Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009). Moderenisasi akan meningkatkan resiko strok karena perubahan pola hidup. Disisi lain meningkatnya usia harapan hidup akan meningkatkan resiko terjadinya strok karena bertambahnya jumlah penduduk usia lanhut. Perinsip dasar diagnosis struk telah diketahui dengan jelas namun penelusuran faktor resiko belum menjadi pedoman standar dalam pencegahan strok selanjutnya.
II.
Pasien dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri. Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak 1 tahun lalu, awalnya anggota gerak pasien sama sekali tidak dapat digerakkan, namun sekarang sudah dapat digerakkan walaupun masih sulit terutama saat pasien berjalan. Bila berjalan, pasien harus menyeretkan kaki kirinya. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dan mulutnya merot. Riwayat gangguan pengecapan disangkal, riwayat bicara pelo disangkal, riwayat sering tersedak disangkal. Pasien sempat dirawat di rumah sakit dengan diagnosis stroke 1 tahun yang lalu. Menurut pengakuan pasien, kelemahan dirasakan tiba-tiba ketika pasien baru bangun tidur. Satu hari sebelum kejadian tersebut, pasien merasakan nyeri kepala hebat dan kebas pada sebelah badannya tersebut. Menurut pengakuan keluarga, saat kejadian tersebut pasien sempat tidak sadarkan diri sekitar 3 hari, mulut merot ke kiri dan anggota gerak sebelah kiri tidak bisa digerakkan. Dari
pengakuan pasien, dokter yang merawatnya saat itu mengatakan bahwa dari hasil CT-Scan ia mengalami stroke karena perdarahan di otak.
- Hipertensi disangkal. Menurut pasien selama sebelum terkena stroke, tekanan darah tertinggi 130 mmHg. - Diabetes mellitus disangkal. - Penyakit jantung disangkal. - Riwayat stroke sebelumnya disangkal. - Riwayat trauma kepala disangkal.
pPasien
- Pasien sering mengkonsumsi makanan seperti hati, paru dan usus sapi. - Pasien sering mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam. - Riwayat mengkonsumsi alkohol dan penggunaan zat disangkal. - Riwayat merokok disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK - Keadaan Umum - Kesadaran - Tekanan Darah - Nadi - Suhu : Tampak baik : Compos mentis : 140/80 mmHg : 90 x/menit : 37,0oC
: 21 x/menit : Overweight
- Parut Cacar : (-) - Sianosis - Ikterus - Oedema - Anemia : (-) : (-) : (-) : (-)
Kepala - Rambut - Wajah - Mata : Hitam, sukar dicabut : Asimetris, oedema (-), deformitas (-) : Konjunctiva pucat ( -/-), ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor; Ukuran 3 mm/3 mm - Telinga - Hidung - Mulut Bibir : Bibir pucat ( - ), mukosa basah (+), sianosis ( - ) Lidah : Tremor ( - ), hiperemis ( - ) Tonsil : Hiperemis (-/- ), T1 T1 Faring : Hiperemis ( - ) : Serumen (-/-) : Sekret (-/-)
Leher Inspeksi Palpasi : Simetris, retraksi ( - ) : TVJ R-2 cmH2O, Pembesaran KGB ( - )
Dinamis
Paru Inspeksi : Simetris Kanan Palpasi (Depan & Belakang) Perkusi (Depan & Belakang) Auskultasi (Depan & Belakang) Vesikuler Normal Ronchi (-) wheezing (-) Vesikuler Normal Ronchi (-) wheezing (-) Sonor Sonor Fremitus N Fremitus N Kiri
Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra, thrill ( - ) : Batas-batas jantung Atas Kiri Kanan Auskultasi : ICS III sinistra : Linea midclavicularis sinistra : Linea parasternal dextra
Abdomen Inspeksi Palpasi : Simetris, distensi ( - ), vena kolateral ( - ) : Nyeri Tekan ( - ), defans muscular ( - ) Hepar Lien Ginjal Perkusi : tidak teraba : tidak teraba : Ballotement tidak teraba
Status Psikiatri : Sikap dan tingkah laku : dbn Persepsi dan pola pikir : dbn
IV. STATUS NEUROLOGIS A. G C S : E4 M6 V5= 15 Pupil - Reflek Cahaya Langsung - Reflek Cahaya Tidak Langsung Tanda Rangsang Meningeal Kaku kuduk Laseque Kernig Brudzinski I Brudzinski II :: -/: -/: -/: -/: bulat isokor (3 mm/3 mm) : +/+ : +/+
B. Nervus Cranialis Kelompok Optik Nervus II (visual) Visus : Kesan normal Kesan normal Kanan Kiri
Nervus III (otonom) : Ukuran pupil Bentuk Pupil Reflek cahaya Nistagmus Strabismus 3 mm bulat + 3 mm bulat + -
Nervus III, IV, VI (gerakan okuler) Pergerakan bola mata : Lateral Atas Bawah Medial Diplopia + + + + + + + + -
Fungsi Luhur : Orientasi waktu dan tempat : baik Registrasi/ pengulangan Atensi/ kalkulasi Memori Fungsi bahasa : dbn : dbn : dbn : dbn
Nervus IX (fungsi motorik) Bicara Reflek menelan : dbn : tidak mengalami gangguan
Nervus XII (fungsi motorik) Artikulasi lingualis Menjulurkan lidah : dbn : dbn
Kelompok Sensoris Nervus I (fungsi penciuman) Nervus V (fungsi sensasi wilayah) Nervus VII (fungsi pengecapan) Nervus VIII (fungsi pendengaran) : kesan normal : kesan normal : kesan normal : kesan normal
C. Badan Motorik Gerakan Respirasi Gerakan Columna Vertebralis Bentuk kolumna vertebralis Reflek kulit superfisial : Abdominotorakal : Simetris : Kesan simetris :(+)
: dbn : dbn
D. Anggota Gerak Atas Motorik Pergerakan Kekuatan Tonus Trofi : +/ + : 5555 / 4444 :+/+ :-/-
Hoffman Tromner : - / -
E. Anggota Gerak Bawah Motorik Pergerakan Kekuatan Tonus Trofi : +/ + : 5555 / 4444 :+/+ :-/-
Reflek Patella Achilles Babinski Chaddock Gordon Oppenheim :+/+ :+/+ :-/:-/:-/:-/-
Kaki
:-/-
: (-/-) : (-/-)
Sensibilitas Rasa Suhu Rasa nyeri Rasa Raba : dbn : dbn : dbn
F. Koordinasi, Cara berjalan dan Keseimbangan Pasien berjalan dengan sering menyeretkan kaki kirinya..
G. Gerakan Abnormal : -
V. RENCANA PENGOBATAN Non farmakologis: Fisioterapi Modifikasi gaya hidup dengan diet rendah garam dan olahraga teratur
Farmakologis : Valsartan tab 1x80 mg Amlodipin tab 1x5 mg Sohobion tab 2x1
VI. PENCEGAHAN Pencegahan primer terhadap keluarga pasien denga mengatur pola hidup berupa diet rendah garam dan kolesterol, serta olahraga teratur. Pencegahan tersier
10
terhadap pasien berupa mencegah kecacatan dan komplikasi dengan mengatur pola hidup dan fisioterapi teratur untuk membantu mengembalikan fungsi motorik pasien.
11
2. Etiologi Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian stroke terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Goldstein,2006). a. faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : Usia Jenis kelamin Berat badan lahir rendah Ras/etnis genetik
b. faktor risiko yang dapat dimodifikasi 1) Well-documented and modifiable risk factors
12
Hipertensi Paparan asap rokok Diabetes Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu Dislipidemia Stenosis arteri karotis Sickle cell disease Terapi hormonal pasca menopause Diet yang buruk Inaktivitas fisik Obesitas
2). Less well-documented and modifiable risk factors Sindroma metabolik Penyalahgunaan alkohol Penggunaan kontrasepsi oral Sleep-disordered breathing Nyeri kepala migren Hiperhomosisteinemia Peningkatan lipoprotein (a) Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase Hypercoagulability Inflamasi Infeksi
Hipertensi merupakan faktor etiologi yang paling umum. Umumnya, hemoragia serebri timbul karena pecahnya aneurisma atau malformasi arteriovenous. Begitu pula terapi antikoagulan dengan hipertensi mempermudah terjadinya perdarahan intraserebral.
13
Hipertensi arteri kronik merupakan penyebab tersering dari nekrosis dan hialinosis dari arteri. Dengan atau tanpa arteriosklerosis, perubahan vaskular perifer dapat menyebabkan perdarahan dalam jaringan serebral.
14
3. Klasifikasi Stroke Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999). 1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: a) Stroke iskemik Transient Ischemic Attack (TIA) Trombosis serebri Emboli serebri
2) Berdasarkan stadium: Transient Ischemic Attack (TIA) Stroke in evolution Completed stroke
4. Patofisiologi a. Patofisiologi Stroke Iskemik Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003) Tahap 1 :
15
a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2 c. Kegagalan energi d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression
16
Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)
17
b. Patofisiologi Stroke Hemoragik Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000). Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000). Lesi-lesi vaskuler regional yang terjadi di otak sebagian besar disebabkan oleh proses oklusi pada lumen arteri serebral, namun sebagian lainnya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah. Jika suatu cabang arteri serebral pecah, maka daerah pendarahannya tidak mendapat darah lagi dan darah ekstravasal tertimbun sehingga merupakan proses desak ruang akut. Oleh karena itu, manifestasi suatu perdarahan intraserebral terdiri dari gejalagejala stroke apoplektik yang terdiri dari gangguan pupil, pernafasan, tekanan darah sistemik dan nadi. Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa terdapat aneurisma kecil-kecil yang disebut sebagai aneurisma Charcot Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada penderita hipertensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada otot
18
dan unsur elastik dari dinding arteri. Karena perubahan degenaratif tersebut serta ditambah dengan beban tekanan arteri yang tinggi, maka timbullah beberapa penggembungan kecil setempat yang dinamakan aneurisma Charcot Bouchard. Pecahnya arteri serebral dapat menimbulkan infark serebral regional. Daerah distal dari tempat pecahnya arteri tidak lagi mendapat suplai darah sehingga wilayah tersebut menjadi iskemik dan kemudian menjadi infark yang dikelilingi oleh darah ekstravasal hasil perdarahan.
19
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
5. Manifestasi klinis Akibat penurunan jumlah darah yang mengalir ke otak pada suatu daerah yang terisolasi dari jangkauan aliran darah, maka oksigen dan glukosa yang sangat diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral terganggu. Daerah yang terisolasi tersebut tidak berfungsi lagi dan menimbulkan manifestasi defisit neurologik berupa hemiparalisis, hemihipestesiahemiparestesia yang bisa juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia. Hemiparalisis atau hemiparesis kontralateral terhadap sisi lesi timbul karena lesi vaskular regional di otak tersebut. Aneurisma Charcot Bouchard yang ditemukan pada penderita hipertensi bisa pecah ketika terjadi lonjakan tekanan darah sistemik, misalnya saat mengeluarkan tenaga banyak, sewaktu marah dan sebagainya. Pada saat itu juga orang tersebut mengalami penurunan kesadaran, nafas mendengkur dalam dan memperlihatkan tanda-tanda hemiplegia. Oleh karena stres yang menjadi faktor presipitasi, maka stroke hemoragik juga dikenal sebagai stres stroke. Daerah ekstravasal yang tertimbun perdarahan intarserebral merupakan hematom yang cepat menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi kranial. Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa terdapat aneurisma kecil-kecil yang disebut sebagai aneurisma Charcot Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada penderita hipertensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsur elastik dari dinding arteri. Edema perifokal dapat berkembang dengan cepat dan bertanggung jawab terhadap timbulnya kenaikan tekanan intrakranial. Peningkatan intrakranial yang serentak mengiringi stroke hemoragik menghasilkan sakit kepala dan muntah-muntah beserta penurunan kesadaran pada 65% kasus. Pada 30% kasus perdarahan intraserebral primer
20
berkembang secara berangsur-angsur, yakni berevolusi secara bertahap dalam kurun waktu beberapa jam sampai 96 jam.
6. Diagnosis Keadaan klinis pasien, gejala dan riwayat perkembangan gejala dan defisit yang terjadi merupakan hal penting untuk menentukan kausa yang paling mungkin dari stroke. Evaluasi gejala dan tanda klinik stroke meliputi: a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke. b. Pemeriksaan fisik lengkap yang berfokus pada sistem berikut:. Sistem pembuluh perifer. Pemeriksaan jantung lengkap, dimulai dengan pemeriksaan fisik jantung serta elektrokardiografi. Pemeriksaan retina untuk melihat ada tidaknya cupping diskus optikus, perdarahan retina, kelainan diabetes. c. Status neurologik berupa pemeriksaan nervus kranialis, tanda rangsang meningeal, sistem motorik, sikap dan cara jalan, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.
Analisis laboratorium standar mencakup pemeriksaan darah lengkap dan urinalisis dapat membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan sinar foto polos thorax merupakan prosedur standar karena pemeriksaan ini dapat mendeteksi pembesaran jantung dan infiltrat paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif. Pemeriksaan pencitraan yang cepat adalah CT Scan atau MRI yang direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intraserebral. Adanya gambaran hiperdens pada substansia alba atau grisea, dengan atau tanpa terkenanya permukaan kortikal. Petekial adalah titik hiperdens yang terletak secara acak dan berbentuk ireguler. Sedangkan hematoma adalah gambaran hiperdens yang solid dan homogen. Angiografi CT
21
dan CT Scan kontras dapat dipertimbangkan untuk membantu mengidentifikasikan pasien dengan risiko perluasan hematom.
7. Penatalaksanaan Terapi utama stroke hemoragik adalah menurunkan tekanan darah apabila hipertensi adalah kausa utamanya. Pencegahan primer stroke pada pasien dengan faktor risiko hipertensi menurut Joint National Committee (JNC) 7 merekomendasikan skrining tekanan darah secara teratur dan penanganan yang sesuai termasuk modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologi. Tekanan darah harus dikelola mencapai target sistolik <140 mmHg dan diastolik <90 mmHg. Peningkatan aktivitas fisik direkomendasikan karena berhubungan dengan penurunan risiko stroke. Aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik seperti jalan cepat, bersepeda, berenang dan sebagainya, secara teratur dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontrol diabetes, memperbaiki kebiasaan makan, menurunkan berat badan dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Kolesterol harus diperiksa secara teratur. Penderita yang berisiko tinggi stroke sebaiknya target kadar kolesterol LDL <70 mg/dl. Penderita dengan kolesterol darah tinggi (LDL > 150 mmHg) sebaiknya dikelola dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian statin Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut dengan tekanan darah sistolik >200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan tekanan darah sistolik 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga tekanan darah sistolik 140 mmHg cukup aman. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor dapat memberikan manfaat pada stroke akut. Pengobatan vasospasme serebral dimulai dengan penanganan aneurisma yang ruptur, dengan mempertahankan volume darah sirkulasi yang normal (euvolemia) dan menghindari
22
terjadinya hipovolemia. Pemberian nimodipin terbukti memperbaiki defisit neurologis yang ditimbulkan oleh vasospasme. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada penderita stroke dengan perdarahan intraserebral. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta bloker (labetolol dan esmolol) dan golongan calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem intravena dapat digunakan. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak. Setelah periode akut perdarahan intrakranial dan tidak ada kontraindikasi medis, tekanan darah sebaiknya dikontrol dengan baik terutama pada pasien yang lokasi perdarahannya tipikal dari vaskulopati hipertensif. Pasien dapat dilakukan rehabilitasi sedini mungkin mengingat potensi serius dari perdarahan intraserebral berupa kecatatan yang berat.
23
24
DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia.2011.guiddeline strok tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI. 2. Departemen Kesehatan RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010, Jakarta. 3. Bambang, M, Suhartik, K.S., 2003. Pencegahan Stroke Dan Jantung Pada Usia Muda. Balai Pustaka FKUI, Jakarta
4. Americant Heart, 2004. Stroke Statistic. http://www.americantheart.org/ 5. Mariati, 2005. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap di RSUP Propinsi Riau Pekan Baru Tahun 2000-2004. Skripsi FKM-USU, Medan. 6. Syarif, R, 2004. Karakteristik Penderita Stroke Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTPN II (Persero). Skripsi FKM-USU, Medan. 7. Lumbantobing, S.M, 2003. Neurogeriatri. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
8. Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta Anda.. 9. Japardi, I, 2002. Patofisiologi Stroke Infark Akibat Tromboemboli. Bagian Bedah FKUSU, Medan. 10. Misbach, dkk, 2004. Gambaran Analisis Suara Pada Pasca Stroke Iskemik http:www.digilib.ui.co.id/. 11.. Siregar, FA, 2002 . Determinan Kejadian Stroke Pada Penderita Rawat Inap RSUP Haji AdamMalik Medan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 12. Lumbantobing, S.M, 2003. Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 13. Miravianti, 2005. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2002-2003. Skripsi FKM-USU, Medan. 14. Harsono, 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi Pertama, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
25
26
27