Anda di halaman 1dari 34

MKM Vol. 03 No.

02 Desember 2008 2 Desember 2008 HUBUNGAN ANTARA PEMBUANGAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK DI KELURAHAN OESAPA KECAMATAN KELAPA LIMA KOTA KUPANG Marylin Junias1, Eliaser Balelay2 Abstract: The research aim to know the relation between exile of garbage with occurrence diarrhoea at resident in sub-district of oesapa of kelapa lima kupang town. This research type is analytic obeservational with designed cross sectiona l study. Big of sample early which is spesified counted 96 people, but to avoid ri sk deflect and droup out of sample hence collected by sample as a whole counted 106 people. Methode intake of sample the used is the non random sampling technicsly purposive sampling. This variabel s will be analysed to use test of Chi Square wit h degree of reability level 90% (a = 0,1). Result of analysis which have indicated that, three from seven accurate variable namely the condition of usage of TPSS, habit of eat something and density of fly in house there is link with occurrence of diarr hoea. For a while variable namely type/ design TPSS, located TPSS to settlement and SAB of resident, habit clean hand and habit of save dish there no link with occurence of diarrhoea at resident in sub district of Oesapa. Keywords: Occurrence of diarrhoea, Exile Of garbage PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka peningkatan status kesehatan masyarakat, ada berbagai upaya yang bisa dilakukan di mana salah satunya adalah sanitasi lingkungan atau kesehatan lingkungan. Hal ini sesuai dengan konsep H.L.Blum yang menyatakan bahwa faktor yang paling besar memberikan kontribusi bagi status kesehatan masyarakat adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini terdiri dari unsur fisik, kimia, biologi dan radioaktif. Faktor inipun sangat bergantung atau selalu berinteraksi dengan faktor perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan. Banyak upaya kesehatan lingkungan yang dilakukan antara lain program / kegiatan penyediaan air minum, pengelolaan dan pembuangan limbah cair, gas dan padat, mencegah kebisingan, mencegah kecelakaan, mencegah penyebaran penyakit

bawaan air, udara, makanan, pemukiman dan bahan berbahaya (Soemirat, 1994). Upaya kebersihan suatu kota sangat ditunjang oleh upaya pengawasan pembuangan dan penampungan sampah yang melibatkan berbagai sektor (Dinkes Prop.NTT, 1995). Sampah mempunyai pengaruh terhadap kondisi lingkungan dan status kesehatan masyarakat. Pola aktifitas dan kehidupan masyarakat juga berpengaruh terhadap volume, komposisi dan produksi sampah. Sampah yang dibuang begitu saj akan mudah mencemari lingkungan dan membahayakan masyarakat. Salah satu penyakit akibat sampah adalah diare. Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia ditemukan sekitar 60 juta kejadian diare setiap tahunnya dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2003). Di Propinsi NTT, diare menduduki urutan ke tiga tertinggi dari seluruh penderita rawat jalan di saran kesehatan masyarakat (Dinkes Prop.NTT, 2003) dan selalu meningkat pada awal musim hujan dan kemarau. Dari data pada Puskesmas Pasir panjang, jumlah kasus diare 1Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Undana 2Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Undana

HUBUNGAN ANTARA PEMBUANGAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK NGAN KEJAD IAN DIARE PADA PENDUDUK pada tahun 2004 sebanyak 1099 kasus dan meningkat di tahun 2005 dengan 2731 kasus (Puskesmas Pasir Panjang, 2003, 2004, 2005). Dengan melihat kondisi sanitasi pemukiman penduduk yang buruk dan tempat penampungan sampah sementara (TPSS) yang hanya 5 buah di Kelurahan Oesapa dengan kondisi yang kurang baik serta tidak dimanfaatkan maka penulis tertarik untuk membuat penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare pada penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa lima Kota Kupang? Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare di pada penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa lima Kota Kupang. Sedangkan tujuan khususnya adalah (a.) untuk mengetahui hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare, (b.) mengetahui hubungan antara jarak TPSS terhadap pemukiman penduduk dan SAB dengan kejadian diare, (c. ) mengetahui hubungan penggunaan TPSS dengan kejadian diare, (d. ) untuk mengetahui hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare, ( e.) untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare, (f.) untuk mengetahui hubungan kebiasaan menyimpan hidangan dengan kejadian diare, (g.) untuk mengetahui hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare. Dalam penelitian ini, manfaat yang bisa didapat antara lain adalah (a.) Sebagai salah satu sumber informasi dan bahan masukan bagi peneliti selanjutnya , (b.) Sebagai bahan masukan bagi pihak Pemerintah Daerah serta instansi terkait lainnya dalam menetapkan program pemeliharaan kesehatan

lingkungan pemukiman, khususnya pembuangan dan penampungan sampah DIARE Definisi Menurut WHO 1980, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari (Mansjoer, 1999). Secara definisi, diare adalah defekasi (Buang Air Besar) lebih dari 3 kali sehari, dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja atau berubahnya konsistensi tinja menjadi lembek atau encer dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam (Sarbini, 2005) Secara operasional, diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekwensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari (Depkes RI, 2003). Patogenesis dan penyebab Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan yaitu : (1.) Infeksi (virus, bakteri dan protozoa), (2.) alergi, (3.) keracunan, (4.) Imunodefisiensi, (5.) Malabsorpsi dan (6.) sebab-sebab lain (Depker RI, 2003) Penyebaran Diare ditularkan secara fecal oral, melalui masukan makanan/ minuman yang terkontaminasi, ditambah ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang atau yang disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk Rota Virus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium Defficile) atau melalui aktifitas seksual (Mansjoer, 1999). Kontaminasi dapat terjadi karena : (1.) makanan/minuman yang dimasak kurang matang atau sengaja dimakan mentah, (2.) makanan atau alat-alat makan yang dihinggapi lalat

sehingga dapat memindahkan bibit 93

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008 2 Desember 2008 penyakit dari sampah ke makanan, (3.) tidak mencuci tangan sebelum makan, dan (4.) Makanan atau alatalat makan yang disiapkan/disediakan oleh orang yang mengandung bibit penyakit/ carrier. Selain itu penyebaran penyakit diare erat hubungannya dengan penyediaan air bersih dalam rumah tangga dan cara pembuangan kotoran yang tidak baik (Entjang, 2000). Disamping itu faktor social ekonomi dan adanya keseimbangan persediaan makanan merupakan faktor penting dalam pencegahan penyakit diare (Shulman, 1999). Karenanya sering pula dikatakan bahwa diare dapat berujung pada malnutrisi atau kematian. Bahkan bila suatu ketika sumber penyediaan air yang digunakan oleh keluarga dan Masyarakat tersebut tercemar oleh virus penyebab diare dan atau terdapat E. colii maka bukan tidak mungkin diare tersebut menjadi suatu wabah yang menjangkiti banyak orang pada suatu daerah tertentu. FAKTOR LINGKUNGAN Sampah Sampah adalah bahan atau benda padat yang terjadi akibat aktifitas manusia yang tidak terpakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara saniter, kecuali yang berasal dari tubuh manusia (Kusnoputranto, 1985). Dan menurut Apriadji (1992) sampah/waste adalah zat atau benda yang sudah tidak terpakai lagi baik dari bahan buangan rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri. Definisi Sampah dalam Dinas Kebersihan Kota Kupang, 2005 adalah limbah yang bersifat padat atau setengah padat yang terdiri dari zat organik, berasal dari kegiatan manusia yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan. Menurut Notoadmodjo (1997), sampah terdiri dari beberapa jenis,

yakni : (1.) berdasarkan zat kimia yang terkandung, (2.) berdasarkan dapat tidaknya terbakar, (3.) berdasarkan karakteristik sampah. Berdasarkan zat kimia yang terkandung, sampah dibedakan lagi menjadi : (a. ) sampah anorganik yang adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, seperti logam, besi,plastik, dll, (b.) sampah organik yang adalah sampah yang mudah membusuk, seperti sisa makanan dan daun-daun. Untuk sampah yang berdasarkan dapat tidaknya terbakar, dibagi menjadi (a.) sampah yang mudah terbakar seperti kertas, plastik, dll, (b.) sampah yang tidak dapat terbakar seperti logam, kaca, kaleng,dll Sedangkan pembagian sampah berdasarkan karakteristik sampahnya sendiri dibedakan atas : (a.) garbage yaitu sampah hasil pengolahan makanan yang umumnya mudah membusuk dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel,dan sebagainya, (b.) Rubbish yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagngan, baik yang mudah terbakar atau tidak mudah terbakar, seperti kertas, kaleng, kaca,dan sebagainya, (c.) Ashes/ abu yaitu sisa pembakaran bahan yang mudah terbakar seperti abu rokok, (d.) Street sweeping/ sampah jalanan yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan yang terdiri dari sampah daun, kertas, dan sebagainya, (e.) Sampah industri yaitu sampah yang berasal dari industri atau pabrik-pabrik, (f.) Sampah Bangkai binatang yaitu bangkai binatang yang mati karena alam, ditabrak kendaraan atau dibuang oleh manusia, (g.) Sampah bangkai kendaraan seperti bangkai mobil, sepeda, dan lain-lain, (h.) Sampah pembangunan yaitu sampah dari proses permbangunan gedung, rumah dan sebaginya yang berupa puingpuing/ potongan kayu, besi, bambu dan sebagainya. 94

HUBUNGAN ANTARA PEMBUANGAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK NGAN KEJAD IAN DIARE PADA PENDUDUK Masih menurut Notoadmodjo (1997), sumber-sumber sampah berasal dari : (1.) sampah yang berasal dari pemukiman, seperti sisa makanan, kertas, pakaian bekas dan sebagainya, (2.) sampah yang berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan, terminal, stasiun dan lain-lain yang berupa kertas, plastik, botol, dan sebagainya, (3.) sampah yang berasal dari perkantoran seperti kertas, karton, (4.) sampah yang berasal dari jalan raya, seperti daun, plastik, logam dan sebagainya, (5.) sampah dari pertanian/perkebunan, seperti jerami, sayur-mayur, ranting, batang padi dan sebagainya, (6.) sampah dari peternakan / perikanan seperti kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai binatang dan sebagainya, serta (7.) sampah yang berasal darii pertambangan seperti batu-batuan, tanah dan sebagainya. Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) Pengumpulan dan penampungan sampah merupakan rangkaian kegiatan yang termasuk dalam suatu proses pengelolaan dan pengolahan sampah. Pengumpulan dan penampungan sampah ini adalah merupakan tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga, institusi dan atau tempat yang menghasilkan/ memproduksi sampah. . Untuk itu diperlukan suatu temapt yang dapat menampung sampah yang dikumpulkan sebelum diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Direktorat Bina Tehnik Departemen PU (1999) mengemukakan bahwa pewadahan/ penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA dengan tujuan : (1.) untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga mengganggu lingkungan dan kesehatan dan estetika dan (2.)

memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan petugas pengumpul sampah baik petugas kota maupun pengumpul setempat. Jenis TPSS yang baik adalah yang kedap air dan tertutup. Tetapi TPSS ini tidak harus berupa bak khusus dari batu bata dan semen, karena tidak setiap pemukiman dapat menyediakannya (Apriadji, 1992). Menurut Dinkes Prop.NTT, 1995, letak TPPS yang baik sehingga dapat mengurangi risiko pencemaran adalah TPSS yang sedapat mungkin harus dihindarkan atau jauh dari saluran air dan tidak terletak pada tempat yang mudah terkena luapan air. Sedangkan Apriadji (1994) mengemukakan bahwa tempat penampungan sampah sementara (TPSS) yang baik dan memenuhi syarat kesehatan haruslah : (1.) mudah dibersihkan, (2.) tidak mudah rusak, (3.) sebaiknya TPSS tidak berupa lokasi terbuka/ tumpukan sampah yang dibuang atau dibiarkan beguitu saja diatas permukaan tanah, (4.) sebaiknya TPSS mempunyai tutup yang rapat untuk menghindari kumpulan lalat dan (5.) kalau bisa TPSS ditempatkan di luar atau jauh dari rumah dengan tujuan agar kebersihan rumah terjaga, menjaga kesejukan hawa/udara sekitar rumah dan mudah diangkut oleh petugas sampah/truk sampah. Diharapkan dengan terpenuhinya 5 syarat TPSS diatas maka kebersihan lingkungan dapat terjaga sehingga mengurangi resiko pencemaran dan penyebaran vektor penyakit akibat sampahsampah yang ada. FAKTOR MANUSIA Dalam melihat factor manusia sebagai penyebab kejadian diare dalam Masyarakat, maka perlu dipertimbangkan pula latar belakang kehidupan Masyarakat yang bersangkutan. 95

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008 2 Desember 2008 Kebiasaan Jajan Perilaku dan gaya hidup sangat berpengaruh terhadap kejadian dan kegawatan penyakit diare, terutama yang berhubungan dengan kebiasaan/ budaya pola makan dan minum tiap individu dalam masyarakat. Menurut Sarbini (2005), ada beberapa hal yang perlu dilihat menyangkut persepsi dari masyarakat mengenai perilaku makan/minum yaitu : (a.) kebiasaan makan, (b.) jenis makanan yang sering di konsumsi, (c.) tempat memperoleh makanan/ minuman (warung, kaki lima, restoran, masak sendiri, dll), (d.) kesukaan makan-minum (pedas, gorengan, dingin, dll), (e.) kondisi sosial fisik tempat penjualan makan/minuman, (f.) keamanan makanan yang dijual, (g.) tingkat hygiene sanitasi makanan yang dijual atau dimakan. Kebiasaan mencuci tangan Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral. Penularannya dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda tercemar (terutama kotoran/tinja), misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Kebiasaan perorangan yang berhubungan dengan penularan kuman penyebab diare adalah kebiasaan mencuci tangan, terutama saat selesai buang air besar, sesudah membuang kotoran/sampah sebelum menyiapkan makanan, seblum menyuapi anak atau sebelum makan (Depkes RI, 2003) Kebiasaan dan cara menyimpanhidangan Makanan yang kotor akan berbahaya bagi anggota keluarga karena dapat menyebabkan kejadian diare. Karena itu agar keamanan makanan terjaga, usahakan agar menyimpan makanan pad temapt yang dingin dan tertutup, seperti pada

lemari makan atau meja yang ditutup dengan tutupan saji (Heru, 1995 cit Toyo, 2005) Menurut Widyati (2002), faktorfaktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam makanan adalah : (a.) temperatur tempat penyimpanan makanan, (b.) merebus atau memanaskan makanan sampai mendidih tetapi kurang maksimal dengan suhu tertinggi 120oC, (c.) suhu terlalu rendah saat menyimpan hidangan, minimal 7oC, (d.) kandungan cairan atau air dalam bahan makanan yang tinggi dan (e.) jangka waktu penyimpanan makanan yang lama (5-6 jam). FAKTOR AGENT (VEKTOR LALAT) Pada dasarnya setiap mahluk di dunia ini mempunyai hubungan dengan lingkungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lalat adalah salah satu mahluk yang berperan dalam penyebaran kejadian diare, bertindak sebagai agent dan atau vektor mekanis yang hanya bertindak sebagai alat pemindah pasif dengan pengertian bahwa kumankuman ptogen tidak mengalami perubahan apapun (Widyati, 2002) Perkembangbiakan seekor lalat dimulai pada saat seekor lalat betina yang bertelur. Biasanya sekali bertelur akan menghasilkan 75-150 butir, setiap 30 hari. Setelah 10-24 jam dalam keadaan baik telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva dan kepompong dalam waktu 4 hari. Setelah itu menjadi imago dan terakhir menjadi lalat dewasa. Setelah berumur 3 hari, lalat tersebut sudah mampu untuk bertelur kembali. Siklus hidup lalat, mulai dari telur hingga lalat dewasa memerlukan waktu 14 hari. Kebiasaan lalat untuk menempatkan telurnya pada tempat yang banyak mengandung zat-zat organik, seperti temapat sampah, membuat kesulitan dalam pemberantasannya. Lalat lebih menyukai makanan yang bersuhu lebih tinggi dari suhu udara sekitarnya 96

HUBUNGAN ANTARA PEMBUANGAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK NGAN KEJAD IAN DIARE PADA PENDUDUK dan sangat membutuhkan air. Tanpa air lalat tidak dapat hidup lebih dari 46 jam (Widyati, 2002) Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian adalah (1.) ada hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare, (2.) ada hubungan antara jarak TPSS terhadap pemukiman penduduk dan SAB dengan kejadian diare, (3.) ada hubungan penggunaan TPSS dengan kejadian diare, (4.) ada hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare, (5.) ada hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare, (6.) ada hubungan kebiasaan menyimpan hidangan dengan kejadian diare, dan (7.) ada hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik, dengan desain cross sectional study (Supryanto, 2003), dimana dilakukan pengamatan terhadap obyek yang diamati, wawancara dan pengisian pertanyaan terstruktur (kuesioner) terhadap responden dalam waktu yang bersamaan/ tertentu. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelurahan Oesapa, kecamatan Kelapa lima, Kota Kupang tahun 2006. Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah : Seluruh penduduk kelurahan Oesapa sejumlah 16.096 jiwa. Sedangkan Sampel dalam penelitian ini diambil secara porpusive sampling, dimana tehnik dicirikan oleh pemakaian keputusan dan upaya yang disengaja untuk memperoleh sampel representatif dengan memasukkan area-area atau kelompok orang yang bersifat tipikal

(Aswin, 1997). Besar sampel menggunakan rumus cohcran (Supriyanto, 2003) sebesar 96, tetapi untuk menghindari drop out maka jumlah sampel dibulatkan dengan menambah 10% dari 96 sehingga menjadi 106 orang. Data Dan Instrumen YangDigunakan Data dalam penelitian ini ada dua data yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer adalah Data yang diperoleh melalui hasil observasi langsung dengan pengisian form pemantauan dan wawancara. Sedangkan Data Sekunder adalah Data-data yang diperoleh dari beberapa instansi seperti instansi kesehatan dan Kelurahan serta literatur yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Kemudian instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian berupa Kuisioner, Form Observasi TPSS dan kepadatan lalat, Meter roll dan untuk mengukur waktu digunakan Arloji/jam tangan. Teknik Pengolahan Dan Analisa Data Data hasil pemeriksaan sampel di klasifikasi, dikode, ditabulasi kemudian dihitung dengan analisis statistik menggunakan komputer dan kalkulator. Untuk analisis data, dianalisis secara statistik dengan menggunakan komputer kemudian disajikan secara deskriptif dalam bentuk narasi dan tabel. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Karakteristik Responden menurut kelompok umur Dari 106 sampel dalam penelitian ini, kelompok umur bervariasi dari 16> 60 tahun. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1. berikut. 97

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008 2 Desember 2008 Tabel. 1 Distribusi responden menurut kelompok umur Kelompok N (orang) % umur (tahun) 16-20 9 8 21-25 11 10 26-30 22 21 31-35 24 23 36-40 12 11 41-45 8 7 46-50 7 7 51-55 3 3 56-60 7 7 >60 3 3 Jumlah 106 100 Berdasarkan tabel 1 maka responden terbanyak berumur antara 31-35 tahun yaitu 24 orang (23%) dan paling sedikit pada kelompok umur >60 tahun sebanyak 3 orang (3%). Karakteristik responden menurut jenis kelamin Dari 106 sampel dalam penelitian ini, jumlah laki-laki dan perempuan hampir sebanding. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel. 2 Distribusi responden menurut jenis kelamin Kelompok umur (tahun) N (orang) % Laki-laki 50 47 Perempuan 56 53 Jumlah 106 100 Berdasarkan tabel 2 maka respomden terbanyak adalah perempuan sejumlah 56 orang(53%) dan laki-laki sebanyak 50 orang (47%). Karakteristik responden menuruttingkat pendidikan Tabel. 3 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan Tingkat pendidikan N (orang)

% SD 21 20 SLTP 47 44 SLTA 31 29 Perguruan Tinggi 31 7 (PT) Jumlah 106 100 Dari 106 sampel dalam penelitian ini, tingkat pendidikan responden bervariasi. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3. Berdasarkan tabel 3 maka responden terbanyak adalah berpendidikan SLTP sejumlah 47 orang(44%) dan paling sedikit perpendidikan PT sebanyak 7 orang (7%). Karakteristik responden menurut jenis pekerjaan/profesi Dari 106 sampel dalam penelitian ini, jenis profesi responden dapat dilihat pada tabel 4. Tabel. 4 Distribusi responden menurut jenis kelamin Jenis pekerjaan/ profesi N (orang) % Pengusaha/ 25 23.6 wiraswasta Nelayan 26 24.5 Ibu RT 50 47.2 Mahasiswa/ pelajar 5 4.7 Jumlah 106 100 Berdasarkan tabel 2 maka respomden terbanyak adalah berprofesi sebagai ibu RT sejumlah 50 orang(47,2%) dan paling kecil berprofesi sebagai mahasiswa atau peljar sebanyak 5 orang (4,7%). Hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare Hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare pada responden dapat dilihat tabel 5. Tabel. 5 Hubungan jenis TPSS dengan kejadian diare

Jenis kejadian diare Jumlah TPSS Tidak Diare (desain/ diare konstruks n%n% n % i) Baik 5 4.7 5 4.7 10 9.4 Sedang 1 0 9.4 1 2 11. 3 22 20. 8 Buruk 2 9 27. 4 4 5 42. 5 74 69. 8 Jumlah 4 4 41. 5 6 2 58. 5 10 6 100 98

HUBUNGAN ANTARA PEMBUANGAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK NGAN KEJAD IAN DIARE PADA PENDUDUK Berdasarkan analisis statistik terhadap tabel 5 menunjukkan nilai a = 0,74 yang berarti bahwa Ho ditolak maka tidak ada hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare. Hubungan antara letak TPSS dengan kejadian diare Hubungan antara letak TPSS terhadap pemukiman dan SAB dengan kejadian diare pada responden dapat dilihat tabel 6. Tabel. 6 Hubungan letak TPSS dengan kejadian diare Letak kejadian diare Jumlah TPSS Tidak diare Diare n % n % n % Baik 7 6.6 10 9.4 17 16 Sedang 25 23.6 33 31.1 58 54.8 Buruk 12 11.3 19 17.9 31 29.2 Jumlah 44 41.5 62 58.5 106 100 Berdasarkan analisis statistik terhadap tabel 6 menunjukkan nilai a = 0,92 yang berarti bahwa Ho ditolak maka tidak ada hubungan antara letak TPSS dengan kejadian diare. Hubungan antara kondisipenggunaan TPSS dengan kejadian diare Hubungan antara kondisi penggunaan TPSS dengan kejadian diare pada responden dapat dilihat tabel 7. Tabel. 7 Hubungan kondisi penggunaan TPSS dengan kejadian diare Jenis TPSS kejadian diare Jumlah (desain/ konstruksi) Tidak diare Diare n % n % n % Baik 7 6.6 10 9.4 17 16 Sedang 25 23.6 33 61.1 58 54.8 Buruk 12 11.3 19 17.9 31 29.2

Jumlah 44 41.5 62 58.5 106 100 Berdasarkan analisis statistik terhadap tabel 7 menunjukkan nilai a = 0,03 yang berarti bahwa Ho diterima sehingga ada hubungan antara kondisi penggunaan TPSS dengan kejadian diare. Hubungan antara kebiasaan jajan dengan kejadian diare Hubungan antara kebiasaan jajan responden dengan kejadian diare dapat dilihat tabel 8 Tabel. 8 Hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare Kebiasaa kejadian diare Jumlah n jajan Tidak Diare diare n % n % n % Ya Tidak Jumlah 2 5 1 9 4 4 23. 6 17. 9 41. 5 4 8 1 4 6 2 45. 3 13. 2 58. 5 73 33 10 6 68. 9 31. 1 100

Berdasarkan analisis statistik terhadap tabel 8 menunjukkan nilai a = 0,04 yang berarti bahwa Ho diterima sehingga ada hubungan antara kebiasaan jajan responden dengan kejadian diare. Hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare Hubungan antara kebiasaan mencuci tangan responden dengan kejadian diare dapat dilihat tabel 9. Tabel 9 Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare Kebiasaan kejadian diare Jumlah mencuci Tidak Diare tangan diare n % n % n % Ya 10 9.4 20 18.9 30 28.3 Tidak 34 32.1 42 39.6 76 71.7 Jumlah 44 41.5 62 58.5 106 100 Berdasarkan analisis statistik terhadap tabel 9 menunjukkan nilai a = 0,39 yang berarti bahwa Ho ditolak sehingga tidak ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan responden dengan kejadian diare. Hubungan antara menyimpan hidangan kejadian diare Hubungan antara kebiasaan dengan kebiasaan menyimpan hidangan responden dengan kejadian diare dapat dilihat tabel 10. 99

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008 2 Desember 2008 Tabel. 10 Hubungan kebiasaan menyimpan hidangan dengan kejadian diare Kebiasaan / kejadian diare Jumlah cara Tidak Diare menyimpan diare hidangan n % n % n % Ya 13 12.3 15 14.2 28 26.4 Tidak 31 29.2 47 44.3 78 73.6 Jumlah 44 41.5 62 58.5 106 100 Berdasarkan analisis statistik terhadap tabel 10 menunjukkan nilai a = 0,69 yang berarti bahwa Ho ditolak sehingga tidak ada hubungan antara kebiasaan ataui cara menyimpan hiodangan responden dengan kejadian diare. Hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare Hubungan antara kebiasaan kepadatan lalat dengan kejadian diare dapat dilihat tabel 11. Tabel. 11 Hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare Kebiasaan kejadian diare Jumlah jajan Tidak Diare diare n % n % n % Rendah 24 22.6 8 7.5 13 12.3 Sedang 5 4.7 18 17 42 39.6 Tinggi 15 14.2 36 34 51 48.1 Jumlah 44 41.5 62 58.5 106 100 Berdasarkan analisis statistik terhadap tabel 11 menunjukkan nilai a = 0,02 yang berarti bahwa Ho diterima sehingga ada hubungan antara kepadatan lalat di rumah responden dengan kejadian diare. Pembahasan Jenis TPSS TPSS tidak selalu berupa bak khusus yang terbuat dari batu bata dan semen, karena tidak semua pemukiman dapat menyediakannya (Apriadji, 1992). TPSS dapat disediakan dalam bentuk bin /tong

sampah atau dibuat sendiri oleh masyarakat berupa lubang galian dengan desain/konstruksi sederhana. Yang terpenting diupayakan adalah agar lokasi TPSS agak jauh dari lokasi rumah dan tertutup sehingga tidak menjadi sarang perindukan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, dll serta menimbulkan aroma yang tidak sedap. Juga pemandangan yang terjadi menjadi buruk dan tidak estetis. Hasil penelitian di kelurahan Oesapa menunjukkan bahwa kejadian diare banyak terjadi pada responden yang menggunakan jenis TPSS yang buruk yaitu sebanyak 45 responden (42,5%). Tetapi berdasarkan hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara kejadian diare dengan jenis TPSS yang digunakan. Hal ini disebabkan walaupun jenis TPSS yang ada buruk tetapi responden biasanya lebih sering untuk langsung membakar kotoran/sampah yang tertumpuk atau membuangnya ke lingkungan tetap kebersihannya. laut sehingga terjaga Letak TPSS Letak /jarak TPSS terhadap pemukiman dan Sarana Air Bersih (SAB) turut mendukung resiko pencemaran lingkungan terutama pencemaran air permukaan. TPSS dengan lokasi /titik pengumpulan yang terbuka dan dibiarkan begitu saja akan lebih memperbesar resiko tersebut. Apabila air pada SAB tersebut hanya diambil oleh satu keluarga, maka kemungkinan akan mendapatkan penyakit hanya keluarga tersebut. Tetapi bila yang menggunakan air dari SAB tersebut lebih banyak keluarga lagi/ sebagian besar Masyarakat sekitarnya, maka bukan tidak mungkin kejadian diare tersebut akan menjadi wabah atau epidemi. Akan menjadi lebih berat, bila ditambah dengan Sanitasi dan hygiene Masyarakat yang tidak sehat, kondisi geografis yang tropis panas dan musim kemarau dengan angin kencang. Kejadian diare ini bisa menjadi pandemic (Soemirat, 2005).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang 100

HUBUNGAN ANTARA PEMBUANGAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK NGAN KEJAD IAN DIARE PADA PENDUDUK terkena kejadian diare mempunyai terbanyak adalah responden dengan letak TPSS sedang terhadap pemukiman dan SAB. Tetapi setelah dianalisis tidak menunjukkan ada hubungan antara kejadian diare dengan letak/jarak TPSS yang digunakan. Hal ini disebabkan walaupun jarak TPSS yang sedang bahkan bisa dikatakan dekat dengan pemukiman dan SAB tetapi responden biasanya lebih sering menggunakan air yang dibeli untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk kondisi sekarang, biasanya air yang digunakan untuk minum adalah air yang dibeli di depot air minum isi ulang (DAMIU). Sementara untuk kebutuhan Sanitasi dan hygiene keluarga menggunakan air tangki. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ina Lopi, 2006, yang mengatakan bahwa walaupun hampir semua kepala keluarga memiliki sumur gali, tetapi tidak semua sumber air tersebut digunakan untuk minum. Dari 89 sampel, 6 responden (6,7%) membeli air dari sumber air lainnya karena alasan apabila diminum terasa tidak enak, biarpun kebiasaan penduduk yang merebus air tersebut sampai mendidih sebelum digunakan sebagai air minum. Dan diantaranya 1(satu) responden (1,1%) menderita diare. Menurut Heru (1995) dalam Toyo (2005) pemakaian air yang tidak bersih menjadi penyebab utama kejadian diare. Hal ini sejalan dengan Thaha (1995) dan Ahmad dalam Astyani (2005) bahwa episode kejadian diare lebih mengacu pada kesehatan lingkungan, jika sarana air bersih kurang dan tidak memenuhi syarat sehingga resiko diare selalu ada. Sehingga kejadian diare yang tinggi terjadi dimungkingkan karena hygiene keluarga yang buruk atau faktor intrinsik lain dari responden itu sendiri, seperti malnutrisi dan immunodefisiensi. Selain itu, penyakit diare dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti misalnya ketidakmampuan

mencerna zat gula/susu sapi dalam diet (Addy,1993) dan juga perilaku menyimpan hidangan yang tidak baik sehingga terkontaminasi bibit penyakit yang dibawa oleh vektor/lalat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Toyo (2005), bahwa risiko terjadinya diare pada balita yang keluarganya menyimpan hidangan/makanan secara terbuka mempunyai risiko terjadi diare 3,35 kali lebih besar daripada balita yang keluarganya menyimpan makanan/hidangan secara tertutup. Selain itu, pendidikan ibu juga mempengruhi risiko kejadian diare. Kondisi penggunaan TPSS Menurut Apriadji (1992), TPSS yang baik adalah yang mudah dibersihkan, kuat dan awet, tertutup dan ditempatkan jauh dari penmukiman. Karena kondisi TPSS yang buruk akan mendukung penyebaran penyakit lewat vektor penyakit. Hasil penelitian menunjukkan TPSS dengan Kondisi sedang banyak terjadi kejadian diare. Hal ini terbukti dengan hasil analisis yang menunjukkan hubungan antara kondisi TPSS dengan kejadian diare. Faktor musim kemarau pada saat penelitian juga menjadi salah satu pendukung karena tekanan udara yang tidak menentu dengan angin kencang membuat sampah-sampah yang sudah dikumpulkan kembali beterbangan. Bahkan sebagaian berserakan karena dikoyak-koyak oleh binatang peliharaan seperti anjing. Hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya kejadian diare pada responden. Kebiasaan jajan Faktor perilaku manusia, gaya hidup dan aktivitas juga mempenagruhi jumlah sampah yang ada. Dan bila volume sampah yang banyak ini tidak dikelola dengan baik 101

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008 2 Desember 2008 akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Demikian juga dengan perilaku dan gaya hidup individu terkait kebiasaan makan-minum yang sembarangan dan tidak memenuhi syarat kebersihan dan keamanan makanan, juga memberikan kontribusi kejadian diare dan kegawatannya (Sarbini, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare terbanyak terjadi pada responden dengan kebiasaan jajan di luar yang sangat sering. Dan hasil analisis juga mendukung kenyataan tersebut dengan menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan jajan yang sering dengan kejadian diare. Makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan penyakit (food borne disease), salah satunya adalah diare. Hal ini disebabkan karena keamanan dan kebnersihan makanan yang tidak terjaga serta tempat penjualan makanan/minum yang jauh dari kesan sehat. Sejalan dengan itu juga hasil penelitian Sarbini menunujukakan bahwa anak atau orang dewasa biasanya terkena diare karena makan dan minum makanan yang terkontaminasi oleh bakteri, virus dan parasit yang ada dalam makanan (Dinkes Prop. NTT, 2005) Selain itu kejadian diare pada daerah penelitian bisa kemungkinan disebabkan oleh kebiasaan masyarakat/penduduk dalam proses pengolahan makanan yang kurang sempurna. Menurut Mukono (2000), pemasakan yang tidak sempurna pada daging, telur dan susu akan menyebabkan makanan tersebut peka dan memudahkan organisme untuk berkembang didalamnya. Kebiasaan mencuci tangan Selain itu, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sesudah bekerja atau mengangkat kotoran dan sebelum menyiapkan makanan juga berpengaruh terhadap terjadinya diare. Seperti yang diteliti oleh Toyo,

2005, salah satu kebiasaan yang erat kaitannya dengan penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Hal senada juga ditunjukkan dalam hasil penelitian Weraman dan Evi Sahrul (2004) (Dinkes. Prop. NTT, 2004). Dalam Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa kejadian diare banyak terjadi pada responden yang tidak biasa mencuci tangan sebelum makan, sesudah bekerja dan sebelum menyiapkan makanan. Tetapi hasil analisis tidak menunjukkan hubungan yang berarti. Mungkin hal ini disebabkan karena walaupun tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan tetapi responden mempunyai kekebalan tubuh yang baik. Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian Astyani (2005) tentang hubungan antara sanitasi makanan dan lingkungan dengan kejadian diare pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari tahun 2005, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare pada balita. Dikatakan bahwa ada kemungkinan balita mempunyai immunitas/kekebalan tubuh yang baik sehingga tidak terjadi penyakit diare. Kebiasaan cara menyimpan hidangan Makanan yang disajikan tanpa ditutup atau dibiarkan terbuka akan mengundang lalat untuk datang berkumpul dan menebarkan bibit penyakit (Heru cit Toyo, 2005). Salah satu kebiasaan lalat adalah suka pada aroma yang harum dan menyengat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare banyak terjadi pada responden yang tidak biasa menutup hidangannya, baik sebelum maupun sesudah makan. Tetapi berdasarkan analisis tidak menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan ini dengan kejadian diare. Ada kemungkinan hal ini terjadi karena kebiasaan responden yang 102

HUBUNGAN ANTARA PEMBUANGAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK NGAN KEJAD IAN DIARE PADA PENDUDUK menerapkan sistem santap langsung dan sekali masak untuk sekali makan. Hal demikian juga diungkapkan dalam penelitian Ina Lopi, 2006, yang menerangkan bahwa tidak ada hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare pada balita. Kepadatan lalat Salah satu indikator kebersihan temapt adalah tingkat kepadatan lalat. Lalat biasanya menyukai tempat yang lembab dan hinggap pada zat-zat organik yang berbau tajam sebagai tempat perindukkannya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare terjadi paling banyak pada responden dengan tingkat kepadatan lalat dalam rumah yang tinggi. Hasil ini sebanding dengan hasil analisis yang menunjukkan adanya hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Widyati (2002) yang menyatakan bahwa lalat merupakan agen/vektor mekanis pasif yang paling berperan dalam transmisi penyebaran penyakit diare. Simpulan Dari hasil penelitian dapat diterik kesimpulan bahwa (1)Tidak ada hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare yang ditunjukkan dengan nilai .= 0,74; (2) Tidak ada hubungan antara letak/jarak TPSS dengan kejadian diare yang ditunjukkan dengan nilai .= 0,92; (3) Ada hubungan antara Kondisi penggunaan TPSS dengan kejadian diare yang ditunjukkan dengan nilai .= 0,03; (4) ada hubungan antara kebiasaan jajan dengan kejadian diare yang ditunjukkan dengan nilai .= 0,04; (5) Tidak ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare yang ditunjukkan

dengan nilai .= 0,39; (4) Tidak ada hubungan antara kebiasaan/cara menyimpan hidangan dengan kejadian diare yang ditunjukkan dengan nilai .= 0,69; (5) ada hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare yang ditunjukkan dengan nilai .= 0,02. Saran Berdasarkan hasil penelitian diharapkan perlu adanya sosialisasi dan penyuluhan yang intensif tentang perilaku hidup bersih (PHBS) dan pentingnya kesehatan lingkungan kepada masyarakat. Demikian juga perlu kerjasama lintas sektor baik pemerintah dan swasta dalam menciptakan lingkungan hidup yang bersih, terutama untuk masalah sampah mulai pengangkutan akhirnya. dari pengumpulan, dan pengelolaan DAFTAR PUSTAKA Apriadji.WH, 1992, Memproses Sampah, Jakarta, Penebar Swadaya Aswin.S, 1997, Metodologi Penelitian Kedokteran, Yogyakarta, FK UGM Azwar.A, 1989, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta, Mutiara Widya, Depkes RI, 2000, Prinsip Hygienen dan Sanitasi Umum dan Perkotaan, Jakarta, Grasindo Dep PU, 1999, Pengelolaan Sampah Perkotaan, Jakarta, Direktorat Bina Tehnik Depkes RI, 2003, Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Jakarta, DitJend PPM Dinkes Prop. NTT, 2003, Laporan Tahunan Seksi Upaya Kesehatan Dasar Prop. NTT Dinas Kebersihan Kota Kupang, 2005, Manajemen Persampahan Kora 103

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008 2 Desember 2008 Kupang, Kupang, Dinas Kebnersihan Kota Kupang Kusnoputranto. H, 1985, Ke4sehatan Lingkungan, Jakarta, FKM UI Ina Lopi. A, 2006, Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita Di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kupang Tahun 2006, Skripsi, Kupang, FKM Undana Mansjoer.A, 1999, Kapita Selekta Kedokteran jilid I, Jakarta, FK UI (Media Asculapius) Notoatmodjo, Soekidjo, 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta : PT. Rineka Cipta Purdom, P. W., 1980, Environmental Health (2th Ed), Academic Press, Inc. Sydney Puskesmas Pasir Panjang, 2004,2005, Laporan Tahunan PKL Sarbini, 2005, Diare, Jakrta, MERC Slamet, Juli Soemirat, 1994, Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Soemirat, Juli, 2005, Epidemiologi Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Supriyanto, 2003, Metodologi Risat, Surabaya, FKM Unair Toyo.MT, 2005, Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada Balita di Puskesmas Oesao Kabupaten Kupang, Skripsi, Kupang, FKM Unadana Weraman, Sharul.E, 2004, Faktorfaktor yang mempengaruhi Kejadian Diare di Kota Kupang, Thesis, Kupang, Dinkes Prop, NTT 104

Anda mungkin juga menyukai