Anda di halaman 1dari 7

Wajib Hukumnya melaksanakan Haji bagi yang mampu

Haji secara etimologi adalah berkunjung. Adapun secara terminologi adalah mengunjungi Baitul Haram dengan amalan tertentu, pada waktu tertentu. Adapun umrah secara etimologi adalah berkunjung. Sedangkan secara terminologi adalah mengunjungi Baitul Haram dengan amalan tertentu. Haji merupakan syiar yang agung dan ibadah yang mulia, dengannya seorang hamba akan mendapatkan rahmat dan berkah yang menjadikan setiap orang muslim sangat rindu untuk segera melaksanakannya. Melakukan ibadah haji adalah wajib bagi orang yang mampu, karena haji adalah salah satu dari rukun Islam. Kalau sudah memungkinkan pergi menunaikan ibadah haji, mengapa harus ditunda? Menunda atau tidak ingin menunaikan ibadah haji itu sama halnya dengan mengabaikan kewajiban, tidak patuh kepada perintah Allah. Melanggar perintah Allah, hukumnya jelas berdosa. Bagi orang yang sudah memahami hukum Islam, sebenarnya untuk menilai berdosa atau tidaknya seseorang, tidaklah sukar dan cukup sederhana. Dalam segala hal, pada dasarnya semua perintah Allah harus dilaksanakan dan semua laranganNya harus ditinggalkan. Orang yang tidak patuh dan orang yang melanggar larangan, pasti ada sangsi hukumnya, berat atau ringan. Kewajiban melaksanakan ibadah haji adalah firman Allah: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97) Ada sebagian orang kita lihat dalam masyarakat, dia masih berkeberatan menunaikan ibadah haji walaupun sudah mampu dalam segala hal, seperti dana ada, kesehatan baik, tidak punya bayi yang memerlukan pengasuhan, atau tidak dalam keadaan hamil tua, dengan alasan sepulangnya dari tanah suci nanti, tidak dapat menjalankan ibadah dengan baik. Padahal masalah ibadah dengan baik berperilaku yang islami, tidak perlu dikaitkan dengan ibadah haji. Pergi haji atau tidak seharusnya tetap beribadah dengan baik, sebab ibadah haji merupakan kewajiban tersendiri, sebagaimana ibadah-ibadah lainnya. Memang seharusnya orang yang sudah melakukan ibadah haji, amal ibadatnya meningkat, dan amalamal saleh lainnya, sebab di tanah suci, dalam melaksanakan ibadah haji, biasanya masing-masing orang mengalami peristiwa batin/jiwa yang hanya dapat dilukiskan oleh orang yang bersangkutan. Ada kesan tersendiri sesudah pulang dari tanah suci tersebut. Namun ada juga kita dengar satu dua orang yang mengatakan, bahwa dalam melaksanakan ibadah haji itu biasa-biasa saja (mungkin sama saja dengan turis) dan tidak mendapat kesan apa-apa. Sebaiknya dalam menunaikan ibadah haji ini, kita melihatnya dari segi, apakah sudah wajib kita laksanakan atau belum, karena berkaitan dengan rukun Islam. Dengan demikian, kita tidak termasuk ke dalam kelompok orang yang menentang perintah Allah.

Sesungguhnya haji merupakan jalan menuju syurga dan membebaskan diri dari api neraka. Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda :

Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali syurga. (HR. Bukhari dan Muslim) Haji dapat melebur dosa dan menghilangkan dampak maksiat dan perbutan jelek, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam :

Barang siapa yang hendak berhaji, dan tidak melakukan senggama (diwaktu terlarang) dan tidak berbuat fasiq (maksiat), maka ia akan kembali dari dosa-dosanya seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya. (HR Bukhari dan Muslim ) Ibadah haji sebagaimana bisa membawa kepada kejayaan di akhirat, begitu juga bisa menyelamatkan dari kefakiran, sebagaimana hadist Ibnu Masud bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda : Laksanakanlah haji dan umrah, karena keduanya menghapus kefakiran dan dosa sebagaimana api menghilangkan karat dari besi. (HR. Tirmidzi ) Haji merupakan syiar yang agung dan ibadah yang mulia, dengannya seorang hamba akan mendapatkan rahmat dan berkah yang menjadikan setiap orang muslim sangat rindu untuk segera melaksanakannya. Sesungguhnya haji merupakan jalan menuju syurga dan membebaskan diri dari api neraka. Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda :

Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali syurga. (HR. Bukhari dan Muslim) Haji dapat melebur dosa dan menghilangkan dampak maksiat dan perbutan jelek, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam :

Barang siapa yang hendak berhaji, dan tidak melakukan senggama (diwaktu terlarang) dan tidak berbuat fasiq (maksiat), maka ia akan kembali dari dosa-dosanya seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya. (HR Bukhari dan Muslim ) Ibadah haji sebagaimana bisa membawa kepada kejayaan di akhirat, begitu juga bisa menyelamatkan dari kefakiran, sebagaimana hadist Ibnu Masud bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda :

Laksanakanlah haji dan umrah, karena keduanya mengha pus kefakiran dan dosa sebagaimana api menghilangkan karat dari besi. (HR. Tirmidzi ) Haji diwajibkan kepada : 1. 2. 3. Seorang muslim, maka tidak diwajibkan kepada orang kafir, karena haji merupakan bentuk ibadah, sedang ibadah tidak boleh dilakukan oleh orang kafir, karena tidak sah niatnya Aqil (berakal) Baligh, haji tidak diwajibkan kepada orang gila dan orang yang kurang waras pikirannya, begitu juga tidak diwajibkan kepada anak kecil, sebagaimana hadist Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi saw bersabda :

Pena itu diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga terbangun, anak kecil hingga ia baligh, dan orang gila (kurang sehat akalnya) hingga ia berakal (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai) 1. 2. Merdeka, haji tidak diwajibkan kepada hamba sahaya sebagai kemudahan baginya, karena dia sibuk melayani tuannya, dan karena haji membutuhkan harta sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai harta. Mampu, haji tidak wajib bagi orang yang tidak mampu, Allah swt

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam . (QS. Ali Imran : 97) Jika anak kecil melaksanakan ibadah haji, maka hajinya sah, dia dan walinya akan mendapatkan pahala, sebagaimana di dalam hadist : Dari Kuraib bahwasanya; Ada seorang wanita yang sedang menggendong anaknya dan berkata, Apakah bagi anak ini juga memiliki keharusan haji? beliau menjawab: Ya, dan kamu juga menjadapkan ganjaran pahala. (HR. Muslim) Adapun caranya adalah wali dari anak kecil tersebut berniat haji untuknya. Ini dilakukan ketika membayar ongkos haji. Maksud seorang wali mewakili niat haji untuknya adalah wali tersebut ketika membayar ongkos haji diniatkan untuk ibadah haji anak kecil tersebut. Kecuali kalau anak kecil itu sudah mumayiz, maka dia boleh berniat sendiri untuk melakukan ihram dengan izin walinya. Walaupun begitu, kewajiban ibadah haji tidak gugur darinya, maka ketika dia sudah dewasa, dia wajib melaksanakan ibadah haji lagi. Barang siapa yang mendapatkan dirinya mampu melaksanakan ibadah haji, dan telah terpenuhi syaratsyaratnya, maka wajib baginya untuk segera melaksanakan ibadah haji, tidak boleh diundur-undur lagi. Allah swt berfirman : Berlomba-lombalah kalian dalam mengerjakan kebaikan (QS. Al Baqarah : 148) Hal itu, karena kewajiban itu sudah ada dipundaknya, dan sesungguhnya dia tidak mengetahui barangkali di masa mendatang keberangkatan hajinya bisa saja terhalangi dengan sakit, atau jatuh miskin atau bahkan datangnya kematian. Sebagaimana dalam hadist Ibnu Abbas : Bersegeralah melaksanakan ibadah haji ( yaitu haji yang wajib) karena kalian tidak tahu apa yang akan di hadapinya (HR. Ahmad dan Baihaqi) Telah diriwayatkan dari Said bin Manshur dan Hasan bahwa Umar ra berkata: Aku bertekad mengutus beberapa orang menuju wilayah -wilayah untuk meneliti siapa yang memiliki kecukupan harta namun tidak menunaikan ibadah haji agar diwajibkan atas mereka membayar jizyah. Mereka bukanlah umat Islam ! mereka bukanlah umat Islam ! Tidaklah pantas seseorang yang mempunyai kemampuan, untuk mengundur-undur pelaksanakan ibadah haji, karena jika dia masih muda dan terus-menerus dalam maksiat, maka hal ini merupakan bisikan syetan yang menghalanginya untuk berbuat kebaikan. Dan telah diterangkan di atas tentang kewajiban seseorang untuk segera melaksanakan ibadah haji. Dan selayaknya orang yang sudah melaksankan ibadah haji, baik ketika masih kecil, atau sudah tua, untuk selalu berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk. Adapun syarat haji bagi perempuan adalah adanya muhrim jika memang jaraknya di atas 80 km dari Mekkah. Adapun yang dimaksud muhrim adalah suami atau laki-laki yang haram untuk menikahinya selama-lamanya, karena hubungan nasab (darah) atau karena sebab lain yang mubah, jika memang laki-laki tersebut baligh dan berakal. da-ada saja, kisah jamaah haji Indonesia di tanah Suci. Dikarenakan semangat untuk berhaji tanpa memperhatikan kemungkinan kesulitan di tanah suci menyebabkan banyak terjadi hal yang tidak tidak diinginkan. Seperti kasus jamaah melahirkan, banyaknya kematian jamaah karena penyakit jantung, stres, mengamuk dll. Hal ini, menurut hemat kami, banyak penyebabnya. Bisa saja disebabkan karena kurang perhatian dari petugas yang diberi amanah untuk memeriksa kesehatan saat masih di Tanah Air (asal tugas selesai, tidak teliti, rasa kasihan yang berlebihan), atau karena jamaah sendiri yang ngotot pergi haji walau

harus menempuh hal yang dilarang secara aturan mapun syariaat (pakai joki saat periksa, membayar sejumlah uang, tidak jujur dengan penyakitnya, manipulasi berkas kesehatan) atau karena keluarga (dalam hal ini sang anak atau menantu) yang ingin orang tuanya cepat pergi haji sementara sang anak atau menantu belum siap berhaji, padahal jelas telah orang tuannya telah renta dan tidak layak pergi baik secara fisik maupun kejiwaan. Atau juga anggapan keliru pada sebagian masyarakat bahwa haji adalah ibadah penutup sekaligus ibadah yang membuat naiknya maqam (kedudukan) hamba, sehingga mewajibkan dirinya/keluarganya untuk berhaji agar sesuai dengan anggapan tersebut. Udzur karena tua, sakit-sakitan, tidak sehat jiwa, cacat yang menghalangi ibadah atau bakal merepotkan jamaah lainnya, hendaknya dipahami sebagai rukhshah (keringanan) bagi kaum Muslimin. Allah Maha Tahu atas apa yang menimpa hamba-Nya. Bukankah kita bisa mengganti ibadah haji dengan ibadah lainnya yang kita mampu sperti shalat tepat waktu, shadaqah, dl. Bukankah bisa dengan di-badal-kan (digantikan hajinya oleh orang/keluarga yang pernah berhaji). Atau dengan membiayai haji keluarga/tetangga kita yang kurang mampu padahal keinginan untuk berhaji sangat kuat, akhlaknya baik dan telah hafal manasik haji. Pahala yang diberikan, insya Allah tidak akan berkurang, jika hal diatas dapat kita lakukan dengan ikhlas dan mengikuti apa yang dituntunkan Rasulullah Shallallahualaihi wasallam. Apalagi bisa memberikan jalan untuk orang lain dapat beribadah. Tentu pahalanya tidaklah sedikit. Saudaraku seiman, janganlah kita meragukan rahmat Allah kepada hamba-Nya. Kami berharap tulisan dibawah ini tidak banyak terjadi lagi dimasa yang akan datang, karena Islam bukanlah agama yang memaksakan pemeluknya untuk berlebihan didalam melakukan ibadah atau melakukan ibadah yang diluar kemampuannya. Namun Islam adalah agama yang penuh kasih sayang baik bagi pemeluknya maupun kepada orang di luar Islam. Selamat menyimak: 1. Jamaah Melahirkan di Tanah Suci. MADINAH, (MCH) Wakil Kepala Daerah Kerja Madinah bidang Pelayanan Kesehatan dr. Zaenuswir Zaenun menduga, jemaah yang melahirkan di Tanah Suci karena menggunakan joki ketika melakukan pemeriksaan kesehatan saat dalam proses pemberangkatan. Hal tersebut disampaikan Zaenusfir Zaenun menanggapi adanya jemaah yang melahirkan ketika tiba di Madinah. Jemaah asal Sukabumi, Iyet Suryati, 33 dari Kloter 35 JKS (Jawa Barat) Jumat, 6 November melahirkan anak laki-laki setibanya di Madinah. Iyet Suryati melahirkan dengan cara dioperasi dalam usia 7 bulan atau 26 minggu kandungan. Di RS Bersalin di Madinah (Musytasyfa Linnisa Walwiladah walathfal Madinah) Iyet Suryati melahirkan anak dengan berat 600 gram. Meski dalam perawatan intensif, yakni dalam inkubator, anak tersebut dalam kondisi sehat, demikian pula ibunya. Menurut Zaenuswir pemeriksaan kesehatan kepada Iyet Suryati sudah berulang-ulang dilakukan dan kehamilannya tidak terdeteksi. Jadi di Tanah Air sudah memakai joki. Sedangkan ketika di Bandara Sukarno-Hatta Jakarta tidak terlihat hamil karena fokusnya bukan pada itu, jelas Zaenuswir. Lebih lanjut Zaenusfir menjelaskan, bagi seorang yang hamil tidak diperbolehkan menjadi jemaah haji karena rawan keguguran dan juga rawan kelahiran. Karena jemaah haji harus dilakukan vaksin meningitis sebelum berangkat, sedangkan bagi orang hamil vaksin meningitis kontraindikasi dengan vaksin meningitis. Meski melahirkan di Madinah dan kemungkinan tidak bisa melakukan rangkaian ibadah haji di Mekah karena sedang berhalangan nifas, menurut Zaenusfir yang bersangkutan tidan dipulangkan lebih awal dan tetap akan bersama kloternya pada saat kepulangan nanti. Kalau dalam kondisi sudah sehat sesuai dengan catatan medis, maka akan dikembalikan ke kloternya dan apabila belum tetap akan dirawat terlebih dahulu, terangnya. Berdasarkan surat keputusan bersama antara Menkes dan Menag bahwa calon jemaah haji usia kehamilan yang tidak diperbolehkan adalah 12-26 minggu. Karena dalam usia sebelum 12 minggu kandungan rawan keguguran, sedangkan usia diatas 26 minggu rawan kelahiran. Dalam kandungan usia 1226 minggu pun harus mendapat vaksin meningitis. (MA Effendi/Elshinta,depag)

2. Jamaah Haji Stres Tikam Sesama Jamaah Satu Kloter

MEKKAH - Seorang jamaah yang mengalami stres berat, Mapaisse asal Kloter 9 Ujung Pandang, Sulawesi Selatan (sulsel) melakukan penusukan terhadap tiga jamaah haji lain, Tiga korban penusukan itu yakni, dua orang asal Sulsel dan satu orang India. Berdasarkan laporan Tim MCH Depag di Mekkah, penusukan terjadi saat tawaf wada di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Sabtu malam 22 Desember lalu, seperti diberitakan sindo, Selasa (25/12/2007).
Kepala Bidang (Kabid) Keamanan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi, Gani Abdullah, di Mekkah mengatakan, pelaku penusukan saat ini dalam perawatan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Thoif. Para korban adalah Husen Abdul Karim dan Sabarudin Toto asal Sulsel, serta jamaah asal India yang belum diketahui identitasnya. Sementara itu, kondisi Husen Abdul Karim, korban yang masih dirawat di RS Annur karena luka tusuk di bagian pinggul kiri, dikabarkan semakin membaik. Korban lainnya, Sabarudin Toto, telah kembali ke pemondokan karena telah sehat. Sebelumnya, Sabarudin sempat dirawat di RS Ajyat Mekkah. Direktur Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Depag Abdul Gahfur Djawahir mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan informasi terkait penusukan yang dilakukan jamaah haji Indonesia. (sindo//ism)

Kian Banyak Jamaah Haji Alami Gangguan Kejiwaan Laporan Baehaqi dari Arab Saudi
JEDDAH - Kian banyak jamaah haji Indonesia di Tanah Suci yang mengalami gangguan kejiwaan. Mulai stres ringan hingga sampai seperti orang gila. Yang ringan cukup diatasi di balai pengobatan. Yang berat dirujuk ke rumah sakit. Salah seorang jamaah yang mengalami gangguan kejiwaan berat itu berinisial DMA asal Bengkulu. Jamaah tersebut tiba di Bandara King Abdul Aziz (KAA) Jeddah Senin malam lalu (2/11). Begitu keluar dari bandara, tiba-tiba dia berteriak-teriak. Petugas langsung membawanya ke balai pengobatan di bandara itu. Dokter Hasto Nugroho yang bertugas sampai kewalahan. Dia seperti orang mengamuk, cerita Hasto. Hingga jamaah diberangkatkan ke Madinah, DMA masih belum tenang. Akhirnya diputuskan untuk membawanya ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Makkah. Di situ ada dua dokter spesialis kejiwaan. Sampai kemarin siang pasien itu belum membaik. Dia tetap berteriak-teriak. Salah seorang keluarga yang satu kloter dengannya tak tahu apa yang membuat DMA stres. Di buku kesehatan haji (buku hijau) yang dia bawa tak tercantum riwayat penyakit gangguan jiwa. Sebelumnya, kata Hasto, sudah ada jamaah yang menunjukkan gejala terkena gangguan kejiwaan. Namun, yang bersangkutan hanya ditangani di balai pengobatan bandara. Setelah itu, dia sudah tenang. Di Madinah juga dilaporkan ada jamaah yang mengalami ganguan kejiwaan dan dirawat di balai pengobatan setempat. Jumlahnya belasan. Namun, yang berat hanya tiga. Salah seorang bernama Mh asal Sumbar (Jawa Pos, 4/11). Menurut psikiater BPHI Tri Aniswati, bepergian jauh bagi orang yang tidak biasa bisa memicu gangguan kejiwaan. Apalagi, mereka kemudian berhadapan dengan sosiokultural yang berbeda. Mereka menghadapi kondisi yang berbeda dengan apa yang mereka bayangkan sebelumnya. Sejak sebelum berangkat, jamaah harus menyadari sepenuhnya bahwa kepergiannya ke Tanah Suci hanya untuk beribadah, jelasnya.

Penanggung jawab Balai Pengobatan Haji Makkah dr Anita Rosari menambahkan, keletihan juga bisa berimbas pada kesehatan jiwa. Karena itu, dia mengimbau jamaah agar tidak memforsir diri untuk setiap waktu salat berjamaah di Masjidilharam. Mitos perbuatan tidak baik yang dilakukan di tanah air bakal dibalas di Tanah Suci juga kerap menjadi beban kejiwaan. Padahal, itu hanya mitos yang tidak ada dasarnya, tambahnya.

Gangguan kejiwaan juga bisa diakibatkan oleh heat stroke. Yaitu, penurunan kondisi fisik karena terlalu lama terpapar matahari, melakukan aktivitas berlebihan, dan kekurangan cairan tubuh. Puncak musim haji masih lama. Jadi, sebaiknya jamaah menyimpan energi untuk pelaksanaan inti ibadah haji nanti, sarannya. 3. Cacat Fisik
Sejumlah jamaah dengan keterbatasan fisik melaksanakan ibadah Haji tahun ini. Mereka dapat ditemukan di hampir seluruh tenda Haji. Menjadi orang cacat tidak mencegah saya menjadi jamaah Haji, ujar Ahmad Mustafa, jamaah asal Mesir yang tak bisa menggerakkan tangan setelah diserang kelumpuhan. Mustafa menambahkan jika ia tidak pernah memanfaatkan ketidakmampuannya sebagai alasan untuk membatalkan atau menunda kewajibannya sebagai muslim. Saya selalu berdoa kepada Allah untuk membantu melengkapkan ritual Haji saya dan pernikahan saya, aku Mustafa seperti yang dilansir oleh Arab News. Saya tidak ingin hanya melihat orang lain di sekitar melakukan Haji dan saya tidak bisa berbagi spirit yang sama dalam Haji, hanya karena cacat fisik, ujar Mustafa. Sementara Muhammad Ahmad, jamaah Mauritania yang buta itu mengaku ia dapat mendengar takbir, dan sangat ingin melihat bagaimana pemandangan di tanah suci. Namun meski tak mampu melihat ia sangat mencintai pengalamannya berada di tanah haram tersebut. Kebutaan saya adalah penyebab utama keyakinan utuh saya terhadap Allah, ujar Ahmad. Haji adalah kewajiban krusial, dan kekurangan saya tidak boleh menghalangi saya melakukan itu. Saya hidup, dan berdoa selalu dalam kemudahan dan kenyamanan, ungkap Ahmed seraya menambahkan tidak sedikit figur muslim yang mencapai kesuksesan meski mereka buta. Lalu ada pula jamaah Libanon bernama Izat Fatin, yang kakinya tak lengkap akibat serangan di Lebanon. Ia mengatakan perjalanan kali itu membuktikan ia dan jamaah cacat lain dapat melakukan seperti para jamaah normal dalam melakukan ritual Haji. Saya melihat bagaimana orang-orang melihat saya dengan belas kasihan, dan berupaya melihat saya semata-mata karena Allah, tutur Izat. Saya merasa bangga ketika menolak bantuan dari siapapun dan berdiri di atas satu kaku dan penyangga, serta melakukan semua yang dilakukan jamaah normal lain, imbuhnya. Seorang pemimpin agama di kemah Haji yang buta mengatakan itu hal bagus bagi mereka yang cacat sebab melakukan upaya lebih dari orang normal saat melakukan tugas agama. Bagi pemimpin buta itu, orang cacat pun sudah seharusnya konsentrasi pada ibadah mereka saat di tanah suci dan tidak perlu memasukkan halangan dan rintangan ke dalam hati hingga menimbulkan kesedihan./it (Cacat Fisik Bukan Halangan Pergi Haji,Republika) Read Full Post

Keletihan Bisa Berimbas Pada Kesehatan Jiwa


Posted in Haji Mabrur, Ilmu, Informasi, Kesehatan Haji, Pengalaman Haji, Perjalanan Haji, Umrah, tagged balai kesehatan haji, bekal haji BPHI, bphi, cerita haji, dokter haji, haji, haji indonesia, Haji Mabrur, jadwal perjalanan haji, jamaah haji, jamaah stress, jemaah haji, jmaah sakit, jurnal haji, Kesehatan Haji, kesehatan jiwa, kloter, madinah, Manasik Haji, masa kepulangan jamaah, mekkah, mengatasi jadwal pesawat terlambat, pemondokan, perawat haji, Perjalanan Haji, persiapan haji, pesawat telat, petugas kesehatan haji, petugas kloter, petugas ppih, rumah sakit haji, stress, suka duka berhaji, tekanan mental, terminal haji on 2 - November- 2009 | Leave a Comment Jamaah calon haji diimbau untuk tidak terlalu memforsir diri selama di Tanah Suci. Selain menurunkan kualitas kesehatan fisik,keletihan juga bisa berimbas pada kesehatan jiwa. Hal ini diungkapkan penanggung jawab Balai Pengobatan Haji Indonesia Makkah, Dr Anita Rosari SpPD, seraya menambahkan Beribadahlah secukupnya saja. Terutama bagi jamaah yang sudah lanjut usia, jelasnya, kemarin. Selain itu, kata Anita, mitos perbuatan tidak baik yang dilakukan di Tanah Air bakal dibalas di Tanah Suci juga kerap menjadi beban kejiwaan tersendiri bagi jamaah. Padahal itu hanya mitos saja yang tidak ada dasarnya, tambahnya. Menurut Anita, BPHI memilihi dua dokter ahli kejiwaan untuk menangani jamaah. Selain itu, ruang perawatan kejiwaan juga disediakan khusus di satu lantai di gedung berlantai sembilan itu. Selain faktor keletihan dan tekanan mental, gangguan kejiwaan juga bisa diakibatkan oleh heat stroke, yaitu penurunan kondisi fisik karena terlalu lama terpapar matahari, melakukan aktivitas berlebihan dan kekurangan cairan tubuh. Puncak musim haji masih lama, jadi sebaiknya jamaah menyimpan energinya untuk pelaksanaan inti ibadah haji nanti, tambahnya. Di hari kedua kedatangan jamaah, sebanyak 4 jamaah dilaporkan sakit. Dua orang dirawat di sektor 10 dan dua lainnya dirujuk ke rumah sakit An-Nur dan RS Saudi. Pasien yang dirujuk ke RS An-Nur adalah Hasan Abdullah, 72 tahun, yang mengalami serangan jantung sesaat setelah turun dari bus yang membawanya dari Madinah. Hasan berasal dari Kloter 1 Batam. Dua pasien lain yang dirawat di poliklinik sektor 10 adalah Abdullah Siregar dan Sahara Ritonga. Menurut dr Fadhlina Asmi SpP yang merawatnya, Abdullah yang mengalami keletihan sudah diperbolehkan pulang, sedang Sahara masih harus dirawat akibat dehidrasi sepulang melakukan thawaf dan sai. (siwi, http://www.depag.go.id)

Anda mungkin juga menyukai