Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit Tumbuhan kelapa sawit (Palm Oil) termasuk tumbuhan monokotil yang secara taksonomi oleh Iyung Pahan ,2006 dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio Kelas Ordo Famili Subfamili Genus Species : Embryophyta Siphonagama : Angiospermae : Monocotyledonae : Arecaceae : Cocoideae : Elaeis : 1. Elaeis guineensis Jacq. 2. Elaeis oleifera cortex. 3. Elaeis odora. 2.2. Minyak Sawit Bagian terpenting dari tumbuhan kelapa sawit yang diperlukan untuk memperoleh minyak sawit dan minyak inti sawit adalah buah. Buah yang baik adalah buah yang berasal dari tandan buah yang sudah matang sempurna. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO),

Universitas Sumatera Utara

sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Minyak sawit yang terkandung dalam sel sel serat adalah sekitar 20% 24% dari berat tandan sawit sedangkan minyak inti sawit sekitar 2% - 4% (Salunkhe, 1992). Minyak sawit dan minyak inti sawit ini memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan dalam industri pangan, farmasi dan oleokimia, karena produktivitas yang tinggi. Industri pengolahan minyak sawit pada tahun 2004 memiliki kapasitas produksi 9,74 juta ton (Iyung Pahan, 2006), dimana industri pangan minyak goreng sawit dengan kapasitas produksi 8,62 juta ton dengan tingkat utilisasi 55,85% , industri oleopangan margarine dengan kapasitas 0,45 juta ton dengan tingkat utilisasi 95,72% , dan industri oleo-kimia dengan kapasitas produksi 0,68 juta ton dengan tingkat utilisasi 85,10%. Minyak kelapa sawit merupakan lemak semi padat yang mempunyai komposisi tetap. Komposisi asam lemak dari minyak kelapa sawit dapat di lihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak sawit . Asam Lemak Asam Miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat (Ketaren. S, 2005) Rumus Kimia C13H27COOH C15H31COOH C17H35COOH C17H33COOH C17H31COOH Jumlah (%) 1,1 2,5 40 46 3,6 4,7 39 45 7 11

Universitas Sumatera Utara

Beberapa sifat fisika-kimia dari minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat seperti yang terdapat pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Nilai sifat fisika-kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Sifat Bobot jenis Indeks bias pada 40C Bilangan Iod Bilangan penyabunan (Ketaren. S, 2005). 2.3. Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil) Minyak inti sawit berasal dari biji yang terdapat di dalam buah sawit, yang terbungkus dengan rangka yang keras sehingga mudah dipisahkan dari daging buah bagian luar. Minyak inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang. Rumus kimia dan komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel 2.3. Dari tabel ini dapat kita lihat bahwa minyak inti sawit mengandung asam lemak jenuh (berikatan tunggal) dan asam lemak tak jenuh (berikatan rangkap). Asam lemak jenuh (saturated fat) banyak terdapat pada minyak tropis seperti Minyak Sawit 0,900 1,4565 1,4585 48 46 196 205 Minyak Inti Sawit 0,900 0,913 1,495 1,415 14 20 244 254

minyak sawit, minyak inti sawit, dan minyak kelapa, sedangkan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fat) banyak terdapat pada minyak non-tropis seperti minyak kedelai, jagung, biji bunga matahari, biji kapas. Minyak inti sawit mengandung asam linoleat yang cukup rendah. Asam linoleat merupakan asam lemak yang

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi kestabilan minyak sehingga minyak yang mengandung asam linoleat lebih sedikit akan lebih stabil (Winarno, 1992). Tabel 2.3. Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit Jenis Asam Lemak Asam Lemak Jenuh : Asam Kaprilat Asam Kaproat Asam Laurat Asam Miristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Lemak Tak Jenuh Asam Oleat Asam Linoleat (Ketaren. S, 2005) Minyak terdiri dari beberapa molekul trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair tergantung pada komposisi asam lemak penyusunnya. Trigliserida dari suatu minyak mengandung sekitar 94%-96% asam lemak, sehingga sifatnya sangat tergantung dari sifat kimianya terutama yang jumlahnya paling besar (Bayle,1979). 2.4. Ester Ester merupakan turunan dari asam karboksilat dimana gugus hidroksi (-OH) dari asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi (-OR). C17H33COOH C17H31COOH 13 19 0,5 2 C7H17COOH C9H19COOH C11H23COOH C13H27COOH C15H31COOH C17H35COOH 24 37 46 52 14 17 6,5 9 1 2,5 Rumus Kimia Jumlah (%)

Universitas Sumatera Utara

Pembentukan ester atau esterifikasi dapat terjadi jika asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dan ditambah sedikit asam mineral sebagai katalis dan reaksinya bolak-balik (Fessenden,1999).Persamaan reaksi pembentukan ester adalah sebagai berikut : O RC \ OH Asam karboksilat + ROH alkohol H+ katalis O RC + \ OR Ester H2O Air (2.1)

Formo (1954) mengklasifikasikan reaksi pembentukan Ester dalam dua kelompok : A. Reaksi Pembentukan Ester Secara Transesterifikasi. a. Reaksi suatu alkohol dengan suatu asam, membentuk ester dengan membebaskan air. O RC \ OH + R OH O RC + \ OR HOH (2.2)

b. Reaksi suatu alkohol dengan suatu asam anhidrida membentuk suatu ester dan suatu asam. O RC \ O RC \\ O O + R OH RC \ OR + O RC \ OH (2.3)

Universitas Sumatera Utara

c. Reaksi suatu alkohol dengan suatu asil klorida dan membebaskan HCl. O // RC + \ Cl O // R OH RC \ OR + HCl (2.4)

d. Reaksi suatu alkil halida dengan suatu garam dari asam organic dengan membebaskan logam halida. O // R C + R X \ OAg O // RC \ OR

AgX

(2.5)

B. Reaksi Pembentukan Ester Secara Inter esterifikasi a. Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam membentuk ester yang baru. O O // // R C + R C \ \ OR OH O // R C \ OR + O // RC \ OH

(2.6)

b. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk ester yang baru. O // RC + \ OR O // RC \ OR

R OH

R OH

(2.7)

Universitas Sumatera Utara

c. Interesterifikasi, merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya disebut juga ester interchange . O O // // R C + R C \ \ OR OR 2.5. Metil Ester Asam Lemak Metil ester asam lemak dapat dibuat melalui reaksi transesterifikasi antara minyak/lemak dan metanol, dengan bantuan katalis asam pada suhu 60 - 80C. Jika reaksi berlangsung sempurna akan terbentuk metil ester dan gliserol, sebagai produk samping. Ester yang terbentuk selanjutnya dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa katalis dan metanol (Darnoko, 2002). Proses transesterifikasi minyak/lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, suhu, waktu reaksi, kecepatan pengadukan, katalis, dan perbandingan metanol dan asam lemak. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan mendekati titik didih metanol. Pengadukan akan meningkatkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya tumbukan. Pada awal terjadinya reaksi, pengadukan akan menyebabkan terjadinya difusi antara minyak/lemak sampai terbentuknya metil ester. Dengan semakin banyaknya metil ester yang terbentuk menyebabkan pengaruh pengadukan semakin kecil, hingga terbentuk kesetimbangan (Hui, 1996) Proses transesterifikasi memerlukan katalis untuk mempercepat laju reaksi pembentukan produk. Katalis asam yang biasa digunakan HCl atau H2SO4, atau O // RC + \ OR O // R C \ OR (2.8)

Universitas Sumatera Utara

katalis basa/alkali. Pemakaian katalis basa hanya berlangsung sempurna bila minyak/lemak dalam kondisi netral atau tanpa keberadaan air. Selain itu, dapat terbentuk sabun dimana katalis hilang karena penyabunan dan terbentuk gel yang dapat menghambat proses pemisahan. Jumlah katalis yang sedikit berlebih secara stoikiometris akan mendorong pembentukan produk ester atau reaksi berlangsung kearah kanan. Metil ester asam lemak dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan bahan-bahan pengemulsi, pengering, deterjen, kosmetik, sukrosa poliester. Bahanbahan tersebut dapat dibuat dari asam lemak atau dari metil ester asam lemak sebagai bahan dasarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata dalam hal kuantitas bila digunakan bahan dasar metil ester. Apabila pembuatan bahan-bahan sintetis asam lemak, seperti alkohol asam lemak, alkanolamida, dilakukan dengan bahan dasar metil ester asam lemak, maka produk yang dihasilkan akan meningkat sekitar 25%-30% dibandingkan dengan bila menggunakan bahan dasar (Faris, 1979). Beberapa keunggulan metil ester dibandingkan dengan asam lemak adalah : a. Metil ester asam lemak dapat diproduksi dengan energi termal yang lebih sedikit dibanding dengan asam lemak. b. Titik didih metil ester lebih rendah daripada asam lemak. c. Metil ester relatif lebih stabil terhadap peralatan, sehingga biaya penanganan dan perawatannya tidak begitu mahal. asam lemak

Universitas Sumatera Utara

d. Biaya produksi turunan asam lemak seperti alkohol asam lemak lebih rendah bila menggunakan metil ester sebagai bahan baku dibanding dengan asam lemak (Gabriel, 1984). Metil ester dapat dibuat melalui reaksi transesterifikasi antara minyak/lemak dengan metanol, menggunakan katalis asam, dengan suhu reaksi 60C-80C dan pada penelitian ini metil ester diperoleh dari minyak inti sawit. Metil ester asam lemak mempunyai peranan penting dalam industri oleokimia, dimana penggunaan metil ester asam lemak sebagai zat antara untuk berbagai oleokimia semakin meluas karena keuntungan yang diperoleh, diantaranya adalah : 1. Hasil sampingan gliserin yang lebih pekat. Transesterifikasi adalah reaksi yang kering dan menghasilkan gliserin yang konsentrasinya tinggi, sedangkan pemecahan lemak menghasilkan campuran gliserin dan air, yang mengandung lebih dari 80% air. 2. Lebih mudah untuk didistribusikan. Metil ester bersifat stabil secara kimia dan tidak korosif. Metil ester lebih mudah didistribusikan dibandingkan dengan asam lemak. 3. Peralatan yang lebih murah. Metil ester bersifat tidak korosif dan dihasilkan pada temperatur dan tekanan operasional rendah. 4. Konsumsi energi yang rendah. Produk metil ester memerlukan temperatur dan tekanan reaktor yang lebih kecil daripada pemecahan lemak dan minyak untuk menghasilkan asam lemak.

Universitas Sumatera Utara

5. Lebih mudah untuk di destilasi-fraksinasi. Ester lebih mudah untuk di destilasi karena titik didihnya yang rendah dan lebih stabil terhadap panas dibandingkan asam lemak yang diberikan. 6. Lebih baik di bandingkan asam lemak jika digunakan sebagai senyawa zat antara Dalam produksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida, dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan asam lemak, dimana amida yang dihasilkan memiliki kemurnian 65-70% . (Shahidi, F., 2005). Permintaan metil ester ini dari tahun ke tahun meningkat karena bahan ini merupakan bahan baku yang sangat penting bagi industri kimia seperti : industri kosmetika , industri tekstil, pembuatan zat aditif makanan, bahan zat antara untuk industri farmasi, untuk pembuatan lemak, amida, polyester, dan sebagai substitusi bahan baker diesel ( Hamilton, R.J., 1989). Metil ester asam lemak merupakan zat antara pada industri kimia oleo karena mudah diubah kedalam bentuk asam lemak lainnya. Dari metil ester lebih mudah mereduksinya menjadi asam lemak alkohol bila dibandingkan dengan bentuk asam lemak bebas . 2.6. Amida Asam Lemak Amida adalah suatu senyawa yang mempunyai suatu nitrogen trivalent yang terikat pada gugus karbonil. Amida di sintesa dari derivat asam karboksilat dan ammonia atau amina yang sesuai (Fessenden, 1999). Amida asam lemak dapat dibuat secara sintetis pada industri kimia-oleo, dimana berlangsung dalam Proses Batch. Dalam proses ini ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200C dan tekanan 345 690 kpa selama 10 20 jam. Melalui

Universitas Sumatera Utara

proses inilah dihasilkan amida primer seperti : lauramida, stearamida dan amida lainnya (Billenstein, S., 1984). Selain proses batch, amida primer dapat diperoleh dengan mereaksikan amonia dengan metil ester asam lemak (Ho, T.S., 1977) ,persamaan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut : O R C OCH3 + NH3 R C NH2 + CH3OH (2.9) O

Amida sekunder dapat diperoleh dengan mereaksikan asam lemak dengan amina (Vogel, S, 1978) seperti yang tertulis di bawah ini: O RC OH + R NH2 RC 150 200C NHR O (2.10)

Amida merupakan zat antara pada pembuatan amina dimana amida tersebut dapat mengalami dehidrasi, dengan menggunakan katalis bauksit dan promotor ZnO, garam Mn atau Co. Reaksi dilakukan secara proses batch dengan suhu 280 - 360C pada tekanan atmosfer (Billenstein, S, 1984). O RC - H2O NH2 reduksi/H2 R CN RCH2 NH2 (2.11)

Universitas Sumatera Utara

Amida dapat juga direduksi dengan katalis LiAlH4 langsung menjadi amina, tetapi bila direduksi dengan NaAlH4 akan terbentuk aldehida (Brahmana,H.R, 1990).

Selain Proses Batch, amida dapat diperoleh dengan mereaksikan metil ester asam lemak dengan urea,seperti yang tertera dibawah ini :

O R C \ OCH3 +

O NH2 | C=O R C + CO2 + NH3 | \ NH2 NH2

(2.12)

Reaksi ini dilakukan dengan suhu yang tinggi dan hasil yang diperoleh merupakan senyawa yang berbentuk kristal putih, dapat larut dalam air dan alkohol, tetapi tidak larut dalam eter (Vogel, S., 1978). Amida asam lemak merupakan suatu senyawa organik yang khas, dimana merupakan bahan padat yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi. Senyawa ini pada umumnya memiliki titik lebur tinggi, kestabilan yang baik dan yang paling menarik adalah memiliki kelarutan yang rendah dalam berbagai jenis pelarut. Oleh karena itu amida asam lemak banyak digunakan sebagai bahan pemantap (surfaktan) disebabkan sifat permukaan yang baik tadi, serta dalam jumlah yang kecilpun telah memberikan sifat yang cukup baik terhadap peningkatan mutu daripada bahan yang dibuat. Sebagai contoh: penambahan 0,02% oleomida telah cukup mengurangi kemudahan terjadinya friksi akibat pemberian panas ataupun regangan sebesar 50% terhadap bahan polimer .

Universitas Sumatera Utara

Senyawa

amida

asam

lemak memiliki

sifat gabungan antara rantai

hidrokarbon berantai panjang yang bersifat nonpolar. Di samping itu di ujung rantai panjang ini dia memiliki gugus amida (-CONH2) yang sangat polar. Dengan demikian keseimbangan hidrofil dan liofil sebagai surfaktan diharapkan sangat sesuai pada senyawa amida (Barus, T., 1996). Itulah sebabnya mengapa senyawa amida ini banyak digunakan sebagai surfaktan baik pada pembuatan garmen, kertas, plastik, karet dan pada pembuatan emulsi dan busa organik. Senyawa amida asam lemak berantai panjang bersifat nonpolar dan di ujung rantai panjang ini memiliki gugus amida yang sangat polar dapat digambarkan sebagai berikut : O
CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-C NH2

Gugus non polar Gugus polar Gambar 1. Senyawa amida asam lemak.

Penggunaan amida asam lemak sebagai bahan surfaktan tergantung kepada polaritas antara dua gugus pada antar muka. Bila bahan padat dengan padat, maka penggunaan amida asam lemak sebagai surfaktan pada antar muka agar kedua fase itu membentuk dispersi maka surfaktan berperan sebagai pelumas dan pelembut

Universitas Sumatera Utara

Pada pembuatan plastik pembungkus seperti polietilen maka peranan amida asam lemak dalam hal ini adalah sebagai pelumas agar plastik pembungkus itu tidak mudah bocor ataupun pecah akibat adanya regangan ataupun pemanasan. Sebaliknya pada fase yang terdiri dari padat dan cair, maka peranan amida asam lemak adalah untuk pencegah korosi. Pada fase padat dan gas, peranannya adalah sebagai antistatik, sebaliknya pada fase cair dan padat, maka peranan amida asam lemak ini sebagai bahan pembasah, sedangkan pada fase cair lebih banyak peranan amida asam lemak ini sebagai penstabil busa dan bahan pengemulsi. 2.7. Urea Rumus kimia urea adalah; NH2 C NH2 || O Sifat fisika dan kimia yang dimiliki Urea adalah : Titik lebur 132,7C Berat molekulnya 60,06 Berat jenis 1,32 Berwana putih Mudah larut dalam air dan alkohol Bila dipanaskan dengan air akan mengalami hidrolisis. Reaksi ini dapat berlangsung pada suhu kamar ditambahkan enzim urease (terdapat dalam bijibijian seperti kacang kedele, kacang tanah, dalam hati, limpa dan sel darah merah dan beberapa spesies), reaksinya adalah adalah sebagai berikut : (2.13)

Universitas Sumatera Utara

NH2 | C = O + H2O | NH2 - Bersifat sedikit basa, dapat bereaksi dengan asam malonat membentuk asam barbiturat yang digunakan dalam dunia kedokteran sebagai sedative atau penenang (Wilbraham.A.C,1992). - Bila dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi dari titik leburnya akan terlepas ammonia dan terbentuk biuret. NH2 | NH2 | O || O || (2.15) CO2 + 2NH3 (2.14)

C = O + C= O | NH2 | NH2

H2N - C - N - C- NH2 + NH3 | H Biuret

Jika larutan biuret ditetesi dengan larutan NaOH dan beberapa tetes larutan CuSO4 akan terbentuk warna violet. Reaksi ini dikenal dengan reaksi biuret atau Piotrowski.

Melihat bahwa urea merupakan pupuk tanaman yang makin banyak digunakan oleh banyak negara, terutama negara agraris, dan penggunaanya dalam bidang industri kimia seperti pembuatan plastik atau resin dan senyawa-senyawa

Universitas Sumatera Utara

kimia lainnya, maka prospek penggunaan urea dimasa yang akan datang akan makin cerah. 2.8. Karet Tanaman karet (Havea brasiliensis) termasuk famili Euphorbiacea, dengan nama lain rambung, secara taksonomi oleh Setiawan. D.H. (2005) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Subdivisi Kelas Ordo Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Euphorbiales : Havea : Havea brasiliensis

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Batang tanaman ini biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan dibagian atas. Dibatang inilah terkandung getah yang dikenal dengan nama lateks karet alam. Karet adalah suatu polimer dari isoprena dengan struktur kimianya seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini : CH3 C=C -CH2 CH2H

Gambar 2 : Struktur kimia Isoprena.

Universitas Sumatera Utara

Dimana n

adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan yang menunjukan jumlah

monomer didalam rantai polimer. Nilai n dapat berkisar antara 3000 15000 unit. Sifat karet alam tergantung dari jenis klon nya, apabila semakin tinggi dan semakin panjang rantai molekulnya maka sifat elastisnya semakin tinggi dan semakin kental (De Boer.,1982). Molekul polimer karet alam tidak lurus, tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan C=C didalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Adanya ikatan rangkap C=C- pada molekul karet, memungkinkan dapat terjadinya reaksi oksidasi. Oksidasi oleh udara (O2) terjadi pada ikatan rangkap, sehingga panjang rantai polimer akan semakin pendek. Terjadinya pemutusan rantai polimer mengakibatkan sifat viksositas karet menurun. Oksidasi karet oleh udara akan lebih lambat terjadi bila kadar antioksidan alamiah yaitu protein dan lipida tinggi serta kadar ion ion logam karet rendah. Karet yang baik memiliki sifat daya elastis yang baik, tidak mudah panas, tidak mudah retak dan sangat plastis sehingga mudah diolah. 2.8.1. Lateks Lateks karet alam merupakan getah seperti susu dari tumbuhan karet yang membeku ketika terkena udara. Getah yang baru disadap dinamakan lateks kebun, dengan kandungan kadar karet kering (KKK) sekitar 30%. Lateks ini belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum sesuai digunakan sebagai bahan baku industri.

Universitas Sumatera Utara

Oleh sebab itu perlu dipekatkan terlebih dahulu sehingga kadar karet keringnya mencapai 60% atau lebih (Setyamidjaya, D., 1993). Lateks merupakan emulsi antara partikel karet dengan air beserta campuran bahan kimia lainnya yang distabilkan oleh bahan pengemulsi alami yang dikandungnya yaitu protein dan lipida. Komposisi lateks segar secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 2.4. dibawah ini : Tabel 2. 4. Komposisi Lateks Segar. Komponen Hidrokarbon karet Air Protein Karbohidrat Lipida Senyawa logam (Ca, Mg, K, Fe) ( De Boer., 1952 ) Dari tabel diatas dapat kita lihat komponen-komponen bukan karet sangat mempengaruhi kestabilan lateks. Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar adalah 2% dan sekitar 20 % dari protein tersebut teradsorpsipada partikel lateks, dan sebagaian larut dalam serum. Protein yang teradsorpsi pada permukaan partikel karet, berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein ini akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil (Walujono, K.,1970). Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut Persentase ( % ) 25 45 50 70 2 1,5 0,9 0,5

Universitas Sumatera Utara

akan terurai sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antar partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan ( Roberts, A,D., 1988 ). Senyawa karbohidrat yang terkandung dalam lateks adalah sekitar 1,5 % yang meliputi glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa dan pentosa. Karbohidrat yang terdapat dalam lateks merupakan sumber energi bagi petumbuhan mikroorganisme, sehingga menyebabkan naiknya bilangan VFA (Volatile Fatty Acid ) karena pembentukan asam-asam lemak eteris. Akibatnya pH lateks akan turun menuju titik isoelektrisnya dan menggumpal (Chen, S, F., 1979). Senyawa lipida yang terdapat didalam lateks terdiri dari lipida netral dan lipida polar. Lipida polar merupakan senyawa fosfolipida sepeti lesitin, fosfatidat dan fosfatidin. Senyawa lipida yang terdapat didalam lateks seperti fosfolipida dapat berfungsi sebagai antioksidan dan pemacu dalam proses vulkanisasi. Sedangkan ion-ion logam yang terdapat dalam lateks seperti ion Ca2+ dan ion Mg2+ dapat menetralkan muatan negatif dari partikel lateks dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks akan menggumpal. Oleh karena itu kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah karena selain dapat mengganggu kemantapan dan kestabilan sistem koloid lateks juga dapat mempercepat proses oksidasi karet oleh udara yang menyebabkan terjadinya pengusangan karet (Budiman, S., 1983 ).

Universitas Sumatera Utara

Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloid, yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan lateks adalah : 1. Adanya kecendrungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase cair atau serum misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikel-partikel karet. 2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri. 3. Adanya interaksi antar molekul air dengan partikel karet yang menghalangi terjadinya penggabungan partikel-partikel karet. 4. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 5. Energi bebas antara permukaan yang rendah. Proses koagulasi pada lateks terjadi karena penetralan muatan partikel karet dengan pelindungnya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung membentuk gumpalan. Penurunan muatan dapat terjadi karena penurunan pH dimana hal ini dapat terjadi karena terbentuk asam dari hasil penguraian bakteri. Dalam keadaan pengawetan yang kurang baik, karbohidrat dapat dengan cepat diuraikan oleh bakteri, sehingga membentuk asam lemak eteris (asam asetat dan asam formiat). Hal ini disebabkan karena karbohidrat merupakan makanan bakteri dalam lateks, dimana dengan pertolongan oksigen dari udara bakteri akan merubahnya menjadi asam asetat dan asam formiat.

Universitas Sumatera Utara

Rusaknya kemantapan sistem koloid lateks mengakibatkan terjadinya penggumpalan. Kerusakan ini dapat terjadi antara lain dengan jalan penetralan muatan protein dengan penambahan asam sehingga muatan negatif dan muatan positif lateks setimbang (tercapai titik isoelektrik). Titik isoelektrik dari lateks adalah pada pH 4,4 - 5,3. Penggumpalan diawali dengan flokulasi yaitu interaksi antara partikel keret dengan partikel karet lainnya selanjutnya terjadilah koagulasi (Soewarti, S., 1975). Lateks pekat merupakan cairan pekat karet dan untuk memperoleh lateks pekat yang bermutu tinggi maka kedalam lateks pekat ditambahkan pengawet primer dan sekunder. Pengawet primer ditambahkan ditempat pengumpulan lateks kebun, sedangkan pengawet sekunder ditambahkan dipabrik pengolahan lateks. Pengawet primer yang ditambahkan biasanya larutan asam formiat, amonia sedangkan pengawet sekunder adalah tetra metil tiuram dipospat zinc oksida (TZ ) dan ammonium laurat. Ada dua jenis lateks pekat yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan karet untuk diekspor yaitu : 1. Lateks pekat amonia rendah ( LA ) yaitu bila kedalam lateks pekat ditambahkan maksimal amonia 0,8 % , tetra metil tiuram dipospat zinc oksida 25 % dan amonium laurat 20 %. 2. Lateks pekat amonia tinggi ( HA ) yaitu bila kedalam lateks pekat ditambahkan minimal amonia 1,6 %, tetra metil tiuram dipospat zinc oksida 25 % dan amonium laurat 20 %.

Universitas Sumatera Utara

2.9. Surfaktan Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Molekul surfaktan mempunyai dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik) dan ujung non polar (lipofilik). Apabila ditambahkan kedalam suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antar muka cairan tersebut. Antar muka adalah bagian dimana dua fasa saling bertemu/kontak. Jadi Surfaktan (Surfactant) adalah singkatan dari Surface active agent yang berarti zat aktif permukaan. Surfaktan merupakan senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (kepala) yang suka air

(hidrofilik) bersifat sangat polar dan ujung satunya (ekor) yang tidak suka air (hidrofobik) bersifat non-polar. Kepala dapat berupa anion-kation atau ion netral, sedangkan ekor adalah rantai hidrokarbon linier atau bercabang. Surfaktan memiliki aplikasi dalam industri seperti sebagai bahan dasar detergen, zat pembusa, pengemulsi dalam kosmetik dan farmasi, pengemulsi dalam zat pengapung dalam industri pengapung, sebagai emulsi dan pembersih dalam industri makanan (Shahidi F, 2005). Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air. Surfaktan yang larut dalam minyak, ada tiga yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluokarbon, dan senyawa silikon. Surfaktan yang larut dalam pelarut air banyak digunakan sebagai zat pembasah, zat

Universitas Sumatera Utara

pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi (Winarno,1992). Surfaktan juga digunakan dalam pengolahan pangan yaitu untuk meningkatkan mutu produk dan mengurangi kesulitan penanganan bahan yang mudah rusak. Oleh Bayle, (1979), klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu: 1. 2. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. 3. 4. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bahgian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. 2.10. Hubungan Bahan Surfaktan Dengan Harga Keseimbanagn Hidrofilik Lipofilik Balance (HLB) Emulsi merupakan system yang secara termodinamika tidak stabil yang terdiri atas dua fasa cair yang tidak saling larut dimana satu sebagai butiran terdispersi terhadap yang lainnya sebagai fasa cair. Sistem emulsi ini distabilkan oleh bahan lain yang disebut sebagai bahan pengemulsi (emulsifier). Bahan pengemulsi ini bekerja sebagai penstabil yang terjadi antara fasa cair yang polar sebagai contoh air dengan fasa cair lainnya yang relatif non polar sebagai contoh minyak. Bila fasa minyak terdispersi sebagai butiran dalam fasa air sebagai pendispersi, maka emulsi tersebut dikenal sebagai sistem o/w. sebaliknya fasa air

Universitas Sumatera Utara

terdispersi sebagai butiran dalam fasa minyak sebagai pendispersi, maka emulsi tersebut dikenal sistem w/o. Pada pembentukan emulsi harus diperhatikan dua hal, yakni : a. Kestabilan dari hasil emulsi b. Jenis emulsi yang terbentuk dipengruhi oleh bahan pengemulsi yang digunakan. Terbentuknya sistem emulsi o/w ataupun w/o tergantung pada keseimbangan hidrofilik-lifofiliknya (HLB). Secara umum nilai HLB dan penggunaan dari bahan surfaktan dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.3 Skala harga HLB bahan Surfaktan

Penentuan harga HLB sebagai bahan surfaktan yang terbentuk dilakukan secara perhitungan toritis, yang selanjutnya diuji secara pengamatan berdasarkan harga

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi kritik missel (KKM) yang dapat diukur dengan menggunakan Tensiometer.

alat

Davies telah berhasil menghitung nilai HLB untuk zat aktif permukaan dengan memecah berbagai molekul surfaktan kedalam gugus gugus penyusunnya yang masing masing di beri suatu angka. Penjumlahan dari angka angka gugus untuk suatu surfaktan tertentu memungkinkan perhitungan nilai HLB nya, menurut persamaan : HLB = ( harga gugus hidrofilik ) ( harga gugus lipofilik ) + 7 Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung berdasarkan harga gugus fungsi hidrofilik, lipofilik, dan derivatnya seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5. Harga HLB Beberapa Gugus Fungsi. Gugus Hidrofil SO4Na+ COONa+ N (amina tersier) Ester (bebas) Hidroksil (bebas) Hidroksil (cincin sorbitan) Gugus Lipofil CH3 CH2=CHHarga HLB 0,475 0, 475 0,475 Harga HLB 38,7 19,1 9,4 6,8 2,4 0,5

(Genaro, 1990).

Universitas Sumatera Utara

Untuk memperoleh emulsifier yang baik didalam pemakaiannya, maka perlu diperhatikan beberapa persyaratan yang antara lain adalah : 1. Stabil dalam penyimpanan dan tidak terurai oleh jamur. 2. Tidak memberikan rasa atau bau yang tidak enak. 3. Tidak toksisi dan harganya murah. 4. Menghasilkan emulsi dan memiliki partikel terdispersi yang cukup halus dan stabil dalam keadaan asam ataupun adanya asam.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai