Anda di halaman 1dari 54

Pengawasan erkaIa Sebagai Umpan aIik DaIam Mencapai

7ujuan PeIaksanaan konstruksi


Siti Darul Khayati
Pengaruh Peran Dan kemampuan Auditor terhadap
kinerja Pengawasan Inspektorat 1enderaI
kementerian Pekerjaan Umum
Tri Warso Mulyono
Performance Audit
To Which Sector It Works Best For?
Herniasari
PeIaksanaan Anggaran APN SejaIan PengeIoIaan
keuangan Negara
Mularia CJ. Sirait
Volume IV/No.7/Juni 2011 ISSN: 1979 - 7524
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 2
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 3
Daftar Isi
Volume IV/No.7/Juni 2011
Diterbitkan berdasarkan Keputusan Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum No. 48/KPTS/IJ/2009 tanggal 03 April 2009, SIT
No.2504/SK/PPG/1998 tanggal 30 September 2002, Keputusan Inspektur Jenderal N0. 26/KPTS/IJ/2011. Penanggung Jawab : Inspektur
Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum. Redaktur/Koordinator : Sekretaris Inspektorat Jenderal. Anggota : Para Inspektur di lingkungan
Inspektorat Jenderal. Pemimpin Redaktur : Ir. Don Anzaldi Salim. Wakil Pemimpin Redaktur : Dra. Azra Noor, MM. Anggota Redaktur
: Drs. Krismanto, Sriyanto, SE, MT, Ir. Dianto, MT, Eddy Suhartono, SH, S.pN, Sri Mulyaningsih, S.AP, Sumarsih S.Sos, MM, Mularia CJ Sirait SE,
Mak, Budi Setyawan, S.Kom, MT. Redaktur Pelaksana : Dra. Siti Rahajoe, M.Si, Hartati, S.AP. Tata Letak dan Setting : Fajar Indrawan, SH,
Ariyanto, Moh. Danang Sanjoyo. Fotografer/Dokumentasi : Loka Secowicaksono, Hari Susyanto. Sekretariat/Tata Usaha : Tumini, Suhaili,
Ektamaya Putriutami. Staf Sekretariat : Sulardi, Ari Sumadi Nugroho, Saliman, Susanto, Wahyudi, Triyono. Alamat Redaksi/Tata Usaha :
Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Raden Patah No.1 Lt. 7 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120. Bank Mandiri (Persero)
Cabang Jakarta Kebayoran Baru, No rek : a/n : Tumini 126-0003005005 No telp. (021) 7262608 E-mail : buletwas_itjen@yahoo.co.id
7 - 13
15 - 28
29 - 37
39 - 52

Pengawasan erkaIa Sebagai Umpan aIik DaIam Mencapai
7ujuan PeIaksanaan konstruksi
Siti Darul Khayati
Pengaruh Peran Dan kemampuan Auditor terhadap kinerja
Pengawasan Inspektorat 1enderaI kementerian
Pekerjaan Umum
Tri Warso Mulyono
Performance Audit
To Which Sector It Works Best For?
Herniasari
PeIaksanaan Anggaran APN SejaIan PengeIoIaan
keuangan Negara
Mularia CJ. Sirait
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 4
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 5

RedaksiAUDITORmenerimatulisanyangmencakuphasilstudi,kajian,penelitian,maupun
pengalamanbidangpengawasan,pemeriksaan,administrasi,hukumdanmanajemen
pembangunanbidangke-PU-an.Naskahyangdimuatakandiberikanimbalan.
Pengantar Redaksi
Jurnal Auditor,Volume IV, No. 7, Juni 2011, menyajikan 4 (empat) tulisan hasil ka-
jiandariparaAuditordanStafInspektoratJenderalKementerianPekerjaanUmum.Disela-sela
tugasnyasebagaiAuditordanStaf,melakukankajianatas4(empat)hal,yaitumengenaiPerfor-
mance Audit,PelaksanaananggaranAPBN,Pengawasanberkalaterhadapkegiatankonstruksi
sertaPeran,danKemampuanauditorterhadapkinerjapengawasan.
Performance audit, suatu jenis pemeriksaan yang dipraktekkan di lingkungan Inspekto-
ratJenderalsejakbeberapawaktuyanglalu.Denganberkembangnyateknologipemeriksaan
melengkapi metode pemeriksaan. Pelaksanaan anggaran APBN disoroti dari siklus pengelola
keuangan Negara. Sementara pengawasan berkala dilihat sebagai upaya yang perlu dilaku-
kanterus-menerusuntukmeluruskantujuanpelaksanaankonstruksi.Danmenurutpengkaji,
temuanpenyimpanganmasihseringterjadisehinggamengakibatkanadanyainefsiensi.
Sesuai tujuan diterbitkannya Jurnal Auditor, bahwa ada keinginan untuk menunjukan
kesungguhan dalam berprofesi, diharapkan hasil kajian ini dapat memberikan manfaat bagi
pembangunanbidangPekerjaanUmum.
Semogabermanfaatdanselamatbekerja.

JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 6


JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 7
PNCAWASAN RkALA SACAI 7U1UAN
DALAM PLAkSANAAN k0NS7RUkSI

Siti Darul Khayati
AS7RAk
Pengawasan berkala sebagai alat kendali yang diharapkan dalam implementasi
program dan pelaksanaan pembangunan dan harus dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya serta memenuhi kriteria teknis sehingga mampu menyerap anggaran yang
dapat dipertanggungjawabkan. Peran konsultan sangat penting dalam
menjelaskan hasil Perencanaan yang menjadi dasar ditahap pelaksanaan.
Oleh sebab itu sangat diperlukan Pengawasan berkala dalam pelaksanaan
konstruksi proyek-proyek dilingkungan Kementerian PU.
Kata kunci : pengawasan berkala, umpan balik dan pelaksanaan konstruksi
I. PENDAHULUAN
Pengawasan berkala perlu dilakukan
dalam pelaksanaan konstruksi khususnya
pada proyek-proyek di lingkungan Ke-
menterian PU untuk mencapai sasaran
dan tujuan yang diharapkan oleh proyek
tersebut.
Pada proses pengawasan berkala dan
peningkatan berkelanjutan Pengendalian
dan Pemastian Mutu Perencanaan, hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah :
1) Implementasi program pembangunan
yang harus dilaksanakan dengan se-
baik-baiknya, dengan menggunakan
dana pembangunan yang telah terse-
dia.
2) Pelaksanaan pembangunan harus dilak-
sanakan dan memenuhi kriteria teknis
sesuai dengan dokumen perencanaan
yang disiapkan dan harus memenuhi
semua persyaratan mutu, biaya, dan
kriteria administrasi bagi bangunan
Negara.
3) Setiap tahapan pembangunan perlu di-
arahkan secara baik dan menyeluruh,
sehingga mampu menyerap anggaran
yang tersedia.
4) Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk pe-
kerjaan perencanaan dijadikan acuan
untuk pelaksanaan pengawasan berka-
la ini maupun Detail Engineering Design
(DED), Rencana Kerja dan Syarat (RKS)
yang telah disiapkan secara matang se-
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 8
fungsi pengawasan akan dapat di-
ketahui dan segera dicari sebabnya
guna pengambilan tindakan koreksi.
Koreksi yang dilakukan harus cepat,
tepat, dan dapat dipertanggungjaw-
abkan dari segi teknis dan non tek-
nis.
e. Catatan hasil pelaksanaan berkala
harus memberikan penguatan pada
kelangsungan kerja bagian Perenca-
naan (Sustainable design quality) mulai
dari pola dan tata cara pengembang-
an perencanaan dan implementasi
detail di lapangan sampai kepada
pengetahuan akan kebenaran penu-
lisan Rencana Kerja dan Syarat (RKS)
Teknik Pelaksanaan dan perhitungan
perkiraan anggaran yang disampai-
kan di dalam Rencana Anggaran dan
Biaya (RAB).
f. Adalah suatu kewajiban bagi bagian
perencanaan untuk melakukan re-
viu atas semua catatan yang masuk
pada saat dilakukan pengawasan
atau semua catatan yang dihimpun
melalui rapat dan pengajuan gam-
bar pelaksanaan (shop drawing). Hasil
reviu harus dirangkum di dalam Les-
sons Learned.

2.Ketentuanyangharusdiperhatikan
Penyelenggaraan Pembangunan harus
dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip-
prinsip :
a) Hemat, efisien, dan sesuai dengan spe-
sifikasi teknis yang disyaratkan dalam
dokumen.
b) Terarah dan terkendali sesuai dengan
rencana program yang telah ditetap-
kan.
hingga mampu mendorong perwujud-
an hasil kerja sesuai dengan sasaran
proyek.
5) Pada pengawasan berkala konsultan
sangat berperan pada penjelasan Pe-
rencanaan yang menjadi dasar pelaksa-
naan karena :
a. Pelaksanaan pekerjaan merupakan
implementasi lanjutan tahap peren-
canaan berupa gambar kerja yang
menjadi sebuah bangunan yang me-
menuhi syarat kuat, indah, dan fung-
sional. Agar dapat melaksanakan
pekerjaan bangunan dengan baik,
diperlukan pengetahuan, kemam-
puan dan pengalaman baik dari kon-
sultan perencana maupun pengawas
dan kontraktor sehingga bila timbul
masalah di lapangan langsung dapat
diatasi.
b. Pengembangan koordinasi yang baik
antara pihak-pihak terkait dalam
pelaksanaan pekerjaan
c. Dalam pekerjaan konstruksi keterse-
diaan bahan bangunan dan peralatan
kerja merupakan faktor penting, se-
bab kedua faktor tersebut mempen-
garuhi keberhasilan suatu pekerjaan.
Selain itu adanya pengawasan juga
mempengaruhi keberhasilan pelak-
sanaan pekerjaan.
d. Pengawasan bertujuan untuk me-
ngetahui sampai sejauh mana
prestasi kerja yang dilakukan, dan
mengecek kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan
pekerjaan. Bila diperkirakan ada
ketidaksesuaian antara kondisi di la-
pangan dengan gambar atau syarat
teknis perencanaan, maka melalui
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 9
c) Semaksimal mungkin menggunakan
hasil produksi dalam negeri/potensi
nasional.
Penugasan konsultan Perencana se-
bagai Pengawas/supervisi pada penugasan
berkala sebaiknya sinkron dengan pelaksa-
naan perencanaan perusahaan sesuai de-
ngan kontrak utama.
3.Hakdanwewenangdalampekerjaan
Konsultan Pengawas dalam penugasan
lanjutan sebagai Pengawas/supervisi me-
miliki wewenang untuk mengusulkan me-
ngubah kontrak dan konsultan Perencana
dalam penugasan lanjutan sebagai Penga-
was/supervisi hanya dapat menggunakan
kewenangan yang diberikan padanya se-
bagaimana dinyatakan di dalam kontrak.
1) Konsultan Pengawas/supervisi untuk
bertindak harus mendapatkan persetu-
juan dari Pengguna jasa sebelum meng-
gunakan kewenangan tertentu, dimana
persyaratan harus dinyatakan secara
teknis.
2) Konsultan Pengawas menjelaskan
semua program pelaksanaan, pengen-
dalian pelaksanaan dan pengendalian
mutu terpadu kepada konsultan Peren-
cana agar tidak terjadi kesimpang siur-
an data.
3) Konsultan Perencana dapat menghadiri
rapat mingguan pembahasan kemajuan
pekerjaan lapangan mendampingi kon-
sultan Manajemen Konstruksi (MK)
4) Tenaga ahli konsultan Perencana dapat
mendampingi konsultan Pengawas di
dalam pembahasan rapat teknik khu-
sus untuk pengembangan gambar
pelaksanaan dan detainya serta pem-
berian persetujuan atas semua usulan
pelaksanaan atau usulan penggunaan
material.
5) Apabila terjadi usulan perubahan spe-
sifikasi teknis, Perencana dapat meno-
lak dengan mengacu kepada Rencana
Kerja dan Syarat Teknik Pelaksanaan
yang dibakukan di dalam kontrak atau
mengusulkan kepada Pengguna jasa
melalui konsultan Pengawas penolakan
atau perubahan yang disampaikan
dan menyampaikan dampak perubah-
an atas pengendalian waktu dan biaya
yang terkait.
6) Pengguna jasa harus dengan segera
berkoordinasi dengan konsultan
Manajemen Konstruksi dan mem-
peroleh persetujuan tertulis dari KPA
sebelum memberitahukan kontraktor
setiap perubahan kewenangan yang di-
berikan pada Pengawas.
Bila konsultan Perencana telah meng-
gunakan kewenangan tertentu yang me-
merlukan persetujuan Pengguna jasa,
maka setelah itu (untuk memenuhi kon-
trak) Pengguna jasa harus dianggap telah
memberikan persetujuan. Kecuali apabila
dinyatakan sebaliknya dalam persyaratan
ini:
a) Bilamana melaksanakan kewajiban atau
menggunakan kewenangan, ditetapkan
atau dinyatakan dalam kontrak, Penga-
was/supervisi harus dianggap bertindak
untuk Pengguna jasa dalam membantu
tugas konsultan Manajemen Konstruk-
si.
b) Bilamana pengawas konstruksi harus
memberikan penjelasan atas perenca-
naan yang sebelumnya telah ditetapkan
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 10
atau melengkapi dengan persyaratan
atau merubah dan menyesuaikan se-
suai dengan keadaan di lapangan maka
konsultan Perencana masih perlu me-
ngadakan koordinasi dengan konsultan
Manajemen Konstruksi (MK) yang ada
sebelum dapat menyampaikan saran
keputusan kepada Pengguna jasa.
c) Pengawas/supervisi melakukan pe-
ngendalian atas pengembangan gam-
bar pelaksanaan yang disiapkan kon-
traktor, melakukan pemeriksaan atas
persetujuan material, melakukan koor-
dinasi dengan konsultan Manajemen
Konstruksi atas usulan pengendalian
mutu oleh kontraktor.
d) Semua tindakan berkenan dengan per-
setujuan barang dan material maupun
gambar pelaksanaan tidak membebas-
kan salah satu pihak dari tugas, kewa-
jiban atau tanggungjawab berdasarkan
kontrak dan setiap persetujuan, atau
tindakan serupa oleh konsultan pe-
rencana (termasuk tidak adanya peno-
lakan) dan tidak akan membebaskan
kontraktor dari tanggung jawab yang
dimilikinya berdasarkan kontrak, ter-
masuk tanggungjawab atas kekeliruan,
pengabaian, perbedaan dan ketidak-
sesuaian.
e) Pengawas/supervisi pada Penugas-
an Berkala tidak perlu melakukan
pengecekan atas tenaga kerja lapangan,
pemeriksaan dan pengendalian jadwal
pelaksanaan di lapangan, pemeriksaan
atas sertifikat kerja, izin pelaksanaan,
pemeriksaan, inspeksi, pemberitahuan,
usulan karena hal ini dilaksanakan oleh
konsultan MK (namun pada tugas Pe-
ngawasan tanpa adanya konsultan MK
maka hal ini wajib dilaksanakan), ke-
cuali atau permohonan untuk penguji-
an dan pemeriksaan bersama cacat dan
kurang).
f) Perencana dalam penugasan lanjutan
sebagai Pengawas/supervisi wajib di-
sertakan dalam penyusunan langkah-
langkah pemeriksaan akhir, melakukan
pemeriksaan pada testing dan balancing
peralatan bangunan dan memastikan
kesesuaian keluaran hasil kerja dengan
kriteria perencanaan, sebelum proses
Serah Terima dilakukan. Ketentuan ini
biasanya sudah tertulis pada Rencana
Kerja dan Syarat Teknik yang disiapkan
konsultan Perencana.
Setiap tindakan oleh Konsultan Peren-
cana dalam penugasan lanjutan sebagai
Pengawas supervisi sebagai jawaban atas
permintaan kontraktor untuk pelaksanaan
pemeriksaan cacat kurang dan testing, ba-
lancing dan commisioning peralatan, Berita
Acaranya harus disiapkan dalam waktu 7
hari dan diberitahukan secara tertulis ke-
pada konsultan Manajemen Konstruksi
(MK) dalam waktu 7 hari setelah peneri-
maan (BAST-I dan II).
4. Ketentuan-ketentuan lain yang harus
diberlakukan
Pengawas supervisi harus mendapat
persetujuan spesifik dari Pengguna jasa
sebelum mengambil tindakan berikut dari
Persyaratan ini :
(a) Menyetujui atau menetapkan suatu per-
panjangan waktu dan tambahan biaya
(b) Memerintahkan suatu Variasi, kecuali :
(i) Pada suatu keadaan darurat se-
bagaimana ditetapkan oleh Penga-
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 11
was supervisi, atau
(ii) Bila Perubahan tersebut akan me-
nambah Nilai Kontrak yang disetu-
jui dengan suatu jumlah, kurang
dari persentase yang ditetapkan
dalam Data Kontrak
(c) Menyetujui suatu usulan Variasi yang
disampaikan oleh kontraktor
(d) Menetapkan jumlah atas Variasi yang
akan dibayarkan.
Sekalipun merupakan kewajiban, se-
bagaimana ditetapkan diatas, untuk
mendapatkan persetujuan, bila dalam
pandangan konsultan Perencana dalam
penugasan lanjutan sebagai Pengawas su-
pervisi, terjadi suatu keadaan darurat yang
mengancam keselamatan kerja, orang,
masyarakat atau pekerjaan atau lahan
yang berbatasan. Maka pengawas supervisi
dengan berkoordinasi penuh dengan kon-
sultan Manajemen Konstruksi (MK), tanpa
membebaskan Kontraktor dari tugas dan
tanggungjawabnya berdasarkan kontrak,
dapat mengusulkan atau memerintahkan
kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan
atau melakukan segala sesuatu yang akan,
dalam pandangan Pengawas/supervisi, di-
anggap perlu untuk meredakan atau me-
ngurangi resiko. Kontraktor harus dengan
segera mentaati, setelah memperoleh per-
setujuan dari konsultan Manajemen Kon-
struksi (MK), meskipun tanpa persetujuan
Pengguna jasa.
Setiap tenaga ahli atau asisten untuk
pengawasan berkala, yang telah ditugasi
atau memperoleh pendelegasian kewena-
ngan, hanya memiliki wewenang untuk
mengeluarkan instruksi melalui konsul-
tan MK kepada kontraktor sebatas yang
ditetapkan dalam pendelegasian.
Setiap persetujuan, pengecekan, sertifi-
kat , izin, pemeriksaan, inspeksi, perintah,
pemberitahuan, usulan, permohonan, test,
atau tindakan serupa oleh seorang asisten,
sesuai dengan pendelegasian, haruslah
memiliki efek yang sama dengan yang di-
lakukan oleh seorang Pengawas/ supervisi.
Akan tetapi :
(a) Kegagalan untuk tidak memberikan
persetujuan pada pekerjaan Instalasi
Mesin atau Bahan bukan merupakan
persetujuan dan oleh karenanya tidak
mengurangi hak Pengawas/ supervisi
untuk menolak pekerjaan Instalasi Me-
sin atau Bahan.
(b) Apabila kontraktor mempertanyakan
penetapan atau instruksi dari seorang
asisten, Kontraktor harus merujuk hal
ini kepada Pengawas/supervisi, yang
harus dengan segera memberikan kon-
firmasi, membatalkan, atau mengubah
penetapan atau instruksi tersebut.
Konsultan Perencana dalam penugasan
lanjutan sebagai Pengawas/ supervisi (se-
tiap saat) tidak dapat mengeluarkan kepa-
da kontraktor, perintah dan tambahan atau
modifikasi gambar-gambar yang mungkin
diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan
dan perbaikan cacat mutu, sesuai dengan
kontrak. Konsultan hanya dapat menyam-
paikan masukan dan rekomendasi sistem
pelaksanaan dan pengendalian mutu.
Kontraktor hanya boleh mengikuti in-
struksi dari Pengguna jasa qq. Kuasa Peng-
guna Anggaran dan Pengelola Teknik-PU,
konsultan Manajemen Konstruksi (MK),
atau dari yang memiliki kewenangan yang
didelegasikan berdasarkan ketentuan.
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 12
Kontraktor harus mengikuti perintah
yang diberikan oleh Pengawas/ supervisi
atau asisten yang didelegasikan, setelah
ada persetujuan dari konsultan Manaje-
men Konstruksi (MK) untuk segala hal
yang berkaitan dengan kontrak. Apabila
memungkinkan, perintah harus diberikan
secara tertulis dalam penugasan lanjutan
sebagai Pengawas/supervisi atau asisten
yang didelegasikan :
(a) Memberikan perintah secara lisan;
(b) Menerima suatu penegasan secara ter-
tulis, dari (atau atas nama) Kontrak-
tor, dalam waktu dua hari kerja setelah
memberikan instruksi; dan
(c) Tidak memberi jawaban dengan me-
ngeluarkan penolakan dan/ atau pe-
rintah secara tertulis dalam waktu dua
hari kerja setelah menerima penegasan
tersebut.
Konsultan Perencana dalam penugasan
lanjutan sebagai Pengawas/supervisi hanya
menerima klaim setelah ditinjau oleh kon-
sultan Manajemen Konstruksi (MK). Atas
pemeriksaan dokumen yang diajukan kon-
traktor maka konsultan Perencana dalam
penugasan lanjutan sebagai Pengawas/su-
pervisi harus memberitahukan secara ter-
tulis kepada para Pihak, kesepakatan atau
penetapan tersebut, dengan data pendu-
kung, dalam waktu 7 hari sejak diterima-
nya klaim atau permohonan, kecuali apa-
bila ditentukan lain. Setiap pihak harus
memberlakukan kesepakatan atau pene-
tapan kecuali dan setelah direvisi berdasar-
kan ketentuan didalam kontrak yang dise-
pakati dan rencana Kerja dan Syarat yang
diacu sebagai dasar semua dokumen.

5.Prosespengendalianperencanaan
Pada proses pengendalian Perencanaan
mulai dari Prarencana hingga penyiapan
dokumen lelang, gambar dan dokumen,
dipelajari dan diidentifikasi bersama kon-
sultan Manajemen Konstruksi (MK). Di
dalam implementasi pengawasan berkala
konsultan konsultan dapat mendampingi
konsultan Manajemen Konstruksi (MK)
dan memberikan saran apabila ditemukan
hal-hal sebagai berikut :
(a) Kendala teknis pelaksanaan yang dapat
timbul
(b) Kelengkapan detail sebagai panduan
pelaksanaan
(c) Batasan waktu yang dibutuhkan dan al-
ternatif pelaksanaan lainnya
(d) Penghematan biaya atau waktu berkait-
an dengan sistem konstruksi
(e) Penyimpangan, perbedaan antara ren-
cana dan detail gambar
(f) Perbedaan yang ditemukan antara
gambar terhadap dokumen-dokumen
lain seperti RKS, penawaran kontrak-
tor dan risalah-risalah rapat penjela-
san. Konsekuensi administrasi yang
dapat timbul.
Dari hasil reviu ini dibuatkan daftar
bersama antara konsultan MK dengan
konsultan Perencana, yang akan menjadi
laporan kepada Pemberi Tugas/Owner. Di-
mana semua kekurangan, perbedaan dan
kekurangan kelengkapan dicatat dan diin-
formasikan pada kontraktor agar dileng-
kapi dalam shop drawing, atau kekurangan
dan penyimpangan dapat dikoreksi dan
dilengkapi oleh dokumen terkait lainnya.
Gambar-gambar perencanaan beserta
catatan-catatan dalam pemeriksaan reviu
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 13
ini dapat digunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaan/shop drawing dan sebagai in-
formasi penting bagi pelaksanaan peker-
jaaan kemudian.

6.Perekamandaftarperiksa
Inspektur atau Tenaga ahli atau Penga-
was atau yang akan melaksanakan penga-
wasan harus merekam dalam daftar periksa
yang relevan apakah persyaratan diterima
atau tidak atau ditemukan kekurangan
dengan memberikan tanda pada kolom
yang disediakan. Rincian harus dicatat
dengan merujuk pada dokumen RKS atau
gambar, dokumen perencanaan, lokasi dan
sebagainya yang diperiksa untuk menun-
jukkan bukti obyektif dari ketidaksesuaian
dan bahwa lokasi tersebut telah dilakukan
penilaian :
- Inspektor atau Tenaga ahli atau Pe-
ngawas atau yang akan melaksanakan
pengawasan akan lebih baik juga, jika
mencantumkan personal yang diwa-
wancarai dalam setiap area.
- Pada saat ditemukan bukti ketidak-
sesuaian terutama yang bersifat MA-
YOR, konsultan MK, Pengguna jasa dan
Kontraktor Pelaksana harus diberitahu
dan ditunjukkan supaya tidak terjadi
kesalahpahaman dan memberi kesem-
patan untuk mengajukan argumentasi
dengan menyampaikan bukti pendu-
kung.

7.Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa Pengawasan berkala sebagai tujuan
yang diharapkan dalam implementasi
program dan pelaksanaan pembangunan
yang harus dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya serta memenuhi kriteria teknis se-
hingga mampu menyerap anggaran yang
ada serta peran konsultan sangat penting
pada penjelasan Perencanaan yang men-
jadi dasar pelaksanaan. Oleh sebab itu san-
gat diperlukan Pengawasan berkala dalam
pelaksanaan konstruksi seperti proyek-
proyek dilingkungan Kementerian PU.
8.Saran
a) Pengawasan berkala sangat diperlukan
dalam pelaksanaan konstruksi sehing-
ga baik Owner maupun konsultan MK
dapat memprogramkan sistem terse-
but.
b) Peran konsultan supervisi sebagai peng-
awas dalam pelaksanaan konstruksi
dimana mempunyai tanggung jawab
yang besar dengan menerapkan pen-
gawasan berkala tersebut akan menca-
pai tujuan yang diharapkan oleh pihak
Owner.

Mudah-mudahan dengan adanya tulisan
ini pihak pembaca akan menyimak dengan
jelas, terima kasih semoga bermanfaat
Sumber data :
1. Keppres 80 tahun 2003 dan telah di-
ganti menjadi Perpres 54 tahun 2010
2. UU No.18 tahun 1999
3. Newsletter HAMKI Edisi 05/Desem-
ber/2010, Ir. Asdarianto Asmoeadji
*) Auditor Ahli Muda pada Wilayah I
Inspektorat Jenderal Kementerian PU
(S1 Teknik Sipil, S2 Adm Publik)
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 14
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 15
PNCARUH PRAN DAN kMAMPUAN AUDI70R
7RHADAP kINR1A PNCAWASAN
INSPk70RA7 1NDRAL kMN7RIAN
PkR1AAN UMUM
Tri Warso Mulyono
AS7RAk
Rumusan masalah penelitian ini adalah : 1) Seberapa besar pengaruh Peran
Auditor terhadap Kinerja Pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian
Pekerjaan Umum?; 2) Seberapa besar pengaruh Kemampuan Auditor terhadap
Kinerja Pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum?;
Seberapa besar pengaruh Peran dan Kemampuan Auditor terhadap Kinerja
Pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum? Tujuan
Penelitian : 1) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peran Auditor terhadap
kinerja pengawasan pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum; 2)
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kemampuan Auditor terhadap kinerja
pengawasan pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum; 3) Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh peran dan kemampuan Auditor terhadap
kinerja pengawasan pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah melalui survei, yakni dengan
menggunakan angket yang ditujukan untuk memperoleh data primer dari
responden yang ditetapkan sebagai sampel dalam penelitian ini.
Sampel yang diambil dari penelitian ini sebanyak 50 orang untuk tingkat
kesalahan 5% dari jumlah populasi sebanyak 87 orang, hal ini didasarkan atas
tabel Krejcie (Sugiono, 2002 : 65). Perhitungan ukuran sampel didasarkan atas
kesalahan 5%. Analisis data menggunakan analisis kuantitatif dengan alat uji
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 16
regresi linear sederhana dan berganda, uji t, uji F, dan uji determinasi.
Kesimpulan penelitian : 1) Peran Auditor berpengaruh terhadap Kinerja
Pengawasan pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum. Semakin
baik Peran Auditor, maka akan semakin meningkat pula Kinerja Pengawasan pada
Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum; 2) Kemampuan Auditor
berpengaruh terhadap Kinerja Pengawasan pada Inspektorat Jenderal
Kementerian Pekerjaan Umum. Semakin baik Kemampuan Auditor, maka akan
semakin meningkat pula Kinerja Pengawasan pada Inspektorat Jenderal
Kementerian Pekerjaan Umum; 3) Peran dan Kemampuan Auditor berpengaruh
terhadap Kinerja Pengawasan pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan
Umum. Semakin baik Peran dan Kemampuan Auditor secara bersama-sama, maka
akan semakin meningkat pula Kinerja Pengawasan pada Inspektorat Jenderal
Kementerian Pekerjaan Umum.

Kata kunci : peran, kemampuan dan kinerja pengawasan
PENDAHULUAN
1.LatarBelakangMasalah
Laporan Hasil Pemeriksaan Inspekto-
rat Kementerian Pekerjaan Umum terse-
but belum dapat memberikan masukan
perbaikan manajemen dengan indika-
tor hasil-hasil pembangunan penyediaan
prasarana ke PU an berupa Pembangunan/
Pemeliharaan Jalan, Irigasi, Perumahan,
Permukiman dan jasa lainnya masih dite-
mukan adanya penyimpangan-penyim-
pangan yang bermuara pada Inefisiensi,
tidak ekonomis beberapa proyek belum
bermanfaat dan penyimpangan terhadap
ketidak taatan pada peraturan perundang-
undangan.
Penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi pada Proyek/Satminkal di lingkun-
gan Kementerian Pekerjaan Umum dapat
diungkapkan dari Laporan Hasil Pemerik-
saan Inspektorat Jenderal Kementerian Pe-
kerjaan Umum dengan kondisi baik kuan-
titas maupun kualitas. Temuan 01 (kasus
yang merugikan negara) dan temuan 02
(penyetoran kepada negara).
Perbedaan kualitas hasil kinerja penga-
wasan pada Itjen dibandingkan dengan
BPK-RI dan BPKP dikarenakan Sumber
Daya Manusia dan Pola Diklat yang tidak
mendukung peningkatan kompetensi para
Auditor Itjen dengan kondisi dari jumlah
Auditor 87 orang berpendidikan teknik
38 orang atau 44%, mempunyai sertifika-
si diklat peran 71 orang atau 82%, diklat
penunjang 15 orang atau 17%, sedangkan
diklat substansi bidang PU 0%, menunjuk-
kan bahwa sistem diklat yang dikembang-
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 17
kan oleh Inspektorat Jenderal Kementeri-
an Pekerjaan Umum belum sinergi dengan
tugas pokoknya melakukan pengawasan
bidang PU berdampak para Auditor tidak
mempunyai kemampuan bidang PU yang
berpengaruh pada pembuatan laporan
hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal
Kementerian Pekerjaan Umum belum ses-
uai rencana yang telah ditetapkan pimpi-
nan Kementerian yaitu hasil pembangun-
an bidang PU bernuansa 3K (Ketaatan
pada perundang-undangan, kelengkapan
dan Kebenaran terhadap pertanggung
jawaban/penggunaan anggaran) dan 3E
(Efisien, Ekonomis, Efektif) dan bebas dari
praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Ne-
potisme (KKN).
Adanya perubahan jabatan Aparatur
Itjen yang semula para pemeriksa sebagai
pejabat Struktural menjadi Pejabat Fung-
sional dengan Jabatan Auditor dan dalam
menjalankan Auditing dapat diperankan
sebagai Anggota Tim, Ketua Tim mau-
pun Pengendali Teknis belum disesuaikan
dengan sertifikasi peran, kompetensi dan
prestasi kerja sehingga berpengaruh terh-
adap kinerja pengawasan pada Inspektor-
at Jenderal belum sesuai keinginan Bapak
Menteri.
2.IdentifikasiMasalah
Permasalahan yang hendak diteliti
adalah bagaimanakah pengaruh peran
dan kemampuan Auditor terhadap kinerja
pengawasan Inspektorat Jenderal Kemen-
terian Pekerjaan Umum.
3.BatasanMasalah
Penelitian yang dilakukan di lingkung-
an Inspektorat Jenderal Kementerian Pe-
kerjaan Umum dibatasi pada faktor Peran
dan Kemampuan Auditor terhadap Ki-
nerja Pengawasan. Pembatasan masalah ini
dilakukan agar ruang lingkup penelitian
lebih fokus, dan diharapkan dapat lebih
tajam dalam melakukan analisis peneli-
tian.
3.TujuanPenelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
secara empirik di lingkungan Inspektorat
Jenderal Kementerian PU khususnya Au-
ditor yaitu : peran dan kemampuan Audi-
tor berpengaruh terhadap kinerja penga-
wasan.
KAJIANPUSTAKA,KERANGKA
PEMIKIRANDANHIPOTESIS
1.KajianPustaka
1.1. Peran Auditor
Pengertian Auditor menurut Keputusan
Menteri Penertiban Aparatur Negara No.
19/1996 adalah : Pegawai Negeri Sipil
yang diberi tugas, tanggung jawab, we-
wenang dan hak secara penuh oleh peja-
bat yang berwenang untuk melaksanakan
pengawasan pada instansi pemerintah. Se-
dangkan tanggung jawab Auditor menye-
lesaikan tugas sesuai dengan norma atau
Standar Audit Pemerintah yang berlaku
dan wewenang Auditor adalah meminta
keterangan yang wajib diberikan oleh se-
tiap orang, Instansi Pemerintah, Badan
Usaha Negara atau badan swasta sepan-
jang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian menurut Keputusan Menteri
Penertiban Aparatur Negara No. 19/1996
pengertian Peran Auditor adalah :
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 18
Peran dalam tim mandiri yaitu melakukan
tugas dalam suatu tim pengawas mandiri
yang merupakan kerja bersama, tetapi
tanggung jawab hasil pelaksanaan tugas
dan wewenang pelaksanaan tugas tetap
melekat pada masing-masing pejabat fung-
sional auditor baik diperankan sebagai
anggota tim, ketua tim, dan pengendali
teknis. Sedangkan salah satu persyaratan
Auditor dalam menjalankan perannya ha-
rus memiliki sertifikasi tanda lulus peran
untuk anggota tim, ketua tim, dan pengen-
dali teknis.
Dari beberapa definisi / pengertian
di atas, ada dua hal penting mengenai
penunjukkan peran auditor antara lain :
a. Para Auditor yang diperankan sebagai
anggota tim, ketua tim, pengendali
teknis dan pengendali teknis mempu-
nyai tugas, tanggung jawab, wewenang
dalam melaksanakan auditing (peme-
riksaan) begitu besar, secara langsung
mempunyai pengaruh terhadap kuali-
tas hasil pengawasan Inspektorat Jen-
deral Kementerian Pekerjaan Umum
yang tercermin dari hasil pengawasan
dapat memberikan masukan perbaik-
an manajemen, hasil pembangunan
bernuansa 3 K (Ketaatan pada perun-
dang-undangan, Kelengkapan dan ke-
benaran terhadap pertanggung-jawab-
an/penggunaan anggaran) dan 3 E
(Efisien, Ekonomis, efektif) dan bebas
dari praktek-praktek Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN), sehingga perlu
adanya kriteria dalam penunjukkan
peran Auditor baik sebagai anggota
tim, ketua tim, dan pengendali teknis
untuk menjamin kualitas hasil penga-
wasan sesuai rencana.
b. Auditor yang diperankan sebagai ang-
gota tim, ketua tim, dan pengendali
teknis mempunyai tanggung jawab atas
kualitas hasil pengawasan sehingga
ada korelasi penunjukan peran auditor
harus memperhatikan sertifikasi kepe-
milikan peran, ditunjang dengan ke-
mampuan berkomunikasi (kemampuan
untuk meminta keterangan kepada se-
tiap orang, Instansi Pemerintah, badan
usaha negara atau badan swasta).
c. Anggota tim mempunyai tugas secara
teknis operasional melakukan ke-
giatan pemeriksaan pada isu peren-
canaan, pelelangan, kontrak pelaksa-
naan, manajemen pengendalian, status
proyek dan kualitas teknis dan temuan
pemeriksaan pada proyek sangat diten-
tukan oleh anggota tim pemeriksa. Ket-
ua tim mempunyai tugas atas kualitas
hasil pemeriksaan dan mengarahkan
kepada para anggota tim (auditor) agar
pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
berjalan sesuai program kerja peme-
riksaan, maka penunjukan anggota tim
maupun ketua tim sangat menentukan
sekali terhadap kualitas hasil pemerik-
saan, sehingga Pimpinan Itjen dalam
menentukan seorang auditor yang
akan ditunjuk untuk menjalankan per-
annya perlu terlebih dahulu ditentukan
persyaratannya, walaupun penunjukan
tersebut merupakan hak preogatif, na-
mun mengingat sifat tugas, wewenang
dan tanggung jawab auditor sangat
spesifik yang melekat pada masing-
masing auditor satu dengan yang lain
kapasitasnya berbeda-beda tergantung
dari kemampuannya.
d. Pengendali teknis mempunyai tugas
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 19
melakukan pengendalian kepada tim
pemeriksa dan bertanggung jawab atas
produk laporan hasil pemeriksaan Ins-
pektorat Jenderal Kementerian Peker-
jaan Umum, sehingga fungsi dan tang-
gung jawab pengendali teknis pada
saat audit sedang berlangsung akan
memberikan motivasi dan petunjuk-
petunjuk teknis dan non teknis agar
pelaksanaan audit dapat berjalan ses-
uai program kerja pemeriksaan (PKP).
(Sudarmanto, SIP, Msi;2009;hal.5), un-
tuk dapat mengetahui sejauh mana ke-
beradaan peran terhadap kinerja penga-
wasan dan dalam mencapai keberhasilan
organisasi, tentu diperlukan pengukur-an
kinerja (performance measurement). Tanpa
adanya evaluasi atau pengukuran kinerja
dalam mencapai tujuan organisasi, maka
tidak dapat diketahui penyebab ataupun
kendala-kendala kegagalan organisasi
dalam mencapai tujuan
1.2. Kemampuan Auditor
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian
Negara no. 46.A Tahun 2003 pengertian
kemampuan (kompetensi) adalah :
Kemampuan dan karakteristik yang dimi-
liki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil
berupa pengetahuan, keterampilan, dan
sikap perilaku yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga
Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melak-
sanakan tugasnya secara profesional, efek-
tif dan efisien.
Pendapat tersebut sejalan dengan e-
sensi pengawasan adalah membandingkan
antara rencana dan pelaksanaan dengan
implementasi seorang auditor harus me-
miliki pengetahuan yang luas dibidang
auditing (pemeriksaan), karena tanpa pe-
ngetahuan yang memadai seorang auditor
tidak dapat membandingkan pelaksanaan
dengan rencana yang diukur dengan krite-
ria atau ketentuan yang berlaku.
Pengertian Kemampuan Auditor, Audi-
tor adalah seorang Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang sesuai bidang tugasnya harus
memiliki:
a. Pengetahuan bidang substantif ke PU
an dan penguasaan terhadap ketentuan
yang berlaku dan terkait,
b. Keahlian suatu kepandaian khusus
yang dimiliki seorang auditor yang
diakui mampu menggunakan teori dan
praktik untuk melaksanakan profesi-
nya meliputi keahlian mengenai audit
maupun penguasaan masalah yang di-
periksanya ataupun pengetahuan yang
dapat menunjang tugas audit. Dengan
demikian seorang Auditor akan dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik
apabila Auditor tersebut memiliki ke-
mampuan sesuai keahliannya/bidang
tugasnya, yang akan mempermudah
dalam pelaksanaan tugas/jabatannya
dalam melakukan Audit (pemerik-
saan).
1.3. Kinerja Pengawasan
Sedarmayanti (2001:51) kinerja meliputi
beberapa aspek yaitu :
1. Quality of work (kualitas pekerjaan)
Baik atau buruknya pekerjaan yang di-
hasilkan oleh pegawai dalam suatu or-
ganisasi, dapat menjadi penilaian baik
atau buruknya organisasi tersebut dalam
hal pencapaian tujuannya. Semakin
baik hasil pekerjaan terutama dari segi
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 20
kualitasnya mengindikasikan baik atau
buruknya tujuan organisasi yang akan
dan telah dicapai. Secara umum kuali-
tas pekerjaan ini dapat dinilai dari segi
ketepatan waktu, biaya serta kebenaran
hasil yang diperoleh.
2. Promptness (kecepatan/ketangkasan)
Secara umum ketangkasan dan kecepat-
an pegawai dalam melaksanakan peker-
jaannya akan menjadi ukuran baik atau
buruknya kinerja pegawai yang ber-
sangkutan. Ketangkasan dan kecepatan
pegawai dalam melaksanakan peker-
jaan ini lebih ditekankan pada waktu
pengerjaan tugas yang diberikan, na-
mun pada akhirnya kecepatan dan ke-
tangkasan pegawai tersebut berdampak
pada kuantitas dan jumlah pekerjaan
yang dapat diselesaikan oleh pegawai
yang bersangkutan.
3. Initiative (inisiatif)
Menurut Suyadi Prawirosentono
(2000:31) inisiatif seseorang (atasan
atau pegawai bawahan) berkaitan deng-
an daya pikir, kreativitas dalam bentuk
ide untuk merencanakan sesuatu yang
berkaitan dengan tujuan organisasi. Se-
tiap inisiatif sebaiknya mendapat perha-
tian atau tanggapan positif dari atasan,
kalau memang dia atasan yang baik.
Atasan yang buruk selalu mencegah ini-
siatif dari bawahan, lebih-lebih bawahan
yang kurang disenangi. Apabila atasan
menjegal setiap inisiatif tanpa mem-
berikan penghargaan berupa argumen-
tasi dan daya dorong untuk maju atau
dengan kata lain inisiatif peserta organi
sasi merupakan daya dorong kemajuan
yang akhirnya akan mempengaruhi
kinerja organisasi tersebut.
4. Capability (kemampuan)
Menurut A.A. Prabu Mangkunegara
(2004:67) secara psikologis kemam-
puan (ability) pegawai terdiri dari ke-
mampuan potensi (IQ) dan kemam-
puan reality (Knowledge + skill), artinya
pegawai yang memiliki IQ di atas rata-
rata dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari,
maka ia akan lebih mudah mencapai
kinerja yang diharapkan. Oleh karena
itu pegawai perlu ditempatkan pada
pekerjaan yang sesuai dengan keahlian-
nya (the right man in the right place, the
right man on the right job).
5. Communication (komunikasi)
A.A. Prabu Mangkunegara (2004:145)
menyatakan pengertian komunikasi se-
bagai berikut :
Comunication is the process of transmitting
information, meaning, and understand-
ing from one person, place or thing to an-
other person, place or thing. (komunikasi
adalah proses pemindahan informasi,
pengertian dan pemahaman dari se-
seorang, suatu tempat atau sesuatu ke-
pada sesuatu, tempat atau orang lain).
Rendahnya kinerja pengawasan kare-
na belum sepenuhnya diterapkan sistem
penerimaan calon pegawai negeri sipil
(CPNS) belum sepenuhnya dilakukan
sesuai dengan kualifikasi pendidikan
yang diperlukan, selain itu pendidikan
dan pelatihan (diklat) belum sepenuhnya
dapat meningkatkan mutu kinerja, per-
masalahan lainnya adalah peran struktur
organisasi instansi pemerintah yang masih
cenderung kaya struktur dan miskin fung-
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 21
si, artinya, pembentukan unit-unit kerja
struktural cenderung kurang proporsional
dan efisien, serta kurang memberi peluang
diterapkannya jabatan-jabatan fungsional
yang relevan.
Dalam penelitian ini, penulis meng-
hubungkan kinerja organisasi tergan-
tung pada kinerja proses, yaitu kinerja
pengawasan pada Inspektorat Jenderal
Kementerian pekerjaan Umum. Kinerja
pengawasan berupa LHP (laporan hasil
pemeriksaan) pada program kerja peme-
riksaan (PKP) di Inspektorat Jenderal Ke-
menterian Pekerjaan Umum.
2. KERANGKAPEMIKIRAN
Pengertian Peran menurut Soerjono
Soekanto (2002;243) adalah sebagai beri-
kut : Peran merupakan aspek dinamisi
kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya se-
suai dengan kedudukannya, maka ia men-
jalankan suatu peranan.
Peran Auditor selaku Anggota Tim,
Ketua Tim dan Pengendali Teknis deng-
an indikator : Anggota Tim mempunyai
kompetensi, pengetahuan 3 K (Kelengkap
an, Ketaatan, Kebenaran dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku), 3 E
(Efisiensi, Ekonomis, Efektif) dan teknis
analisis auditing. Ketua Tim mempunyai
sertifikasi peran, kompetensi, dan prestasi
kerja. Ketua Tim dan Pengendali Teknis
mempunyai tanggung jawab atas kinerja
pengawasan Inspektorat Jenderal Kemen-
terian Pekerjaan Umum.
Kemudian kemampuan menurut Se-
darmayanti (2004 : 22) mendefinisikan ke-
mampuan sebagai berikut : Kemampuan
(Ability) adalah merujuk ke suatu kapasitas
individu untuk mengerjakan berbagai tu-
gas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan-
kemampuan keseluruhan dari seorang in-
dividu pada hakekatnya tersusun dari dua
perangkat faktor : kemampuan intelektual
(kemampuan yang diperlukan untuk men-
jalankan kegiatan mental) dan kemam-
puan fisik (kemampuan yang diperlukan
untuk melakukan tugas-tugas yang menu-
rut stamina, kecekatan, kekuatan dan ket-
erampilan serupa).
Kemampuan Auditor dengan indika-
tor: Memiliki kecakapan berkomunikasi.
Memiliki pengetahuan, keahlian, kemahi-
ran substantif bidang ke PU an. Memiliki
sertifikat, serta memiliki pendidikan ses-
uai bidang ke PU an.
Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh
seseorang/sekelompok orang yang menu-
rut ukuran tertentu, dalam kurun waktu
tertentu untuk pekerjaan yang bersangkut-
an. Pada dasarnya dalam setiap organisasi
dikenal ada tiga macam kinerja yaitu ki-
nerja organisasi, kinerja proses, dan kiner-
ja pegawai.
Pengawasan menurut George R.Terry
(1986 : 395) pengawasan adalah :
Mendeterminasi apa yang telah dilak-
sanakan, maksudnya mengevaluasi presta-
si kerja dan apabila perlu, menerapkan
tindakan-tindakan korektif sehingga hasil
pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana.
(Sudarmanto, SIP, Msi;2009;hal.252),
pengaruh peran dan kemampuan Audi-
tor terhadap kinerja pengawasan memi-
liki tujuan fundamental, yaitu mencapai
tingkat kinerja pengawasan yang tinggi
dan terus-menerus, mengembangkan
sepenuhnya peran dan kemampuan ter-
hadap manajemen kinerja. Prinsip dasar
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 22
pengaruh peran dan kemampuan ber-
dasarkan sejauh mana pencapaian kinerja
pengawasan yang dihasilkan oleh Auditor
atau diri sendiri berdasarkan ukuran atau
skala yang digunakan.
Peran Auditor dan Kemampuan Audi-
tor terhadap kinerja pengawasan dengan
indikator : Kinerja pengawasan berupa
temuan hasil pemeriksaan Itjen Kemen-
terian PU dapat dipengaruhi Peran dan
Kemampuan Auditor dalam memberikan
masukan perbaikan manajemen. Kinerja
pengawasan berupa temuan hasil peme-
riksaan Itjen Kementerian PU dapat di-
pengaruhi Peran dan Kemampuan Auditor
dalam memberikan penilaian aspek teknis
bidang ke PU an dan didukung dengan
bukti relevan, kompeten, cukup dan ma-
terial. Kinerja pengawasan berupa temuan
kebocoran, keborosan dan temuan lainnya
dapat dipengaruhi Peran dan Kemampuan
Auditor.
Dari uraian di atas diduga bahwa Peran
dan Kemampuan Auditor berpengaruh
terhadap Kinerja Pengawasan pada Ins-
pektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan
Umum. Berdasarkan kerangka pemikiran
tersebut digambarkan dalam konstalasi
penelitian sebagai berikut :
1. Peran berpengaruh terhadap Kinerja
Pengawasan pada Inspektorat Jenderal
Kementerian PU
2. Kemampuan Auditor berpengaruh ter-
hadap Kinerja Pengawasan pada Ins-
pektorat Jenderal Kementerian PU
3. Peran dan Kemampuan Auditor ber-
pengaruh terhadap Kinerja Penga-
wasan pada Inspektorat Jenderal Ke-
menterian PU
METODEPENELITIAN
1.DesainPenelitian
Metode penelitian yang akan digunakan
adalah metode explanatif dengan pertim-
bangan bahwa penelitian difokuskan un-
tuk menggambarkan proses atau peristiwa
yang ada pada masa sekarang melalui
penelitian kuantitatif dengan pendekat-
an Kuasi Experiment yang bertujuan untuk
menjelaskan hubungan sebab akibat (kau-
salitas) antara satu variabel (Peran dan Ke-
mampuan Auditor) dengan variabel lain-
nya (Kinerja Pengawasan) = (variabel X
1
,
X2 dan variabel Y).
2. VariabelPenelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang akan
menjadi obyek pengamatan dalam pene-
litian yang merupakan suatu konsep yang
mempunyai variasi nilai yang dapat di-
identifikasi melalui kerangka pemikiran
yang telah ditentukan. Dalam penelitian
ini ada dua variabel bebas (independent
variable) dan satu variabel tidak bebas (de-
pendent variable), yaitu :
1. Variabel bebas (independent variable) X
1

yaitu Peran dan X
2
yaitu Kemampuan.
2. Variabel tidak bebas (dependent variable)
3. HIPOTESIS
Hipotesis merupakan jawaban atau
dugaan sementara dari masalah yang
diteliti. Hipotesis dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 23
Y, yaitu Kinerja Pengawasan.
3. OperasionalisasiVariabel
Operasional variabel penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Peran
Peran yaitu melakukan tugas dalam
suatu tim pengawas mandiri yang
merupakan kerja bersama, tetapi tang-
gung jawab hasil pelaksanaan tugas
dan wewenang pelaksanaan tugas tetap
melekat pada masing-masing pejabat
fungsional auditor baik diperankan se-
bagai anggota tim, ketua tim, dan pe-
ngendali teknis. Sedangkan salah satu
persyaratan Auditor dalam menjalan-
kan perannya harus memiliki sertifikasi
tanda lulus peran untuk anggota tim,
ketua tim, dan pengendali teknis, den-
gan dimensi 1. Pendidikan, 2. Penun-
jukan Peran Tim, 3. Anggota Tim tetap/
tidak tetap, 4. Tanggung Jawab Tim.
2. Kemampuan
Kemampuan (Ability) adalah meru-
juk ke suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam
suatu pekerjaan. Kemampuan-kemam-
puan keseluruhan dari seorang indivi-
du pada hakekatnya tersusun dari dua
perangkat faktor : kemampuan intelek-
tual (kemampuan yang diperlukan un-
tuk menjalankan kegiatan mental) dan
kemampuan fisik (kemampuan yang
diperlukan untuk melakukan tugas-tu-
gas yang menurut stamina, kecekatan,
kekuatan dan keterampilan serupa)
dengan dimensi 1. Keahlian, 2. Pro-
gram Diklat, 3. Sertifikasi Auditor.
3. Kinerja Pengawasan
Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh
seseorang/sekelompok orang yang
menurut ukuran tertentu, dalam kurun
waktu tertentu untuk pekerjaan yang
bersangkutan. Pada dasarnya dalam se-
tiap organisasi dikenal ada tiga macam
kinerja yaitu kinerja organisasi, kinerja
proses, dan kinerja pegawai.
Pengawasan/Auditing (pemeriksaan)
yaitu esensi pengawasan membanding-
kan antara pelaksanaan dengan tujuan/
rencana sesuai kriteria/ketentuan per-
undang-undangan yang berlaku.
Hasil kerja dari suatu proses pemerik-
saan yang dilakukan oleh Auditor. Yang
berupa LHP (Laporan Hasil Pemerik-
saan) dengan dimensi 1. Kualitas ki-
nerja Pengawasan, 2. Penilaian aspek
finansial, 3. Penilaian aspek teknis.
4. PopulasidanSampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
Auditor pada Inspektorat Jenderal Ke-
menterian PU dengan jumlah populasi
sebanyak 87 orang, Sampel yang diambil
dari penelitian ini sebanyak 50 orang un-
tuk tingkat kesalahan 5% dari jumlah po-
pulasi sebanyak 87 orang, hal ini didasar-
kan atas tabel Krejcie (Sugiono, 2002 : 65).
Perhitungan ukuran sampel didasarkan
atas kesalahan 5%.
5. TeknikPengumpulanData
Jenis data dalam penelitian ini melipu-
ti data primer dan sekunder. Teknik yang
digunakan berupa angket. Analisa angket
dilakukan dengan memberikan nilai dari
hasil angket berasarkan ranking atau Ska-
la Likert dengan bobot nilai. (Sugiyono,
2004:86) Untuk keperluan analisis maka
jawaban itu dapat diberi skor :
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 24
a. Jawaban Sangat Setuju (SS)
dengan skor 5
b. Jawaban Setuju (S) dengan
skor 4
c. Jawaban Ragu-ragu (RR)
dengan skor 3
d. Jawaban Tidak Setuju (TS)
dengan skor 2
e. Jawaban Sangat Tidak Setu-
ju (STS) dengan skor 1
6. RancanganUjiHipotesis
danAnalisisData
Dalam menganalisis penga-
ruh Peran dan Kemampuan
Auditor terhadap Kinerja Pe-
ngawasan pada Inspektorat Jen-
deral Kementerian PU, metode
analisis data yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis : a)
Pengaruh Peran Auditor ter-
hadap Kinerja Pengawasan
dan, b) Pengaruh Kemam-
puan Auditor terhadap Kiner
ja Pengawasan yaitu dengan
menggunakan analisis kuan-
titatif dengan alat uji yang
digunakan adalah analisis
regresi linier sederhana.
2. Untuk menganalisis penga-
ruh Peran dan Kemampuan
Auditor secara bersama-
sama terhadap Kinerja Pe-
ngawasan yaitu dengan
menggunakan analisis kuan-
titatif dengan alat uji yang
digunakan adalah analisis
regresi linier berganda.
HASILANALISIS
PengujianDeskriptif
Bagian ini disajikan deskripsi data yang ber-
hubungan dengan variabel-variabel yang diteliti yai-
tu dua variabel bebas yaitu Peran Auditor (X
1
) dan
Kemampuan Auditor (X
2
) dan satu variabel terikat
yaitu Kinerja Pengawasan (Y) Ketiga variabel tersebut
disusun dalam bentuk skor rata-rata (M), simpangan
baku (SD) modus (MD) dan median (Me), distribusi
frekuensi, dan histogram sebagai berikut :
a.VariabelPeranAuditor(X
1
)
Data mengenai Peran Auditor berdasarkan hasil
perhitungan statistik deskriptif diperoleh skor rata-
rata (M) sebesar 39,16; Simpangan Baku (SD) sebesar
3,113; Median (Me) sebesar 39,00; Mode (Mo) sebesar
38; Nilai Minimum sebesar 29 dan Nilai Maksimum
45.
DeskriptifStatistikPeranAuditor
Rat a-
rata
Simpangan
Baku
Median Mode Nilai
Minimum
Nilai
Maksimum
39,16 3,113 39,00 38 29 45
Untuk gambaran frekuensi hasil data penelitian
variabel Peran Auditor (X1), dapat disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut :
DistribusiFrekuensiPeranAuditor
No Skor Frekuensi Prosentase %
1 29 - 31 1 2,00
2 32 - 34 1 2,00
3 35 - 37 11 22,00
4 38 - 40 19 38,00
5 41 - 43 15 30,00
6 44 - 46 3 6,00
Jumlah 50 100
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 25
Untuk memperjelas distribusi data variabel Peran Auditor (X
1
) tersebut, dapat dilihat
dari Histogram sebagai berikut :
Histogram Distribusi Frekuensi Variabel Peran Auditor (X
1
)
b. VariabelKemampuanAuditor(X
2
)
Data mengenai Kemampuan Auditor berdasarkan hasil perhitungan statistik deskrip-
tif diperoleh skor rata-rata (M) sebesar 39,34; Simpangan Baku (SD) sebesar 3,205; Me-
dian (Me) sebesar 39,50; Mode (Mo) sebesar 41; Nilai Minimum sebesar 29 dan Nilai
Maksimum 45.
DeskriptifStatistikKemampuanAuditor
Rat a-
rata
Simpangan
Baku
Median Mode Nilai
Minimum
Nilai
Maksimum
39,34 3,205 39,50 41 29 75
No Skor Frekuensi Prosentase %
1 29 - 31 1 2,00
2 32 - 34 2 4,00
3 35 - 37 10 20,00
4 38 - 40 17 34,00
5 41 - 43 16 32,00
6 44 - 46 4 8,00
Jumlah 50 100
Untuk gambaran frekuensi hasil data penelitian variabel Kemampuan Auditor (X
2
),
dapat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut :
DistribusiFrekuensiKemampuanAuditor
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 26
Untuk memperjelas distribusi data variabel Kemampuan Auditor (X
2
) tersebut, dapat
dilihat dari Histogram sebagai berikut :
Histogram Distribusi Frekuensi Variabel Kemampuan Auditor (X
2
)
c. VariabelKinerjaPengawasan(Y)
Data mengenai Kinerja Pengawasan berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif
diperoleh skor rata-rata (M) sebesar 40,54; Simpangan Baku (SD) sebesar 3,196; Median
(Me) sebesar 40,00; Mode (Mo) sebesar 40; Nilai Minimum sebesar 30 dan Nilai Maksi-
mum 47.
DeskriptifStatistikKinerjaPengawasan
Rat a-
rata
Simpangan
Baku
Median Mode Nilai
Minimum
Nilai
Maksimum
40,54 3,196 40,00 40 30 47
Untuk gambaran frekuensi hasil data penelitian variabel Kinerja Pengawasan (Y),
dapat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut :
DistribusiFrekuensiKinerjaPengawasan
No Skor Frekuensi Prosentase %
1 30 - 32 1 2,00
2 33 - 35 2 4,00
3 36 - 38 10 20,00
4 39 - 41 16 32,00
5 42 - 44 17 34,00
6 45 - 47 4 8,00
Jumlah 50 100
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 27
Untuk memperjelas distribusi data variabel Kinerja
Pengawasan (Y) tersebut, dapat dilihat dari Histogram :
2. Saran-saran

Berdasarkan penelitian ini,
disarankan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pene-
litian, pengaruh Peran
Auditor terhadap Kinerja
Pengawasan pada Inspek-
torat Jenderal Kementeri-
an Pekerjaan Umum baru
sebesar 40,4 %. Maka
beberapa langkah yang
dapat dilakukan seperti
memfungsikan pegawai
lebih baik lagi, mening-
katkan kemampuan pega-
wai dalam masing-masing
bidang pekerjaan, serta
penempatan pegawai se-
suai keahliannya.
2. Peningkatan Kemampuan
Auditor perlu diperhati-
kan dengan cara mem-
berikan berbagai pendi-
dikan dan pelatihan bagi
pegawai.
3. Pada Inspektorat Jende-
ral Kementerian Peker-
jaan Umum perlu pene-
litian lebih lanjut agar
diketahui faktor lain yang
mempengaruhi Kinerja
Pengawasan selain faktor
Peran dan Kemampuan
Auditor.
DAFTARPUSTAKA
Agus Dharma, 1992, Manaje-
men Perilaku Organisasi : Pen-
Histogram Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Pengawasan (Y)

1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan seba-
gai berikut :
1. Peran Auditor berpengaruh terhadap Kinerja Penga-
wasan pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pe-
kerjaan Umum. Semakin baik Peran Auditor, maka
akan semakin meningkat pula Kinerja Pengawasan
pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan
Umum.
2. Kemampuan Auditor berpengaruh terhadap Kinerja
Pengawasan pada Inspektorat Jenderal Kementerian
Pekerjaan Umum. Semakin baik Kemampuan Au-
ditor, maka akan semakin meningkat pula Kinerja
Pengawasan pada Inspektorat Jenderal Kementerian
Pekerjaan Umum.
3. Peran dan Kemampuan Auditor berpengaruh terha-
dap Kinerja Pengawasan pada Inspektorat Jenderal
Kementerian Pekerjaan Umum. Semakin baik Per-
an dan Kemampuan Auditor secara bersama-sama,
maka akan semakin meningkat pula Kinerja Penga-
wasan pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pe-
kerjaan Umum.
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 28
dayagunaan Sumberdaya Manusia, Jakarta;
Erlangga
Agus Maulana, 1985, Sistem Pengendalian
Manajemen, Jakarta; Binarupa Aksara
Arbono Lasmahadi, 2002, Kompetensi dan
Model-model Kompetensi, Jakarta; FE-UI
Arikunto Suharsimi, 1998, Prosedur peneli-
tian Suatu pendekatan Praktek, Jakarta; PT.
Rineka Cipta
Buchori Zainun, 1991, Administrasi dan
Manajemen, Jakarta; Balai Aksara
Dharma Setyawan Salam, 2002, Manaje-
men Pemerintahan Indonesia, Jakarta; Djam-
batan
Hadari Nawawi, 2001, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Yogyakarta; UGM Univer-
sity Press
Irawan Soejito, 1976, Manajemen, Jakarta;
Bina Aksara
Jayagopan Ramasamy, 2004, Model Kom-
petensi Wajarkah Sektor Awam Meniru Sektor
Swasta, KPP (S) S2
Junaidi Soewartojo, 1995, Korupsi Pola Ke-
giatan dan Penindakannya serta Peran Penga-
wasan dalam penanggulangannya
Komarudin, 1994, Ensiklopedia Manajemen
Edisi II, Jakarta; Bumi Aksara
Mangkunegara, A., A., Anwar Prabu, 2004,
Manajemen Sumber Daya Manusia Perusa-
haan, Bandung; Remaja Rosdakarya
R. Achmad Rustandi, 1985, Pendekatan
Bakat Situasional, Bandung; Armico
Sedarmayanti, 1995, Sumber Daya Manusia
dan Produktivitas Kerja, Bandung; Ilham
Jaya
Sedarmayanti, 2001, Sumber Daya Manusia
dan Produktivitas Kerja, Bandung; Mandar
Maju
Sedarmayanti, 2004, Pengembangan Kepri-
badian Pegawai, Bandung; Mandar Maju
Siagian, Sondang P., 1994, Organisasi, Ke-
mampuan Aparatur dan Perilaku Administrasi,
Jakarta; Gunung Agung
Siagian, Sondang P., 2004, Sumber Daya
Manusia Cetakan Pertama, Jakarta; Bumi
Aksara
Silalahi, Uber, 2002, Pemahaman Praktis
Azas-azas Manajemen, Bandung; Mandar
Maju
Sudarmanto, 2009, Kinerja dan Pengemban-
gan Kompetensi SDM, Yogyakarta; Pustaka
Pelajar
Sugiono, 2003, Metode Penelitian Adminis-
trasi, Bandung; alfabeta
Suyadi Prawirosentono, 2000, Kebijakan
Kinerja Karyawan Edisi I, Yogyakarta;
BPFE
Terry, George, R., 1986, Azas-azas Manaje-
men, Jakarta; Bumi Aksara
Terry, George, R., 2003, Prinsip-Prinsip
Manajemen, Jakarta; Bumi Aksara
Dokumen:
Keputusan Menteri Penertiban Aparatur
Negara No. 19/1996
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian
Negara no. 46.A Tahun 2003
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.
01/Permen/2009 tanggal 15 Juni 2009
*) Staf Bagian Umum Inspektorat Jenderal
Kementerian Pekerjaan Umum
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 29
PRF0RMANC AUDI7
70 WHICH SC70R I7 W0RkS S7 F0R!

Herniasari
AS7RAC7
Firstly, the term of audit is popular in private sector. Nevertheless, public sector then
develops the implementation of audit with wider approaches. One of the approaches
is performance audit. Performance audit is a type of audit that stresses on the
efficiency and effectiveness, or value-for-money aspects of public activities.
Considering its focuses, performance audit is subject to be discussed to which
sector that it actually works best for. Does it really work better in public sector?. Does
it work in private sector?. How about performance audit in corporatized public
sector?. Those questions are answered based on some references that are elaborated
qualitatively. After comparing the public and private sectors, and then discussing
whether performance audit is applicable for private sector, it can be concluded that
performance audit is indeed more applicable for public sector. However, private
sector still also needs performance measurement. Some alternatives could be used
to measure the performance of private sectors such as the Balanced Scorecard, the
EVA, and cost-benefit analysis. In regard with the corporatized public sector, the
performance measures that are used in private sector are also likely to be effective
for state-owned enterprises. In brief, performance audit would work for all sectors,
but the higher complexity and the significant advantages of the implementation still
belong to public sector.
Keywords : performance audit, public sector and private sector
Introduction
Auditing is implemented both in pub-
lic and private sector. Audit is believed to
be a media to validate how an entity runs
its business or activities. The term of au-
dit itself is generally defined as a hear-
ing, an audience; esp. a judicial hearing of
complaints, a judicial examination (Ox-
ford Dictionary). Another definition cited
in Oxford dictionary mentions that audit
is official examination of accounts with
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 30
verification by reference to witnesses and
vouchers and a statement of account; a
balance-sheet as prepared for the auditor.
From the last definition, it is obvious that
audit is more about financial accounting
issues, which is mostly applied by private
sector, that deal with activities of assessing
how much the resource of an entity espe-
cially money is spent to generate profit.
Later, public sector adopts the term of audit
which is specifically named as performance
audit. Performance audit as a control tool
in public sector is actually a subsequence
of New Public Management (NPM) imple-
mentation that has been introduced since
early 1990s. Guthrie (1999) mentions that
the NPM has entailed a shift in public ad-
ministration from the allocation of public
resources with a view to equity and social
justice to the pursuit of greater efficiency in
the management of public sector resources
and activities. In addition, Brignall (2000)
also states that during the 1990s, in what
has become known as the new public sec-
tor, many services in advanced economies,
such as those of the U.K. and Scandinavia,
have come under pressure to become more
efficient and effective, so as to reduce their
demands on taxpayers, while maintaining
the volume and quality of services supplied
to the public. Hence, the performance au-
dit comes with the definition as a form of
audit that is focused on the efficiency and
effectiveness, or value-for-money aspects
of public activities (Pollitt, 1999).
Along with its implementation, perfor-
mance audit is gradually proven as a quite
good public sector tool though there are
still some controversy on its practice and
real benefit (Pollitt, 1999). Even now there
is a question whether it is necessary for
private sector to implement the same type
of audit. Though firstly the audit practice
is run by private sector, the audit done by
private sector and public sector is just dif-
ferent. What should be noted here is that
the term of private sector audit refers to
financial audit. Apparently, it might be
stated that performance audit is more rele-
vant and advantageous to be implemented
in public sector. Furthermore, this article
will discuss the differences between the two
kinds of sectors then followed by the dis-
cussion whether performance audit is ap-
plicable for private sector. The other issues
that are going to be discussed are about
the alternative process to ensure perfor-
mance in private sector organization and
whether such process likely to be effective
if it is implemented in corporatized public
sector. The discussion in this article will be
based on references research that is elabo-
rated qualitatively.
ComparingPublicandPrivateSectorto
DecidetheRelevancewithPerformance
Audit
Performance audit is implemented dif-
ferently in different jurisdiction. In West
Australia, audit performance is indicated
as part of annual compliance or financial
audits. In Queensland, audit office as yet
no capacity to undertake performance au-
dits. The Commonwealth devotes about
half of its auditing budget to performance
audits, in NSW the share is about 15 per
cent (Harris, 2010). Apart from the diffe-
rences of its implementation from one state
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 31
with the other states or from one country
with the other countries, there is a ques-
tion whether performance audit is also ap-
plicable in private sector.
Before stating that performance audit
is more effective for public sector than
for private sector, it is better to firstly ex-
plore to list the essential differences exist
between the two sectors. There are at least
four major differences: the core objective
of each sector, scope of activities, cost and
complexity, involved stakeholders, and
management or specifically managers
condition. The differences then will be ta-
ken into account of consideration whether
performance audit is applicable for private
sector.
CoreObjectiveofPublicandPrivate
Sector
Core objective of public sector is defi-
nitely to use economical input (public re-
source) to reach the effective output by
running the efficient process (Barzelay,
1996) so that the outcome can be achieved
(Rosalky, 2010). Government activities
here may include the policy design, policy
implementation, and even governmental
administrative works. In addition, Thiel
et al (2002) notes that the objective of go-
vernment activities, that is coming along
with the new public management concept,
is to cut budget and to improve the effi-
ciency and effectiveness of government
bureaucracy. This is surely relevant with
the concept of performance audit where
it stresses on the three major concerns
to reach the outcome as the organization
goal: economical, efficient, and effective.
Performance audit would make sure that
the government activities are done based
on those three concepts with the perfor-
mance indicators as set by the government
itself. Differently, private sectors activities
are aiming to maximize the profit (Woods,
2010). Profit here means how much money
the corporate could earn in a particular fi-
nancial year. It is easier to assess since the
para-meter whether the business is suc-
cessful or not is clear and focus on certain
amount of money with certain formula
to calculate the liquidity and solvability
such as the formula of Return of Invest-
ment (Hoggett, 2009). Apparently, it can
be stated that the private sector goal is to
generate highest profit with the company
sustainability framework to maximise and
maintain of personal/shareholders wealth
while public sector goal is improving in
community wellbeing (Woods, 2010).
ScopeofGovernance
Comparing the scope of governance
in public and private sector can clearly be
seen from activities of both sectors. Public
sector activities are much wider than what
private sector has (Woods, 2010). Sub-
sequently, the public sector activities are
more complicated and demanding, espe-
cially during the process of achieving the
goal. Besides, public sector is also more
sensitive to political issue. The activities,
such as policy design and implementation,
involve many political interests from many
stakeholders (Allison, 1986), including pri-
vate sectors. Government cannot just con-
sider the interest of one stake, but should
balance at least the involved stakeholders
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 32
in particular policy. While in private sec-
tor the focus is only on the organization
governance itself, even it might be said
as owner focus (Woods, 2010). It is also
mentioned that private sector governance
is predominantly internalize governance
while in the public sector there is com-
plex external governance (Woods, 2010).
Indeed, good governance in government
organization is much more complex com-
pared with private sector.
CostandComplexity
The audit process itself is costly. Con-
sidering this issue, the complexity of the
go-vernance scope would actually reflect
how much the audit cost is. Hence, au-
ditors fee should be taken into account.
The profession as an auditor is a skilful
profession with some certain training, de-
gree, and certification requirement. Subse-
quently, the more complex the governance
scope is, the more cost should be paid since
there are more auditors needed in term of
quality as well as quantity. For public sec-
tor, there is a specific agency that does the
audit task such as ANAO in Australia (Aus-
tralian National Audit Office) that is also a
government agency (Guthrie et al, 1999),
while private sector should use the reliable
accounting firm to get the audit service for
the sake of financial performance verifica-
tion. So, if the private sector applies per-
formance audit like what is implemented
in public sector, it will need to allocate
more budget for the audit itself since per-
formance audit would involve more num-
ber of auditors with more advance skill. In
contrast, it would against the private sector
concept that less or more mentions adopt
the economic framework where the maxi-
mum profit could be generated from the
minimum resource.
InvolvedStakeholders
Huge number of stakeholders in public
sector is one of the reasons why perfor-
mance audit is more applicable for this sec-
tor. So public sector has many stakes that it
has to be accountable for. Rosalky (2010)
explains that public value focuses on in-
dividual and collective value gained by
citizens from interaction with government
while private value is usually seen as inter-
nalised to shareholders and consumers. It
is then obvious that the public sector dedi-
cates its work by considering many inter-
est brought by the multiple stakeholders,
especially when the program is run based
on whole of government concept where it
is not only one government agency involve
but also many other agencies including
NGOs and community groups. In con-
trast, private sector mainly involves limited
stakeholders such as shareholders and con-
sumers. The value that should be fulfilled
for shareholders is their equity in market
enterprise, while for consumers could be
in form of good price (Rosalky, 2010) and
good quality of product or service.
Risk
Risk consideration is also needed to
take into account. The failure in running
the business in private sector may cause
the lost and the most fatal one is ended
up with bankruptcy (Woods, 2010). Finan-
cial parameter is the way on how to know
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 33
whether the company is suffered from lost
or is about to bankrupt. The ratio analysis
that covers entitys profitability, liquidity,
and financial stability are calculated based
on the financial statement of current and
previous years (Hoggett, 2009). In public
sector, accounting calculation will not be
enough to assess the success or failure of
the policy or program since the account-
ability is tightly related to sovereign pow-
er of taxation and stewardship of public
funds (Woods, 2010). The fatal risk is not
the government bankruptcy, but it is more
about the failure to fulfil the public needs
which can defect the public trust toward
their government.
ManagementinPublicandPrivate
Sector
Allison (1986) differentiates the public
and private sector management, to some
extents represented by managers, from
the point of time perspective, duration,
measuring of performance, personal con-
straints, equity and efficiency, public versus
private process, role of press and media,
persuasion and direction, legislative and
judicial impact, and the bottom line. How-
ever there are only some of them that have
crucial view to prove the public sector is
more in need for performance audit. From
the time perspective, Allison (1986) states
that government managers tends to have
relatively shorter time horizons dictated by
political necessities and the political calen-
dar, while private managers appear to take
a longer time perspective oriented toward
market developments, technological inno-
vation and investment, and organization
building. Based on this difference, it can
be concluded that the managers in public
sector does not really have enough time
to have consideration when they have to
make a decision. So they have less time to
control the organization process. Subse-
quently, performance audit is expected to
be a tool to run the control function in the
governmental organization. Allison (1986)
also adds that the length of service of
politically appointed top government ma-
nagers is relatively short while managers
in private sector have a longer tenure both
in the same position and in the same en-
terprise. Even it is quite often to see that
the top managers in the private sector are
the owner and the family of the company
itself, so they may manage the company
for whole of their life. This surely would
affect the performance of the managers.
The private sector managers get used to
run the business since they already involve
in the business for long time, but for ma-
nagers in public sector it is far more possi-
ble to do some errors in handling the ma-
nagement since they perhaps do not have
enough background on what they are do-
ing since they just stay in the particular po-
sition for a short time. So again, therefore,
the performance audit is more needed in
the public sector to control the govern-
ment management to make sure that the
programs are run properly. For measure-
ment of performance, Allison (1986) em-
phasizes that the standard of performance
measurement in public sector is not as
clear as what private sector has. It is also
mentioned that financial return, mar-
ket share, performance measure for exe-
cutive compensation are well established
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 34
and often made explicit for a particular
managerial position during a specific pe-
riod ahead (Allison, 1986). The standards
that are set in private sector mostly can be
accommodated by the financial audit, so
performance audit is not urgently needed
for this sector. Another issue is about the
public process where the governmental
management tends to be exposed to public
scrutiny (Allison, 1986). This makes sense
since public consider that the government
use their money (in form of tax), so they
consider that they have right to get the
transparency on how the government use
the resource that public have contributed.
In contrast, private sector management is
more private and even its process is kept as
confidential issue (Allison, 1986). Private
sector is also less exposed to public review
except its financial statement if it is listed
in the stock market. Overall, the compari-
son of management in public and private
sector mostly shows that the performance
audit is more crucial to be implemented in
public sector instead of in private sector.
After listing the differences between
public and private sector then it can be stat-
ed that the public sector has major points
where performance audit is more effective
to be implemented rather than only finan-
cial audit. Nevertheless, stating that private
sector does not need performance audit at
all is also not totally right. To some extents,
performance audit is much more relevant
for public sector indeed, while for some
other reasons it is also needed to be imple-
mented in private sector. In this case, there
is a lesson to learn from the reliance only
on financial reports. Based on the experi-
ence of Enron collapse in 2001 (Houghton,
2002), where there was a manipulation in
the verified financial statement. It was An-
dersen acted as the accounting firm that
provided audit and related services for En-
ron. Subsequently, Andersen was then also
closed due to its failure to do the proper
audit to Enron. This case shows that finan-
cial audit is sometimes not enough to be
relied on and possible to be manipulated.
Besides, there were some other issues as
the cause of the Enron collapse such as in-
ternal conflict and minim control from the
SEC (Securities and Exchange Commis-
sion) (Hamilton, 2003). Therefore, it is also
necessary for private sector to measure its
performance. However the measurement
dimension is going to be bit different with
what is run in public sector.
HowPrivateSectorEnsureIts
Performance
Private sector does not mention per-
formance in term of audit but more about
measurement. Term of audit is indeed only
used for financial issues. For its perfor-
mance measurement, private sector could
use some existing alternative system such
as Balanced Scorecard, Economic Value
Added (EVA), and cost benefit analysis.
Kaplan et al (2001) explains that the Ba-
lanced Scorecard emphasizes the linkage
of measurement to strategy and cause-and-
effect linkages that describe the hypothesis
of the strategy. So the Balance Scorecard
does not only offer the measurement, but
also the strategy as the follow up of the
measurement. It is also stated that the
Balance Scorecard reflects the changing
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 35
nature of technology and competitive ad-
vantage in the latter decades of the 20th
centuries (Kaplan et al, 2001). Apparent-
ly, the Balance Scorecard is suitable for the
companies that want to implement know-
ledge-based strategy that create and deploy
an organizations intangible assets such as
customer relationship, innovative products
and services, etc (Kaplan et al, 2001). The
EVA is actually still related with financial
accounting stuff which is known as resid-
ual income introduced by Stern Steward
& Company (Biddle et al, 1999). EVA is
defined as an accounting-based measure
of periodic (whether annual, quarterly, or
monthly) operating performance (Zim-
merman, 1997)). Another alternative is
cost and benefit analysis. This alternative
is considered as the more general obser-
vation about performance measures (Zim-
merman, 1997)). Private sector manager
could use cost-benefit of performance me-
trics by listing the benefit and cost of the
particular benefit (Zimmerman, 1997)).
Though the three alternatives are already
done by private sector, it should be noted
that those performance measurement sys-
tems are also used in public sector. How-
ever, when it goes to the implementation,
the performance standard that is used in
private and public sector is still different
each other.
PerformanceMeasurementfor
CorporatizedPublicSector
Corporatized public sector here re-
fers to the state-owned enterprises or pub-
lic enterprises. This kind of enterprise has
the similar aim with private sector where
it needs to maximize profit and satisfy the
customers though previously there was a
statement suggested that the public en-
terprises should perform less efficiently
and less profitably than private enterprises
(Boardman et al, 1989). The state enter-
prises are still under the authority of go-
vernment. Therefore, combining private
and public sectors, the performance mea-
surement such as the Balance Scorecard,
EVA, and cost-benefit analysis are believed
to be effective as well for the corporatized
public sector. However, Boardman et al
(1989) emphasizes that it is unreasonable
to use profitability measures as evidence
of allocation efficiency or inefficiency in
context where there are natural monopoly
characteristics or other serious market fail-
ures. So, balancing the two ideas, then the
performance audit is actually applicable to
the state enterprises though it has the aim
of maximizing the profit.
Conclusion
Performance audit which is implement-
ed in public sector is indeed more appli-
cable for that sector. The private sector
that mostly indicates its success or failure
from the profit it earn, can rely more on fi-
nancial audit where the number shows how
maximum the profit is. However, private
sector still also needs performance mea-
surement. Some alternatives could be used
to measure the performance of private sec-
tors such as the Balanced Scorecard, the
EVA, and cost-benefit analysis. Though
this measurement is also used in public
sector, the complexity level must be less
complicated than how public sector imple-
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 36
ments those performance measure meth-
ods. In regard with the corporatized public
sector, the performance measures that are
used in private sector are also likely to be
effective for state-owned enterprises. This
is considering that the state-owned enter-
prise is less or more also profit oriented. In
short, performance audit is indeed more
effective for public sector as well as appli-
cable in private sector.
References
Allison, G 1986, Public and private manage-
ment: are they fundamentally alike in all un-
important aspects, in FS, Lane (ed), Current
Issues in Public Administration, 3rd edn,
St Martin Press, New York, pp.184-200,
Barzelay, Michael, 1996. Performance Audit-
ing and the New Public Management: Chang-
ing Roles and Strategies of Central Audit In-
stitutions (in Performance Auditing and the
Modernisation of Government). ORGANISA-
TION FOR ECONOMIC COOPERATION
AND DEVELOPMENT (OECD 1996)
Biddle, G.C., Bowen, R.M., and Wallace,
J.S., 1999. Evidence on EVA. Journal of Ap-
plied Corporate Finance, Vol. 12, No. 2,
Summer 1999.
Boardman, A.E., and Vining, A.R., 1989.
Ownership and Performance in Competitive
Environments: A Comparison of the Perfor-
mance of Private, Mixed, and State-Owned
Enterprises. Journal of Law & Economics,
Vol. XXXII (April 1989).
Brignall, S. and Modell, S., 2000. An in-
stitutional perspective on performance mea-
surement and management in the new public
sector. Management Accounting Research
2000, 11, 281306
Cuganesan, S. and Lacey, D., 2009. Devel-
opments in Public Sector Performance Measure-
ment: A Project on Developing Return on In-
vestment Metrics for Law Enforcement.
Guthrie, J.E. and Parker, L.E., 1999. A
Quarter of A Century of Performance Audit-
ing in the Australian Federal Public Sector: A
Malleable Masque. ABACUS, Vol. 35, No. 3,
1999.
Hamilton, Steward, 2003. The Enron
Collapse. IMD International, IMD164
03/05/2003.
Harris, Tony. 2010. Audit Assurance. Lec-
ture Note for POGO8057 Managing Gov-
ernment Finances, 2 August, 2010, ANU
Crowford School.
Hoggett, J., Edwards, L., Medlin, J., and
Tilling, M., 2009. Financial Accounting, the
seventh edition. John Wiley & Sons Austra-
lia, Ltd.
Houghton KA, On the Trail of Better Audit-
ing, About the House, Issue 12: pp10-12,
House of Representatives, Canberra, July-
August 2002.
Kaplan, R.S. and Norton, D.P., 2001. Trans-
forming the Balanced Scorecard from Perfor-
mance Measurement to Strategic Management:
Part I. American Accounting Association,
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 37
Accounting Horizon, Vol. 15 No. 1 March
2001 pp. 87 104
Oxford Dictionary online
Pollitt, Christopher, 1999. Performance or
Compliance? Performance Audit and Public
Management in Five Countries. Oxford ; New
York : Oxford University Press.
Rosalky, David. 2010. Public Value. Lecture
Note for POGO8057 Managing Govern-
ment Finances, Winter Session 2010, ANU
Crowford School.
Thiel, S.V., and Leeuw, F.L., 2002. The Per-
formance Paradox in the Public Sector. Pub-
lic Performance and Management Review,
Vol. 25 No. 3, March 2002.
Woods, Mike. 2010. Public Institutions: the
Role of Performance Measurement. Lecture
Note for POGO8057 Managing Govern-
ment Finances, 3 August, 2010 Winter Ses-
sion, ANU Crowford School.
Zimmerman, J.L., 1997. EVA and Divisional
Performance Measurement: Capturing Syner-
gies and Other Issues. Bank of America, Jour-
nal of Applied Corporate Finance, Vol. 10,
No. 2, Summer 1997.
*a course offered by Crawford School of
Government, the Australian National Uni-
versity, Spring Session 2010
**staff of Region III, Inspectorate-General,
Ministry of Public Works,
Republic of Indonesia
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 38
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 39
PLAkSANAAN ANCCARAN APN S1ALAN
PNCL0LAAN kUANCAN NCARA
Mularia CJ Sirait
AS7RAk
Pelaksanaan Anggaran merupakan salah satu tahap dari Siklus Anggaran yang
dimulai dari Perencanaan Anggaran sampai dengan Pertanggungjawaban
Anggaran, merupakan Kegiatan yang berjalan bersamaan dengan pengelolaan
Keuangan Negara. APBN merupakan suatu dokumen yang sangat penting
artinya dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara. Undang-undang
APBN mencerminkan otorisasi yang diberikan DPR kepada Pemerintah untuk
melaksanakan program pembangunan dalam batas-batas anggaran yang
ditetapkan baik untuk estimated revenue maupun appropriation yang dilaksanakan
dalam satu tahun anggaran.
Setiap uang yang keluar dari kas negara harus dapat dipertanggungjawabkan,
oleh karena itu pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas
prinsip-prinsip pembayaran atas beban APBN dengan tidak melanggar larangan
pembebanan belanja negara sesuai aturan yang berlaku serta berpedoman bahwa
uang dari kas negara harus memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu: (i) Harus bisa
dibuktikan keabsahan yang berhak, (ii) harus sudah tersedia dananya dalam DIPA,
(iii) Harus sesuai dengan tujuan alokasi dana yang tercantum pada DIPA.
Pelaksanaan Anggaran APBN sejalan dengan Pengelolaan Keuangan Negara
perlu diketahui setiap pelaksana Anggaran agar dapat mengetahui tatacara
menjalankan dan memanage anggaran dengan baik dengan tetap berjalan dalam
jalur pembebanannya. Semua fungsi diarahkan kepada pemanfaatan sumber daya
sehingga pelaksanaan anggaran dapat secara efisien dan efektif serta perlunya
mempertanggung jawabkannya dengan tetap terpenuhinya aspek administrasi
dengan baik dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Kata Kunci : DIPA, Administrasi, Pendapatan & Belanja
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 40
I. Pendahuluan
Siklus Pengelolaan Keuangan Negara
dimulai dari Perencanaan, Penganggaran,
Pelaksanaan/perbendaharaan, Penatausa-
haan/akuntansi, Pemeriksaan, dan Per-
tanggungjawaban. Pelaksanaan Anggaran
yang merupakan salah satu tahap dari
Siklus Anggaran yang dimulai dari Peren-
canaan Anggaran sampai dengan Pertang-
gungjawaban Anggaran yang merupakan
Kegiatan yang berjalan bersamaan dengan
pengelolaan Keuangan Negara yang harus
dilaksanakan oleh para Pejabat instansi
Kementerian Negara/Lembaga, Penggu-
na Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
maupun instansi di Kementerian Keua-
ngan selaku Bendahara Umum Negara
(BUN)/Kuasa BUN, menurut ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku.
Asas-asas umum pengelolaan keuangan
negara, antara lain: asas universal, asas ke
satuan, asas spesialitas, akuntabilitas ber-
orientasi pada hasil, profesionalitas, pro-
porsionalitas, keterbukaan, dan pemerik-
saan keuangan oleh Badan pemeriksa
yang bebas dan mandiri.
Setiap uang yang keluar dari kas negara
harus dapat dipertanggungjawabkan, oleh
karena itu pelaksanaan anggaran belanja
negara didasarkan atas prinsip-prinsip
pembayaran atas beban APBN serta tidak
melanggar larangan pembebanan belanja
negara sesuai aturan yang berlaku serta
berpedoman bahwa uang dari kas negara
harus memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu: (i)
Harus bisa dibuktikan keabsahan yang
berhak, (ii) harus sudah tersedia dananya
dalam DIPA, (iii) Harus sesuai dengan
tujuan alokasi dana yang tercantum pada
DIPA.
LandasanHukum:
Pengelolaan Keuangan mengacu pada
Undang-Undang Bidang Keuangan Neg-
ara, yaitu: UU No. 17/2003 tentang Keua-
ngan Negara, UU No. 1/2004 tentang Per-
bendaharaan Negara dan UU No. 15/2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara. Selan-
jutnya diikuti dengan berbagai peraturan
Pemerintah maupun Peraturan/Keputusan
Menteri Keuangan maupun Peraturan/
Keputusan Direktur Jenderal Perbenda-
haaan, yang antara lain terdiri dari:
1. PP No. 20/2004 tentang Penyusunan
Rencana Kerja
2. PP No. 21/2004 tentang Penyusunan
RKA-KL
3. PP No. 23/2005 tentang Badan layanan
umum
4. PP No. 24/2005 tentang Standar Akun-
tansi Pemerintah
5. Kepres No. 42/2005 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapan dan
Belanja Negara, sebagaiman telah di-
ubah dengan Keppres 72/2004.
6. Keppres 80/2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan barang dan
jasa Pemerintah, sebagaimana telah di-
ubah dengan Perpres 54/2010.
7. Peraturan Menteri Keuangan No. 134/
PMK.06/2005 tentang Pedoman Pem-
bayaran dan Pelaksanaan APBN.
8. Peraturan Menteri Keuangan No. 91/
PMK.05/2007 tentang Bagan Akun
Standar dan Peraturan Ditjen Perben-
daharaan No. Pe-08/PB/2009 tentang
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 41
Penambahan dan Perubahan Bagan
Akun Standar.
9. Peraturan Ditjen Perbendaharaan
tentang Pedoman Penggunaan Akun
Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja
Barang, dan Belanja Modal sesuai de-
ngan Bagan Akun Standar.
10. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.
Per-66/PB/2005 tentang Mekanisme
Pelaksanaan dan Pembayaran atas Be-
ban APBN dan Perubahannya Perdirjen
No. per-11/PB/2011
II.TujuanPenelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meng-
ingatkan agar para pelaksana anggaran
APBN dapat:
1. Mengetahui pelaksanaan anggaran
bahwa sudah sejalan dengan Pengelo-
laan Keuangan Negara.
2. Mengetahui tatacara menjalankan dan
memanage anggaran dengan baik de-
ngan tetap berjalan dalam jalur pem-
bebanannya.
3. Melaksanakan anggaran secara efisien
dan efektif dengan mengarahkan
semua fungsi kepada pemanfaatan
sumber daya.
4. Mempertanggung jawabkannya dengan
tetap terpenuhinya aspek administrasi
dengan baik dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
III. PembagianKewenangan
Hal yang sangat mendasar dalam
Pelaksanaan Anggaran dengan diberlaku-
kan UU Bidang Keuangan Negara adalah
dalam hal pemisahan kewenangan yaitu
Kewenangan Administratif (ordonatur)
yang berada pada Menteri/Pimpinan lem-
baga dan Kewenangan Perbendaharaan
(comtable) yang berada Menteri Keuangan.
a. KewenanganAdministratif, meliputi:
(i) Melakukan perikatan dan tindakan
tindakan lainnya yang mengaki-
batkan terjadinya penerimaan dan
pengeluaran negara,
(ii) Melakukan pengujian dan pembe-
banan tagihan yang diajukan ke-
pada kementerian negara/lembaga
sehubungan dengan realisasi per-
ikatan tersebut,
(iii) Memerintahkan pembayaran atau
menagih penerimaan yang timbul
sebagai Pelaksanaan Anggaran.
b. KewenanganPerbendaharaan
Menteri Keuangan (selaku BUN) dan
pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai
BUN bukanlah sekedar kasir yang ha-
nya berwenang melaksanakan peneri-
maan dan pengeluaran negara tanpa
berhak menilai kebenaran penerimaan
dan pengeluaran tersebut, tetapi me-
ngelola keuangan dalam arti seutuhnya,
yaitu berfungsi sebagai Kasir, Penga-
was Keuangan dan Manajer Keuangan
(fungsi pengawasan hanya terbatas re-
chmategheid dan Wetmatigheid dan hanya
dilakukan pada saat terjadinya berbeda
dengan pre audit atau post audit yang di-
lakukan aparat pengawas kementerian)
Menteri Keuangan sebagai pembantu
Presiden dalam bidang keuangan pada
hakekatnya adalah Chief Finantial Officer
(CFO) Pemerintah Republik Indonesia.
Sementara setiap Menteri/pimpinan
lembaga pada hakekatnya adalah Chief
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 42
Operasional Officer (COO) untuk suatu
Bidang tertentu Pemerintah. Sesuai
dengan Prinsip tersebut Kementerian
Keuangan berwenang dan bertanggung
jawab atas pengelolaan asset dan Kewa-
jiban Negara secara Nasional. Semen-
tara Kementerian Negara/Lembaga
berwenang dan bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pemerintah sesuai
dengan bidang tugas dan fungsi ma-
sing-masing.
UU No. 1/2004 tentang Perbendaha-
raan Negara (Pasal 4), Menteri/Pimpinan
Lembaga selaku Pengguna Anggaran/
Pengguna Barang Kementerian/Lembaga
yang dipimpinnya berwenang:
1. Menyusun Dokumen Pelaksanaan Ang-
garan;
2. Menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/
Pengguna Barang;
3. Menetapkan Pejabat yang bertugas
melakukan pemungutan penerimaan
negara;
4. Menetapkan petugas yang melakukan
pengelolaan utang dan piutang;
5. Melakukan tindakan yang mengakibat-
kan pengeluaran anggaran belanja;
6. Menetapkan pejabat yang bertugas
melakukan pebngujian dan perintah
pembayaran;
7. Menggunakan Barang Milik Negara
(BMN);
8. Menetapkan pejabat yang bertugas
melakukan pengelolaan BMN;
9. Mengawasi Pelaksanaan Anggaran;
10. Penyusunan dan Penyampaian Laporan
Keuangan.
UU No. 1/ 2004 tentang Perbendaha-
raan Negara (Pasal 7), Menteri Keuangan
selaku BUN berwenang:
1. Menetapkan kebijakan dan pedoman
pelaksanaan anggaran negara;
2. Mengesahkan dokumen pelaksanaan
anggaran;
3. Melakukan pengendalian pelaksanaan
anggaran;
4. Menetapkan sistem penerimaan dan
pengeluaran kas negara;
5. Menunjuk Bank dan/atau lembaga
keuangan lainnya dalam rangka pelak-
sanaan penerimaan dan pengeluaran
anggaran negara;
6. Mengusahakan dan mengatur dana
yang diperlukan dalam pelaksanaan
anggaran negara;
7. Menyimpan uang negara;
8. Menempatkan uang negara dan me-
ngelola/menatausahakan investasi;
9. Melakukan pembayaran berdasarkan
permintaan pejabat pengguna ang-
garan atas beban rekening kas umum
negara;
10. Melakukan pinjaman dan memberikan
jaminan atas nama pemerintah;
11. Memberikan pinjaman atas nama
Pemerintah;
12. Melakukan pengelolaan utang dan piu-
tang negara;
13. Mengajukan rancangan peraturan
pemerintah tentang Standar Akuntansi
Pemerintah;
14. Melakukan Penagihan Piutang Negara;
15. Menetapkan Sistem Akuntansi dan Pe-
laporan Keuangan Negara;
16. Menyajikan informasi Keuangan Nega-
ra;
17. Menetapkan kebijakan & pedoman
pengelolaan serta penghapusan barang
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 43
milik negara;
18. Menentukan nilai tukar mata uang
asing terhadap rupiah dalam rangka
pembayaran pajak;
19. Menunjuk pejabat Kuasa Bendahara
Umum Negara.
IV. ApaituDIPA(DokumenIsian
PelaksanaanAnggaran)
DIPA adalah dokumen pelaksanaan
anggaran yang dibuat oleh Menteri/pim-
pinan lembaga serta disahkan oleh Dir-
jen Perbendaharaan atas nama Menteri
Keuangan dan berfungsi sebagai dasar
untuk melakukan tindakan yang mengaki-
batkan pengeluaran negara dan pencairan
dana atas beban APBN serta dokumen
pendukung kegiatan akuntansi pemerin-
tah.
Jenis DIPA terbagi atas:
1. DIPA Kementerian Negara/Lembaga,
dikategorikan menjadi :
- DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat
- DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah
- DIPA Dana Dekonsentrasi
- DIPA Tugas Perbantuan
- DIPA Urusan Bersama
2.DIPA Anggaran Pembiayaan dan Perhi-
tungan (DIPA APP), terdiri dari:
- DIPA Belanja Pemerintah Pusat
- DIPA Belanja Daerah
- DIPA Pembiayaan
- DIPA Khusus
V. PendapatanNegara
Pendapatan Negara adalah:
1. Hak Pemerintah Pusat yang diakui
se-bagai nilai Kekayaan Bersih untuk
membiayai berbagai belanja/penge-
luaran negara yang berkaitan dengan
kegiatan penyelenggaraan pemerintah
(Pasal 1 angka 13, UU No. 17/2003).
2. Uang yang masuk ke Kas Negara atau
dengan kata lain semua penerimaan
Kas negara/kas umum negara dari ber-
bagai sumber yang sah, yang menam-
bah equitas dana dalam periode satu
tahun anggaran bersangkutan yang
menjadi hak pemerintah pusat (Pasal 1
angka 9, UU No. 17/2003).
3. Meliputi Penerimaan Pajak, Peneri-
maan yang diperoleh dari hasil pen-
jualan barang dan jasa yang dimiliki
dan dihasilkan oleh pemerintah, pin-
jaman pemerintah, mencetak uang dan
sebagainya (Suparmoko, 1997).
4. Dalam sistem APBN, mempunyai 2
fungsi yaitu, fungsi Anggaran (Bugeter)
atau untuk membiayai pengeluaran
pengeluarannya dan fungsi mengatur
(Reguler) atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
5. Semua penerimaaan yang berasal dari
penerimaan perpajakan, penerimaan
negara bukan pajak (PNBP) dan peneri-
maan Hibah dari dalam negeri dan luar
negeri selama tahun anggar-an yang
bersangkutan yang dilakukan melalui
rekening kas negara pada bank sentral
dan atau lembaga keuangan lainnya
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
(Keppres 42/2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan APBN sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden
No. 72/2004 pasal 2 ayat (1) huruf a.
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 44
JenisPenerimaanNegara terdiri dari:
1. Penerimaan Perpajakan, baik pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan
Internasional.
Sehubungan dengan intensifikasi pe-
nerimaan pajak negara maka setiap
instansi pemeintah, pemerintah dae-
rah, BUMN/BUMD, dan badan-badan
lain sebagai wajib pungut pajak sesuai
ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku, wajib menyetor seluruh
penerimaan pajak yang dipungutnya
dalam jangka waktu selambat-lambat-
nya 1(satu) hari setelah pajak diterima.
2. Penerimaan Negara Bukan pajak
(PNBP), (Undang-Undang No 20/1997)
yaitu:
Penerimaan Pusat yang berasal dari pe-
nerimaan perpajakan antara lain: Sum-
ber Daya Alam, Bagian pemerintah atas
laba BUMN serta penerimaaan negara
bukan pajak lainnya. Setiap Anggaran
kementerian negara/lembaga pada
dasarnya mempunyai PNBP.
a. Bersifat umum, yang tidak berasal
dari pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya seperti antara lain:
- Penerimaan hasil penjualan ba-
rang inventaris kantor yang tidak
digunakan lagi;
- Penerimaan hasil penyewaan ba-
rang milik negara;
- Hasil penyimpanan uang negara
pada Bank Pemerintah atas jasa
gironya;
- Penerimaan kembali uang
persekot gaji/tunjangan
b. Bersifat fungsional, penerimaan
yang berasal dari hasil pungutan
kementerian Negara/Lembaga atas
jasa yang diberikan sehubungan
dengan tugas pokok dan fungsinya
dalam melaksanakan fungsi pela-
yanan kepada masyarakat.
Pada prinsipnya seluruh jenis penye-
toran diatur oleh Undang-undang,
namun apabila undang-undang belum
menunjuk instansi pemerintah untuk
menagih atau memungut PNBP ter-
hutang, maka menteri keuangan dapat
menunjuk instansi pemerintah untuk
maksud tujuan tersebut dan instansi
pemerintah tsb wajib menyampaikan
kepada Menteri Keuangan secara ter-
tulis dan berkala, yaitu Rencana PNBP
sekurang kurangnya satu kali setahun
dan laporan realisasi PNBP sekurang
kurangnya dua kali dalam satu tahun
Anggaran. (Peraturan Menkeu No. 99/
PMK.06/2006 pasal 8)
Penatausahaan PNBP pada saat ini
memasuki babak baru, yang dikenal
deng-an Pengelolaan Keuangan BLU
(PK-BLU) (UU No. 1/2004 psl 68
dan 69 dan PP No. 23/2005) Satker
yang menerapkan PK-BLU diberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuan-
gan berupa keleluasaan untuk mener-
apkan praktek-praktek bisnis yang se-
hat dalam mengelola sumber daya serta
sumber daya serta keuangannya dalam
peningkatan pelayanan kepada ma-
syarakat. Satker dapat menggunakan
langsung pendapatannya tanpa harus
disetor terlebih dahulu ke kas negara,
dapat mengadakan perjanjian utang
piutang, dapat mengadakan kerjasama
operasional dengan pihak lain dan
dapat menggunakan surplus untuk ta-
hun berikutnya, sedangkan bila defisit
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 45
dapat dimintakan dari APBN, pegawai
dapat PNS atau Non PNS, Remunerasi
tergantung tanggung jawab dan profe-
sionalitas.
3. Penerimaan Hibah, adalah:
Setiap Penerimaan Negara yang ber-
asal dari sumbangan swasta dalam ne-
geri serta sumbangan lembaga swasta
dan pemerintah luar negeri yang men-
jadi hak pemerintah. Dapat berupa
uang, Barang dan Jasa termasuk Tena-
ga Ahli dan Pelatihan.
4. Penerimaan Pengembalian Belanja.
adalah:
Seluruh penerimaan negara yang ber-
asal dari pengembalian belanja tahun
anggaran berjalan. Terjadi karena kele-
bihan pembayaran yang diakibatkan
kesalahan/kelalaian bendahara penge-
luaran dalam melakukan pembayaran
maupun melakukan pembebanan
MAK.
5. Penerimaan Pembiayaan, adalah:
Semua penerimaan negara yang digu-
nakan untuk menutup defisit negara
dalam APBN antara lain berasal dari
penerimaan pinjaman dan hasil de-
vestasi seperti: Penerimaan pinjaman/
kredit jangka pendek dan uang muka
dari sekor perbankan, Penerimaan Sisa
Anggaran Lebih (SAL), Hasil Priva-
tisasi, Hasil penjualan asset program
restrukturisasi, Surat Utang Negara
(SUN)/Obligasi dalam/luar negeri.
6. Penerimaan Perhitungan Fihak ketiga,
adalah:
Semua penerimaan negara yang ber-
asal dari potongan penghasilan pega-
wai negeri sipil serta setoran subsidi
dan iuran pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan Askes.
VI. BelanjaNegara:
Anggaran Belanja adalah semua penge-
luaran negara yang digunakan untuk
membiayai belanja pemerintah pusat dan
belanja untuk daerah.
Belanja Pemerintah Pusat, dikelompokkan
menjadi:
- Organisasi/Bagian Anggaran
- Fungsi (Pelayanan Umum, Pertahanan,
Ketertiban dan Keamanan, Ekonomi,
Lingkungan Hidup, Perumahan dan
Fasilitas Umum, Kesehatan, Pariwisata
dan Budaya, Agama, Pendidikan dan
Perlindungan Sosial)
- Jenis Belanja (Pegawai, Barang, Modal,
Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah,
Bantuan Sosial, dan Belanja lain-lain)
Belanja Pemerintah Daerah, adalah
semua pengeluaran untuk membiayai
dana perimbangan serta dana otonomi
khusus dan penyesuaian.
Dana Perimbangan adalah semua pe-
ngeluaran negara yang dialokasikan ke-
pada daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi yang terdiri dari : Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi Umum dan dana Alo-
kasi Khusus.
Semua pengeluaran negara atas beban
rekening kas negara/kas umum negara ha-
rus melalui transfer dana atau pemindah
buku dana antar rekening bank, termasuk
membayar tagihan pihak ketiga yang di-
lakukan oleh Kantor/satuan kerja kemen-
terian negara/lembaga. Dengan demikian,
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 46
penyaluran dana APBN kepada yang ber-
hak dilakukan transfer dana atau pemin-
dahan buku dana langsung dari rekening
kas negara kepada rekening yang berhak
pada bank. Pengecualian diberikan un-
tuk pembelian atau pengadaan barang/
jasa keperluan kantor/satker kementerian
negara atau lembaga yang nilainya kecil
sampai dengan Rp. 20.000.000,- dapat
dibayarkan melalui Uang Persediaan yang
dikelola bendahara pengeluaran.
Setiap awal tahun anggaran, Menteri/
Pimpinan Lembaga selaku pengguna Ang-
garan menunjuk Pejabat Kuasa Pengguna
Anggaran untuk satuan kerja dilingkungan
instansi pengguna anggaran dengan Surat
Keputusan. Selanjutnya KPA dapat men-
delegasikan kewenangan kepada penggu-
na anggaran untuk menunjuk:
1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pe-
jabat yang diberikan kewenangan un-
tuk melakukan tindakan yang berakibat
pegeluaran anggaran belanja;
2. Pejabat Penguji Tagihan dan Penan-
datanganan SPM, Pejabat yang diberi
wewenang untuk menguji tagihan kepa-
da negara dan menandatangani SPM;
3. Bendahara Pengeluaran, Untuk melak-
sanakan tugas perbendaharaan dalam
rangka pelaksanaan anggaran belanja.
PrinsipPembayaranatasBebanAPBN
Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara
didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Hemat, tidak mewah, efisien dan se-
suai dengan kebutuhan teknis yang di-
isyaratkan;
2. Efektif, terarah dan terkendali sesuai
dengan rencana, program/kegiatan,
serta fungsi setiap kementerian/lemba-
ga/pemerintah daerah;
3. Mengutamakan menggunakan produk-
si dalam negeri;
4. Belanja atas beban anggaran belanja
negara dilakukan berdasarkan atas hak
dan bukti bukti yang sah untuk mem-
peroleh pembayaran.
5. Jumlah dana yang dimuat dalam ang-
garan belanja negara merupakan batas
tertinggi untuk tiap tiap pengeluaran
LaranganPembebananpadabelanja
Negara
Atas beban anggaran belanja negara ti-
dak diperkenankan melakukan pengeluar-
an untuk keperluan:
(1) Perayaan atau peringatan hari besar,
hari raya dan hari ulang tahun Kemen-
terian/Kembaga/Pemerintah Daerah;
(2) Pemberian Ucapan Selamat, Hadiah/
tanda mata, karangan bunga dan se-
bagainya untuk berbagai peristiwa;
(3) Pesta untuk berbagai peristiwa dan pe-
kan olah raga pada Kementerian/Lem-
baga/Pemerintah Daerah;
(4) Pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/
keperluan yang sejenis serupa dengan
yang tersebut diatas;
(5) Penyelenggaraan Rapat, Rapat Dinas,
Seminar, Pertemuan, Lokakarya, Peres-
mian Kantor/Proyek dan sejenisnya di-
batasi pada hal-hal yang sangat penting
dan dilakukan sesederhana mungkin.
VII. ModelPencairandanSyarat
Administrasi
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 47
Model pencairan terdiri dari model
pencairan uang persediaan dan model
langsung (LS). Pengeluaran sejak awal su-
dah harus disusun dan direncanakan akan
menggunakan uang persediaan atau LS,
karena keduanya ini mempunyai aturan
tertentu yang bisa menjadi penentu kelan-
caran atau sebaliknya.
Uang persediaan dapat diberikan un-
tuk pengeluaran belanja barang dengan
klasifikasi belanja 5211, 5212, 5221, 5231,
5241 dan 5811. Besarnya UP yang dapat
diberikan tergantung dari jumlah belanja
yang dapat dimintakan UP. Bendahara
pengeluaran melakukan pengisian kembali
uang persediaan setelah uang persediaan
digunakan (Revolving) sepanjang masih
tersedia pagu dana dalam DIPA. Pengisian
kembali UP dapat diberikan apabila UP
telah dipergunakan sekurang-kurangnya
75% dari dana UP yang diterima.
Dalam hal penggunaan UP belum
mencapai 75%, sedangkan Satker yang
bersangkutan memerlukan pendanaan
melebihi sisa dana yang tersedia, Satker
tersebut dapat mengajukan Tambahan
Uang Persediaan (TUP), syaratnya:
1. Untuk memenuhi kebutuhan yang sa-
ngat mendesak/tidak dapat ditunda;
2. Digunakan paling lama 1 bulan sejak
tanggal SP2D diterbitkan;
3. Apabila tidak habis digunakan dalam
1 bulan sisa dana yang ada pada ben-
dahara harus disetor ke rekening kas
negara.
Pembayaran dengan menggunakan
model LS artinya pembayaran melalui
transfer dari rekening kas negara ke re-
kening bank penerima setelah memenuhi
persyaratan yang diharuskan, Pembayaran
dengan menggunakan model LS biasa di-
lakukan untuk:
1. Pengadaan Tanah;
2. LS untuk pembayaran Gaji, lembur dan
honor/vakasi;
3. LS Non Belanja Pegawai, yaitu: Pem-
bayaran Pengadaan Barang dan jasa,
Pembayaran Biaya Langganan Daya
dan Listrik (Listrik, Telepon dan Air)
dan Belanja Perjalanan Dinas.
Syarat Administrasi untuk dapat mem-
bebani belanja negara adalah atas kebena-
ran pengisian dokumen tanda bukti beru-
pa:
1. Kuitansi
a. Wajib bayar yang tertulis dalam kui-
tansi harus atas nama Jabatan, con-
toh: Sudah terima dari Pejabat Pembuat
Komitmen............
b. Nama yang berhak menerima yang
tertulis dalam kuitansi adalah nama
dan jabatan orang yang menerima
pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan kegiatan/pekrjaan dan
ditandatangani oleh yang bersang-
kutan. Untuk Badan hukum (peru-
sahaan) diberikan pula stempel pe-
rusahaan. Apabila yang menerima
adalah kuasa penerima, maka harus
didukung dengan surat kuasa dari
orang yang berhak daripada yang
dikuasakan diatas kertas bermaterai
Rp. 6.000,-.
c. Tanda tangan lunas oleh penyimpan
uang/kasir dan tandatangan setuju
dibayar oleh Pemegang Kas.
d. Urauan Pembayaran memuat uraian
mengenai obyek kegiatan/pekerjaan
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 48
yang dilaksanakan.
e. Jumlah yang dibayarkan harus sama
antara yang tertulis dengan angka
dan huruf.
f. Tahun Anggaran dan pasal/mata ang-
garan keluaran yang tertulis dalam
kuitansi adalah tahun anggaran ber-
jalan dan pasal/mata anggaran sesuai
dengan pembebanan anggaran.
g. Bea materai tempel Rp. 6.000,- untuk
SPK/Kontrak. Untuk kuitansi den-
gan nilai Rp. 250.000 s/d 1.000.000,-
dikenakan Rp.3.000,- Bila bernilai
nominal diatas Rp.1.000.000,- dike-
nakan Rp. 6.000,-
h. NPWP pihak rekanan harus dican-
tumkan dalam kuitansi pembayaran.
i. Dalam redaksi penulisan pada kui-
tansi tidak dibenarkan adanya coret-
an/hapusan/tindisan khususnya pe-
nulisan jumlah uang dengan angka
dan jumlah uang dengan huruf.
2. Surat Perjanjian Kerja (SPK)
Sekurang-kurangnya harus memuat ke-
tentuan:
a. Pejabat yang memerintahkan mem-
punyai kewenangan.
b. SPK ditandatangani oleh yang mem-
beri perintah dan pihak yang me-
nerima perintah.
c. Pokok/bidang, ruang lingkup dan
spesifikasi teknis pekerjaan yang di-
sepakati oleh kedua belah pihak.
d. Harga yang pasti serta syarat pem-
bayaran.
e. Jangka waktu penyelesaian peker-
jaan.
f. Sanksi dalam hal yang menerima
perintah tidak memenuhi kewajiban-
nya.
g. Diberi materai tempel Rp. 6.000,-
3. Surat Perjanjian/Kontrak
Sekurang-kurangnya memuat ketentu-
an seperti pada SPK ditambah dengan:
a. Jaminan teknis hasil pekerjaan yang
diserahkan.
b. Penyelesaian perselisihan.
c. Hak dan kewajiban para pihak yang
terikat dalam perjanjian yang ber-
sangkutan.
d. Penggunaan barang dan jasa produksi
dalam negeri secara tegas dan terinci
dalam lampiran kontrak.
e. Rumusan mengenai penyesuaian
harga kontrak (price adjustment).
f. Ketentuan mengenai pemberian
uang muka.
4. Berita Acara Penyerahan Barang/Peker-
jaan Sekurang-kurangnya memuat hal
hal:
a. Nama, Jabatan dan alamat kedua be-
lah pihak.
b. Prestasi fisik pekerjaan yang akan di-
serahkan.
c. Hari dan tanggal pembuatan berita
acara.
d. Dasar pembuatan berita acara penye-
rahan pekerjaan.
e. Pernyataan besarnya pembayaran-
yang berhak diterima oleh rekanan.
f. Nama dan tandatangan kedua belah
pihak.
5. Berita Acara Pembayaran
a. Nama, Jabatan dan alamat kedua be-
lah pihak.
b. Hari dan tanggal pembuatan berita
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 49
acara.
c. Dasar pembuatan berita acara penye-
rahan pekerjaan.
d. Harga Kontrak.
e. Perhitungan pembayaran meliputi:
- Jumlah yang telah dibayarkan sam-
pai dengan angsuran yang lalu.
- Jumlah angsuran dalam berita aca-
ra.
- Perhitungan uang muka dan po-
tongan lainnya.
- Jumlah yang berhak diterima den-
gan Berita Acara pembayaran ini.
Bendaharawan pemerintah termasuk
bendaharawan Pemerintah Pusat, Pemerin-
tah Daerah, Instansi atau Lembaga Peme-
rintah, Lembaga-lembaga pemerintahan
lainnya dan Kedutaan Besar Republik In-
donesia diluar negeri yang membayar gaji,
upah, tunjangan, honorarium, dan pem-
bayaran lain sehubungan dengan peker-
jaan, jasa, atau kegiatan wajib melakukan
pemungutan pajak penghasilan dan pajak
pertambahan nilai. Besarnya pajak yang
dipungut oleh bendahara sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku.
VIII. MekanismePenerbitanSuratPe-
rintahMembayar(SPM)danSurat
PerintahPencairanDana(SP2D)
Segera setelah menerima SPP, Pejabat
Penerbit SPM dengan mekanisme sebagai
berikut:
1. PenerimaandanPengujianSPP
Petugas penerima SPP menerima keleng-
kapan berkas SPP, mengisi check list keleng-
kapan berkas SPP, mencatat dalam buku
pengawasan penerimaan SPP dan mem-
bayar/menandatangani tanda terima SPP
berkenaan. Selanjutnya petugas penerima
SPP menyampaikan SPP dimaksud kepada
pejabat penerbit SPM.
2. PejabatPenerbitSPMmelakukanpe-
ngujianatasSPPsebagaiberikut:
i. Memeriksa secara rinci dokumen
pendukung SPP sesuai dengan ke-
tentuan perundang-udangan yang
berlaku.
ii. Memeriksa ketersediaan pagu ang-
garan dalam DIPA untuk mem-
peroleh keyakinan bahwa tagihan
tidak melampaui batas pagu.
iii. Memeriksa kesesuaian rencana kerja
dan atau kelayakan hasil kerja yang
dicapai dengan indikator keluaran.
iv. Memeriksa kebenaran atas hak tagih,
yang mencakup antara lain:
- Pihak yang ditunjuk untuk me-
nerima pembayaran (Nama
Orang/Perusahaan, Alamat, No.
Rekening dan Nama Bank).
- Nilai tagihan yang harus dibayar
(kesesuaian dan atau kelayakan-
nya dengan prestasi kerja yang
dicapai sesuai spesifikasi teknis
yang tercantum dalam kontrak).
- Jadual dan waktu pembayaran.
v. Memeriksa pencapaian tujuan dan
atau sasaran kegiatan sesuai dengan
indikator kinerja yang tercantum
dalam DIPA berkenaan dan atau spe-
sifikasi teknis yang sudah ditetapkan
dalam kontrak.
Setelah dilakukan pengujian terhadap
SPP-UP / SPP-GUP / SPP-LS maka pejabat
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 50
penguji SPP dan penanda tangan SPM
menerbitkan SPM-UP / SPM-TUP / SPM-
GUP / SPM-LS dalam rangkap 3 (tiga):
a. Lembar kesatu dan kedua disampaikan
kepada KPPN.
b. Lembar ketiga sebagai pertinggal pada
Satker yang bersangkutan.
SPM yang telah diterbitkan SP2Dnya
oleh KPPN dan telah dicairkan (telah di-
lakukan perdebatan rekening kas Negara)
tidak dapat dibatalkan.
a. Perbaikan hanya dapat dilakukan ter-
hadap kesalahan administrasi sebagai
berikut:
- Kesalahan pembebanan pada MAK;
- Kesalahan pencantuman kode fung-
si, sub fungsi, kegiatan dan sub ke-
giatan;
- Uraian pengeluaran yang tidak ber-
akibat jumlah uang pada SPM.
b. Perbaikan SPM sebagaimana dimaksud
pada huruf a dilakukan oleh kuasa PA/
penerbit SPM. Selanjutnya SPM per-
baikan dimaksud dilampiri dengan SK-
TJM disampaikan kepada KPPN.
3. ProsedurPenerbitanSP2D
a. Pengguna Anggaran/Kuasa PA atau
Pejabat yang ditunjuk menyampai-
kan SPM beserta dokumen pendu-
kung kapi dengan Arsip Data Kom-
puter (ADK) berupa softcopy (disket)
melalui loket Penerimaan SPM pada
KPPN atau melalui Kantor Pos, ke-
cuali bagi Satker yang masih dileng-
menerbitkan SPM secara manual ti-
dak perlu ADK.
b. SPM Gaji Induk harus diterima
KPPN paling lambat tanggal 15 se-
belum bulan pembayaran.
c. Petugas KPPN pada loket peneri-
maan SPM memeriksa kelengkapan
SPM, mengisi check list kelengkapan
berkas SPM.
Pengujian SPM dilaksanakan oleh
KPPN mencakup pengujian yang bersifat
substantif dan formal, meliputi:
1. Pengujian Substantif:
- Menguji kebenaran perhitungan ta-
gihan yang tercantum dalam SPM;
- Menguji ketersediaan dana pada ke-
giatan/sub kegiatan/MAK dan DIPA
yang ditunjuk dalam SPM tersebut;
- Menguji dokumen sebagai dasar
penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK,
Surat Keputusan, Daftar Nominatif
Perjalanan Dinas);
- Menguji Surat Pernyataan Tanggung
Jawab (SPTB) dari kepala kantor/sat-
ker atau pejabat lain yang ditunjuk
mengenai tanggung jawab terhadap
kebenaran pelaksanaan pembayaran;
- Menguji faktur Pajak beserta SSP-
nya.
2. Pengujian Formal:
- Mencocokkan tanda tangan pejabat
penandatangan SPM dengan speci-
men tanda tangan;
- Memeriksa cara penulisan/pengisian
jumlah uang dalam angka dan hu-
ruf;
- Memeriksa kebenaran dalam penu-
lisan, termasuk tidak boleh terdapat
cacat dalam penulisan.
Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh
KPPN dalam batas waktu sebagai berikut:
1. SP2D Gaji Induk diterbitkan paling
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 51
lambat 5 (lima) hari kerja sebelum awal
bulan pembayaran gaji.
2. SP2D Non Gaji Induk diterbitkan pa-
ling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
diterima SPM secara lengkap.
3. SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lam-
bat 1 (satu) hari kerja setelah diterima
SPM secara lengkap.
IX. Penarikan/PenyaluranPinjaman
HibahLuarNegeri(PHLN)
Penyaluran PHLN dilakukan oleh
KPPN Khusus Jakarta VI dan KPPN Khu-
sus Banda Aceh, dengan prosedur sebagai
berikut:
(1) Rupiah Murni Porsi Goverment of Indo-
nesia (GOI).
(2) Pembukaan Letter of Credit (L/C).
(3) Pembayaran langsung.
(4) Pembiayaan Pendahuluan.
(5) Rekening khusus.
(6) Kredit Ekspor.
Pencairan PHLN yang pertama, maka
data pendukungnya/lampiran yang diper-
lukan adalah sbb:
1. Kontrak Asli dengan tanda tangan ba-
sah (Khusus Pembayaran Langsung);
2. Resume Kontrak/SPK atau Daftar No-
minatif Perjalanan Dinas;
3. SK Penunjukkan Pejabat Pengguna Ang-
garan (PA), Penanda tangan SPM dan
Bendahara Pengeluaran untuk tahun
berjalan;
4. Specimen tanda tangan para pejabat se-
perti tersebut pada angka 3;
5. Copy Garansi Bank yang dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang untuk Uang
Muka (khusus Pembayaran Langsung);
6. Copy Persetujuan Kontrak Final dari
Pemberi PHLN (No. Objection Letter/
NOL) sepanjang dipersyaratkan.
X. KESIMPULANDANSARAN
Kesimpulan:
1. Akhir semua siklus anggaran mulai
dari perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban adalah adanya
Laporan Keuangan dari setiap Kemen-
terian dan Lembaga, yang terdiri dari
Neraca, Laporan Realisasi Anggaran
dan Catatan Atas Laporan Keuangan,
yang akan menjadi dasar penyusunan
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
2. Masyarakat sangat mengharapkan Tata
kelola pemerintahan yang baik. Peme-
rintah dituntut untuk mempertanggung
jawabkan uang yang dipungut dari rak-
yat berikut hasil yang dicapainya.
3. Otorisasi kepada Kementerian dan
Lembaga atas APBN yang disetujui oleh
DPR terinci sampai dengan organisasi,
fungsi, program/kegiatan dan jenis be-
lanja.
4. APBN dilaksanakan oleh Pemerintah
untuk satu tahun anggaran Negara Ke-
satuan Republik Indonesia yaitu 1 Janu-
ari sampai dengan 31 Desember.
5. Dokumen pelaksanaan anggaran Ke-
mentrian/Lembaga APBN walaupun
telah diundangkan sebagai Undang-
Undang, tetap merupakan anggaran,
oleh karena itu azas anggaran yang
merupakan azas flexibilitas tetap ber-
laku.
6. Dalam keadaan darurat pemerintah
dapat melakukan pengeluaran yang ti-
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 52
dak tersedia anggarannya.
7. Setiap uang yang keluar dari kas negara
harus dapat dipertanggungjawabkan,
oleh karena itu pelaksanaan anggaran
belanja negara didasarkan atas prinsip-
prinsip pembayaran atas beban APBN
serta tidak melanggar larangan pem-
bebanan belanja negara sesuai aturan
yang berlaku.
Saran:
1. Dalam rangka meyakini bahwa Laporan
telah menyajikan kondisi yang sesung-
guhnya serta pemerintah telah men-
taati ketentuan perundang-undangan
maka Laporan tersebut wajib diperiksa
oleh pemeriksa yang indipenden (BPK
RI).
2. Pemerintah yang mengelola dan me-
mungut dari rakyat, maka Pemerintah
berkewajiban untuk mencatat (meng-
akuntansikan) dan melaporkan kepada
rakyat melalui DPR.
3. Otorisasi kementerian sebagai let the
manager manage untuk dilaksanakan
sesuai dengan pagu anggaran yang di-
milikinya.
4. APBN apabila pada akhir tahun angga
ran masih terdapat program/kegiatan
yang belum dilaksanakan/anggaran
belum diserap, dapat dilanjutkan ke
anggaran tahun berikutnya (adanya
kebijakan luncuran APBN, dan wajib
dimasukkan dalam APBN tahun angga-
ran berikutnya)
5. Untuk mengakomodasikan kondisi
riil atas DIPA yang dapat saja berbeda
dengan yang diasumsikan pada saat pe-
nyusunan anggaran maka setiap tengah
tahun berjalan dilakukan revisi APBN
yang dikenal dengan APBN Perubahan
(APBN-P).
6. Pengeluaran atas keadaan darurat bila
terjadi sebelum APBN-P maka penge-
luaran dimasukkan dalam APBN-P dan
dilaporkan dalam Laporan Realisasi
anggaran disertai penjelasan. Apabila
terjadi setelah APBN-P diundangkan
maka pengeluaran dilaporkan dalam
Laporan Realisasi Anggaran disertai
dengan penjelasannya.
7. Prinsip-prinsip pembayaran atas beban
APBN berpedoman bahwa uang dari
kas negara harus memenuhi 3 (tiga) un-
sur, yaitu: (i) Harus bisa dibuktikan ke-
absahan yang berhak, (ii) harus sudah
tersedia dananya dalam DIPA, (iii) Ha-
rus sesuai dengan tujuan alokasi dana
yang tercantum pada DIPA.
Referensi:
1. Bahan Ajar Diklat PPAKP by Depkeu
2. Bahan Ajar Diklat RBIA by YPIA
Mularia Cj Sirait, SE, M.Ak.
Auditor Ahli Muda Wilayah I Inspektorat
Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum
JURNAL AUDITOR, VOLUME IV, NO. 7, Juni 2011 53
P7UN1Uk PNULISAN NASkAH
1. Redaksi menerima naskah/karya ilmiah bidang pengawasan, hukum, administrasi dan
manajemen pada umumnya dari dalam dan luar lingkungan Inspektorat Jenderal De-
partemenPekerjaanUmum.Naskahyangmasukdiperiksaolehpenyuntingahli.
2. Naskahdapatberupahasilpenelitianataukajian,pengalamanyangbelumdantidakakan
dipublikasikandalammediacetaklain.Keasliankaryatulisandanbelumpernahdipublika-
sikansangatdijunjungtinggi.
3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, diserahkan dalam fle elek-
tronik dalam program MS Ofce disertai dua eksemplar cetakan. Jumlah tulisan maksi-
mum15halaman,termasukabstrak,gambar,tabeldandaftarrujukan.
4. Sistematika penulisan disusun sebagai berikut: Bagian awal: nama penulis, abstrak (ab-
strakditulisdenganhurufitalic).Bagianutama:Pendahuluan,tulisanpokok,kesimpulan
dansaran.Bagianakhir:simboldandaftarpustaka.
5. Judul tulisan sesingkat mungkin, tetapi tidak memberikan peluang penafsiran yang be-
ranekaragam,ditulisdenganhurufkapitalposisitengah.
6. Intisari(Abstrak)memuatpermasalahan,pemecahan,hasilyangdiperoleh,harusadakata
kunci(keyword)dantidaklebihdari200kata.
7. TeknikPenulisan:
a. Naskahdiketikdalam2(dua)spasipadakertasukuranA4denganmarginsisikiridan
bawah:4cm,sisiatasdankanan3cm.Diharapkanpanjangnaskahdiantara12sampai
15halamantermasukabstrak,gambar,tabledandaftarpustaka.
b. KataAsingditulisdenganhurufitalic,bilanganditulisdenganangkakecualipadaawal
kalimat.
c. Tabeldangambarharusdiberiketeranganyangjelas.Judultabeldiletakandibagian
atas,sedangjudulgambardibagianbawah.
d. Sumberpustakaditulisdalamurutanabjadnamapenulisdandisusunmenurutaturan
yangsudahbaku.
8. DewanRedaksitidakbertanggungjawabterhadapisitulisan.
9. Dewan Redaksi dapat menyesuaikan bahasa dan/atau istilah tanpa mengubah isi dan
pengertiannya dengan tidak memberitahu kepada penulis, dan apabila dianggap perlu
akanberkonsultasidahuludenganpenulis.
10. TulisanyangdimuatdalamJurnalinimenjadihakmilikInspektoratJenderalDepartemen
PekerjaanUmum.
InspektoratJenderal
DepartemenPekerjaanUmum

Anda mungkin juga menyukai