Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan
atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan. Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Alpers, 2006). Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar 50% dari tahun 2007-2009. Menyikapi kasus yang demikian serius akibat dari komplikasi penyakit atresia ani, maka penulis mengangkat kasus atresia ani untuk lebih memahami perawatan pada pasien dengan atresia ani.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan atresia Ani? 2. Apa etiologi dari atresia ani? 3. Apa saja klasifikasi dari atresia ani? 4. Bagaimana patofisiologi dari atresia ani? 5. Bagaimana WOC dari atresia ani? 6. Apa saja tanda dan gejala atresia ani? 7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari atresia ani? 8. Bagaimana penatalaksanaan dari atresia ani? 9. Apa saja komplikasi dari atresia ani? 10. Apa saja isi pengkajian asuhan keperawatan pada atresia ani? 11. Apa saja diagnosa asuhan keperawatan pada atresia ani? 12. Bagaimana intervensi asuhankeperawatan pada atresia ani?

1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui definisi dari atresia ani 2. Mengetahui etiologi dari atresia ani 3. Mengetahui klasifikasi dari atresia ani 4. Mengetahui patofisiologi dari atresia ani 5. Mengetahui WOC dari atresia ani 6. Mengetahui tanda dan gejala dari atresia ani 7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari atresia ani 8. Mengetahui penatalaksanaan dari atresia ani 9. Mengetahui komplikasi dari atresia ani 10. Mengetahui pengkajian dari asuhan keperawatan pada atresia ani 11. Mengetahui diagnosa keperawatan dari asuhan keperawatan atresia ani 12. Mengetahui intervensi dari asuhan keperawatan atresia ani

BAB II ISI
A. Definisi dan Anatomi Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley, 1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidakmempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM). B. Etiologi Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan

pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Faktor predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti : 1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe). 2. Kelainan sistem pencernaan. 3. Kelainan sistem pekemihan. 4. Kelainan tulang belakang. C. Klasifikasi Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu: 1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu. 2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : a. Anomali rendah Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi dan b. tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. Anomali intermediet Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. normal

c.

Anomali tinggi Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm. Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi menjadi

2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonium maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada
5

wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga dilakukan pembedahan. Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1cm dari kulit dapat segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. D. Patofisiologi Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan. Berkaitan dengan sindrom down. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan. Terdapat tiga macam letak : 1. Tinggi (supralevator) : Rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel kesaluran kencing atau saluran genital. 2. Intermediate : Rectum menembusnya. 3. Rendah : Rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. terletak pada m.levator ani tapi tidak

E. Pathway
Gangguan Pertumbuhan Pembentukan Anus Dari Tonjolan Embrionik

ATRESIA ANI Feces Tidak Keluar Feces Menumpuk Peningkatan Tekanan Intra Abdomen Reabsorbsi Sisa Metabolisme oleh Tubuh Vistel Rektovagi nal Feces Masuk Uretra Mikroorganisme Masuk Saluran Kemih Dysuria

Operasi: Anoplasti Colostomi

Mual, Muntah Resti Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

Penumpukan Sisa Metabolisme


Gangguan Rasa Nyaman Nyeri

Perubaha n Defekasi Pengeluar an Tidak Terkontrol

Resti Infeksi

Ganggua n Eliminasi BAK

Trauma Jaringan Nyeri

Ganggua n Kecema san

Iritasi Mukosa Resti Kerusakan Integritas Kulit

Gangguan Rasa Nyaman

F. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi, 2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996). Bayi muntah muntah pada usia 24 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium. F. Pemeriksaan Penunjang Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 2. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya. 3. USG terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. 4. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. 5. Pemeriksaan fisik rectum Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. H. Penatalaksanaan 1. a. Penatalaksanaan Medis Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital. b. Colostomi sementara

BAB III ASKEP TEORI 3.1 Pengkajian Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. a. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi: 1) Persepsi Kesehatan Pola Manajemen Kesehatan Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah. 2) Pola nutrisi Metabolik Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi. 3) Pola Eliminasi Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong, 1996). 4) Pola Aktivitas dan Latihan Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot. 5) Pola Persepsi Kognitif Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan. 6) Pola Tidur dan Istirahat Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi. 7) Konsep Diri dan Persepsi Diri Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi (Doenges, 1993).
9

8) Peran dan Pola Hubungan Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges, 1993). 9) Pola reproduksi dan Seksual Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges, 1993). 10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges, 1993). 11) Pola Keyakinan dan Nilai Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana, 1998). b. Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996). 1. Keadaan umum: Klien lemah 2. Tanda-tanda vital a. Nadi : 120 140 kali per menit b. Tekanan darah : c. Suhu : 36,5-37,5 C d. RR : 30-40 kali per menit e. BB : >2500 gr f. TB : normal

10

3. Data sistematik a) System kardiovaskuler Tekanan darah normal, Denyut nadi normal (120-140 kali per menit) b) System respirasi dan pernafasan Klien tidak mengalami gangguan pernapasan c) System gastrointestinal Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan membuncit pada 24-28 jam setelah lahir. Tidak ditemukan adanya saluran anus. d) System musculosceletal Klien tidak mengalami gangguansistem musculoskeletal e) System integument Klien tidak mengalami gangguan system integument f) System perkemihan Pada bayi laki-laki terdapat mekonium di dalam urine, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium dalam vagina.

c. Diagnosa Keperawatan Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu sebelum mengemukkan diagnosa keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa keperawatan yang spesifik. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani yaitu: Sebelum proses pembedahan : 1) Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi, 2001). 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan atu muntah (Doenges,1993). 3) Kecemasan keluarga berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi (Suriadi, 2001).
11

Setelah proses pembedahan : 1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1993). 2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges, 1993). 3) Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges, 1993). 4) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges, 1993). 5) Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Whaley & Wong, 1996).

d. Intervensi Keperawatan Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai berikut : Sebelum proses pembedahan : 1) Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik) berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi, 2001). Tujuan Kriteria hasil Intervensi : a) b) Dilatasikan anal sesuai program. Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal. 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan atau muntah (Doenges, 1993). Tujuan Kriteria hasil Intervensi : a) Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan. b) Kaji kesukaan makanan anak. c) Beri makan sedikit tapi sering. d) Pantau berat badan secara periodik. e) Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk : kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi : menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal, bebas tanda mal nutrisi. : terjadi peningkatan fungsi usus : pasien akan menunjukkan konsistensi tinja lembek,

terbentuknya tinja, tidak ada nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.

12

anak untuk makan. f) Beri perawatan mulut sebelum makan. g) Berikan isirahat yang adekuat. h) Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori sesuai program diit. 3) Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi (Suriadi, 2001 : 159). Tujuan : memberi support emosional pada keluarga terhadap kebutuhan intervensi perawatan dan pengobatan. Intervensi : a) Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan. b) Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan di rumah. c) Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien. d) Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan pada pasien. e) Jelaskan kebutuhan terapi IV, NGT, pengukuran tanda tanda vital dan pengkajian. Setelah proses pembedahan : 1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges, 1996). Tujuan Kriteria hasil Intervensi : a. Kaji area stoma. b. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area stoma. c. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma. d. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 dari ukuran stoma. e. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma. 2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges, 1993). Tujuan Kriteria hasil : tidak terjadi infeksi : tidak ada tanda tanda infeksi, TTV normal, lekosit normal. : tidak terjadi gangguan integritas kulit : penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti. Kriteria hasil : keluarga akan mengekspresikan perasaan dan pemahaman

13

Intervensi : a) b) c) d) e) Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau perawatan. Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih. Pantau dan batasi pengunjung, beri isolasi jika memungkinkan. Beri antibiotik sesuai advis dokter. .

3) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges, 1996). Tujuan Kriteria hasil e. Implementasi Adalah tahap pelaksanaan atau implementasi terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat atau ditetapkan untuk perawat bersama klien ataupun tenaga kesehatan lainnya guna mengatasi masalah kesehatan klien. Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah divalidasi sesuai dengan kebutuhan klien. f. Evaluasi Merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah tahap pelaksanaan tidakan keperawatan dengan tujuan dan criteria hasil yang diharapkan dalam tahap perrencanaan. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam mengevaluasi atau menentukan sejauh mana tujuan tersebut tercapai, diantaranya adalah : 1. Tujuan tercapai : jika data subjektif dan objektif ditemukan pada saat evaluasi telah memenuhi kriteria hasil. 2. Tujuan teratasi sebagian : jika data subjektif dan objektif yang ditemukan hanya sebagian yang sesuai dengan kriteria hasil. 3. Tujuan belum tercapai : jika data subjektif dan objektif yang ditemukan tidak sesuai dengan kriteria hasil. : pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, pasien akan tampak rileks : ekspresi wajah pasien relaks, TTV normal.

14

BAB IV PENUTUP 3.1 Kesimpulan Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley, 1996). Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Secara fungsional, atresia ani dibagi menjadi 2 yaitu tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dan tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja. Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan Sinar X terhadap abdomen, Ultrasound terhadap abdomen, CT Scan dan Pemeriksaan fisik rektum. Penatalaksanaan Medis yang sering dilakukan pada pasien atresia ani yaitu pada Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital dan Colostomi sementara. 3.2 Saran Sebagai seorang perawat yang professional, maka seharusnya kita bisa melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir terutama pada anggota badan yang rentan mengalami kelainan kongenital seperti anus. Hal yang harus dilakukan adalah bayi dilakukan colok dubur untuk mengetahui apakah bayi mempunyai anus atau tidak. Lalu dianjurkan bayi untuk menginap di klinik atau RS dalam waktu 24 jam untuk mengetahui

15

apakah bayi sudah mengeluarkan mekonium atau tidak, kalau dalam jangka waktu tersebut bayi sudah mengeluarkan mekonium maka bayi tidak mengalami kelainan. Untuk ibu bayi yang mengalami atresia ani sebaiknya bias berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan perawatan bayinya tersebut. Bayi terkadang dilakukan pembedahan kolostomi dan harus dirawat secara ekstra agar kolostomi tersebut tidak mengalami infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC. Doengoes Merillynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Nursing care plans, Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.. Jakarta. jtptunimus-gdl-sriwenidew-5112-2-bab2.pdf http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/askep-atresia-ani/ http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-anak/askepatresia-ani/ http://www.kapukonline.com/2010/03/askepatresiaani.html

16

Anda mungkin juga menyukai