Tujuan:
• Menentukan kadar limbah Cr6+ dalam limbah cair dengan menggunakan
alat spektrofotometer visibel
• Menentukan efisiensi pengolahan limbah dengan menggunakan zat
pereduksi dan pengendapan menggunakan air kapur
Prinsip:
• Cr 6 + dalam limbah cair direduksi dengan NaHSO 3 dengan penambahan
Reaksi:
• Reduksi :Cr 6 + + 3e Cr 3+
(kuning ) (hijau)
• Oksidasi : SO32- + H2O SO42- + 2H+ + 2e
1
• Ditambahkan NaoH 4 N sampai pH larutan menjadi 8-9
• Ditambahkan air kapur hinggaa terbentuk endapan
• Diamkan selama kurang lebih 10 menit agar endapan turun, lalu uji
dengan setetes air kapur, jika sudah tak terbentuk endapan, proses
pengendapan dengan air kapur dihentikan
• Disaring endapan ke dalam erlenmeyer
2
Data Pegamatan :
Konsentrasi Absorbansi
0,00 0,000
0,10 0,038
0,20 0,079
0,40 0,147
0,60 0,217
0,80 0,296
1,00 0,353
Sampel 0,006
Perhitungan :
Slope kalkulator : 0,35
Slope kurva : Y4-Y3 = 0,217-0,147 = 0,35
X4-X3 0,60-0,40
= 99,93 %
Pembahasan :
Seiring dengan perkembangan aktivitas industri, tidak sedikit pada
pengusaha menggunkan bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam proses
industrinya, seperti kromium yang digunakan dalam industri elektroplating dan
penyamakan kulit karena dapat menghasilkan tekstur yang lebih halus.
Namun sangat disayangkan, limbah yang benyak mengandung kromium
ini langsung dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu sehingga banyak
terjadi kasus pencemaran logam berbahaya.
3
Elektroplating adalah pelapisan logam dengan cara mengendapkan logam
pelapis pada logam atau plastik yang dilakukan secara elektrolitik. Logam-logam
yang paling umum digunakan adalah tembaga, krom, nikel dan seng yang
dilarutkan bersama sianida, asam, alkali dan fosfat. Keberadaan industri
elektroplating didaerah tujuan wisata seperti Yogyakarta, diperlukan guna
menunjang industri pariwisata terutama dalam hal pengadaan barang-barang
kerajinan/souvenir yang dibuat dari bahan logam. Untuk menjaga kenyamanan
dan kesehatan lingkungan, perlu dicermati cara pembuangan limbah cairnya
karena limbah cair industri electroplating mempunyai potensi untuk mencemari
lingkungan, terutama pencemaran logam berat.
Dalam praktikum ini, kami mencoba mengolah limbah cair yang
mengandung kromium dengan cara mereduksi kromium 6+ menjadi kromium 3+
dengan zat pereduksi (yang kami gunakan adalah NaHSO3) dan dilanjutkan
dengan teknik pengendapan menggunakan air kapur.
Dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dari endapan. Filtrat ini
kemudian diuji kadar kromnya dengan spektrofotometri visible. Endapan yang
dihsilkan tentu masih mengandung kromium. Namun dapat ditangani lebih lanjut
dengan proses solidifikasi dan uji TCLP untuk menguburnya di dalam lanfill.
Hasil yang diperoleh dari praktikum menunjukkan bahwa pengelolaan
limbah cair dengan cara reduksi dengan zat pereduksi dan pengendapan dengan
menggunakan larutan kapur mampu menurunkan kadar parameter pencemar.
Kesimpulan :
Dari hasil praktikum kelompok 4 diperoleh kadar limbah Cr 6+ yang masih
bersisa setelah pengolahan adalah 0,07 ppm dan hasil efisiensi pengolahan adalah
99,93 % sehingga pengolahan limbah dengan teknik ini sangat baik.
Daftar Pustaka:
http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20laporan%20penelitian%2019
97-2006/4-penelitian_pengolahan_limbah_cair%20industri.html
PRAKTIKUM II
PENGOLAHAN LIMBAH SIANIDA
(Tanggal :22 April 2009)
4
Tujuan :
• Menetapkan kadar CN- dalam limbah cair
• Menentukan efisiensi limbah CN- setelah pengolahan
Prinsip :
• Limbah CN- direduksi oleh KMnO4 dalam suasana basa (NaOH) yang
kemudian didestilasi selama 10 menit,kemudian hasil destilasi dititrasi
dengan AgNO3 0,02 N yang telah distandardisasi sampai larutan menjadi
keruh.mgrek CN setara dengan mgrek AgNO3
Reaksi :
Cara kerja :
Pengolahan limbah cair ( CN )
• 100 mL limbah CN dipipet dan dimasukkan kedalam gelas piala 500 mL
• Kedalam limbah CN tadi dimasukkan 1 mL NaOH 6N
• Tambahkan 0,4g KMnO4 dan 0.024g terusi ( CuSO4.5H2O ) atau dapat pula
menggunakan 0,5g kaporit
• Aduk dan diamkan selama 1 jam
• Setelah 1 jam saring larutan dan destilasi 10 mL filtrat dengan larutan
penampungnya adalah NaOH selama 10 menit
• Setelah 10 menit tambahkan 8 mL NH4OH 6N dan 2 mL KI 20%
• Titrasi dengan AgNO3 0,02 N yang telah distandardisasi sampai larutan
menjadi keruh
Standardisasi AgNO3
5
• Timbang 116 mgram NaCl kemudian larutkan dalam labu takar 100 mL
• Pipet 10 mL larutan kemudian titrasi dengan AgNO3 0,02 N dengan
indikator K2CrO4 sampai larutan membentuk endapan berwarna merah.
• Lakukan secara duplo
Data pengamatan :
= 0,1160gramX103mgram/gram
58,5mg/mgrekX13,24mLX100/10
= 0,0151 mgrek/mL
6
• Efisiensi pengolahan = Inlet-Outlet X 100%
Inlet
= (100-8,468)ppmX100%
100 ppm
= 91,50 %
Pembahasan :
7
untuk menjaga supaya proses penguraian berjalan optimal, konsentrasi sianida
(tailling dam input) diatur dengan cara pengenceran sehingga konsentrasinya
turun dari ± 500 ppm menjadi ± 125 ppm. Proses penguraian alamiah
(biodegradasi) yang terjadi di tailling dam dirancang mampu menurunkan
kandungan sianida hingga konsentrasinya (over flow) ± 10 ppm. Kemudian untuk
memenuhi nilai baku mutu di atas, limbah keluaran tailling dam dioksidasi
dengan H2O2 sehingga konsentrasinya turun dari ± 10 ppm menjadi < 0,1 ppm
yang selanjutnya dapat didispersikan ke aliran Sungai Cikaniki.
Karena praktikum ini tidak memungkinkan untuk menggunakan proses
penguraian alamiah maka digunakan pereaksi yang dapat mereduksi sianida
sehingga kadar sianida dalam limbah bisa turun.berdasarkan hasil
praktikum,kadar sianida yang awalnya 100 ppm bisa diturunkan sampai 8,5 ppm
dengan menggunakan pereduksi KmnO4 dan terusi.
Kesimpulan :
Daftar pustaka :
Hanida.2008.http://hanidainfo.blogspot.com/2008/11/pengkajian-distruksi-
sianida-oleh.html.Bogor
8
PRAKTIKUM III
PENETAPAN KROMIUM DALAM LUMPUR IPAL AKA SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)
(Tanggal : 29 April 2009)
Tujuan :
• Menentukan kadar limbah Cr6+ dalam lumpur IPAL AKA dengan
menggunakan AAS
• Menentukan efisiensi pengolahan limbah CN dengan AAS
Prinsip :
Limbah padat (lumpur) B3 didekstruksi dengan HNO3 pekat hingga
menjadi larutan yang jernih,larutan yang mengandung limbah Cr6+ ini ditetapkan
kadarnya dengan menggunakan metode AAS.Metode AAS berprinsip pada
absorbsi cahaya dan sifat serapannya mengikuti ketentuan hukum Beer-Lambert.
Reaksi
Langkah kerja :
Alat dan Bahan
• Beker glass 400 mL
• Hot plate
• Pipet volumetri 10 mL
• Labu takar 100 mL
• Batang pengaduk, kertas saring, pipet tetes, dan corong kaca
• Erlenmeyer
• Sampel lumpur IPAL yang telah ditiriskan
• HNO3 pekat
• Air suling
Cara Kerja:
• ditimbang sebanyak 5-10 gram lumpur IPAL yang telah ditiriskan dan
dimasukkan kedalam beaker glass 400 mL
9
• Ditambahkan HNO3 pekat (di ruang asam) sebanyak 10 mL sambil
dipanaskan di hot plate dan diaduk-aduk sampai larutan menjadi jernih.
• Larutan jernih dinginkan dibawah air kran
• Larutan jernih di masukkan ke dalam labu takar 100 mL secara kuantitatif,
kemudian tera dengan air suling
• Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring
• Filtrat dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu takar 100 mL
• Ditera dengan air suling
• Larutan diukur dengan menggunakan AAS
Data pengamatan :
• Bobot lumpur kering : 1,0576 gram
• Data hasil pengukuran menggunakan AAS :
Standar Konsentrasi Absorbansi
Blanko 0,000 ppm 0,000
1 1,000 ppm 0,039
2 3,000 ppm 0,099
3 5,000 ppm 0,160
Sampel kel 4 0,990 ppm 0,033
Perhitungan :
Kadar Cr6+ (b/b) = abs/slope X Volume X fp X 100%
Massa contoh
= 0,09 % (b/b)
Pembahasan :
Limbah Cr6+ merupakan salah satu limbah yang tergolong dalam limbah
B3. Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan
resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan.
Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya.
10
Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang
bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3
harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus
dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya.
Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di
mana kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan
mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah
yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan
khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus
dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian
(dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun
terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki
aktivitas rendah biasanyadapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah
pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit
pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap
blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus
dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan
penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan
melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan
juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan,
dibuat tanpa plafon,dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang
bersifatreaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki
konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan
dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi. Mengenai pengangkutan
limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan pengangkutan limbah
B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan pengangkutan yang
diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian
label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan
yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam
kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan
dalam jumlah yang berarti.
11
Dalam praktikum ini, kadar Cr6+ ditetapkan dengan menggunakan
AAS,contoh berasal dari lumpur IPAL yang didekstruksi oleh asam nitrat
( HNO3) yang kemudian filtrat dari dekstruksi ini ditetapkan atau diukur dengan
menggunakan AAS.
Kesimpulan :
Berdasarkan praktikum kelompok 4 (empat),kadar Cr6+ dalam limbah
lumpur B3 adalah 0,09% b/b.kadar ini adalah kadar yang sangat besar,sehingga
Lumpur IPAL tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
lingkungan.
Daftar Pustaka:
http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20laporan%20penelitian%2019
97-2006/4-penelitian_pengolahan_limbah_cair%20industri.htm
PRAKTIKUM IV
SOLIDIFIKASI LIMBAH PADAT B3 (PRIMARY SLUDGE)
12
(Tanggal Praktikum : 20 mei 2009)
Tujuan
• mengurangi toksisitas limbah padat sehingga memenuhi standar untuk
dilakukan proses disposal
• mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara
penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini
terhambat atau terbatasi atau menurunkan laju migrasi bahan
berbahaya dari limbah padat (lumpur)untuk mengurangi toksisitas
• membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar
Prinsip
Pemadatan bahan berbahaya (B3) dengan menambahkan aditif sehingga
bahan berbahaya tersebut terserap ke dalam bahan padat yang pada
akhirnya dapat mengurangi tingkat toksisitas atau menghilangkannya
sama sekali pada limbah lumpur tersebut.
Cara Kerja:
• Lumpur dari bak penampungan awal pada IPAL Laboraturium AKA
diambil, ditiriskan/dikeringkan sampai airnya tidak menetes lagi (cukup
kering) dengan menggunakan kain peniris (lap)
• Lumpur yang sudah cukup kering ini ditambah dengan bahan aditif berupa
semen dan pasir dengan perbandingan secara berturut-turut pasir, semen,
dan lumpur adalah 5:3:1
• Campuran ini diaduk hingga merata lalu dibasahi dengan air sampai
kira-kira ideal untuk dicetak
• Campuran ini kemudian dicetak pada cetakan balok dari kayu dan
dibiarkan hingga setengah kering atau dapat dilepas dari cetakan tanpa
retak/rusak
• Padatan semi kering tersebut dilepas dari cetakan kemudian
dikeringkan/ dijemur sampai memadat menjadi seperti batako
• Batako ini selanjutnya dipreparasi untuk dilakukan uji TCLP untuk
mengetahui tingkat toksisitasnya sebelum dilakukan proses disposal
Hasil Pengamatan
13
Hasil solidifikasi yang kami lakukan menghasilkan padatan berupa
batako sebanyak 3 buah yang merupakan campuran lumpur, pasir, dan semen
yang siap untuk diuji secara TCLP untuk mengetahui penurunan tingkat
toksisitasnya.
Pembahasan
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah
proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak
berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum
ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur
ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika
dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insenerasi. Proses pengolahan secara fisika
dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah b3 dan/atau
menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak
berbahaya.
Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk
mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan
senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi
dan membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar. Timbunan limbah B3
yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi
penimbunan (landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan
berbahaya dengan penambahan aditif. Proses solidifikasi ini seringkali terkait
dengan proses stabilisasi sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.
Stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan
tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari
limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.
Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu:
14
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi
bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat
mikroskopik
3. Precipitation
4. Adsorpsi, yaitu proses di mana bahan pencemar diikat secara elektrokimia
pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan
menyerapkannya ke bahan padat
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang
sama sekali
Kesimpulan
Daftar pustaka
http://www.dbriptek.ristek.go.id/cgi/penjaga.cgi?tampildetil&publikasi&1119945
831&619&&&
suhapri, Mido dan Sukiman, Maman. 2008. Penuntun Praktikum Pengolahan
Limbah Padat dan B3.
http://digilibampl.net/detail/detail.php?kode=420&row=&tp=pustaka&ktg=tesis&
kd_link=
15
PRAKTIKUM V
PENGUJIAN TOCSISITY LEACHING PROCEDURE (TCLP)
PADA LIMBAH PADAT B3
(17 Juni 2009)
Tujuan
• Merefleksikan bagaimana limbah padat B3 dapat mengurai /melarut
kembali ke lingkungan
• Memastikan limbah B3 yang telah disolidifikasi siap dimasukkan dalam
landfiil
Prinsip
Limbah padat B3 diekstrak dengan larutan pengekstrak,hal ini akan
menunjukan jumlah zat yang melarut jika limbah tersebut ditimbun (landfill) ke
dalam tanah,kemudian larutan diagitasi selama 18 jam dan kecepatan 30 rpm
kemudian filtratnya diukur dengan menggunakan AAS.
Reaksi
6CH3COO- + 3Cr6+ + 2 H2O [Cr(OH)2CH3COO)6]++ 2H+
+ 3CH3COOH + H+
Cara kerja
• 50 gram contoh dilarutkan dalam 900 ml larutan ekstrak (asam asetat
glacial) di dalam botol ekstraktor
• Ekstrak larutan selama 18 jam dengan kecepatan 30 rpm
• Setelah 18 jam Larutan disaring
• Analisis kandungan krom ekstrak TCLP (filtrat) dengan menggunakan
AAS
• Bandingkan hasil pengukuran dengan baku mutu TCLP
16
Hasil Pengamatan :
17