Anda di halaman 1dari 14

EPILEPSI

I. Definisi Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam etiologi, yang dirincikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat lepas muatan listrik neuronneuron serebral secara eksesif. Serangan epileptik adalah gejala yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang secara tibatiba pula. Serangan yang hanya bangkit sekali saja tidak boleh dianggap sebagai serangan epileptic, tetapi serangan yang timbul secara berkala pada waktu-waktu tertentu barulah dapat dijuluki serangan epileptik. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah seizure Konvulsi atau dalam bahasa Inggris convulsion berarti gerakan otot tonik klonik yang bangkit secara involuntar. Istilah kejang dapat digunakan sebagai sinonim dari konvulsi. Tetapi baik kejang atau konvulsi tidak boleh digunakan sebagai sinonim dari serangan epileptik, oleh karena serangan epileptik tidak selamanya bersifat motorik.

II.

Klasifikasi Klasifikasi menurut Commission on classification and terminology of the international

Leauge against Epilepsy: A. Sawan parsial (fokal, lokal) A. 1. Sawan parsial sederhana (kesadaran tidak terganggu) 1. Dengan gejala motorik a. Fokal motorik tidak menjalar b. Fokal motorik menjalar (epilepsy Jackson) c. Versif d. Postural e. Disertai gangguan fonasi 2. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (halusianasi sederhana) a. Somatosensoris b. Visual c. Auditoris d. Olfaktoris e. Gustatoris

f. Vertigo 3. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, memberat, piloereksi, dilatasi pupil) 4. Dengan gejala psikik (gangguan fungsi luhur) a. Disfasia b. Dismnesia c. Kognitif d. Afektif e. Ilusi f. Halusinasi kompleks (berstruktur) A. 2. Sawan Parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran) 1. Awitan (serangan) parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran a. Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 b. Dengan automatisme 2. Dengan penurunan kesadaran sejak awitan a. Hanya dengan penurunan kesadaran b. Dengan automatisme A. 3. Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik) 1. Sawan parsial sederhana (A) yang berkembang menjadi bangkitan umum 2. Sawan pafsial kompleks (B) yang berkembang menjadi bangkitan umum 3. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum. B. Sawan umum (konvulsif atau non-konvulsif) B.1.1. Sawan lena (absence) a. Hanya penurunan kesadaran b. Dengan komponen klonik ringan c. Dengan komponen atonik d. Dengan komponen tonik e. Dengan automatisme f. Dengan komponen autonom kondisi b hingga f dapat tersendiri atau dalam kombinasi B.1.2. Lena tidak khas (atypical absence), dapat disertai

a. Gangguan tonus yang lebih jelas b. Awitan dan handekan yang tidak mendadak B.2. Sawan mioklonik, kejang mioklonik sekali atau berulang-ulang B.3. Sawan klonik B.4. Sawan Tonik B.5. Sawan tonik klonik B.6. Sawan atonik C. Sawan tidak tergolongkan

Klasifikasi menurut simptomatologi adalah: 1. Epilepsi umum: a. Petit mal b. Grand mal c. Epilepsi mioklonik - Spasmus infantile - Epilepsi mioklonik anak-anak d. Konvulsi febril 2. Epilepsi parsial: a. Epilepsi fokal dengan gejala tunggal sederhana - Motorik - Sensorik - Autonomik b. Epilepsi parsial dengan gejala kompleks majemuk - Automatismus - Fenomen-fenomen psikik 3. Epilepsi neonatal

III.

Patofisiologi Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada

sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neuron bergantung pada

permeabilitas selektif membrane neuron, yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitterneurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan

neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terusmenerus berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak

IV.

Etiologi 1. Idiopatik

2. Factor herediter, ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia. 3. Factor genetik; pada kejang demem dan breath holding spells 4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum 5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia 6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan

selaputnya,toxoplasmosis 7. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural 8. Neoplasma otak dan selaputnya 9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen 10. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air 11. Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone, degenerasi serebral,dan lain-lain.

V.

Faktor Pencetus Faktor-faktor pencetusnya dapat berupa : a. kuarng tidur b. stress emosional c. infeksi d. obat-obat tertentu e. alcohol f. perubahan hormonal g. terlalu lelah h. fotosensitif

VI.

Diagnosis 1. Anamnesa / Aloanamnesa Epilepsi umum : Major : Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder. Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik.

Manifestasi klinik: kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 45 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali. Minor : Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak sebelum pubertas (4 5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : Timbul pada usia 4 -- 5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal, harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat, Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik.

Bangkitan mioklonus Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik. Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi). Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang. Epilepsi lobus temporalis. Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun.

Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian

otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik la-zimnya berupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang sejenak, dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar dan mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan automatisme pengecap, halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh. 2. Pemerikasaan fisik Pada bayi Pada pemeriksaan diselidiki apakah adanya kelainan bawaan, asimetri pada badan, ekstrimitas, dicatat besarnya dan bentuk kepala, diukur kelilingnya, keadaan fontanel. Auskultasi dan transluminasi kepala. Kelainan yang mungkin ditemukan ialah makrosefali, miktosefali, hidrosefalis. rongga kepala meningkat. Pada pemeriksaan neurologis harus diperiksa refleks Moro, refleks hisap, refleks pegang, dan refleks tonik leher. Pada anak dan orang dewasa Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak putih, dan adenoma seboseum pada muka pada skelrosi tuberose. Hemangioma pada muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber. Pada toksoplasmosis, fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan bawaan, asimetri pada kepala, muka, tubuh,ekstrimitas. 3. Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkan timbulnya kejang ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia, Fontanel akan menonjol bila tekanan dalam

hipomagnesemia, hiponatremia, hipernatremia, hiperbilirubinemia, uremia. diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin pula disertai kejang.

Penting pula

Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya, toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid. 4. Pemeriksaan radiologis Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan-kelainan pada tengkorak. Klasifikasi abnormal dapat dijumpai pada toksoplasmosis, penyakit inklusi sitomegalik, sklerosis tuberosa, kraniofaringeoma, meningeoma, oligodendroglioma. Sken tomografik olahan computer menunjukkan kelainan-kelainan pada tengkorak dan dalam rongga intrakranium. Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu. Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informative yang dapat dapat memastikan diagnosis epilepsy.Gelombang yang di temukan pada EEG berupa gelombang runcing,gelombang paku,runcing lambat,paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan foto polos kepala 5. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik turunnya kesadaran, misalnya test Bourdon-Wiersma.

VII.

Diagnosis Banding 1. Sinkope Sinkope ialah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan aliran darah ke dalam otak dan anoksia. Sebabnya adalah tensi darah yang menurun mendadak, biasanya ketika penderita sedang berdiri. Pada fase permulaan, penderita menjadi

gelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa pusing, pandangan mengelam. Kesadaran menurun secara berangsur, nadi melemah, tekanan darah rendah. Dengan dibaringkan horizontal penderita segera membaik. 2. Gangguan jantung Gangguan fungsi dan irama jantung dapat timbul dalam serangan-serangan yang mungkin timbul dalam serangan-serangan yang mungkin pula mengakibatkan pingsan. Keadaan ini biasanya terjadi pada penderita-penderita jantung.

3. Gangguan sepintas peredaran darah otak Gangguan sepintas peredaran darah dalam batang otak dengan macam-macam sebab dapat mengakibatkan timbulnya serangan pingsan. Pada keadaan ini dijumpai kelainan-kelainan neurologis seperti diplopia, disartria, ataksia dan lain-lain. 4. Hipoglikemia Hipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, palpitasi, tremor, mulut kering. Kesadaran dapat menurun perlahan-lahan. 5. Keracunan Keracunan alcohol, obat tidur, penenang, menyebabkan kesadaran menurun. Pada keadaan ini penurunan kesadaran berlangsung lama yang mungkin pula didapati pada epilepsi. 6. Serangan hetang dan sianotik (Breath holding spells) Serangan hetang atau somoron ada dua bentuk yaitu bentuk sianotik dan bentuk palida. Bentuk sianotik disebabkan oleh henti sementara pernafasan dan bentuk palida oleh henti jantung sementara. 7. Histeria Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita 7-15 tahun. Serangan biasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin menarik perhatian. Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh, mengompol, atau perubahan pasca serangan seperti terdapat pada epilepsy. Gerakan-gerakan yang terjadi tidak menyerupai kejang tonik klonik, tetapi bias menyerupai sindroma hiperventilasi. berhubungan dengan stress. 8. Narkolepsi Pada narkolepsi terjadi serangan-serangan perasaan mengantuk yang tidak dapat dikendalikan. 9. Pavor nokturnus, lindur, kekau Pavor noktornus merupakan gangguan tidur yang paroksismal, yang terjadi bila terbangun pada tidur tingkat empat. Anak marah-marah, menangis, ketakutan, dan Timbulnya serangan sering

kadang-kadang disertai halusinasi visual atau auditoris yang berlangsung cepat disertai meningkatnya frekeuensi jantung dan pernafasan. Setelah itu ia tidur lagi dan keesokan harinya ia tidak ingat sama sekali apa yang terjadi semalam.. EEG biasanya normal

10. Paralisis tidur Biasanya terjadi menjelang tiduratau bangun dan sering didahului halusinasi visual dan auditoris. Serangan ini sering menakutkan penderita karena ia dapat bernafas, Sentuhan ringan atau rangsangan

menggerakan mata, namun tidak dapat bergerak.

auditoris dapat mengakhiri paralisi tersebut yang biasanya berlangsung hanya beberapa detik. 11. Migren Pada migren gejala-gejala juga timbul mendadak dalam serangan-serangan. Pada fase vasokontriksi dapat timbul nausea, muntah, mulas, gangguan penglihatan, atau gejalagejala neurologis sesisi. Biasanya gejala-gejala ini reversible, tetapi pada anak pulihnya agak lambat.

VIII. Tatalaksana Tatalaksana epilepsy meliputi tiga bidang: 1. Penegakan diagnosis yang mengenai jenis bangkitan, penyebabnya dengan tepat. 2. Terapi 3. Rehabilitasi, sosisalisasi, edukasi Tujuan pokok terapi epilepsy adalah membebaskan penderita darisernagn epilepsi, tanpa mengganggu fungsi normal susunan saraf pusat agar penderita dapat menjalani kehidupannya tanpa gangguan. Terapi dapat dibagi dalam dua golongan: a. Terapi kausal Terapi kausal dapat dilakukan pada epilepsy simtomatik yang sebabnya dapat ditemukan, misalnya: Pada infeksi susunan saraf pusat dan selaputnya, diberikan antibiotic atau obat-obat lain yang dapat memberantas penyebabnya. Pada neoplasma dan perdarahan di dalam rongga intrakranium mungkin diperlukan tindakan operatif. Pada gangguan peredaran darah otak pemberian oksigen mungkin dapat membantu mengatasi keadaan hipoksia yang terjadi. b. Terapi medikamentosa anti kejang 1. Golongan hidantoin

Fenitoin Merupakan golongan hidantoin yang sering dipakai. Kerja obat ini antara lain

penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Indikasi: epilepsy umum khususnya grand mal tipe tidur, epilepsi fokal dan dapat juga untuk epilepsi lobus temporalis. Dosis: dewasa 300-600 mg / hari, anak 4-8 mg / hari, maks. 300 mg / hari 2. Golongan barbiturat Fenobarbital Merupakan golongan baribiturat yang bekerja lama (long acting). Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas serangan dengan menaikkan ambang rangsang. Indikasi: epilepsi umum khusus epilepsi Grand Mal tipe sadar, epilepsi fokal. Dosis: dewasa 200 mg / hari, anak 3-5 mg/kgBB/hari 3. Golongan benzodiazepam Diazepam Dikenal sebagai obat penenang, tetapi merupakan obat pilihan utama untuk status epileptik. Dosis: dewasa 2-10 mg im/iv, dapat diulang setiap 4 jam. Anak > 5 tahun5-10 mg im/iv, anak 1 bulan-5 tahun 0,2-2 mg im/iv. 4. Golongan suksinimid Etosuksimid Indikasi: epilepsi petit mal murni Dosis: 20-30 mg.kgBB/hari 5. Golongan anti epilepsi lainnya Sodium valproat Indikasi: epilepsi petit mal murni, dapat pula untuk epilepsi pada lobus temporalis yang refarakter, sebagai kombinasi dengan obat lain. Dosis: anak 20-30 mg?kgBB/hari, dewasa 0,8-1,4 gr/hari dimulai dengan 600 mg/hari. Asetazolamid Dikenal sebagai diuretic, tetapi pada pengobatan epilepsi mempunyai cara kerja menstabilkan keluar masuknya natrium pada sel otak.

Indikasi: dapat dipakai pada epilepsi Petit Mal, dan pada epilepsi Grand Mal dimana serangannya sering datang bethubungan dengan siklus menstruasi. Dosis: sehari total 8-30 mg/kgBB Karbamazepin Indikasi: Epilepsi lobus temporalis dengan epilepsi Grand Mal Dosis: Dewasa 800-1200mg/hari

IX.

Pencegahan Hingga saat ini tidak ada cara untuk mencegah epilepsi, karena kebanyakan kasus terjadi tanpa diketahui penyebabnya.

X.

Prognosis Pasien epilepsy yang berobat teratur,1/3 akan bebas dari serangnan paling sedikit 2 tahun,dan bias lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan,pasien tidak mengalami sawan lagi,dikatakan telah mengalami remisi.Diperkirakan 30% pasien tidak mengalami remisis meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi,kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik-klonik dan sawan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi.

REFERENSI
Markam, Soemarmo. Penuntun Neurologi. Jakarta: Binarupa Aksara Ilmukedokteran.net Medicafarma.com

Anda mungkin juga menyukai