sebab itu,BPH terjadi hanya pada kaum pria (emedicine,2009). Jika dilihat secara epidemiologinya, didunia, dan kita jaraskan menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelahmeningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkatmenjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga 90% (A.K.A b b a s , 2 0 0 5 ) . A k a n t e t a p i , j i k a d i l i h a t s e c a r a h i s t o l o g i p e n ya k i t B P H , s e c a r a u m u m membabitkan 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 .Di indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahunditemukan menderita penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudahmasuk ke dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih bilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang berusia 60tahun dan ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta, maka dapat secara umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia menderita penyakit BPH atau PPJ ini. Indonesia kinisemakin hari semakin maju dan dengan berkembangnya sesebuah negara, maka usia harapanhidup pasti bertambah dengan sarana yang makin maju dan selesa, maka kadar penderita BPHsecara pastinya turut meningkat. (Furqan, 2003)Secara pasti, bilangan penderita pembesaran prostat jinak belum di dapat, tetapi secara prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di Palembang, di RS Cipto Mangunkusumoditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (19941997) dandi RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama (Ponco Birowo, 2002). Inidapat menunjukkan bahawa kasus BPH adalah antara kasus yang paling mudah dan
banyak ditemukan.Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku danlebih ganas berbanding BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada prostat.Kenyataan ini adalah berdasarkan bilangan dan presentase terjadinya kanker prostat di duniasecara umum dan Indonesia secara khususnya. Secara umumnya, jika diperhatikan, di dunia, pada 2003, terdapat lebih kurang 220,900 kasus baru ditemukan, dimana, daripada jumlah ini,29,000 daripadanya berada di tahap membunuh (A.K. Abbas, 2005) . Seperti juga BPH,kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50 dan pada usia di bawah itu bukanmerupakan suatu yang abnormal. Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005,insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang,yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati