Anda di halaman 1dari 3

Ada 2 tar, kalo dari epul

Peneliti: teknologi molekuler bisa atasi kelangkaan daging


Jakarta (ANTARA News) - Penggunaan teknologi molekuler dalam pengembangan ternak sapi akan bisa mengatasi kelangkaan daging sapi di dalam negeri, kata peneliti bioteknologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Endang Tri Margawati. "Seleksi ternak konvensional telah banyak berkontribusi bagi penemuan ternak unggul. Namun kemajuan ilmu biologi molekuler telah berkontribusi lebih baik bagi kemajuan komoditas ternak," katanya di Jakarta, Jumat. "Pendekatan ini bila diaplikasikan pada ternak sapi, dapat mengatasi kelangkaan daging sapi," kata Endang dalam orasi pengukuhan dirinya sebagai Profesor Riset Bidang Bioteknologi. Menurut Endang, implementasi teknologi molekuler atau yang disebut teknik marker lebih efektif dan efisien karena tidak melibatkan banyak populasi ternak dan tenaga lapangan dalam proses pengujian. "Dengan teknologi molekuler ini, kita tidak perlu menunggu pada generasi ternak turunan keempat hingga kelima untuk melihat sifat unggul ternak," ujarnya. Hasil seleksi ternak sapi dengan sifat unggul menggunakan teknik itu, ia menjelaskan, selanjutnya bisa disebarkan ke para peternak supaya mereka bisa memelihara ternak lokal dengan produktivitas yang lebih tinggi. "Bila ternak sapi meningkat, kebutuhan daging sapi nasional pun akan dapat tercukupi dengan baik," kata Endang. Ia menambahkan, penggunaan teknologi molekuler untuk seleksi ternak dengan sifat unggul memiliki ketepatan tinggi karena berbasis pada analisis DNA.

Solusinya adalah memperketat penyembelihan sapi betina dan impor sapi. PURWOKERTO - Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Akhmad Sodiq mengatakan pemerintah harus segera mengatasi kelangkaan daging sapi. "Ini idealnya harus sudah diantisipasi sebelum Lebaran (Idul Adha, red.). Kejadian sekarang seperti ini (terjadi kelangkaan daging, red.), sehingga menurut saya, harus segera dicari solusinya," kata dia saat dihubungi ANTARA di Purwokerto, Rabu (21/11). Menurut dia, solusi yang terdekat berupa adanya masukan dari luar, yakni dengan impor sapi. Kendati demikian, dia mengatakan jika pemerintah mengambil kebijakan impor sapi, harus benarbenar memperhitungkan jumlahnya sehingga kejadian di tahun 2009-2010 tidak terjadi lagi karena dapat menurunkan pendapatan di tingkat peternak. "Jadi idealnya pada saat-saat tertentu, keran impor dibuka. Tetapi yang terjadi, sebelum kurban, ternak-ternak habis, ditambah lagi kejadian yang cukup mengerikan, yaitu penyembelihan betinabetina produktif yang banyak terjadi di RPH (rumah pemotongan hewan)," kata dia menegaskan. Menurut dia, ada dua hal yang harus dilakukan untuk mengantisipasi kelangkaan daging, yakni dari sisi internal dengan memperketat penyembelihan sapi betina produktif serta upaya dari luar berupa impor sapi. "Harus ada impor agar ternak-ternak kita tidak terkuras," katanya. Ia mengatakan upaya mendatangkan sapi dari luar Pulau Jawa tidak bisa mengatasi kelangkaan daging sapi. Menurut dia, hal itu disebabkan adanya kriteria teknis salah satunya mengatur ukuran sapi yang dapat dikirim antarpulau. "Kalau itu dilakukan besar-besaran, nanti di sana (pulau asal sapi, red.) bisa terkuras," kata Akhmad Sodiq. Ia mengatakan sentra sapi potong terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur disusul Jawa Tengah dan Jawa Barat. "Jika di wilayah sentranya saja sudah kesulitan, ini (upaya mendatangkan sapi dari luar Jawa, red,) tidak bisa diandalkan," katanya. Disinggung mengenai program swasembada daging di tahun 2014, dia mengaku tidak bisa berkomentar apakah program tersebut dapat tercapai atau tidak dapat terwujud. "Saya sulit berkomentar. Kalau kondisi di pasar seperti ini, ya kita bisa menyaksikan bersama-sama. Kalau berbicara swasembada daging itu masuk ranahnya Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan, masuk program Kementerian Pertanian," katanya. Oleh karena masuk program kementerian, kata dia, idealnya program-program yang ada di kementerian tersebut harus dioptimalkan. Menurut dia, paling tidak ada empat program yang harus betul-betul dikawal. "Kita tahu persis ada program SMD (sarjana masuk desa) sebagai andalan. Itu saya katakan tidak berhasil," katanya. Selanjutnya, kata dia, ada program Lembaga Mandiri dan Mengakar Masyarakat (LMMM) serta penyelamatan betina produktif dan insentif betina bunting. Menurut dia, pemerintah harus mengembangkan program-program tersebut jika ingin berhasil. "Kalau tidak (dikembangkan), menjadi PR besar," katanya. Dia mengaku pesimistis program swasembada daging 2014 dapat terwujud jika program-program pendukungnya tidak dikawal dengan baik.

Terkait hal itu, Akhmad Sodiq menyatakan telah merekomendasikan agar program-program tersebut tidak dilepas dalam bentuk bantuan sosial seperti yang selama ini dijalankan. "Harus ada skema baru yang perlu dibahas dengan cermat. Kalau solusi jarak dekat, idealnya dibuka jalan impor," katanya.

Anda mungkin juga menyukai