Anda di halaman 1dari 0

6

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar tubuh terbesar dengan berat sekitar 2,5% berat
badan orang dewasa, atau berkisar dari 1.400 sampai 1.600 g. Hati sebagian besar
terletak di perut bagian kanan atas di belakang iga. Ukuran hati yang normal
sebesar telapak tangan individu itu sendiri (Noer, 1987; Cotran et al., 1999).
Hati terdiri atas dua bagian besar, lobus kanan dan lobus kiri yang
dipisahkan oleh ligamentum falsiformis pada bagian anterior, pada bagian inferior
oleh lekukan tempat ligamentum teres, dan lekukan untuk ligamentum venosum
di bagian posterior. Hati mendapat suplai darah dari vena porta dan arteri
hepatika. Vena porta membawa darah vena dari usus, limpa, dan pankreas. Ciri
darah yang berasal dari vena porta antara lain mengandung lebih banyak nutrien
dan sisa bakteri dari saluran pencernaan, mengandung lebih banyak oksigen
karena aliran darah di daerah splanknikus ini lebih banyak dan tekanannya juga
lebih tinggi untuk mengatasi tekanan pada sinusoid hati. Darah dari vena porta
dan arteri hepatika disalurkan ke vena sentralis, masuk ke vena hepatika kemudian
ke dalam vena kava kaudalis (Noer, 1987; Cotran et al., 1999).
Sel hati merupakan 60% bagian hati. Diameter sel hati kira-kira 30 m,
berbentuk poligonal. Nukleusnya satu, tetapi ditemui juga nukleus ganda yang
membagi diri dengan cara mitosis. Inti sel hati mengandung deoksiribonukleo-
poliploidi protein. Inti sel dengan poliploidi yang bertambah dianggap merupakan
keadaan prakanker. Diperkirakan usia sel hati 150 hari. Sel-sel hati mempunyai
daya regenerasi yang sangat tinggi. Hati normal yang dilobektomi sebanyak 70%
akan meningkatkan proliferasi sel-sel hati sehingga dalam waktu 2-3 minggu
bagian hati yang hilang dapat diganti kembali (Ressang, 1984). Kerusakan hati
yang mengakibatkan hanya 10-20% jaringan hati yang masih berfungsi sudah
cukup untuk mempertahankan hidup individu. Sel hati memiliki tiga permukaan,
satu menghadap ke sinusoid dan rongga Disse, satu menghadap ke kanalikulus
empedu, satu lagi menghadap ke sel hati yang bersebelahan. Sel hati tidak
7
memiliki membran basal. Dalam tiap miligram jaringan hati ditemukan kira-kira
202.000 sel yang terdiri atas 171.000 sel parenkim hati dan 31.000 sel-sel lain
termasuk sel Kupffer (Noer, 1987).
Hepatosit (sel parenkim hati) merupakan bagian yang paling bertanggung
jawab atas peran hati dalam metabolisme. Hepatosit terletak di antara sinusoid
yang terdiri atas darah dan saluran empedu. Sel Kupffer melapisi dinding endotel
hati dan merupakan bagian penting dalam kekebalan tubuh. Setiap sel hati
merupakan pabrik kecil yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin maupun
eksokrin secara penuh, walaupun secara fungsional unit hati terkecil ialah lobulus
(Cotran et al., 1999). Setiap lobulus yang berbentuk heksagonal mempunyai vena
sentral. Sudut-sudut pertemuan antara lobuli disebut segitiga Kiernan, yang
mengandung arteri, vena, dan saluran empedu. Ruangan di antara balok-balok sel
adalah sinusoid (kapiler hati), suatu sel yang berdinding endotel yang intinya
dalam keadaan tertentu bisa berubah menjadi makrofag (sel Kupffer).
Inti sel hati memiliki lapisan ganda dengan pori-pori untuk saling
berhubungan dengan hialoplasma di sekitarnya. Mitokondria hati mengandung
banyak enzim untuk siklus asam sitrat dan oksidasi -asam lemak. Selain itu,
mitokondria juga merupakan tempat pembentukan heme dan fosforilasi oksidatif.
Retikulum endoplasmik yang dikelilingi ribosom berfungsi membentuk protein
khusus terutama albumin, faktor pembeku darah, dan enzim-enzim di antaranya
glukosa-6-fosfatase, pembentukan trigliserida, lipoprotein, serta glikogenesis.
Retikulum endoplasmik yang tidak bergranul merupakan tempat terjadinya proses
konjugasi bilirubin dan detoksifikasi xenobiotik, pembentukan steroid termasuk
kolesterol dan asam empedu primer yang berkonjugasi dengan glisin dan taurin.
Jumlah retikulum endoplasmik tidak bergranul ini akan bertambah setelah
pemberian induktor enzim, seperti fenobarbital. Lisosom terletak dekat
kanalikulus dan mengandung banyak enzim hidrolisis yang dapat merusak sel.
Peran lisosom adalah menghancurkan organel yang berumur pendek. Feritin,
lipofusin, pigmen empedu, dan tembaga disimpan di lisosom. Lisosom yang
letaknya dekat dengan kanalikulus empedu dinamakan dengan mikrobodi.
Apparatus golgi terdiri atas vesikel dan partikel, posisinya dekat dengan
8
kanalikulus, yakni tempat menyiapkan benda-benda yang akan diekskresikan ke
dalam empedu. Lisosom, mikrobodi, dan apparatus golgi berperan memecah
benda-benda yang diambil sel hati, selanjutnya diekskresi, disekresi, atau
disimpan untuk proses metabolik di dalam hialoplasma. Apparatus golgi, lisosom,
dan kanalikulus terlibat dalam peristiwa kolestasis. Hialoplasma yang berada di
antara semua organel sel hati mengandung butir-butir glikogen, lipid, dan fibrin-
fibrin halus. Mikrotubulus dan mikrofilamen merupakan sitoskeleton penunjang
yang mengatur bentuk gerakan sel juga mungkin mengatur gerakan dari granul-
granul sekret (Noer, 1987).

Fungsi Hati
Hati berperan dalam memelihara keseimbangan metabolik di dalam tubuh,
seperti metabolisme protein, karbohidrat, lipid, vitamin, sintesis protein serum,
sekresi empedu, serta detoksifikasi (Cotran et al., 1999).
Uraian fungsi hati menurut Cotran, et al. (1999), Cunningham (2002), Stockham
dan Scott (2002) adalah sebagai berikut:
1. Mensekresikan empedu. Empedu terdiri atas garam-garam empedu (taurokolat
dan glikokolat natrium), pigmen empedu (bilirubin dan biliverdin), lemak,
kolesterol, lesitin, dan garam-garam mineral (kalsium karbonat dan kalsium
fosfat). Bila terjadi kerusakan hati maka banyak ditemukan bilirubin dalam
urin. Retensi pigmen empedu juga mengakibatkan terjadinya
hiperbilirubinemia dengan gejala-gejala ikterus. Garam-garam empedu (asam-
asam kolat) dibentuk di dalam hati dari kolesterol. Penyumbatan jalan empedu
mengakibatkan garam-garam empedu menjadi tertimbun di dalam darah.
Peran garam-garam empedu antara lain mengaktifkan kerja enzim-enzim
pankreas (lipase dan amilase), memudahkan emulsi lemak di dalam usus,
memudahkan penyerapan lemak dan vitamin yang larut di dalam lemak
(vitamin A, D, E dan K) dari usus, menekan pertumbuhan kuman-kuman di
dalam usus, serta sebagai alat ekskresi kolesterol, besi, tembaga, kalsium, dan
beberapa jenis obat.
9
2. Metabolisme karbohidrat. Glikogen dibentuk dan disimpan di dalam hati. Bila
karbohidrat yang dari usus berlebihan maka hati akan mengubahnya menjadi
lemak kemudian disimpan dalam depot-depot lemak. Selain itu hati juga
berperan dalam memobilisasi glukosa serta pembentukan glukosa dari
fruktosa, galaktosa, dan bagian nonnitrogen asam-asam amino.
3. Metabolisme lipid. Hepatosit berperan dalam membentuk asam-asam empedu
dari kolesterol. Di dalam usus, garam-garam empedu ikut berperan dalam
mengemulsi lemak. Emulsi yang terbentuk kemudian dihidrolisis selanjutnya
diubah bentuknya menjadi asam-asam lemak dan gliserol sehingga dapat
diserap oleh usus. Perubahan asam-asam lemak dan gliserol menjadi lemak-
lemak yang khas untuk tubuh hewan terjadi pada mukosa usus. Gangguan
pada produksi empedu mengakibatkan gagalnya pengemulsian lemak yang
menyebabkan meningkatnya lemak feses (steatorrhea). Hati juga berperan
dalam pengambilan lemak netral dari darah, usus, dan depot-depot lemak
secara kontinu. Lipid netral yang diambil kemudian diubah menjadi lemak
jaringan (terutama fosfolipid) dengan adanya kolin dan metionin.
Ketidaktersediaan kolin dan metionin akan menyebabkan penumpukan lemak
netral di dalam sel-sel hati. Peran hati lainnya adalah mendenaturasi lipid
sebelum oksidasi asam lemak serta pada pembentukan benda-benda keton.
4. Metabolisme protein. Hepatosit berperan dalam sintesis protein plasma,
termasuk albumin dan globulin. Umumnya sintesis terjadi secara de novo dari
asam-asam amino esensial dan nonesensial. Selain itu hati juga berperan
dalam penguraian asam-asam amino. Pemisahan NH
2
oleh enzim oksidase
akan menyisakan amonia dan asam keton. Dari penguraian ini terbentuk
ureum yang akan dikeluarkan melalui ginjal. Ampas-ampas nonnitrogen pada
penguraian asam-asam amino diubah menjadi glukosa dan benda-benda keton.
Dalam hati tidak ada penimbunan protein seperti halnya lemak dan glikogen,
namun hati dapat dengan cepat mensintesis protein baru (albumin, fibrinogen,
protrombin, globulin, dan ester kolin) terutama setelah perdarahan. Protein-
protein plasma maupun jaringan juga disintesis dari asam-asam amino. Bila
10
fungsi hati terganggu, kadar bahan-bahan nitrogen di dalam plasma juga
berubah.
5. Metabolisme besi dan pembentukan sel darah merah. Hati berperan
menghancurkan eritrosit kemudian menyimpan besi dari pemisahan tersebut
untuk dipergunakan lagi dalam pembentukan eritrosit baru.
6. Detoksifikasi. Hati berperan dalam degradasi maupun modifikasi komponen
endogenus dan eksogenus. Xenobiotik yang masuk ke dalam tubuh, baik itu
yang masuk melalui jalur parenteral, oral, maupun jalur lainnya akan
mengalami oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan konjugasi di hati sehingga bersifat
lebih larut dalam air.
7. Sistem fagositosis. Sel Kupffer berperan dalam menghancurkan endotoksin
maupun eksotoksin.

Pemeriksaan Biokimia Hati
Pemeriksaan biokimia hati diharapkan dapat mendeteksi adanya kelainan
pada hati, perkiraan penyebab penyakit hati, tingkat keparahan, perjalanan
penyakit, serta menilai hasil pengobatan yang telah diberikan. Untuk itu, dalam
pelaksanaannya, diperlukan kombinasi beberapa uji fungsi hati yang dikerjakan
secara bersamaan. Penilaian hasil uji fungsi hati tentu saja harus melihat
pemeriksaan lain seperti USG, histopatologi, dan keadaan fisik penderita.
Menurut Cotran et al. (1999), secara umum ada empat aspek penanda penyakit
hati, yakni dilihat dari gambaran umum hati yang mengalami kerusakan, pengaruh
penyakit hati terhadap pembentukan empedu, gangguan pada fungsi hati, serta
terjadinya sirosis hati. Kondisi umum hati yang rusak ditandai dengan akumulasi
berbagai substansi di dalam sel-sel hepatosit, misalnya penumpukan lemak di
dalam sel hati (steatosis), nekrosis, dan apoptosis sel-sel hepatosit, inflamasi sel-
sel hati yang ditandai dengan keberadaan leukosit pada pembuluh portal, bahkan
ke sel-sel hati, serta regenerasi sel-sel hati yang rusak. Keempat ciri kerusakan
hati ini terjadi secara reversible, berbeda dari fibrosis yang juga merupakan ciri
kerusakan hati akibat terjadinya peradangan. Fibrosis ini bersifat irreversible,
11
akibat terjadinya fibrosis maka pada permukaan hati akan terbentuk nodul-nodul
yang dikenal dengan sirosis hati. Peranan hati dalam pembentukan empedu
berfungsi untuk membantu penyerapan lemak dalam saluran pencernaan sekaligus
mengeliminir bilirubin dan hasil detoksifikasi. Dengan demikian, gangguan pada
pembentukan empedu mengakibatkan terjadinya retensi pigmen bilirubin yang
menimbulkan warna kuning pada kulit dan bola mata yang dikenal dengan istilah
jaundice atau ikterus. Keadaan lain yang juga mengikuti terjadinya ikterus adalah
kolestasis, yakni keadaan yang timbul akibat disfungsi sel-sel hati maupun
penyumbatan saluran empedu.
Beberapa uji biokimiawi yang dapat dilakukan untuk menganalisis fungsi
hati antara lain transaminase (aminotransferase), ALP, -GT, laktat dehidrogenase
(LDH), leusin amino peptidase (LAP), bilirubin serum, asam empedu, albumin
dan globulin serum, tes flokulasi (thymol turbidity test), tes pembekuan (tes
protrombin) serta alfa feto protein (AFP).
1. Serum transaminase
Ada dua enzim transaminase yang bermakna secara klinis, glutamat
piruvat transaminase (GPT) atau ALT yang memindahkan gugus amino dari
alanin ke asam -ketoglutarat membentuk asam glutamat dan asam piruvat, serta
glutamat oksaloasetat transaminase (GOT) atau AST yang mengkatalisis
pemindahan gugus amino dari asam aspartat ke asam -ketoglutarat membentuk
asam glutamat dan oksaloasetat.
Pada manusia, nilai normal kadar enzim ALT berkisar antara 5 dan 25
U/L, sedangkan AST antara 5 dan 35 U/L (Baron, 1992). Alanin transaminase
merupakan enzim sitosol dan terlibat dalam glukoneogenesis, meningkatnya kadar
enzim ALT dalam darah terutama disebabkan oleh kerusakan sel hati dan sel otot
rangka. Kerusakan hepatosit diawali dengan perubahan permeabilitas membran
yang diikuti dengan kematian sel. Waktu paruh enzim ini pada anjing berkisar
antara 2 dan 3 hari. Tingginya kadar enzim ALT dalam sitoplasma hepatosit
berbeda-beda pada tiap spesies (Stockham dan Scott, 2002).
Aspartat transaminase juga terlibat dalam glukoneogenesis, dan terdapat di
dalam sitosol serta mitokondria sel hati, otot rangka, otot jantung, dan eritrosit.
12
Waktu paruh enzim ini berbeda pada tiap spesies, pada anjing terjadi kurang dari
satu hari. Peningkatan kadar enzim AST terjadi akibat kerusakan hati yang parah
yang disertai nekrosis sehingga enzim dari mitokondria juga ikut keluar sel.
Kerusakan mitokondria disebabkan oleh toksisitas zat kimia yang mengakibatkan
hilangnya pengaturan ion, terjadinya depolarisasi potensial, membran sel
membengkak, dan penghambatan oksidasi fosforilatif. Kadar enzim aspartat
transaminase dikatakan juga sebagai indikator terbaik dalam melihat kerusakan
hati (Stockham dan Scott, 2002). Percobaan Venukumar dan Latha (2002) dengan
hewan coba tikus strain Sprague Dawley menunjukkan bahwa pemberian CCl
4

sebesar 1 ml/kg BB mengakibatkan peningkatan rataan kadar enzim AST
(33,611,34 IU/L) dan ALT (61,913,68 IU/L) dalam serum dibanding parafin
cair atau kontrol (AST 21,240,58 IU/L; ALT 24,621,34 IU/L). Sejalan dengan
itu, hasil penelitian Tripathi et al. (1991) menunjukkan bahwa rataan kadar enzim
AST dan ALT tikus strain Sprague Dawley yang diperlakukan dengan etanol 40%
kemudian diberi 0,1 ml/kg BB CCl
4
meningkat menjadi 147,5517,10 U/L dan
96,13 U/L22,62 bila dibanding dengan kadar AST dan ALT kontrol, masing-
masing 95,2412,10 U/L dan 53,999,77 U/L.
2. Alkalin fosfatase (ALP)
Alkalin fosfatase merupakan sekelompok enzim yang berperan
mempercepat hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik.
Enzim ini terdapat dalam banyak jaringan, terutama berasal dari hati, tulang,
mukosa usus, dan plasenta. Aktivitas enzim ini lebih tinggi pada laki-laki juga
pada anak-anak karena pertumbuhan tulangnya aktif. Alkalin fosfatase meningkat
bila terjadi kolestasis. Pada keadaan obstruksi intrabiliar maupun ekstrabiliar,
kadar enzim ini meningkat 3-10 kali dari nilai normal sebelum timbul ikterus
dengan transaminase yang sedikit meningkat. Kadar enzim alkalin fosfatase di
atas 180 U/L (biasanya diikuti dengan peningkatan bilirubin plasma)
menunjukkan kemungkinan terjadinya sirosis biliaris primer. Peningkatan yang
mencapai 150 U/L khas pada hepatitis virus. Kadar enzim ALP normal pada
orang dewasa adalah 20-95 U/L (Baron, 1992). Rataan kadar enzim alkalin
fosfatase pada kelompok kontrol adalah 71,044,61 IU/L, sementara setelah
13
diberi CCl
4
meningkat menjadi 128,115,24 IU/L (Venukumar dan Latha 2002).
Sama halnya dengan yang diperoleh Tripathi et al. (1991), induksi alkohol-CCl
4

menyebabkan kerusakan hati yang ditandai dengan peningkatan rataan kadar
enzim ALP dari 81,9210,98 U/L menjadi 257,1938,38 U/L.
3. -Glutamil transpeptidase (-GT)
Enzim ini terutama terdapat dalam hati, pankreas, dan ginjal. Pada
penderita penyakit hati, penyakit saluran empedu, dan penyakit pankreas, serta
pecandu alkohol, dan orang-orang yang mengkonsumsi obat barbiturat dan
fenitoin, kadar enzim -GT akan meningkat. Nilai normal kadar enzim -GT pada
laki-laki berkisar antara 10 dan 50 U/L, sedangkan pada wanita antara 7 dan 30
U/L. Umumnya peningkatan enzim GGT bersamaan dengan peningkatan enzim
ALT dan AST. Analisis enzim -GT berguna dalam mendeteksi enzim mikrosom
yang diinduksi oleh obat-obatan, terutama pada pecandu alkohol (Baron, 1992).
Rataan kadar enzim -GT pada tikus yang telah diberi CCl
4
menjadi 24,630,16
IU/L sementara pada kontrol hanya 2,920,41 IU/L (Venukumar dan Latha,
2002).
4. Laktat dehidrogenase (LDH)
Pengukuran kadar enzim LDH kurang sensitif untuk mendiagnosis
kerusakan hati. Namun, tetap dipakai berkaitan dengan penyebaran kanker yang
telah menyerang hati. Rataan kadar enzim LDH pada tikus yang mendapat air
suling sebesar 179,544,73 IU/L, sedangkan pada tikus yang mendapatkan CCl
4

meningkat menjadi 296,637,98 IU/L (Shanmugasundaram dan Venkataraman,
2006). Kadar enzim LDH pada manusia berkisar antara 240-480 U/L (Bihl et al.,
2006).
5. Leusin amino peptidase (LAP)
Enzim ini terutama terdapat di hati dan sistem empedu walaupun
ditemukan juga pada hampir seluruh jaringan tubuh manusia. Pada masa
kehamilan, kadar enzim ini meningkat dan mencapai puncaknya pada saat
menjelang melahirkan. Peningkatan kadar enzim LAP spesifik untuk kelainan
hati, dan nilai normalnya pada manusia berkisar antara 50 dan 220 U/ml
(Dalimartha, 2000).
14
6. Bilirubin serum
Bilirubin sebagian besar berasal dari sel eritosit tua yang dihancurkan di
limpa serta berasal dari sumber-sumber lain seperti mioglobin dan sitokrom. Dari
penghancuran eritrosit terurai hemoglobin yang melalui beberapa proses diubah
menjadi bilirubin indirek (bilirubin bebas, bilirubin unconjugated) yang larut
dalam lemak, tetapi sukar larut dalam air. Bilirubin indirek akan bergabung
dengan albumin dan melalui aliran darah akan sampai di hati. Di dalam hati,
melalui tiga tahap proses metabolisme, yakni pengambilan, konjugasi, dan
ekskresi, bilirubin indirek akan diubah menjadi bilirubin direk (bilirubin
conjugated) yang larut dalam air dan dapat diekskresikan dalam urin. Bilirubin
direk akan dialirkan masuk ke dalam kantong empedu. Pada saat makan, cairan
empedu akan dikeluarkan oleh kantong empedu dan masuk ke usus halus. Di
dalam usus halus, bilirubin direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen dan
sterkobilin. Sterkobilin inilah yang menyebabkan tinja berwarna cokelat. Sekitar
10-20% urobilinogen akan diserap kembali dan melalui aliran darah masuk
kembali ke hati (siklus enterohepatik) dan sebagian kecil dikeluarkan melalui
urin. Sementara dari penelitian Tripathi et al. (1991) dilaporkan bahwa rataan
kadar bilirubin pada hewan coba yang diinduksi alkohol-CCl
4
sebesar 0,6250,02
mg/dl, nilai ini meningkat bila dibandingkan kontrol yang hanya 0,2380,03
mg/dl.
Beberapa faktor dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin.
Kenaikan kadar bilirubin indirek terjadi bila produksi meningkat, pengambilan
yang berkurang, atau terjadi gangguan konjugasi di hati. Kenaikan kadar bilirubin
direk terjadi karena obstruksi saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik
sehingga bilirubin direk masuk ke dalam peredaran darah dengan cara regurgitasi.
Kenaikan juga dapat terjadi akibat kerusakan sel-sel parenkim hati sehingga
bilirubin masuk ke peredaran darah dengan cara penetrasi. Kenaikan kadar kedua
jenis bilirubin terjadi akibat kebocoran bilirubin dari sel-sel hati atau sel duktuli
sehingga bilirubin bisa masuk ke dalam aliran darah dan dapat memasuki semua
cairan tubuh seperti cairan otak, cairan asites, atau mewarnai kulit, sclera, dan
lain-lain (Baron, 1992).
15
7. Asam empedu
Asam empedu hanya dibuat dalam jaringan hati, per 24 jam hati
mensintesis sekitar 1,3 mmol (0,5 g) asam empedu dari kolesterol. Di dalam hati,
asam empedu dikonjugasi dengan asam amino glisin dan taurin, membentuk
garam empedu primer, yakni garam asam kolat dan asam kenodeoksikolat yang
kemudian akan disalurkan ke usus. Sisanya dari usus akan diserap di ileum dan
masuk kembali ke hati melalui vena porta. Garam empedu primer yang tidak
terserap akan dikonjugasikan di dalam usus besar membentuk asam empedu
sekunder, yakni asam deoksikolat dan litokolat (Baron, 1992). Nilai normal asam
empedu pada saat berpuasa berkisar antara 3,5 dan 8,3 m/L. Kadar garam
empedu dalam darah dapat meningkat akibat penyakit pada parenkim hati, yang
mengakibatkan kemampuan hati untuk membersihkan garam empedu dari dalam
darah menurun, dan bendungan/penyumbatan saluran empedu ekstrahepatik
maupun intrahepatik, yang menyebabkan aliran empedu ke usus terhambat
sehingga kadar garam empedu darah meningkat.
8. Albumin dan globulin serum
Hati merupakan sumber utama protein serum. Sel-sel parenkim hati
melakukan sintesis albumin, fibrinogen, faktor-faktor koagulasi, plasminogen,
transferin, seruloplasmin, hepatoglobulin, dan beta globulin. Sebaliknya gamma
globulin disintesis dalam sel-sel limfosit dan sistem retikuloendotelial yang
terdapat di dalam maupun di luar sel hati.
Pada penyakit hati terjadi penurunan kadar albumin dan kenaikan kadar
globulin. Kadar total protein pada individu yang positif HCV (penderita hepatitis
C) berkisar antara 5,3-10,1 g/dl, sedangkan kisaran kadar albumin dan -globulin
masing-masing 2,1-4,6 g/dl dan 0,4-6,0 g/dl (Arase et al., 2003)
9. Tes flokulasi (thymol turbidity test)
Flokulasi (pengendapan) bergantung pada keseimbangan faktor yang
mendorong atau menghambat flokulasi. Faktor pendorong flokulasi adalah alfa,
beta, dan gamma globulin, sedangkan yang menghambat flokulasi adalah albumin
dan mukoprotein. Terjadinya kerusakan parenkim hati akan meningkatkan faktor
pendorong flokulasi (Baron, 1992).
16
10. Waktu protrombin (protrombine time)
Waktu protrombin merupakan tes pembekuan. Hati berperan dalam
pembentukan faktor pembekuan II, VII, IX, dan X kecuali VIII. Waktu
protrombin pada individu penderita hepatitis alkoholik sebesar 13,3-32 detik
(Mathurin et al., 2003).
11. Alfa feto protein (AFP)
Alfa feto protein merupakan penanda tumor untuk kanker hati dan dipakai
dalam pemeriksaan hepatoma. Nilai AFP di atas 500-1000 ng/ml menunjukkan
diagnostik kanker hati primer. Nilai normal AFP kurang dari 15 ng/ml
(Dalimartha, 2000).

Manfaat Pasak Bumi dan Komponen Aktifnya
Pasak bumi merupakan pohon kecil dengan ketinggian mencapai 20 m.
Daun pasak bumi berukuran 2,5-14,2 x 0,7-4,5 cm, jumlah anak daun 11-35,
bentuk daun lanset dengan tepi rata. Bunga berwarna merah, berbentuk malai, dan
berbulu. Buah berwarna hijau ketika muda, serta menjadi kuning kemerahan dan
hitam pada saat tua. Pasak bumi termasuk tumbuhan berumah satu tetapi juga
berumah dua (Hadad dan Taryono, 1998; Padua et al., 1999). Pasak bumi adalah
salah satu jenis tumbuhan obat yang banyak ditemukan di hutan-hutan Indonesia,
Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Birma (Siregar et al., 2003; Minorsky,
2004). Di Indonesia pasak bumi mempunyai beragam nama daerah antara lain
pasak bumi (Kalimantan), widara putih (Jawa), mempoleh (Bangka), beseng
(Sumatra), di Malaysia dikenal dengan sebutan tongkat ali, bedara merah, dan
bedara putih, sedangkan di Thailand dikenal dengan plaa-lai-pueak, hae pan chan,
plaalai phuenk, dan phiak (Hadad dan Taryono, 1998; Padua et al., 1999).
17
Klasifikasi pasak bumi menurut Cronquist (1981):
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub class : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Simaroubaceae
Genus : Eurycoma
Spesies : Eurycoma longifolia Jack.

Gambar 1. Tumbuhan pasak bumi (Eurycoma longfolia Jack.)

Hasil studi fitokimia menggambarkan bahwa akar pasak bumi
mengandung beragam senyawa termasuk di dalamnya golongan quassinoid (Chan
et al., 1989; Chan et al., 1992; Ang et al., 2000; Ang et al., 2002; Bedir et al.,
2003; Chan dan Choo, 2002; Chan et al., 2004; Kuo et al., 2004), canthin-6-one
alkaloid, -carboline alkaloid (Chan et al., 2004; Kuo et al., 2004), tirucallane-
type triterpen (Kuo et al., 2004), squalene derivatif (Morita et al., 1993; Kuo et
al., 2004), squalene-type triterpene (Itokawa et al., 1991; Kuo et al., 2004) dan
biphenylneolignan (Kuo et al., 2004).
Kegunaan tumbuhan ini dalam pengobatan meliputi semua bagian
tumbuhan. Akar pasak bumi biasa digunakan sebagai obat kuat, penurun panas,
18
antimalaria, dan disentri. Kulit dan batangnya digunakan untuk mengobati
demam, sariawan, sakit tulang, cacing perut, serta sebagai tonik setelah
melahirkan. Daunnya digunakan untuk mengobati penyakit gatal, sedangkan
bunga dan buahnya bermanfaat dalam mengobati obat sakit kepala, sakit perut,
dan nyeri tulang (Hadad dan Taryono, 1998). Di samping itu, masyarakat juga
menggunakan akar, kulit akar, atau batang pasak bumi dalam mengobati diare,
demam, pembengkakan kelenjar, dropsy, perdarahan, batuk kronis, hipertensi,
nyeri tulang, aprodisiaka, sekaligus sebagai tonik (Padua et al., 1999). Menurut
Satayavivad et al. (1998), oleh masyarakat Thailand secara tradisional pasak bumi
dimanfaatkan sebagai febrifuge dan antimalaria. Namun, hingga saat ini
masyarakat lebih mengenal pasak bumi sebagai aprodisiaka (Padua et al., 1999)
dan khasiat ini telah dibuktikan dari pengujian laboratorium dengan menggunakan
tikus jantan sebagai hewan percobaan. Pemberian fraksi kloroform, metanol,
butanol, dan air dengan dosis 500 mg/kg BB selama 10 hari berturut-turut dapat
meningkatkan gairah seksual (Ang dan Lee, 2003). Pemberian fraksi kloroform,
metanol, butanol, dan air dengan dosis 500 mg/kg BB akar pasak bumi selama 12
minggu dapat meningkatkan kualitas seksual dan mengurangi keragu-raguan pada
tikus jantan middle-aged untuk melakuan aktivitas seksual (Ang et al., 2003), dan
pada pemberian sediaan pada dosis 800 mg/kg BB mampu meningkatkan libido
tikus jantan (Ang dan Lee, 2002).
Sejauh ini efek samping yang ditimbulkan oleh konsumsi pasak bumi
adalah sulit tidur. Namun, dosis yang tepat hingga efek ini terjadi belum
diketahui. Konsumsi pasak bumi dalam jumlah besar dapat mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh dan gelisah (http://www.physicianformulas.com,
7 Oktober 2004).

Kajian Aktivitas Hepatoprotektor dari Beragam Jenis Tumbuhan
Karbon tetraklorida merupakan hepatotoksik yang paling sering digunakan
dalam pengujian aktivitas hepatoprotektor. Daya hepatotoksik CCl
4
disebabkan
oleh proses biotransformasinya yang menghasilkan senyawa-senyawa reaktif,
yakni CCl
3
*
dan CCl
3
O
2
*
. Tumbuh-tumbuhan yang mampu mengatasi kerusakan
19
sel hati akibat serangan CCl
3
*
dan CCl
3
O
2
*
antara lain Rubia cordifolia Linn. (Rao
et al., 2006), Strychnos potatorum Linn. (Sanmugapriya dan Venkataraman,
2006), Abutilon indicum (Porchezhian dan Ansari, 2005), Morus bombycis (Jin et
al., 2005), Bupleurum kaoi Liu (Wang et al., 2004). Dikatakan pula bahwa, selain
memiliki aktivitas hepatoprotektor, tumbuh-tumbuhan ini juga memiliki aktivitas
antioksidan.
Dalam pengujian aktivitas hepatoprotektor dan aktivitas antioksidan, daya
perlindungan suatu senyawa terhadap serangan CCl
3
*
dan CCl
3
O
2
*
diperlihatkan
dengan kemampuan senyawa tersebut menekan peningkatan kadar enzim-enzim
hati, yang berarti mengurangi jumlah sel-sel hati yang mengalami kerusakan.
Kerusakan yang diakibatkan oleh CCl
3
*
dan CCl
3
O
2
*
diawali dengan terjadinya
peroksidasi lipid membran dan berakhir dengan kematian sel. Dengan demikian,
kemampuan mengatasi kerusakan sel hati berarti kemampuan menghambat
terjadinya peroksidasi lipid membran. Triklorometil dan triklorometil peroksil
adalah senyawa-senyawa yang reaktif, yang dalam proses pembentukkannya
membutuhkan sitokrom P450. Salah satu cara untuk mengatasi kerusakan sel hati
akibat CCl
3
*
dan CCl
3
O
2
*
adalah dengan menghambat aktivitas sitokrom P450
dan sitokrom b
5
, sehingga jumlah CCl
3
*
dan CCl
3
O
2
*
berkurang dan akhirnya
kerusakan hati dapat dihindari (Jeong, 1999; Wang et al., 2004).
Aktivitas hepatoprotektor juga berkaitan dengan kemampuan senyawa-
senyawa golongan triterpenoid dalam memelihara kestabilan membran atau
didukung oleh aktivitas antioksidan senyawa-senyawa golongan triterpenoid
dengan perannya sebagai scavenger. Dalam perannya sebagai antioksidan, SOD
(superoksida dismutase) mengubah radikal superoksida menjadi H
2
O
2
, selanjutnya
GPx (glutation peroksidase) dan katalase mengubah H
2
O
2
menjadi H
2
O dan O
2
.
Menurut Wang et al. (2004) karbon tetraklorida mengakibatkan peningkatan
aktivitas GPx, SOD, dan katalase sebagai upaya mengatasi keadaan stres
oksidatif.
Upaya lain dalam memproteksi sel-sel hati adalah dengan mengeliminasi
CCl
3
*
dan CCl
3
O
2
*
dengan cara mengkonjugasikannya dengan glutation (GSH)
yang dibantu oleh glutation S-transferase (GST). Satu hal yang perlu diketahui
20
bahwa dalam keadaan stres oksidatif GSH akan dikonversikan menjadi glutation
disulfid (GSSG), keadaan ini yang pada akhirnya juga merupakan penyebab
terjadinya peroksidasi lipid membran. Namun, GSSG dapat kembali direduksi
menjadi GSH dengan bantuan glutation reduktase (GR). Dengan demikian, untuk
menghambat terjadinya peroksidasi lipid maka perlu dipertahankan kadar GSH,
GR, dan GST (Rao et al., 2006; Sanmugapriya dan Venkataraman, 2006).

Anda mungkin juga menyukai