Anda di halaman 1dari 10

Dzikr dan Ilmu Hudhuriy 1

Ia, - Allah-, hakikat semua yang maujud, menunjukkan diriNya Yang Mahasejati kepada semua yang maujud dengan diri-Nya sendiri. Bukan dengan apapun selain diri (baca juga; Zat) - Nya. Bukan pula dengan semua intellegebles yang ada dalam alam mental manusia yang dikreasi secara hushuliy (representasional) oleh mental manusia. Subhanalloohi amma yashifuun. (Maha Suci Allah atas apa semua yang mereka sifatkan) . Mereka sifatkan, mereka merupakan bentuk jamak dan jelas menunjukkan bahwa subyek pensifatan yang batil ini bukan Ia sendiri. Illa ibaadalloohil-mukhlashiin. (Kecuali hamba-hamba Allah yang ikhlas). Mukhlashiin, bentuk pasif yang bukan merupakan pelaku (fail) tapi yang dikenai pekerjaan (maful), kenapa? Karena mutlak yang merupakan pelaku sebenarnya penyifatan Allah yang benar adalah diri-Nya sendiri. Maka orang yang telah mencapai al-faqr (kefakiran ruhani), tidak merasa memiliki apapun. Semua kebaikan, keagungan, kebenaran, - baginya-, benar-benar milik Allah belaka. Dan Allah - pun akan mengingat (baca juga; melakukan dzikr) atas Zat - Nya sendiri melalui para fakir ruhani ini dengan menggetarkan segenap manifestasi wujud sang fakir dengan Nama-Nama - Nya. Sebaliknya banyak orang yang telah berzuhud meninggalkan dunia tapi merasa memiliki satu kedudukan rohani (baca; maqam) tertentu di sisi Allah. Ibadahnya terasa amat lezat dengan bertambahnya kedudukannya di sisi Allah. Alih - alih mereka berjalan di muka bumi dengan teramat rendah hati, di balik cahaya benderang wajahnya yang menawan di relung terdalam hati terselip satu pandangan bahwa amalannya atau minimal kondisi hatinya cukup baik , dan lebih baik dari rata rata manusia di dunia. Ohh..., apakah mereka lupa setitik sombong akan mencegah mereka dari surga. Dan apakah mereka lupa, Pemimpin Orang-Orang Beriman, Imam Ali bin Abi Thalib (a.s.) merintih; wa khodaatnii dunya bi ghuruurihaa, wa nafsii bi jinaayatihaa wa mithoolii , dan dunia telah memperdayakanku dengan tipuan-tipuannya, dan diriku (telah tepedaya) karena ulahnya ? Dimitri sebagai dimitri tak mengenal apa-pun, buta dalam lautan relativisme uber ales (baca; relativisme dalam segala

Wahai Yang Menunjukkan Zat-Nya dengan Zat-Nya, dan jauh dari keserupaan dengan makhluk-Nya.

hal) . Kehadiran diri - Nya dalam "bayangan kosong dimitri" lah yang merupakan kebenaran absolut dan merupakan satu - satunya yang pantas disebut sebagai ilmu. Contohnya ? Prinsip identitas, prinsip non-kontradiksi, dan lain-lain. Jadi ? Semua ilmu adalah ilmu hudhuriy, saat Allah mengingat diri - Nya sendiri melalui pancaran Nama-Nama - Nya. Apa artinya? Subyeknya Allah, Obyek Yang Diketahuinya -pun Allah, maka terucaplah yaa man dalla ala dzaatihi bidzaatihi, wahai yang menunjukkan atas Zat-Nya dengan Zat-Nya ! Dan bagaimana untuk memperkuat intensitas ilmu hudhuriy seiring dengan menambah kesadaran kita akan kefakiran mutlak kita? Bukankah Quran Suci telah menyatakan; " Dan sesungguhnya mengingat Allah (dzikrullah) adalah lebih besar." Atau; " Ingatlah kamu kepada - Ku, niscaya aku akan ingat kepadamu." Maka, jika kita mengingat Allah, - yang bahkan meliputi seluruh manifestasi wujud kita-, Allah akan menghadirkan ingatannya kepada diri kita. Sebagaimana dikisahkan ketika satu dari ahli dzikir yang amat tekun, Maha Guru Husein bin Mansur Al - Hallaj -, di penjara pada hari pertama beliau menghilang dari penjara, sedang pada hari kedua penjaranya hilang. Maka di hari ketiga penjaga menanyakan kepadanya tentang hal tersebut, beliau menjawab, " Hari pertama aku pergi ke hadhirat Tuhan maka aku menghilang, sedang di hari kedua Tuhan hadir sehingga penjara pun hilang." wallohu alam bish-showwab

Dzikr dan Ilmu Hudhuriy 2

Dalam setiap ilmu ada tiga hal; subyek yang mengetahui (alim), obyek yang diketahui (malumaat) dan tindak (baca pula; predikat) mengetahui. Ilmu disebut hudhuriy jika subyek yang mengetahuinya identik dengan obyek yang diketahuinya. Pemikir identik dengan yang dipikirkan. Ittihade aaqil wa maqul. Atau Al- Ittihad al-aqil wa al-maqul. Keidentikan atau kesatuan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui. Jadi dalam ilmu hudhuriy, subyek = obyek. Maka terkadang ilmu hudhuriy disebut pula sebagai ilmu swa-obyek. Maka, karena pada hakikatnya seluruh ilmu adalah ilmu hudhuriy, bagaimana menjelaskan ke-swaobyekan seluruh ilmu? Jika hal - hal yang diketahui adalah hal-hal yang memiliki eksistensi mental saja seperti konsep tentang titik, prinsip non-kontradiksi , dll, ini masih bisa dibayangkan, tapi jika yang diketahui adalah obyek material, bagaimana mungkin obyek material identik dengan subyek mental manusia yang jelas merupakan hal yang immaterial? Mungkin lebih berat lagi ke-musykilan yang diajukan Mulla Hadi Sabzavary, " Bagaimana mungkin segala hal yang termasuk dalam 9 kategori jatuh hanya dalam 1 kategori saja, yaitu kualitas?" Sebagian filsuf berusaha memecahkan masalah ini dengan mengatakan bahwa, pada dasarnya pengetahuan manusia adalah bayangan (image) dari realitas yang ada. Tapi teori ini gugur dengan melihat banyak pengetahuan yang tidak merupakan bayangan dari apa pun, seperti prinsip non-kontradiksi, konsep titik, garis dan seluruh geometri. Seluruh prinsip niscaya rasional jelas bukan bayangan dari apa pun, bahkan seluruh hal yang inderawi akan kehilangan makna tanpa pra-eksistensi dari prinsip-prinsip ini, Batas antara hal yang material dan immaterial ternyata fuzzy (tidak tegas). Karena materi disadari keberadaanya karena persepsi akan materi tersebut. Sedang persepsi jelas immaterial. Tidak mungkin bagi seseorang membedakan persepsi dalam mimpi yang

immaterial dan persepsi dalam alam tak-mimpi yang material. Maka para wali mengatakan "Arwahuna ajsaduna, wa ajsaduna arwahuna" (Ruh-ruh kami adalah jasad-jasad kami, dan jasad-jasad kami adalah ruh-ruh kami) Yang membuat beda antara hal material dan immaterial jelas dan tegas seperti kutub utara dan kutub selatan hanyalah operasi mental manusia yang terlalu akrab dengan hal - hal yang kasat mata saja. Dan, sebagai suatu quiditas yang memiliki wujud, secara emanatif wujud mempunyai jalur intellegebles hingga me-wujud-kan quiditas tersebut. Secara emanatif, artinya menurut teori emanasi atau al-ibda`. Dimitri qua dimitri bukan sesuatu apa pun. Tidak memiliki wujud. Bukan sesuatu yang maujud. Dimitri menjadi sesuatu pada saat, wujud-nya yang kopulatif terhubung pada wujud an-sich melewati satu jalur emanasi tertentu. Semua jalur emanasi bersatu pada tahapan wujud an sich dan akal pertama. Dan wujud an sich,- yang tidak termasuk dalam kategori apa pun, dan ada pada segala tanpa satu persatuan-, mungkin menjadi subyek dan obyek seluruh ilmu. Apakah ini yang disebutkan oleh Plato sebagai Idea, yang harus diingat kembali oleh orang yang belajar? Atau ini yang disebutkan oleh Aristoteles dan Mulla Shadra sebagai potensi ilmu yang harus diaktualisasikan oleh orang yang belajar? Maka apakah berdzikir ? Meng-ada-kan satu-satunya Subyek dan Obyek yang ada. Melewati jalur-jalur kontraemanasi (baca pula; Nama-Nama) tertentu. Hingga sampai pada wujud an sich. Suatu keadaan yang disebutkan dalam sebuah kitab sebagai berikut; Ilme khuda dar ilme shuufii gum syawad. Ilmu Tuhan tenggelam dalam ilmu sufi. Bagaimana orang kebanyakan bisa mengerti ? wallohu alam bis-showwab

Dzikr dan Ilmu Hudhuriy 3


Samudera Sholawat
Syaikh Syilbi mengatakan; "Aku berkata dan Aku mendengar dan adakah yang lain di kedua dunia ini selain aku?" Ashalah al-wujud, - bahwa yang Real dan Hakiki Ada hanya Tuhan (baca pula; wujud an sich)-, jelas mentahkik ke-khayal-an semua kejamakan yang nampak. Alam, - langit maupun bumi, dunia maupun akhirat, immaterial maupun material-, tidak real. Tidak mempunyai ashalah. Alam(baca pula; selain Tuhan) hanya memiliki wujud kopulatif dalam alam mental. Inilah yang disebut Imajinasi Teofanik. Penciptaan dalam Khayalan Tuhan. Maka, tidak ada penciptaan dalam artian Tuhan menciptakan hal-hal yang benar-benar ada sebagaimana adanya Diri-Nya. Mahiyyat bi jaal-i-jail nist.Fail-i-faail khilafi qabil nist. (Mahiyyah (baca pula; keapaan) tidak diciptakan oleh Pencipta. Perbuatan dari pelaku tidak bertentangan dengan "bakat"). Karena Tuhan adalah wujud an-sich, maka Ia mesti meng-ada. Ke-mestian terawal Ia meng-ada, -yang mungkin disebut Qudrah-, adalah Jauhar / Substansi Pertama (baca pula; (Nur) Muhammad) yang ter"cipta" atau "muncul" dalam Khayalan Tuhan tentang Diri-Nya. Maka terdapat "dua" sesuatu, Allah dan Muhammad. Dari "dua" sesuatu ini, muncul Khayalan-Nya akan (Allah, Muhammad) dan (Muhammad, Allah), dan muncul khayalan Muhammad tentang dirinya sendiri. Hingga muncullah "lima" sesuatu. Dan seterusnya muncullah alam yang mahajamak ini dalam KhayalanNya. Sekuen logis nir-ruang dan nir-waktu ini disebut dengan emanasi (al-ibda`). Maka, Segala Yang Ada Subyek dan Obyeknya Ia Semata. Ia - lah Yang Mencipta dan Ia - lah Yang Dicipta. Ia - lah Yang Mengetahui dan Ia - lah Yang Diketahui. Ia lah Yang Memuji dan Ia - lah Yang Dipuji. Maka benarlah perkataan Syaikh Syilbi di atas; "... adakah yang lain di kedua dunia ini selain aku?"

Sebagaimana hakikat ilmu adalah kumpulan intellegebles, hakikat penciptaan - pun adalah intellegebles. Seluruh penciptaan ada dalam alam mental. Tidak mempunyai ashalah. Tidak mempunyai akar kenyataan. Mungkin ini-lah yang pernah dinyatakan oleh Allamah Sayyid Sir Muhammad Iqbal; Hakikat seluruh kehidupan adalah ruhaniah. Tak lain perjalanan ruhaniah adalah perjalanan manusia sebagai khayalan Tuhan dalam khayalannya (baca pula; alam mental / pikirannya) sehingga dalam dirinya Tuhan menemukan satu aspek Kesempurnaan PerwujudanNya. Maka sungguh sebaik-baik dzikr, adalah yang menggerakkan manusia untuk menyadari Kesatuan Subyek dan Obyek dalam segala yang maujud. Dan inilah hakikat Sholawat . Berulang-ulang melantunkan Sholawat artinya, membuat batin semakin yakin bahwa Allah-lah satusatunya yang Ada dan tiap saat, tiap waktu di tiap ruang Ia senantiasa memuji bayangan diri-Nya sendiri, tak lain adalah Muhammad. Dan Ia senantiasa bersholawat di mata kita, di kelopak mata, di gendang telinga dan di segenap pori dan sel. Berulang-ulang melantunkan Sholawat artinya, membuat batin sadar kembali bahwa hanya Allah-lah Sang MahaAku, sedang Muhammad ada dalam fikiran, juga sekalian alam. Maka benarlah kata Mansur AlHallaj; "Ana Al-Haqq" . Dan benar pula kata seorang wali, " Aku dari Allah, dan Allah dari aku, dan akulah mu`min yang paling afdhol." Berulang-ulang melantunkan Sholawat artinya, menghadir-kan Subyek dan Obyek semua ilmu dalam batin kita. Sehingga mungkinkah kita merasakan seperquadrilliun dari suatu riwayat; "Ditunjukkan pada kami benda-benda sebagaimana adanya pada hakikatnya" Berulang-ulang melantunkan Sholawat artinya, lebur dalam melodi Kesedihan Tuhan Yang Azali, -Hasrat-Nya untuk mengenali diri-Nya Sendiri. Tak ada Pelaku lain selain Ia sendiri.

Mungkinkah Tuhan tidak terbingungkan oleh kemahajamakan khayalan-Nya? Mungkinkah Tuhan tidak terbingungkan oleh kemahalawanan SifatSifatNya? Mungkinkah Tuhan tidak tenggelam dalam Samudera Nama-Nama - Nya Sendiri? Sholawat akan menjawab, mungkin! Hanya Ia Sendiri-lah tujuan semua dzikr dan doa. Sebagaimana hanya Ia Saja-lah Sang MahaPelaku. Sebagaimana yang dirintihkan dalam sebuah doa; Wa anta ghooyatul mas`uul wa nihaayatul maamul. Dan Engkau Sendiri, Ya Allah, tujuan doa ini dan nihayah (tujuan akhir) dari harapan-harapan. Maka Yaa Allah, kabulkanlah doa - doa kami ini, wujud-kanlah "Kullu syai`in haalikun illa wajhahu" dalam batin yang penuh kegelapan ini dengan Sholawat-Mu.
Maka kata seorang penyair;

garputala lain, garputala lain, maka udara di atas air pun enggan bergetar merdu dalam rogga gitar ada gitar, maka senar-senar pun tak membuat udara bergetar merdu bak istri yang maha pencemburu, Kau Takkan Menampakkan Merah bibirmu jika dimadu tapi jika di bola mata ku Kau lihat hanyalah Wajah-Mu, maka Kau pun merekah tersenyum semanis madu wallohu alam bish-showwab

dzikr dan ilmu hudhuriy 4 PAnggilan Cinta


Cinta memberi mata yang telah buta, penglihatan Cinta memberi telinga yang telah tuli, pendengaran Cinta memberi hati yang telah mati, kehidupan Cinta memberi hamba yang telah gila, ke-lenyap-an Wujud murni semurni-murninya, senantiasa Sendiri, karena Dia-lah hakikat Al-Munfarid. Kesepian senantiasa menyirami Semua yang diliputi-Nya. Kesaripedihan-Nya Yang Azali karena hasrat kerinduan tajalliyyaat Seluruh Segi Kesempurnaan-Nya,- yang merupakan satu kemustahilan-, mengalirkan hakikat rindu (syauq) pada semua yang maujud. Dan, bukankah rindu tak lain adalah lidah api gejolak Cinta yang memedihkan ? Telah berkata Guru Kita YM. Syaikh Syihabuddin Suhrawardi Al-Maqtul (q.s.); Ketahuilah bahwa yang pertama diciptakan Tuhan adalah mutiara cemerlang yang dinamai-Nya Akal (aql ). Mutiara ini diberinya tiga sifat, yaitu kemampuan untuk mengenal Tuhan, kemampuan untuk mengenal dirinya sendiri, dan kemampuan untuk mengetahui apa yang belum ada dan kemudian ada. Dari kemampuan untuk mengenal Tuhan, muncul husn, yang dinamakan Keindahan; dan dari kemampuan untuk mengenal dirinya sendiri, muncul isyq, yang dinamakan Cinta. Dari kemampuan untuk mengetahui apa yang belum ada kemudian ada, muncullah huzn, yang dinamakan Kesedihan. Dari ketiganya ini, yang timbul dari satu sumber dan bersaudara satu sama lain, Keindahan adalah yang paling dulu memandang dirinya dalam dirinya dan dia tersenyum. Dari senyum itu bermunculan beribu-ribu kerubim. Cinta, saudara tengah, begitu dekat dengan Keindahan sehingga dia tidak dapat melepaskan pandangan darinya dan selalu berada di sampingnya. Jika Keindahan tersenyum, kelumpuhan menimpa Cinta, yang menjadi begitu gelisah sehingga dia ingin bergerak. Kesedihan, yang paling muda, bergantung kepadanya, dan dari kebergantungannya inilah langit dan bumi muncul.

Dzikr berulang-ulang menggaungkan Nama-Nama-Nya Yang Indah artinya Ia menampakkan Ke-Indahan-Nya pada diri-Nya sendiri melalui kita, yang tidak lain hanyalah Khayalan-Nya atas diri-Nya Sendiri. "Kita" tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada. Maka makna Asma Al-Jamiil, Ar-Ro`uuf, Al-Waduud, AlJawwaad, Al-Lathiif, Al-Khobiir akan segera bertajalli dan hakikat pezikir (baca pula; salik) pun menjadi Cinta yang terbutakan matanya dengan kemaharinduan-nya akan hakikat Nama-Nama tersebut yang tidak akan lagi lebih dekat dari qaaba qaswaini au adna. Salik (baca juga; sang pecinta) bak buih tercelup di Samudera, kehilangan seluruh ingatannya akan dirinya sendiri dan semua yang ada. Pecinta tak tahu apa arti air material, baginya yang ada hanyalah Al-Hayyu. Pecinta tak tahu apa arti makanan, baginya yang ada hanyalah Ar-Razzaq. Pecinta tak tahu lagi apa arti dosa, baginya yang ada hanyalah AlGhofuur. Pecinta tak tahu lagi apa arti tempat sujud, baginya yang ada hanyalah Al-Qariib. Pecinta tak tahu lagi apa arti semua hal yang terlihat, baginya yang ada hanyalah Azh-Zhahiir. Pecinta tak tahu lagi apa arti bedak dan wewangian istrinya, baginya yang ada hanyalah Al-Waduud. Pecinta tak tahu lagi apa arti rumahnya, baginya yang ada hanyalah Dia, Al-kahf liman laa kahfalahu (Gua bagi yang tak mempunyai gua). Pecinta tak tahu lagi apa arti tetangganya, baginya yang ada hanyalah Dia, Al-jaar liman laa jaaralahu (Tetangga bagi yang tak mempunyai tetangga). Pecinta tak tahu lagi apa arti benar dan salah, baginya yang ada hanyalah Al-Haqq. Pecinta tak tahu timur tak tahu barat, tak tahu pula arah kiblat (kabah), karena baginya ke mana saja ia menghadap disitulah wajhullah. Pecinta tak tahu lagi siapa dirinya, karena ia telah menjadi "Ana Ahmadun bi laa mim (Aku adalah Ahmad tanpa mim (yaitu; Ahad))". Tahapan sang penggila cinta yang tenggelam dalam Nama-Nama - Nya. Bahkan ia bukanlah sesuatu yang bisa disebut sang atau pun penggila. Dan jangan sifati ia ! Laa yariful waliyya illal waliyyu. Tidak mengenal wali

kecuali wali. Sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Ibrahim Gazur I -ilahi; .... Dalam pengetahuannya, obyek-obyek tidak mempunyai keberadaan sendiri dan tidak ada " yang lain" (selain Allah). Jika keadaan ini berlangsung lama, dia dinamakan jadzba (ektase, kegembiraan luar biasa, kegembiraan batin) dan januun - I -ilaahi (kegilaan dalam Tuhan). Seseorang yang telah merasakan ini untuk beberapa menit menjadi seorang wali, dan jika dalam waktu lama, menjadi quthub atau ghauts. Maka, benarlah kata penyair; lihatlah pemabuk ribuan gazal tiada akal, tiada akal Yang Ada hanyalah rambut yang ikal wallohu alam bish-showwab [[[ :::::: penulis Dr.Dimitri Mahayana :::::::]]]]]

10

Anda mungkin juga menyukai