Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN DEPARTEMEN MATERNITAS RUANG 9 RSSA WOUND DEHISCENCE

Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Muda

NI WAYAN SEPTI NUGRAHENY 0910720008

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

RENCANA KEGIATAN MINGGUAN

Departemen Periode Ruang

: Maternitas : 2 7 September 2013 :8

Persepti Preseptor Minggu

: Ni Wayan Septi Nugraheny : Ns. Fransisca Imavike, S.Kep, MN :

A. Target yang Ingin Dicapai Dapat memberikan Asuhan keperawatan kepada pasien dengan Wound Dehiscence selama 1 minggu (2 7 September2013) 1. 2. Membuat laporan pendahuluan tentang Wound Dehiscence Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Wound Dehiscence meliputi pengkajian luka: kondisi luka, lokasi luka, luas dan kedalaman luka, warna luka, drainase dan karakteristiknya, bau, melihat ada tidaknya tanda-tanda infeksi (kemerahan dan pus), pengkajian nyeri: lokasi, kualitas, frekuensi, faktor pemberat. 3. 4. 5. Membuat analisa data yang diperoleh dari pengkajian Menentukan masalah keperawatan yang muncul dan dapat memprioritaskan masalah Mengintrepetasikan masalah keperawatan yang didapat, meliputi tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai 6. 7. Membuat rencana intervensi keperawatan dengan masalah keperawatan yang muncul Mampu mengimplementasikan rencana keperawatan yang sudah dibuat kepada pasien Meliputi : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 8. 9. mengukur TTV melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik mempersiapkan untuk pemeriksaan laboratorium kolaborasi dalam memberikan terapi injeksi via IV mengajarkan teknik kontrol nyeri melakukan pendidikan kesehatan pada klien

Mengevaluasi hasil dari implementasi yang telah dilakukan dengan SOAP Membuat catatan perkembangan pasien setelah dilakukan implementasi

10. Mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien lain selain pasien kelolaan (Resume)

B. Rencana Kegiatan
TIK 1 Jenis Kegiatan 1.1 Bina hubungan saling percaya Perkenalan diri Kontrak waktu Data dasar dapat terkaji Hari 1-2 Data dasar dapat dianalisa 3. 3.1 Merumuskan masalah keperawatan klien 3.2 Merumuskan prioritas diagnosa keperawatan Hari 1-2 Dari data dasar yang telah dianalisa dapat terumuskan masalah keperawatan dan prioritas diagnosa keperawatan 4. 4.1 Menentukan tujuan, kriteria hasil serta rencana intervensi yang sesuai dengan masalah keperawatan 5. 5.1 Membuat rencana keperawatan Hari 1-2 Hari 1-2 Tujuan, kriteria hasil dapat tersusun minimal untuk mengatasi masalah keperawatan Membuat rencana keperawatan yang sesuai dengan pasien 6. .1 Menimplementasikan rencana keperawatan meliputi : mengukur TTV melakukan perawatan luka Hari 3-6 Rencana keperawatan dapat diimplementasikan kepada pasien Waktu Hari 1-2 Kriteria Hasil Terbina hubungan saling percaya

1.2 Pengkajian data dasar klien 2. 2.1 Membuat analisa data

dengan teknik aseptik mempersiapkan pemeriksaan laboratorium kolaborasi dalam memberikan terapi injeksi via IV mengajarkan nyeri melakukan pendidikan teknik kontrol untuk

kesehatan pada klien 7. 7.1 Mengevaluasi hasil implementasi Hari 3-6 Klien dapat dievaluasi dengan SOAP 8. 8.1 Membuat catatan perkembangan pasien setelah dilakukan implementasi. Hari 3-6 Klien dapat dievaluasi dengan SOAP secara berkala

Malang, 2 September 2013 Mengetahui, Preseptor Klinik R.9 RSSA Persepti

(Ni Wayan Septi Nugraheny) (_________________________) NIM. 0910720008

KONSEP WOUND DEHISCENCE

1. DEFINISI Burst abdomen juga dikenal sebagai abdominal wound dehiscence atau luka operasi terbuka, didefinisikan sebagai suatu komplikasi dari proses penyembuhan luka yang ditandai terbukanya sebagian atau seluruh luka operasi yang disertai protrusi atau keluarnya isi rongga abdomen. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses penyembuhan luka operasi(Baxter, 2003; Spiolitis, 2009). Wound dehiscence

merupakan komplikasi utama dari pembedahan abdominal. Insidensinya sekitar 0,2%0,6% dengan angka mortalitas cukup tinggi, mencapai 10%-40%, disebabkan penyembuhan lukaoperasi yang inadekuat. 2. ETIOLOGIDANFAKTOR RESIKO Faktor penyebab dehisensi luka operasi berdasarkan mekanisme kerjanya dibedakan atas tiga yaitu: a. Faktor mekanik : Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semakin meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik tersebut antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom serta teknik operasi yang kurang. b. Faktor metabolik : Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. c. Faktor infeksi Semua faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi akan meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara klinis biasanya terjadi pada hari ke 6 - 9 paska operasi dengan gejala suhu badan yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka. Menurut National Nosocomial Infection Surveilance System, luka operasi dibedakan menjadi luka bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan kotor. Infeksi luka jahitan yang terjadi dini ditandai dengan peningkatan temperature dan terjadinya selulitis dalam waktu 48 jam setelah penjahitan. Dehisensi luka operasi akan segera terjadi jika infeksi tidak diatasi. Infeksi dini seringkali disebkan oleh streptococcus B haemolyticus.Sedangkan pada infeksi lanjut seringkali tidak disertai peningkatan

temperatur dan pembentukan pus, dan terutama disebabkan oleh Stafilococcus aureus. (Webster et al, 2003; Afzal,2008; Spioloitis et al, 2009).

3. FAKTOR RESIKO Faktor risiko terjadinya wound dehiscence dibedakan atas faktor preoperasi yang berhubungan erat dengan kondisi dan karakteristik penderita, faktor operasi yang berhubungan dengan jenis insisi dan tehnik penjahitan, serta faktor (Webster et al, 2003). Faktor risiko preoperasi meliputi jenis kelamin (laki-laki lebih rentan dibandingkan wanita), usia lanjut (>50 tahun), operasi emergensi, obesitas, diabetes mellitus, gagal ginjal, anemia, malnutrisi, terapi radiasi dan kemoterapi, keganasan, sepsis, penyakit paru obstruktif serta pemakaian preparat kortikosteroid jangka panjang (Afzal, 2008; Spiloitis et al, 2009; Makela, 2005; Singh, 2009). Faktor risiko operasi antara lain : a. Jenis insisi : Tehnik insisi mediana lebih rentan untuk terbuka daripada transversal dikarenakan arah insisinya yang nonanatomik, sehingga arah kontraksi otot-otot dinding perut berlawanan dengan arah insisi sehingga akan mereganggkan jahitan operasi. pascaoperasi

b.

Cara penjahitan : Pemilihan tehnik penutupan secara lapis demi lapis juga berperan dalam terjadinya komplikasi ini. Tehnik ini di satu sisi memiliki keuntungan yaitu mengurangi kemungkinan perlengketan jaringan, namun di sisi lain mengurangi efektifitas dan kekuatannya (Afzal, 2008; Spiloitis et al, 2009; Makela J, 2005).

c.

Tehnik penjahitan : tekhnik penjaitan terputus cenderung lebih aman daripada tekhnik penjaitan kontinyu.

d.

Jenis benang : Pemakaian benang chromic catgut juga dapat menjadi suatu perhatian khusus, dikarenakan kecepatan penyerapannya oleh tubuh sering kali tidak dapat diperkirakan (Afzal, 2008; Spiloitis et al, 2009; Makela J, 2005).

Sedangkan faktor-faktor pascaoperasi yang dapat meningkatkan terjadinya dehisensi luka antara lain: a. Peningkatan tekanan intra abdomen misalnya batuk, muntah, ileus dan retensio urin. Tekanan intraabdominal yang tinggi akan menekan otot-otot dinding abdomen sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen iniah yang akan menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya jaringan dalam rongga abdomen. b. Perawatan pascaoperasi yang tidak optimal Perawatan luka pasca operasi yang tidak optimal memudahkan terjadinya infeksi pada luka sehingga memudahkan pula terjadinya dehisensi luka operasi. c. Nutrisi pascaoperasi yang tidak adekuat. Asupan nutrisi yang tidak adekuat terutama protein salah satunya akan menyebabkan hipoalbuminemia, keadaan ini akan mengurangi sintesa kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yang merupakan proses awal penyembuhan luka. Terapi radiasi dan penggunaan obat antikanker : radiasi pasca operasi dapat menyebaban buruknya penyembuhan luka operasi karena terjadinya fibrosis dan mikroangiopati (Afzal, 2008; Spiloitis et al, 2009; Makela J, 2005). 4. KLASIFIKASI Berdasarkan waktu terjadinya dehisensi luka operasi dapat dibagi menjadi dua: a. Dehisensi luka operasi dini : terjadi kurang dari 3 hari paska operasi yang biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding perut yang tidak baik.

b. Dehisensi luka operasi lambat : terjadi kurang lebih antara 7 hari sampai 12 hari paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan usia, adanya infeksi, status gizi dan faktor lainnya (Sjamsudidajat R,2005). 5. PATOFISIOLOGI Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan post operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor pre operasi ini adalah usia,kebiasaan merokok, penyakit diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian tertinggi burst abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa menyebabkan terjadinya burst abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen. Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino

diperlukan.VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka.Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence. Seng adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis. Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan, penutupan peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan tekanan tinggi di daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong dengan pemisahan lemak transversal.Dan sebaliknya, pada insisi transversal, lemak dilawankan dengan kontraksi.Otot perut rektus segmental memiliki suplai darah dan saraf. Jika irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut rektus mendapat denervated dan akhirnya berhenti tumbuh. menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut. Ini

Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal pressure yang menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat beban berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi.Terapi radiasi dapat mengganggu sintesis protein normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastic agents menghambat penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik.

6. MANIFESTASI KLINIS Dehisensi luka seringkali terjadi tanpa gejala khas, biasanya penderita sering merasa ada jaringan dari dalam rongga abdomen yang bergerak keluar disertai keluarnya cairan serous berwarna merah muda dari luka operasi (85% kasus).Pada pemeriksaan didapatkan luka operasi yang terbuka. Terdapat pula tanda-tanda infeksi umum seperti adanya rasa nyeri, edema dan hiperemis pada daerah sekitar luka operasi, dapat pula terjadi pus atau nanah yang keluar dari luka operasi (Sjamsudidajat R,2005). Biasanya dehisensi luka operasi didahului oleh infeksi yang secara klinis terjadi pada hari keempat hingga sembilan pascaoperasi. Penderita datang dengan klinis febris, hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit yang sangat tinggi dan pemeriksaan jaringan di sekitar luka operasi didapatkan reaksi radang berupa kemerahan, hangat, pembengkakan, nyeri, fluktuasi dan pus (Afzal,2008; Spioloitis et al, 2009).

Gambar:Burst abdomen pascaoperasi abdomen

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Tes BGA (Darah lengkap) Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit. 2. 3. CT scan atau MRI Sinar X abdomen Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus. 8. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Wound Dehiscence dibedakan menjadi penatalaksanaan non operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif tergantung atas keadaan umum penderita. 1. Penanganan Nonoperatif/ Konservatif Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang sangat tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi.Hal ini dilakukan dengan penderita berbaring di tempat tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian khusus

steril.Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi perburukan luka operasi terbuka (Anonim, 2008; Ismail, 2008). Selain perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi yang adekuat untuk mempercepat penutupan kembali luka operasi.Diberikan pula antibiotik yang memadai untuk mencegah perburukan dehisensi luka (Singh, 2008; Ismail, 2008). 2. Penanganan Operatif Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita dehisensi. Ada beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang dilakukan antara lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka, mesh repair, vacuum pack, abdominal packing, dan Bogota bag repair (Sukumar, 2004). Jenis operasi rehecting atau penjahitan ulang paling sering dilakukan hingga saat ini.Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil, dan penyebab terbukanya luka operasi murni karena kesalahan tekhnik penjahitan (Sukumar, 2004). Pada luka yang sudah terkontaminasi dilakukan tindakan debridemen terlebih dahulu sebelum penutupan kembali luka operasi.Dalam perencanaan jahitan ulangan perlu dilakukan pemeriksaan yang baik seperti laboratorium lengkap dan foto throraks.Selain penjahitan ulang dilakukan pula tindakan debridement pada luka (Spiloitis et al, 2009; Sjamsudidajat, 2005). Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi luka jahitan secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu mengidentifikasi sumber terjadinya dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi dilakukan dalam 48 72 jam sejak diagnosis dehisensi luka operasi di tegakkan. Tehnik yang sering digunakan adalah dengan melepas jahitan lama dan menjahit kembali luka operasi dengan cara satu lapisan sekaligus. Pemberian antibiotik sebelum operasi dilakukan, membebaskan omentum dan usus di sekitar luka.Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara dalam, yaitu dengan menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu lapis.Pastikan mengambil jaringan cukup dalam dan hindari tekanan berlebihan pada luka. Tutup kulit secara erat dan dapat dipertimbangkan penggunaan drain luka intraabdominal. Jika terdapat tanda- tanda sepsis akibat luka, buka kembali jahitan luka operasi dan lakukan perawatan luka operasi secara terbuka dan pastikan kelembaban jaringan terjaga (Anonim, 2008; Ismail, 2008; Spiloitis, 2009). Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang adalah benang monofilament nonabsorbable yang besar. Penjahitan dengan tehnik terputus sekurangnya 3 cm dari tepi luka dan jarak maksimal antar jahitan 3 cm, baik pada jahitan dalam ataupun pada

kulit.Jahitan penguat dengan karet atau tabung plastic lunak (5-6cm) dapat dipertimbangkan guna mengurangi erosi pada kulit.Jangan mengikat terlalu erat.Jahitan penguat luar diangkat setidaknya setelah 3 minggu (Anonim, 2008; Ismail, 2008). Selain Rehecting, banyak tekhnik yang dilakukan untuk menutup dehisensi luka secara sementara maupun permanen. Metode yang biasa dilakukan antara lainmesh repair, yaitu penutupan luka dengan bahan sintetis yaitu mesh yang berbentuk semacam kasa halus elastis yang berfungsi sebagai pelapis pada jaringan yang terbuka tersebut dan bersifat diserap oleh tubuh. Namun mesh repair menimbulkan angka komplikasi yang cukup tinggi. Dilaporkan terdapat sekitar 80% pasien dengan mesh repair mengalami komlplikasi dengan 23% mengalami enteric fistulation (Sukumar, 2004). Selain itu digunakan pula vacuum pack. Tekhnik ini menggunakan sponge steril untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali setelah itu ditutup dengan vacuum bag dengan sambungan semacam suction di bagian bawahnya. Tekhnik lain yang digunakan adalah Bogota bag. Tekhnik ini dilakukan pada dehisensi yang telah mengalami eviserasi.Bogota bag adalah kantung dengan bahan dasar plastik steril yang merupakan kantong irigasi genitourin dengan daya tampung 3 liter yang digunakan untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali.Plastik ini dijahit ke kulit atau fascia pada dinding abdomen anterior (Sukumar, 2004). 9. PENCEGAHAN Pencegahan dehisensi pada luka operasi dapat dilakukan dengan cara mengenali dengan baik dan sedini mungkin faktor-faktor risiko yang dimiliki penderita, penggunaan tehnik operasi/penjahitan yang tepat, cara penjahitan dan perawatan luka setelah penjahitan yang baik. Penanganan pada penderita dehisensi luka operasi adalah dengan mengobati penyebab dari dehisensi yang terjadi. Prinsip dasarnya adalah dengan melakukan perawatan luka dengan baik. Pengetahuan akan faktor penyebab dehisensi luka (mekanik, metabolik dan infeksi) sangat berperan dalam pencegahannya. Koreksi terhadap faktor penyebab tersebut akan sangat bermakna dalam keberhasilan pencegahan dehisensi luka operasi. Pada kasus risiko tinggi, pemberian antibiotik dapat diberikan sebelum tindakan dan diet tinggi kalori dan protein dapat memberikan arti klinis yang sangat bermakna.

KONSEP KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN A. Kondisi luka 1.Warna dasar luka Slough (yellow) Necrotic tissue (black) Infected tissue (green) Granulating tissue (red) Epithelialising (pink)

2.Lokasi ukuran dan kedalaman luka 3.Eksudat dan bau 4.Tanda-tanda infeksi 5.Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban 6.Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung B. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin

C. Status vascular : Hb, TcO2 D. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan terbukanya luka operasi. 2. Pola napas tidak teratur berhubungan dengan nyeri. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun 4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses invasif pada abdomen 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan terhadap pajanan. III. RENCANA INTERVENSI 1. Nyeri akut berhubungan dengan terbukanya luka operasi.

Tujuan: rasa nyeri pasien berkurang bahkan hilang Kriteria hasil: Pasien melaporkan bahwa rasa sakitnya telah terkontrol atau hilang

Tampak santai, dapat beristirahat/ tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai

kemampuan Intervensi 1. Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien, lokasi dan intensitas ( skala 1-10). 2. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan Rasional 1. Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan. 2. Untuk memahami ketidaknyamanan. 3. Melepaskan tegangan emosional

tachikardi, hipertensi, dan peningkatan pernapasan. 3. Berikan informasi mengenai sifat

dan otot, tingkatkan perasaan control yang mungkin dapat meningkatkan

ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan. 4. Dorong penggunaan tehnik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi. 5. Kolaborasikan untuk pemberian obat analgesic yang sesuai. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien sehingga dapat menentukan intervensi yang sesuai 2.

kemampuan koping. 4. Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin

menimbulkan efek sinergistik dengan zat-zat anastesi. 5. Analgesik akan menimbulkan

penghilangan nyeri yang lebih efektif.

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri : Pasien menunjukan pola napas yang efektif :

Tujuan Kriteria hasil -

Pasien bebas dari tanda-tanda hipoksia Bunyi nafas tambahan tidak ada Pasien tidak menunjukan otot bantu pernafasan INTERVENSI 1. Observasi frekuensi dan 1. Dilakukan RASIONAL untuk memastikan sehingga upaya

kedalaman otot bantu

pernapasan, pernapasan,

pemakaian perluasan

efektivitas

pernapasan

memperbaikinya dapat segera dilakukan. 2. Dilakukan untuk meningkatkan atau

rongga dada, retraksi tau pernapasan cuping hidung, warna kulit dan aliran udara. 2. Berikan tambahan oksigen

memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb. 3. Dengan latihan napas yang rutin, klien

sesuai kebutuhan

dapat terbiasa untuk napas dalam yang

3.

Berikan instruksi untuk latihan

efektif. 4. Sebagai indikator efektif atau tidakkah

nafas dalam 4. Catat kemajuan yang ada pada

intervensi yang dilakukan perawat pada klien.

klien tentang pernafasan

3.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuan berhubungan dengan nafsu makan

menurun Tujuan : nutrisi pasien adekuat Criteria Hasil: Nafsu makan pasien meningkat BB stabil, meningkat mendekati 48 Kg

Intervensi: Intervensi 1. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menberikan diet TKTP 2. Diskusikan dengan dokter tentang 1. Untuk Rasional menentukan pemberian

nutrisis kepada pasien 2. Untuk meningkatkan nafsu makan pasien 3. Meningkatkan untuk makan keluarga kesukaan untuk pasien status 4. Untuk mengevaluasi keefektifan kesediaan pasien

kebutuhan stimulus nafsu makan, makanan pelengkap, atau kemungkinan pemberia makanan melalui selang 3. Dukung membawa dengan anggota makanan tetap

intervensi yang telah diberikan 5. Untuk mengetahui perkembangan nutrisi pasien

memperhatikan

kesehatan pasien 4. Berikan edukasi kepada pasie tentang pentingnya asupan nutrisi yang adekuat untuk pasien 5. Lakukan teratur Sebagai sumber energy pasien untuk pemeriksaan BB secara membantu proses enyembuhan

mempercepat proses penyembuhan

4.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bekas operasi

Tujuan : pasien menunjukan integritas kulit yang baik Criteria hasil: Terbebas dari adanya lesi jaringan Resolusi pada daerah ekstermitas baik

intervensi : Intervensi 1. Lakukan perawatan luka secara teratur 2. Ajarkan perawatan luka insisi Rasional 1. Mempercepat proses penyembuhan luka 2. Supaya keluarga atau pasien dapat melakukan mandiri 3. Menghindari adanya resiko infeksi 4. untuk memberikan asupan nutrisi yang sesuai sehingga mempercepat proses penyembuhan luka. 5. Menghindari ketegangan pada luka yang dapat memperburuk keadaan 6. Mengetahui proses penyembuhan luka pada pasien perawatan luka secara

pembedahan, termasuk tanda dan gejala infeksi, cara untuk mempertahankan luka insisi tetap kering dan mengrangi stress pada insisi 3. Buang debris dan bekas luka yang merekat 4. Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori dan vitamin 5. Posisikan pasien untuk menghindari ketegangan pada luka, jika diperlukan 6. Pantau secara teratur kondisi luka pasien

5.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan

terhadap pajanan. Tujuan: faktor resiko infeksi akan hilang Kriteria hasil: Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi Pasien menunjukan higiene pribadi adekuat Melaporkan tanda dan gejala infeksi Intervensi 1. Control infeksi, sterilisasi dan rosedur 1. Tetapkan Rasional mekanisme yang

atau kebijakan aseptik. 2. Uji bahwa pembersihan kulit post

dirancang untuk mencegah infeksi. 2. Pembersihan akan mengurangi

operasi telah dilakukan. 3. Sediakan pembalut yang steril. 4. Kolaborasikan untuk melakukan irigasi luka yang banyak, misalnya air, antibiotic atau analgesic. 5. Kolaborasikan antibiotik untuk pemberian

jumlah bakteri pada kulit. 3. Mencegah kontaminasi lingkungan pada luka baru 4. Dapat digunakan pada intraoperasi untuk mengurangi jumlah bakteri pada lokasi luka debris 5. Dapat diberikan secara profiaksis bila dicurigai terjadi infeksi atau

kontaminasi

DAFTAR PUSTAKA

Afzal S, Bashir M. 2008. Determinants of Wound Dehiscence in Abdominal Surgery in Public Sector Hospital. Department of Community Medicine, King Edward Medical University Lahore . Annals 14:3 Amirlak, Bardia. 2008. Skin Anatomy. diakses Desember 2011 dari: http:// emedicine. medscape. com/ article/ 1294744-overviewAnita, Cecilia. 2009. Asuhan Keperawatan Laparotomy. FK UNAND: Padang Barnard, B. 2003. Prevention of surgical site infection. Infection Control Today Magazine, Virgo Publishing ; 1-6. http://www.infectioncontroltoday.com Baxter, H. 2003. Management of surgical wound. Nur Time 99(13) ;1-9 Brannon, Heather. 2007. Skin Anatomy. Diakses Desember 2011 dari: http:// dermatoloy. about.com/cs/skinanatomy/a/anatomy.html Braz FSV, Loss AB, Japiassi AM. 2007. Wound healing and sacrring sutures. The Federal University of Rio de Janeiro. 1-5. Diakses Desember 2011 dari : http://www.medstudents.com.br/cirur/cirur.htm Hidayat, Nucki. 2007. Pencegahan Infeksi Luka Operasi. FK-UNPAD: Bandung. Diakses Desember 2011 dari :http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/04/pencegahan_infeksi_luka_operasi.pdf Ismail. 2008. Luka dan Perawatannya. Diakses http://umy.ac.id/topik/files/2011/12/Merawat-luka.pdf Kate, Desember 2011 dari :

Vikram. 2011. Exploratory Laparotomy. Diakses http://emedicine.medscape.com/article/1829835-overview

Desember

2011

dari:

Makela J, Kiviniemi H, Juvonen T, et al. 2005. Factors influencing wound dehiscence after midline laparotomy. American journal of surgery. 170 (4): 387-390 Sinaga, Yusuf. 2009. Wound Healing. Diakses Desember http://ocw.usu.ac.id/course/download/128-KEBUTUHAN-DASARMANUSIA/kdm_slide_kebutuhan_dasar_manusia_konsep_luka.pdf 2011 dari :

Singh, Abhijit. 2009. Case Report: Spontaneous scar dehiscence of a repaired bladder rupture in a 5 yr old girl a case study. Resident Medical Officer, Max Heart and Vascular Institute, Saket, New Delhi, India. Cases Journal 1:363 Sjamsudidajat R, De Jong W. 2005. Luka Operasi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Spiloitis J, Tsiveriotis K, Datsis A, et al. 2009. Wound dehiscence: is still a problem in the 21th century: a retrospective study. World Journal of Emergency Surgery 4:12 Sukumar N, Shaharin S, Razman J, et al.Bogota Bag in the Treatment of Abdominal Wound Dehiscence.Medical Journal Malaysia. 59:2 Tawi, Mizral. 2008. Proses Penyembuhan Luka. Diakses Desember http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/13/proses-penyembuhan-luka/ 2011 dari :

Wain, Yohana. 2009. Asuhan Keperawatan Laparotomi atas indikasi Kista Ovari. Akademi Keperawatan UPN: Jakarta Webster C, Neumayer L, Smout R, et al. 2003. Prognostic models of abdominal wound dehiscence after laparotomy. Journal of Surgical Research. 109 (2): 130-137 Yadi, Muhammad. 2005. Tesis : Wound Dehiscence Pasca Bedah Sesar. FK UNDIP : Semarang

Anda mungkin juga menyukai