Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Judul PTK yang diusulkan Mengoptimalkan Keterlibatan Siswa Kelas VIIC SMP Negeri 2 Terara dalam Pembelajaran Hak Asasi Manusia melalui Pendekatan Auditori-Somatis-Visual-Intelektual (ASVI) 2. Latar Belakang Masalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diajarkan di SMP merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik agar memiliki kemampuan berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; serta pembentukan diri yang didasarkan pada karakter-karakter positif masyarakat yang demokratis (Depdiknas, 2005:4). Jadi, melalui PKn siswa diharapkan mampu menghargai perbedaan, memiliki spontanitas dan vokal, menghormati hukum, religius, bertanggung jawab, demokratis. Kemampuan ini hanya dapat diperoleh siswa, jika mereka terlibat secara optimal dalam kegiatan pembelajaran, baik melalui tanya jawab, diskusi, tugas proyek, simulasi peran dan lain-lain, yang kemudian menghasilkan wawasan, ide, gagasan, pendapat dan prestasi. Tidak mudah bagi guru PKn (khususnya Peneliti) untuk mewujudkan harapan di atas. Salah satu kendala yang dihadapi adalah siswa belum terlibat secara optimal dalam pembelajaran. Misalnya saja, selama pembelajaran berlangsung jarang ada siswa yang mengajukan pertanyaan ataupun memberikan tanggapan terhadap penjelasan guru dan siswa lebih suka menjawab pertanyaan beramai-ramai (koor). Siswa juga belum mampu menanggapi secara positif jika ada temannya berbicara, apalagi untuk melaksanakan diskusi atau simulasi peran, Secara umum hanya datang, duduk manis, dengar dan catat. Hal yang sama, dialami juga oleh guru IPS lainnya. Hasil observasi awal yang dilakukan Peneliti (Agustus s/d Desember 2006) menunjukkan bahwa siswa di kelas
hanya tiga atau empat orang saja dari 30 orang siswa kelas VII C SMP Negeri 2 Terara yang menunjukkan aktivitas belajar yang diharapkan, itupun masih perlu ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Dengan kondisi ini, sulit bagi siswa untuk menjadi pemain yang cerdas dan bertanggung jawab, jika suatu saat terlibat atau dilibatkan dalam pemecahan suatu masalah. Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut. Namun yang cukup berperan adalah pelaksanaan pendekatan ekspositori seperti ceramah, yang masih mendominasi atau terpaksa mendominasi kegiatan pembelajaran. Pendekatan ini sudah menjadi tradisi mengajar yang paling sering dan paling mudah digunakan, terlebih di sekolah dengan media yang sangat terbatas dan siswanya sangat kental dengan sifat-sifat tradisional. Jadi tidak heran jika anggapan bahwa pembelajaran selama ini lebih terpusat pada guru (guru centred) memang benar adanya. Soemantri (2004) dalam penelitiannya menyimpulakan bahwa : Pada saat ini terdapat kecenderungan, bahwa guru masih menggunakan teknik mengajar tradisional seperti: Ground Covering Technique, Drill Master,
mungkin indra yang dimiliki, baik fisik maupun mental, melalui suatu pendekatan yang dalam penelitian tindakan kelas ini dinamakan Pendekatan ASVI (Auditori, Somatis, Visual, Intelektual).
4. Apakah hasil/prestasi belajar siswa bisa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan? 4. Rencana pemecahan masalah Upaya yang akan ditempuh untuk memecahkan permasalahan di atas (mengoptimalkan keterbatan siswa dalam pebelajaran) adalah dengan menerapkan pendekatan Auditori, Somatis, Visual dan Intelektual dalam Pembelajaran. Langkah awal yang akan dilakukan dalam rangka penerapan pendekatan ASVI adalah mempersiapkan siswa untuk belajar. Langkah-langkah ini antara lain terdiri atas: memberikan sugesti positif, membantu siswa menemukan tujuan dan manfaat yang jelas dan bermakna, membangkitkan rasa ingin tahu, menciptakan lingkungan fisik dan sosial yang positif, menyingkirkan hambatan-hambatan dalam belajar. Tahap berikutnya adalah presentasi, pelatihan dan penampilan hasil. Tahap Presentasi meliputi pengamatan dan pengalaman belajar dari dunia nyata yang kontekstual, prensentasi interaktif, pelibatan otak dan tubuh dalam belajar dan lain-lain. Tahap Pelatihan antara lain meliputi dialog berpasangan, artikulasi individu, mengajar balik, permainan (andai-andai) dalam belajar, simulasi dunia nyata, aktivitas pemecahan masalah. Sedangkan tahap penampilan hasil sampai akhir, uji silang terdiri dari prensentasi kemampuan hasil belajar dari awal atau kelompok) (berpasangan
pemecahan masalah dari dunia nyata dan sebagainya. 5. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang diharapkan melalui penelitian ini adalah : 1. 2. Mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran Hak Asasi Manusia. Meningkatkan ASVI. 3. Meningkatkan sikap positif siswa terhadap belajar PKn dan sekaligus meningkatkan prestasi belajarnya. strategi pembelajaran guru dengan melibatkan alat, media, sumber dan metode yang memiliki relevansi dengan pendekatan
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa : Meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa karena mereka terlibat secara optimal dalam pembelajaran. 2. Bagi guru : memperbaiki strategi pembelajaran guru dengan melibatkan alat, media, sumber yang relevan dengan pendekatan ASVI. 3. Bagi sekolah : Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan, karena hasil belajar siswa meningkat sebagai akibat dari meningkatnya strategi pembelajaran guru. 6. Kerangka Teoritik Dalam kajian teori ini, akan dibahas beberapa hal pokok yaitu: Hakekat pendekatan ASVI; Landasan berfikir penerapan pendekatan ASVI dalam pemberlajaran; Penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran; Optimalitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran. A. Hakekat Pendekatan ASVI (Auditori-Somatis-Visual-Intelektual) Tubuh adalah fikiran; Fikiran adalah tubuh. Demikian Dave Maier (2004) mengungkapkan keberadaan tubuh dan fikiran yang saling terkait dan tak terpisahkan satu sama lain. Memang, tubuh dan fikiran merupakan satu keterpaduan yang benar-benar saling melengkapi. Berfikir, belajar dan mengingat tidak terbatas di kepala saja melainkan tersebar di seluruh tubuh. Sayangnya, masih banyak guru yang menerapkan strategi mengajar yang mengindikasikan bahwa belajar identik dengan menghafal materi. Hal ini terlihat pada sikap belajar siswa di kelas yang umumnya lebih memilih Datang, Duduk, Dengar, Catat, Hafal. Artinya, siswa belum terlibat secara optimal dalam pembelajaran. Keadaan seperti ini menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan Ilmu Sosial pada umumnya dan Pendidikan Kewararganegaraan pada khususnya yang notabene mengharapkan siswa mampu berfikir kritis, rasional
dan kreatif serta berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam mengatasi berbagai permasalahan kewarganegaraan di masyarakat. Selanjutnya, untuk mengatasi hal tersebut, penerapan pendekatan ASVI (Auditori-Somatis-Visual-Intelektual) untuk belajar dapat dikembangkan di kelas. Auditori: Belajar dengan berbicara dan mendengar; Somatis: Belajar denga berbuat dan bergerak; Visual: Belajar dengan mengamati dan menggambarkan; Intelektual: Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung (Dave Maier, 2004 : 92) Pendekatan adalah proses, cara, perbuatan mendekati Depdiknas, 2001 : 246). Pendekatan dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai proses atau cara mendekatkan, memperlancar dan mempermudah hubungan gurusiswa, sisw-siswa dan siswa dengan lingkungannya. Pendekatan ASVI dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya guru dalam memperlancar dan mempermudah siswa mencapai kompetensi yang diharapkan dengan mengajak mereka (siswa) belajar dengan berbicara dan mendengar, bergerak dan berbuat, mengamati dan menggambarkan serta dengan merenung dan memecahkan masalah. B. Landasan Berfikir Penerapan Pendekatan ASVI dalam Pembelajaran 1. Hakekat Mengajar Mengajar merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Mengajar tidak dapat hanya dianggap sebagai kegiatan menyampaikan apa yang tertulis dalam silabus dan buku teks. Lebih dari itu, mengajar adalah: memberikan sesuatu dengan cara membimbing dan membantu kegiatan
belajar kepada seseorang (siswa) dalam mengembangkan potensi intelektual, emosional serta spiritulanya sehingga potensi-potensi tersebut berkembang secara optimal (Arnie Fajar, 2004: 12).
Hal ini senada dengan yang dikemukakan Burton yang menyatakan bahwa : Mengajar adalah upaya dalam memberi perangsang (Stimulus, bimbingan,
pada diri siswa, sehingga modalitas belajar yang dimiliki dapat berkembang secara optimal. Thomas M. Risk (1958) mengemukakan: Theaching is the Guidance of
Berikut akan disajikan beberapa pengertian belajar yang dikutip dari pendapat para ahli: Chaplin (1972) membatasi belajar dengan dua macam rumusan:
merupakan proses
dialektis yang mengintegrasikan pengalaman dengan konsep, observasi dan tindakan. Sementara Piaget mengemukakan bahwa : Belajar merupakan siklus interaksi antara individu dengan lingkungan, dengan unsur pokok terletak pada interaksi yang menguntungkan antara proses akomodasi konsep terhadap pengalaman nyata dengan proses asimilasi pengalaman terhadap konsep yang dimiliki. (Suciati, dkk, 2003 : 48)
Menurut Witherington (1952) Belajar merupakan perubahan dalam
kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaaan, pengetahuan dan kecakapan. Pendapat senada dikemukakan Crow dan Crow (1958)
Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan pengetahuan dan sikap
baru, sedangkan menurut Higard (1962) Belajar adalah suatu proses dimana suatu prilaku manusia muncul atau berubah karena adanya respons terhadap suatu situasi. (Nana Syaodih, 2004 : 155)
Definisi yang cukup tegas disampaikan ahli berikut: Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Belajar adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam sistem otak/tubuh secara keseluruhan (Dave Maier, 2004 : 54).
Bila rumusan atau definisi belajar di atas dikaji secara cermat, terlihat bahwa sebagian ahli menekankan pada aspek perilaku yang dapat diamati secara langsung dan sebagian lagi beranggapan bahwa belajar merupakan suatu proses yang sifatnya internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Artinya, perubahan yang terjadi pada perilaku yang tampak merupakan refleksi dari perubahan yang sifatnya internal tadi. Meski definisi belajar telah dirumuskan dari fokus yang berbeda oleh para ahli, namun pada intinya, belajar merupakan kegiatan yang membutuhkan kesiapan baik fisik maupun mental. Yang terpenting untuk disadari oleh para guru adalah, bahwa masing-masing orang, masing-masing siswa atau pembelajar, memiliki cara-cara termudah untuk belajar yang oleh para ahli disebut Modalitas Belajar. 3. Belajar Aktif dan Kreatif 1) Belajar Aktif Dalam setiap kegiatan pembelajaran bisa dipastiakan selalu ada keterlibatan siswa atau keaktifan siswa. Yang menjadi masalah adalah seberapa banyak siswa terlibat dalam pembelajaran. Apakah sebatas mengikuti instruksi guru seperti lihat kemari, dengarkan, catat, ataukah dengan keaktifannya sendiri merespon berbagai stimulasi belajar yang diupayakan guru. Belajar aktif atau yang selama ini dikenal dengan istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), mengasumsikan bahwa belajar hanya terjadi jika siswa aktif, dalam arti siswa terlibat secara optimal dalam pembelajaran, sehingga mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien. Menurut Nana Sudjana (1989 : 21), optimalitas keterlibatan siswa dapat dikondisikan. Keaktifan siswa dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik yang dipicu bernuansa dialogis. Kegiatan pembelajaran dalam konteks CBSA dapat dipastikan akan selalu melibatakan siswa secara aktif untuk mengembangkan potensi nalar yang dimiliki seperti mengamati, memahami, mengemukakan sustu fakta, merumuskan masalah, merancang dan melaksanakan penelitian dan sebagainya. Hal ini dapat dengan mengerjakan sesuatu maupun yang dipicu oleh kegiatan-kegiatan yang
dilakukan jika kemampuan auditori, somatis, visual dan intelektual siswa berfungsi optimal. 2) Belajar Kreatif Pribadi kreatif sering kali memiliki sifat suka menghasilkan pembaruan yang secara umum tidak biasa atau asing. Pribadi kreatif memiliki kemampuan rasional, emosional maupun berimajinasi yang baik. Mereka memiliki sifat ingin tahu, selalu ingin mendapat pengalaman baru, dan ingin memiliki inisiatif. Erwin Segal, (dalam Black 2003) , mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif seseorang harus mempunyai komitmen kemampuan bekerja keras, bersemangat dan percaya diri. David Campbell (Nana Sujana, 2004. 104) menekankan bahwa kretifitas adalah suatu kemampuan untuk menciptakan hasil yang sifatnya baru, inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat. Kemampuan tersebut hanya dapat diperoleh siswa jika mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelasnya baik melalui diskusi, tanya jawab, tugas proyek dan lain-lain. Siswa perlu dilatih dan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan kegiatan yang mampu mengembangkan potensi dan nalar yang dimilikinya. Romis gowskey ( dalam Abdul Karim, 2003) mengatakan bahwa apabila guru mengharapkan perilaku tertentu deri peserta didik, maka guru harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk berlatih selama pembelajaran. Nana Saudih (2004.105) mengingatkan bahwa pengembangan kreatifitas dapat dilakukan melalui proses belajar Dicovery ,
Inquiri, dan belajar bermakna serta tidak dapat dilakukan hanya dengan belajar
yang bersifat ekspositori. 4. Beberapa hasil penelitian mengenai modalitas belajar siswa
Pada awal pengalaman belajar, salah satu di antara langkah-langkah pertama kita (Guru-pen) adalah mengenali modalitas seseorang (Siswa-pen) sebagai modalitas visual, Auditorial, atau Kinestietik (V A K) (Bobbi DePorter
dan Mike Hernacki, 2004 : 112). Seperti yang diusulkan dalam istilah-istilah ini, orang visual belajar melalui apa yang mereka lihat, orang auditorial belajar melalui apa yang mereka dengar dan orang kinestetik belajar melalui gerakan dan sentuhan.
10
Tidak disangkal lagi bahwa membangun komunitas belajar di kelas dengan kecenderungan dan modalitas belajar yang mungkin berbeda di kalangan para siswa, tentu merupakan hal yang cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini memerlukan waktu, usaha dan tenaga, serta proses yang terus menerus dengan harapan masing-masing siswa dapat terlibat secara optimal dalam pembelajaran dan memperoleh hasil yang diharapkan.. Disadari atau tidak, kurang optimalnya keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, sering kali dipicu oleh rendahnya upaya guru dalam memfasilitasi modalitas belajar yang dimiliki oleh siswa. Misalnya, jarang sekali ada guru yang memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca materi melalui media gambar atau bagan, membaca dengan suara keras, belajar sambil mengajar atau belajar sambil menggera kkan sesuatu. Guru juga jarang memberi kesempatan kepada siswa untuk mencari dan meneliti permasalahan di luar kelas. Siswa umumnya diperintah untuk duduk dengan tenang, membaca dengan suara seadanya, mencatat pelajaran yang dibacakan atau dicatatkan di papan tulis dengan posisi tubuh tetap berada di bangku meja yang sudah disiapkan serta masih banyak lagi aturan-aturan yang justru mengekang siswa untuk terlibat secara optimal dalam pembelajaran dan mengabaikan modalitas belajar yang dimiliki oleh siswa. Dave Maier (2004) mengingatkan agar dalam pembelajaran, para guru berusaha menfasilitasi modalitas belajar siswa dengan menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan sebanyak mungkin indra yang dimiliki siswa, yang ia namakan Belajar SAVI (Somati, Auditori, Visual dan Intelektual). Mengenali modalitas belajar siswa, sebagai siswa Auditori, Visual, Somatis/Kinestetik, menjadi penting karena dengan ini guru akan lebih mudah membantu siswa belajar. Selain itu, tentu akan lebih memperkuat hubungan antara guru-siswa, juga antara siswa dengan siswa. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan yang dapat diingat seseorang antara lain bergantung pada melalui apa ia memperoleh pengetahuan tersebut. Berikut gambar yang menunjukkan hubungan antara jumlah
11
pengetahuan yang dapat diingat dengan jenis indra yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan : Auditori Setelah 3 Jam Visual Audio-Visual
Setelah 3 hari
Gambar 1
Gambar di atas menunjukkan tiga macam cara memperoleh pengetahuan atau informasi yaitu secara Auditori, Visual dan Auditori-Visual. Masing-masing di tes untuk mengetahui berapa banyak informasi yang masih diingat setelah tiga jam dan tiga hari. Hasilnya seperti yang terlihat pada gambar. Pengetahuan yang diterima secara auditori (pendengaran) saja ternyata paling mudah dilupakan. Penelitian yang dilakukan oleh Birtish Audio-Visual Association (dalam Udin S, 1998) pun menyimpulkan bahwa rata-rata jumlah informasi yang diperoleh seseorang melalui indranya, menunjukkan komposisi sebagai berikut: 75% melalui indra penglihatan dan 13 % melalui indra pendengaran. Hasil penelitian yang lebih lengkap disampaikan Vernon A. Magnesen (1983), yang menyimpulkan bahwa: Kita belajar: 10% dari apa yang kita baca 20% dari apa yang kita dengar 30% dari apa yang kita lihat 50% dari apa yang kita lihat dan dengar 70% dari apa yang kita katakan dan lakukan (Bobbi DePorter, dkk, 2004:57) Meski penelitian para ahli di atas telah menunujukkan hasil yang berbeda tentang prosentase dari kekuatan (modalitas) belajar seseorang, namun satu lagi
12
hal yang perlu dicermati adalah hasil penelitian Michael Grinder. Ia mencatat bahwa: Dalam setiap kelompok yang terdiri dari tiga puluh murid, sekitar dua
puluh dua orang mampu belajar secara cukup efektif dengan cara visual, auditorial dan kinestetik, sehingga mereka tidak membutuhkan perlakuan khusus (Bobbi dan Mike, 2004:112). Dijelaskan pula bahwa dari sisa delapan
orang sekitar enam orang memiliki satu modalitas yang menonjol melebihi dua modalitas lainnya, sedangkan dua orang siswa lainnya mempunyai kesulitan belajar karena sebab-sebab eksternal. Dengan demikian, guru tidak perlu berlebihan dalam memperhatikan jenis modalaitas tertentu. C. Penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran Penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran, mengacu pada model pembelajaran pada umumnya yang intinya terdiri dari : tujuan atau kompetensi, materi, kegiatan dan evaluasi. a. Tujuan Sebelum menyusun tujuan pembelajaran, guru hendaknya mengidentifikasi terlebih dahulu tujuan pendidikan Kewarganegaraan yang ada dalam kurikulum sekolah. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan pembelajaran PKn. Secara umum 1) 2) 3) 4) (dampak instruksional dan pengiring) yang diharapkan dalam pembelajaran PKn adalah sebagai berikut: Kemampuan memahami konsep dan nilai tertentu Kemapuan menerapkan konsep dan nilai dalam memecahkan masalah Kemampuan menampilkan sikap dan prilaku yang sesuai dengan konsep dan nilai tersebut Kemampuan berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaran, kemampuan bekerja sama, bertanggung jawab dan partisipatif yang merupakan tujuan jangka panjang ( naturant efec)
13
b.
Materi Pada dasarnya semua materi PKn dapat disajikan dengan pendekatan
ASVI. Salah satu diantaranya adalah bahasan tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Spesifikasi permasalahan pada pokok bahasan HAM memiliki relevansi yang cukup valid mengingat materi ini sangat mengharapkan peran aktif siswa baik secara fisik maupun mental dalam menyikapi segala peristiwa atau permasalahan HAM yang terjadi di masyarakat. c. Kegiatan Pembelajaran Agar otak (pikiran) dan tubuh kita berfungsi secara optimal, Dave Maier (2004) menyarankan terpenuhinyya siklus belajar empat tahap, yaitu persiapan, penyampaian, pelatihan dan penampilan hasil. Keempat tahap tersebut dapat terlihat seperti pada gambar berikut:
4
PENERAPAN
1
PENGGUGAH
INTEGRASI
PERTEMUAN
1) Tahap persiapan Tahap persiapan bertujuan untuk menimbulkan minat para siswa untuk belajar. Tahap ini digunakan juga untuk memberikan kesan positif bagi siswa terhadap pengalaman belajar yang akan dilalui, serta menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Selain itu melalui tahap ini guru dapat mengomunikasikan tujuan, bentuk penilaian serta hasil akhir yang diharapkan. 2) Tahap penyampaian atau presentasi Tahap peyampaian bertujuan untuk membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan dengan
14
karakteristik siswa melibatkan banyak indra serta cocok dengan berbagai gaya belajar. Agar tahap penyampain ini lebih bermakna, siswa terlebih dahulu melakukan berbagai kegiatan eksplorasi seperti membaca, mengamati, menemukan masalah di lapangan (sendiri atau berkelompok) mendengarkan teman membaca, wawancara, mengajar kembali, dan sebagainya. Dengan demikian para siswa dapat melakukan intraksi secara langsung dengan sumber belajar. Karena itu, guru perlu mempersiapkan lembar kerja, materi/tema, waktu, langkah kerja serta hasil yang diharapkan. Misalnya, jika siswa diharapkan mencari informasi tentang kasus-kasus pelanggaran HAM, maka pemecahan serta ide-ide kreatif untuk pemecahan masalah (kasus ). Informasi tersebut terdiri atas : hari dan tanggal terjadinya kasus, uraian kasus, alternatif
3) Tahap pelatihan
Tahap pelatihan bertujuan membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan serta memiliki ketrampilan baru dengan berbagai cara. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menciptakan pengetahuannya sendiri. Dengan kata lain, tugas guru adalah menyusun konteks tempat siswa menciptakan isi yang bermakna mengenai materi pelajaran yang sedang dibahas. Dalam tahap ini guru mengajak siswa berfikir, berkata dan berbuat dalam menangani materi pelajaran, sehingga membantu mereka memadukan materi tersebut ke dalam . struktur pengetahuan, makna dan ketrampilan yang sudah dimiliki. Tahap ini dapat dilakukan antara lain dengan cara : artikulasi (menjelaskan kembali apa yang telah dipresentasikan oleh siswa lain), bermain menyambung kata, pelatihan pemecahan masalah, mengajar kembali, pertanyaan bola api, dan lain-lain.
15
Apa yang dilakukan siswa di luar kelas untuk menerapkan, menguatkan, dan mengembangkan potensi mereka Berbagai gagasan untuk tahap penampilan hasil antara lain. Permainan
atau simulasi peran dalam mengatasi masalah, pemecahan masalah dunia nyata, mengevaluasi Pembelajaran (pra test- post test, ujian lisan, uji silang kemampuan siswa) mengevaluasi dan meningkatkan program belajar (refleksi) dan sebagainya. Selanjutnya, bagaimana pendekatan ASVI diterapkan dalm pembelajaran, berikut elaborasinya: Tabel 1 Elaborasi penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran Dimensi Auditori 1. Meminta siswa Indikator saling bertanya atau mengajukan
pertanyaan. 2. Penggunaan variasi suara (tinggi, sedang, rendah). 3. Memberi dengan kesempatan kepada siswa untuk membaca suara keras.
4. Meminta siswa membaca satu paragraf kemudian meminta siswa lain menguraikan isi paragraf dengan kata-kata sendiri. 5. Mengingatkan siswa agar mendengarkan siswa lain yang bertanya, mengajukan pendapat. Somatis 6. Meminta siswa (individu atau kelompok) untuk melakukan presentasi di depan kelas. 7. Memberi kesempatan kepada siswa untuk merayakan keberhasilan dengan menggunakan bahasa tubuh yang dramatis. 8. Menerapkan variasi dan perubahan pola interaksi dan kegiatan (individual, kelompok, klasikal). 9. Meminta siswa agar mau bergabung dengan kelompoknya. 10. Mengusahakan agar siswa berani melakukan wawancara di
16
luar kelas, tinjauan lapangan ataupun simulasi peran. 11. Meminta siswa membaca buku, dokumen, gambar atau Visual sumber lainnya. 12. Meminta siswa memberikan contoh dari dunia nyata terkait masalah yang sedang dibahas. 13. Penggunaan variasi gaya mengajar dan penguatan nonverbal (gerakan badan dan mimik) 14. Penggunaan variasi alat bantu pembelajaran yang dapat dilihat (gambar, peta konsep, dokumen, chart dan lainlain). 15. Mengajak siswa menganalisa suatu masalah atau
Intelektual
mengajukan pertanyan. 16. Mengikutsertakan siswa dalam merumuskan tujuan dan manfaat belajar. 17. Meminta siswa menggunakan hukum atau generalisasi yang sesuai untuk pemecahan suatu masalah. 18. Meminta komentar siswa mengenai pendapat atau gagasan yang diajukan siswa lain 19. Meminta siswa memberikan alasan mengenai pendapat atau gagasan yang ia ajukan. 20. Memfasilitasi siswa agar bisa belajar sambil bermain.
17
Menunjukan perhatian yang intensif terhadap materi pelajaran Menunjukan rasa ingin tahu baik dengan mengamati, mengajukan pertanyaan ataupun melakukan tugas tertentu Menunjukan manfaat materi pelajaran (Nana Sudjana, 1989:20; Mc. Kenchi, 1954 dalam Ahmad
2)
Berpartisipasi dalam penyusuanan perencanaan, proses dan kelanjutan belajar rohani:62). Indikator dalam poin ini antara lain : Ikut serta merumuskan tujuan pembelajaran Mencatat materi pelajaran yang dianggap perlu Mengiktui kegiatan diskusi dalam kelasnya Mendengarkan teman berbicara dalam tanya jawab atau diskusi Berpartisipasi dalam pembentukan kelompok
3)
Keterlibatan siswa secara intelektual-emosional (M. Ali, 1997: 69; Curtis dan Biduel dalam Aim Abdul karim, 2003: 4.6). Indikator daro poin ini : Menjawab pertanyaan d engan benar Merumuskan masalah Berani melakukan presentasi di depan kelas Melakukan kegiatan eksplorasi Menafsirkan hasil eksplorasi dengan pemanfaatn berbagai seumber
4)
Menciptakan situasi yang kondusif ( Aziz Wahab dkk., 1998:3.3 ; Udin S. Dkk., 1998: 10.6 ) Indikator dari poin ini : Berpartisipasi di dalam kelompok Menunjukan disiplin dalam belajar Mau bergabung dengan kelompoknya Bertangung jawab terhadap tugas yang diberikan Mau bekerjasama
5)
Menunjukan kreatifitas belajar ( Nana Saudih, 2006:104 ; Ahmad Rohani, 2004:63) Indikator dari poin ini : Memanfaat aneka sumber dan media belajar Merayakan keberhasilan dengan bahasa tubuh yang dramatis Melahirkan gagasan yang kreatif untuk pemecahan masalah Memberikan nama khas untuk kelompoknya
18
7. Prosedur Penelitian A. Setting Penelitian dan Karateristik Subjek Penelitian ini dilakukan di kelas VIIC SMP Negeri 2 Terara pada semester II tahun pelajaran 2006-2007 dengan jumlah siswa sebanyak 29 orang yang tediri atas 14 orang siswa perempuan dan 15 orang siswa laki-laki. Lokasi sekolah tempat akan dilakuannya penelitian tindakan ini adalah di Dusun Tantang Desa Rarang kecamatan Terara Kabupaten Lombok Timur, kurang lebih 45 kilometer dari kota Mataram NTB. Siswa yang belajar di sekolah ini umumnya berasal dari dua desa yaitu Desa Rarang dan Desa Rarang Selatan yang keduanya termasuk desa miskin. Khusus di kelas VIIC tempat akan dilakukannya penelitian ini, siswanya memiliki latar belakang ekonomi, sosial dan budaya yang relatif sama sehingga mereka tidak terlalu susah untuk saling berkomunikasi, saling bercerita, saling bertukar fikiran. Hanya saja keadaan seperti ini akan mudah ditemukan di luar kelas. Sementara di dalam kelas (ketika tatap muka secara formal) jarang sekali bahkan tidak ditemukan siswa yang saling bertukar fikiran atau pun saling bertanya jawab dan diskusi tentang pelajaran karena siswa lebih memilih Datang, Duduk, Dengar, Catat. Melalui penerapan pendekatan ASVI ini diharapkan dapat memancing optimalitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran. B. Objek Tindakan dan Variabel yang Diteliti Objek tindakan penelitian ini adalah keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dengan pendekatan Auditori-Somatis-Visual-Intelektual yang bermuara pada optimalnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran, termasuk meningkatnya sikap positif siswa terhadap belajar seta tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) belajar siswa. Konsep atau pokok bahasan yang dijadikan acuan implementasi tindakan adalah Hak asasi Manusia (HAM). Faktor uatama yang akan diteliti adalah: 1.
19
penyusunan, indikator);
perencanaan, Keterlibatan
proses
dan
kelanjutan
belajar
(lima (lima
siswa
secara
intelektual-emosional
indikator); Menciptakan situasi yang kondisif (lima indikator); dan Menampilkan kreativitas belajar (lima indikator). 2.
Faktor
Guru:
melihat
keterampilan
guru
dalam
melaksanakan
pembelajaran dengan pendekatan ASVI yang meliputi: Tahap persiapan terdiri dari lima indikator, Tahap presentasi dan pelatihan (fokus pada dimensi auditori, somatis, visual dan intelektual) terdiri dari 20 indikator, dan Tahap penampilan hasil terdiri dari lima indikator. C. Rencana Tindakan Penelitian Tindakan Kelas yang mengambil setting di kelas VIIC Januari sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan dalam dua siklus dan masing-masing siklus tediri dari tiga kali tatap muka. Sebelum penelitian dilakukan terdapat beberapa hal yang dipersiapkan yang sekaligus merupakan bagian dari tahap perencanaan. Alur pelaksanaan pada tiap-tiap siklus adalah sebagai berikut: SMP Negeri 2 Terara ini akan dilaksanakan selama empat bulan, dari bulan
1. Tahap Perncanaan
- Penetuan kelas subjek penelitian - Penyusunan proposal PTK - Penyusunan Rencana Pembelajaran beserta perangkat pendukung lainnya seperti LKS. - Mempersiapkan instrument - Penetuan fokus observasi, membangun kriteria dan merumuskan indikator - Melakukan keberhasilan. simulasi pelaksanaan tindakan dan menguji
keterlaksanaanya di lapangan
20
2. Tahap Tindakan
Tahap ini meliputi seluruh proses pembelajaran terutama upaya guru mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran melalui pendekatan Auditori-Somatis-Visual-Intelektual (ASVI)
3.Tahap Observasi
Tahap ini dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang meliputi observasi keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan keterampilan guru mengelola pembelajaran dengan pendekatan ASVI. Hal ini dilakukan untuk mengetahui: 1) Apakah siswa telah terlibat secara optimal dalam pembelajaran sesuai kriteria yang telh ditetapkan 2) Adakah kesalahan-kesalahan yang dilakukan guru dalam menerapkan pendekatan ASVI 3) Adakah permasalahan yang terkait dengan dengan hal di atas dan bagaimana mengatasinya. Hasil observasi ini dijadikan sebagai umpan balik bagi keterlaksanaan Skenario/Rencana Pembelajaran.
4. Tahap Refleksi
Tahap ini meliputi beberapa kegiatan yaitu: analisis data hasil observasi dalam satu siklus, memaknai data (mengomversi data kuantitatif penelitian menjadi data kualitatif), mendeskripsikan data hasil pada siklus yang bersangkutan dan membuat
kesimpulan/keputusan mengenai perlu tidaknya dilakukan tindakan pada siklus berikutnya. D. Data dan Cara Pengumpulan Data Data yang diambil adalah data yang berasal dari peneliti, tim partisipan dan siswa. Jenis data yang diambil adalah data kualitatif (data utama) dan data kuantitatif (data penunjang) yang terdiri atas: 1) Data penyusunan Rencana Pembelajaran dan Skenario Tindakan (tidak dilaporkan)
21
2) Data hasil observasi terhadap kegiatan pembelajaran (aktivitas guru dan siswa) 3) Data sikap dan pengalaman belajar siswa 4) Data hasil (prestasi) belajar siswa sebagai acuan akhir keberhasilan pembelajaran (data penunjang) Adapun cara pengumpulan data adalah: 1) Data tentang Rencana Pembelajaran dan Skenario Tindakan, diambil dengan menggunakan Lembar Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran 2) Data tentang aktivitas guru (penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran) dan aktivitas siswa (keterlibatan siswa dalam pembelajaran) diambil dengan menggunakan Lembar Observasi 3) Data tentang sikap dan pengalaman belajar siswa diambil dengan menggunakan Skala Sikap 4) Data hasil (prestasi) belajar siswa diambil dengan menggunakan Tes E. Indikator Kinerja Indikator yang digunakan sebagai penentu keberhasilan penelitian ini adalah komponen pada faktor guru dan siswa (B1 dan B2) telah mencapai optimalisasi 80%.
22
F.
NO 1.
URAIAN TUGAS 1. Bersama kepala sekolah dan tim menyusun rencana tindakan 2. Merencanakan Pembelajaran dengan pendekatan ASVI 3. Melaksanakan pembelajaran sesuai rencana yang sudah disusun 4. Bersama anggota tim (partisipan), merancang serta menyepakati LKS dan lembar observasi 1. Bersama tim yang lain melakukan kegiatan observasi pelaksanaan pembelajaran 2. Membantu peneliti dalam merefleksi pembelajaran
Pembina, IV/a
2.
Laki-laki
Pembina, IV/a
2.
Saopi
Ansori,
ST
&
Laki-laki
Mispayandi, S.pd
23
G. Jadwal Kegiatan dan Rencana Anggaran NO 1. JENIS KEGIATAN Persiapan - Penetuan kelas subjek penelitian - Penyusunan proposal PTK - Penyusunan Rencana Pembelajaran beserta perangkat pendukung lainnya seperti LKS. - Mempersiapkan instrument - Penetuan fokus observasi, membangun kriteria dan merumuskan indikator keberhasilan. - Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan dan menguji keterlaksanaanya di lapangan WAKTU PELAKSANAAN (BULAN) PEBRUARI MARET KETERANGAN
JANUARI
APRIL
Minggu I
Minggu II
Minggu III
24
NO 2.
JANUARI
APRIL
KETERANGAN
Minggu IV
3. 4. 5.
Analisis Data untuk bahan pembuatan laporan Penyusunan Draf Laporan Finalisasi Laporan
25