Anda di halaman 1dari 3

Hamida Alfathi Syifauna 13/349006/HK/19646

Komisioner KY Ditawari Rp1,4 M untuk Loloskan Calon Hakim Agung


Fahmi Firdaus Okezone

JAKARTA - Bobroknya sistem rekrutmen calon hakim agung semakin terbuka. Setelah insiden lobi toilet di DPR, anggota Komisi Yudisial (KY) mengaku pernah ditawari uang Rp1,4 miliar oleh oknum parpol tertentu untuk meloloskan salah seorang calon.

"Kejadiannya saat Komisioner Komisi Yudisial melakukan rapat pleno seleksi calon hakim agung di tahun 2012. X, teman di DPR, bilang ada dana Rp1,4 miliar, kamu bagi tujuh saja asal meloloskan hakim X," ujar Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman, dalam diskusi Sindo Trijaya, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (21/9/2013).

Saat itu, sambung mantan Ketua KY ini, ada tiga fraksi di Komisi III DPR yang coba menitipkan hakim X tersebut. Namun, dia menolak merinci siapa saja hakim yang dimaksud. Termasuk ketiga fraksi yang menitipkan kadernya.

"Apalagi cuma Rp200 juta, kecil banget Rp200 juta bagi saya. Harga diri saya lebih besar dari sekedar Rp200 juta. Saya tidak mau meloloskan orang itu," tegasnya.

Setelah penolakan itu, semua komisioner sepakat untuk tidak meloloskan hakim X. Karena banyak laporan masyarakat terhadap hakim itu. Kecuali satu orang yang mempunyai pendapat meskipun secara akademis dia pintar. Laporan masyarakat terkait hakim ini juga banyak, walaupun dia pernah memimpin pengadilan tinggi yang cukup besar," tuturnya.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR, Bachrudin Nasori, tepergok oleh wartawan tengah lobi-lobi dengan salah satu calon hakim agung, Sudrajat Dimyati, di toilet DPR. Kendati kemudian keduanya membantah melakukan lobi. (ded)

http://news.okezone.com/read/2013/09/21/339/869688/komisioner-ky-ditawari-rp1-4-m-untukloloskan-calon-hakim-agung

Hamida Alfathi Syifauna 13/349006/HK/19646

Rapuhnya Hukum di Indonesia Saat Ini


Masih damaikah kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia pada zaman sekarang? Ada pernyataan yang menyebutkan bahwa kedamaian suatu negara bisa dilihat dari pelaksanaan hukum yang berlaku. Dengan kata lain, baik buruknya pelaksanaan hukum di suatu negara bisa menjadi cermin dari damai tidaknya kehidupan di negara tersebut. Sebelum kita membahas lebih jauh tentang hukum di Indonesia, perlu kita ketahui apa pengertian dari hukum itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum berarti peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Hukum bisa juga berarti undang-undang, peraturan, dan sebagainya yang mengatur pergaulan hidup masyarakat. Ada pula pengertian lain dari hukum yaitu keputusan yang ditetapkan oleh hakim. Berdasarkan berbagai definisi tentang hukum, bisa kita simpulkan bahwa Indonesia pun memiliki hukum. Namun bisa kita lihat sendiri bahwa kondisi hukum di Indonesia saat ini lebih banyak menuai kritikan daripada pujian. Kritikan-kritikan itu mengarah pada penegakkan hukum, kesadaran hukum, dan kualitas hukumnya. Hukum yang seharusnya bisa menjadi penegak keadilan bagi masyarakat masih belum bisa difungsikan sebagaimana mestinya. Banyak berbagai praktek negatif layaknya racun atau virus yang menyertai pelaksanaan hukum itu sendiri. Dampaknya, hukum di Indonesia terlihat lemah dan statusnya pun terancam. Lebih dari pada itu, hukum yang dibuat sebagai jembatan pelaksanaan keadilan sudah tidak relevan lagi karena adanya berbagai penyimpangan dan diskriminatif di dalamnya. Penyimpangan dan diskriminatif peradilan ini menjadikan hukum seperti jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kuat dan kaya. Ketika orang biasa dan tidak mempunyai jabatan melakukan pelanggaran hukum, seperti Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik perusahaan tempat ia bekerja, atau seorang nenek yang mencuri singkong karena kelaparan langsung ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Sebaliknya, seorang pejabat negara yang melakukan korupsi masih bisa tetap bebas berkeliaran. Kasus-kasus hukum yang menimpa orang-orang berjabatan tinggi dan memiliki kekuasaan sebagai terdakwa atau tersangkanya seakan ditangani dengan berbelit-belit dan terkesan ditunda-tunda hingga akhirnya tidak ada keputusan yang jelas. Seperti itulah gambaran tentang kondisi penegakkan hukum di Indonesia. Dengan demikian, jelaslah bahwa pelaksanaan hukum yang seperti itu sama halnya dengan merobohkan tiang penyangga hukum dan pada akhirnya akan meruntuhkan bahkan menjatuhkan keadilan yang menjadi tujuannya. Apakah kita semua bisa merasakan dampak

dari keruntuhan itu? Bisakah kita lihat di kehidupan nyata? Saya yakin bahwa semua masyarakat Indonesia pasti bisa merasakan juga melihat kenyataannya bahwa hukum di sini bukan lagi hukum namun seperti racun pembunuh bagi orang-orang yang tidak mempunyai penawarnya. Orang-orang yang lemah hanya bisa pasrah sementara orang-orang yang kuat tak pernah menyerah. Mereka semakin memperkuat diri justru dengan memanfaatkan hukum yang sudah bisa dibeli dengan kekayaan mereka. Lantas hukum macam apa yang dimiliki Indonesia saat ini? Masih pantaskah hukum itu disebut hukum jika sudah tidak murni dan tidak bisa difungsikan sebagaimana mestinya? Rapuhnya hukum di Indonesia saat ini menunjukan rapuhnya moral masyarakatnya. Jikalau masyarakat memiliki kesadaran hukum, maka tak mungkin norma-norma saat ini bergeser kepada rasa egoisme dan individual. Selain itu, nilai-nilai keadilan akan tetap terjaga dan bisa mencegah tindakan anarkis dan kekerasan yang banyak terjadi saat ini. Tentu setiap masalah bisa dengan mudah diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mufakat seperti yang terkandung dalam Pancasila. Lebih lanjut, penegakkan hukum pun bisa lebih terkendali dan berjalan sebagaimana mestinya. Singkatnya, cara untuk menguatkan hukum di Indonesia yang semakin rapuh ini adalah menutrisi hukum dan semua komponen terkait dengan hal-hal positif yang bisa memulihkan serta membawanya ke jalan yang benar. Hal-hal itu bisa kita mulai dengan meningkatkan kesadaran hukum aparat serta masyarakat guna menegakkan hukum dan moral dengan baik. Disamping itu, penting juga untuk mengubah peraturan perundang-undangan yang saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa dibanding kepentingan rakyat. Meningkatkan kelancaran proses penegakkan hukum dengan menambah sarana dan prasarananya pun menjadi salah satu komponen yang penting. Memang bukan hal yang mudah untuk memperbaiki hukum yang sudah terlanjur rusak kemudian mempertahan kekuatannya agar tidak kembali rapuh. Meskipun demikian, pasti selalu ada celah untuk meruntuhkan keburukan yang sedang menimpa hukum dan membangun kebaikan demi tegakknya hukum dan keadilan di Indonesia karena hukum bernilai bukan hanya karena itu hukum, melainkan karena ada kebaikan di dalamnya.
http://hukum.kompasiana.com/2013/04/20/rapuhnya-hukum-di-indonesia-saat-ini-548491.html

Anda mungkin juga menyukai