Anda di halaman 1dari 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Instalasi Gawat Darurat


Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan

medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan playanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar.

IGD adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk

penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah. Ruang IGD, selain sebagai area klinis, IGD juga memerlukan fasilitas yang dapat menunjang beberapa fungsi-fungsi penting sebagai berikut: kegiatan ajar mengajar, penelitian/riset, administrasi, dan kenyamanan staff. Adapun area-area yang ada di dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi pasien di IGD adalah :

Universitas Sumatera Utara

(1) Area administratif, (2) Reception/Triage/Waiting area, (3) Resuscitation area, (4) Area Perawat Akut (pasien yang tidak menggunakan ambulan), (5) Area Konsultasi (untuk pasien yang menggunakan ambulan), (6) Staff work stations, (7) Area Khusus, misalnya: Ruang wawancara untuk keluarga pasien, Ruang Prosedur, Plaster room, Apotik, Opthalmology/ENT, Psikiatri, Ruang Isolasi, Ruang Dekontaminasi, Area ajar mengajar. (8) Pelayanan Penunjang, misalnya: Gudang / Tempat Penyimpanan, Perlengkapan bersih dan kotor, Kamar mandi, Ruang Staff, Tempat Troli Linen, (9) Tempat peralatan yang bersifat mobile Mobile X-Ray equipment bay, (10) Ruang alat kebersihan. (11) Area tempat makanan dan minuman, (12) Kantor Dan Area Administrasi, (13) Area diagnostic misalnya medis imaging area laboratorium, (14) Departemen keadaan darurat untuk sementara/ bangsal observasi jangka pendek/ singkat (opsional), (15) Ruang Sirkulasi. Ukuran Total IGD dimana total area internal IGD, tidak termasuk bangsal pengamatan dan area internal imaging sekarang ini sebaiknya, harus sedikitnya 50 m2/1000 kehadiran tahunan atau 145 m2/1000 jumlah pasien yang masuk setahun, ukuran yang manapun boleh dipakai tetapi lebih baik dipilih yang lebih besar. Ukuran yang minimum suatu IGD akan lebih fungsional apabila seluas 700 m2. Total ukuran dan jumlah area perawatan akan juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: Jumlah angka pasien, pertumbuhan yang diproyeksikan, anti pasti perubahan di dalam teknologi, keparahan penyakit, waktu penggunaan laboratorium dan imaging medis, jumlah atau susunan kepegawaian dan struktur.

Universitas Sumatera Utara

Berikut ini adalah gambar work flow IGD menurut Neufert (1999):

Resuscitation rm, 24.36 m2 1. Work top 2. unit 2.2.Suction Kenyamanan Bangunan 3. Stool Suatu kondisi bangunan dapat menimbulkan perasaan tertentu bagi pengguna, 4. Trolly (cart) 5. Surgeons sk yaitu rasa nyaman. 6. Linen sack 7. sack Wast Kenyamanan bersifat teknis: dalam hal ini ditunjukkan melalui unsur-unsur 8. Work top with sk seperti suhu, pencahayaan, sanitasi, 9. Writing surface with shelves over dan suara. 10. Mobile x-rax Kenyamanan bersifat fungsi: terasa dalam menggunakan ruang/ bangunan, 11. Anethesists trolly 12. Stand melalui unsur efektif dan efisien dalam kaitannya dengan workflow dan room 13. Oxegen organization.

Universitas Sumatera Utara

Kenyamanan bersifat perilaku: kepuasan dalam hal privasi, pengungkapan jati diri (melalui ungkapan simbol), interaksi sosial, density territoriality (teritori).

2.3. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation)

Menurut Haryadi dan Sudibyo (1996), pengertian dari EPH adalah penilaian

tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada penghuni/pemakai, terutama nilai-nilai (individu maupun kelompok) dan kebutuhannya. Penggunaan EPH adalah untuk menilai tingkat kesesuaian antara bangunan (lingkungan binaan) dengan nilai-nilai dan kebutuhan penghuni/pemakainya dan sebagai masukan dalam merancang bangunan dengan fungsi yang sama. Rumah sakit merupakan sebuah fasilitas umum yang sarat dengan prasarana pengguna sarana. Sebuah rumah sakit sangat berpengaruh dengan keadaan dan fungsi dari prasarana dan sarananya, terlebih pada rumah sakit modern yang menggunakan teknologi maju. Banyak manajemen rumah sakit yang kurang memperhatikan hal ini. Seperti diketahui sebuah bangunan bukan hanya terdiri atas ruangan dan pembataspembatasnya saja, tetapi berfungsi juga komponen lain yaitu komponen servis. Komponen servis ini terdiri atas perlengkapan elektrikal dan mekanikal dan perabotan yang jenis dan jumlah serta kualitasnya tergantung dari kegiatan yang berlangsung di dalam rumah tersebut. Dengan demikian ada 2 faktor penting, yaitu manusia sebagai pengguna dan bangunan beserta komponen-komponennya sebagai lingkungan binaan yang mengakomodasi kegiatan manusia.

Universitas Sumatera Utara

Peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit merupakan fenomena yang selalu dihadapi oleh para pengelola rumah sakit. Menurut Haryadi dan Slamet (1996) perencanaan pengembangan dalam rangka peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit selalu berdasarkan keadaan sebenarnya saat ini, untuk mencapai kondisi yang lebih baik di saat mendatang. Untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari prasarana dan sarana fisik saat ini perlu dilakukan evaluasi, yaitu evaluasi pasca huni (post occupancy evaluation). Menurut Haryadi dan Slamet (1996), Evaluasi Pasca Huni (EPH) didefinisikan sebagai pengkajian atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada pemakai, terutama nilai-nilai dan kebutuhannya. Evaluasi terhadap tingkat kepuasan pengguna atas sebuah bangunan dengan mempelajari Performance (tampilan) elemen-elemen bangunan tersebut setelah digunakan beberapa saat. Pengetahuan tentang performansi bangunan rumah sakit merupakan dasar peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit. Pengertian dari Evaluasi Pasca Huni adalah : 1. Merupakan sebuah proses evaluasi bangunan dalam suatu cara yang ketat dan sistematis setelah bangunan tersebut dihuni beberapa saat. 2. Evaluasi Pasca Huni dipusatkan pada pengguna bangunan dan kebutuhankebutuhannya. 3. Tujuan adalah untuk menghasilkan bangunan yang lebih baik dikemudian hari. 4. Evaluasi merupakan penilaian performansi bangunan, secara informal telah dilakukan sehari-hari (sadar atau tidak, terstruktur atau tidak).

Universitas Sumatera Utara

5. Kegunaan a. Jangka pendek : Mengidentifikasikan keberhasilan dan kegagalan bangunan. Membuat rekomendasi untuk mengatasi masalah. Memberi masukan untuk tahapan pembiayaan proyek

b. Jangka menengah : Membuat keputusan bagi pengguna kembali dan pembangunan baru Memecahkan masalah bagi bangunan yang ada.

c. Jangka Panjang Digunakan sebagai acuan pembangunan mendatang Mengembangkan state of the art bangunan dengan fungsi yang sama.

Tiga tingkatan dari EPH, yaitu : 1. Indikatif EPH Indikasi keberhasilan dan kegagalan bangunan, dilakukan dalam waktu yang sangat singkat (kurang lebih 3 jam). Biasanya evaluator sudah sangat mengenal dengan objek evaluasinya. Perolehan data dapat diperoleh salah satunya dari mempelajari dokumen (blue print), walk in through, kuesioner, wawancara. 2. Investigatif EPH Berlangsung lebih lama dan lebih kompleks, biasanya dilakukan setelah ditemukan isu-isu (saat indukatif EPH) dikerjakan selama 2-4 minggu.

Universitas Sumatera Utara

3. Diagnostik Menggunakan metode yang lebih canggih, dengan hasil yang lebih tepat/akurat memerlukan waktu beberapa bulan. Hasilnya merupakan evaluasi yang menyeluruh. Tahap Kegiatan 1. Planning : rancangan evaluasi (tujuan, sasaran, waktu, tenaga, sumber informasi, cara dan alat. 2. Conducting : pengumpulan data, analisis, temuan dan rekomendasi evaluasi. 3. Applying : tindak lanjut/implementasi Unsur-unsur fisika bangunan yang berkaitan dengan penelitian adalah : a. Bunyi Bunyi mempunyai definisi: 1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastic seperti udara. Ini adalah bunyi objektif. 2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan di atas. Ini adalah bunyi subjektif. Menurut Doelle (1998) Bunyi dapat dihasilkan : 2. Di udara (airborne sound), misalnya suara manusia barcakap atau bernyanyi. 3. Karena benturan/tumbukan (impact sound) atau bunyi struktur (structure sound). 4. Karena getaran mesin.

Universitas Sumatera Utara

Telinga normal tanggap terhadap bunyi diantara jangkauan frekuensi audio sekitar 20 sampai 20.000 Hz. Gelombang bunyi yang merambat dari sumbernya dengan muka gelombang berbentuk bola yang terus-menerus membesar, segera melemah bila jarak dari sumbernya bertambah. Sebagian energinya akan dipantulkan, diserap, disebarkan, dibelokkan atau ditransmisikan ke ruang yang berdampingan, tergantung pada sifat akustik dindingnya. Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Dengan kata lain tiap bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima dianggap sebagai bising. Jadi pembicaraan atau music dianggap sebagai bising bila mereka tidak diinginkan. Seseorang cenderung mengabaikan bising bila bising itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti mesin ketik atau mesin di pabrik. Sumber bising dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) bising interior bisa dari alat-alat seperti mobil, motor, kipas angin, AC, televisi, radio, penghisap debu, mesin bor, dan (2) outdoor, seperti bunyi air hujan, angin, air mengalir. Bising berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari pada bising frekuensi rendah. Secara umum bising bias menghasilkan gangguan yang jauh lebih besar pada malam hari dari pada siang hari. Sebuah rumah sakit adalah jenis bangunan yang penghuninya sangat dipengaruhi oleh bising. Karena itu pemilihan lokasi yang sesuai harus dipertimbangkan agar dapat mengurangi bising outdoor. Sedangkan bising interior dalam rumah sakit disebabkan oleh:

Universitas Sumatera Utara

Peralatan mekanik ( mesin diesel, kompresor, AC, elevator ) Fasilitas operasional ( unit pipa ledeng, mesin cuci, fasilitas masuk ) Fasilitas pelayanan pasien ( tangki oksigen, trolley, alat-alat kesehatan ) Kegiatan karyawan dan pasien (pembicaraan, langkah orang berjalan) Menurut Doelle (1998), bising yang cukup keras di atas 70 dB dapat

menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada umumnya dan bila berlangsung lama, kehilangan pendengaran sementara atau permanen dapat terjadi, juga penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan luka perut. Pengaruh bising dapat menurunkan produktivitas dari pekerja. Hal ini telah dibuktikan dalam bidang industri, produksi akan turun dan pekerja-pekerja akan membuat lebih banyak kesalahan. Bila dipengaruhi oleh bising di atas 80 dB untuk waktu yang lama. Sebaliknya, juga terbukti bahwa hal yang sama dapat terjadi bila pekerja bekerja di tempat yang terlalu sunyi. Ini dibuktikan bahwa bising dalam jumlah tertentu dapat ditolerir dan sebenarnya sejumlah bising dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan jiwa. Bising buatan disebut acoustical deodorant. Misalnya musik latar belakang yang dipilih secara tepat dan didistribusikan dengan baik, seperti di ruang tunggu, hotel dan restoran. Untuk mengendalikan bising yang disebabkan bantingan pintu dapat dihindari dengan menggunakan penahan pintu karet. Lantai dapat ditutup dengan penutup

Universitas Sumatera Utara

elastic (tegel karet, tegel gabus, tegel vinyl atau linoleum) untuk mengurangi bising benturan. Selain itu petugas rumah sakit juga dilatih untuk berbicara dengan sopan dan menghargai orang lain, seperti tidak berbicara atau tertawa keras-keras. b. Suhu Udara Usia sebagai bangunan dapat mencapai 50-100 tahun, karena itu penting sekali dipikirkan mengenai pemakaian energi dalam tahap disain. Apabila kita salah dalam mengambil keputusan dalam tahap disain, akibatnya harus ditanggung selama gedung ini berdiri. Misalnya kalau kita lebih banyak menggunakan AC, padahal bisa dihemat dengan membuka jendela, lubang angin, tanaman, pelindung (awning), beranda. Selain kerugian dalam bentuk materi (uang) juga merusak lingkungan dan menghabiskan energi yang tidak perlu. Thermal comfort Zone, Moore (1999) adalah kombinasi dari temperature udara, kelembaban, radiant temperature, arus udara, dan hal yang berpengaruh di dalam comfort zone adalah temperatur udara dan kelembaban. Menurut American Society for Heating, refrigerating and air conditioning engineers (ASHRAE Standard 55-56). Thermal comfort-that conditioning of mind which expresses satisfaction with the thermal environment. Comfort Zone tidak absolut tetapi tergantung dari kultur, musim, kesehatan, lapisan lemak seseorang, tebalnya baju pakaian, kegiatan fisik. Kalau banyak kegiatan fisik maka comfort zone turun kearah bawah.

Universitas Sumatera Utara

Tata laksana penghawaan dan pengaturan suhu udara menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit : 1. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk. Sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang menggunakan pengatur udara sentral harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur. 2. Suplai udara dan Exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi. 3. Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali 4. Pengambilan suplai udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 Meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran 5. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap. 6. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.

Universitas Sumatera Utara

7. Suplai udara untuk daerah sensitif : ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai. 8. Suplai udara di atas lantai 9. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, gudang. 10. Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi saringan 2 beds. Saringan I pasang di bagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30% dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning system. 11. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sisitem silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang. 12. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi dibandingkan ruang-ruang yang lain dan menggunakan cara mekanis (air conditioner). 13. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit. 14. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) kali sebulan harus di disinfeksi dengan menggunakan electron presipitator

Universitas Sumatera Utara

(resorcinol, trieylin glikol) atau disaring dengan electron presipitator atau menggunakan penyinaran ultraviolet. 15. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas) c. Pencahayaan Pencahayaan menurut Simha (2001) bertujuan : 1. Untuk mendukung aktivitas dan kegiatan lain pengguna bangunan. 2. Untuk mendukung fungsi keamanan. 3. Untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dan menyenangkan Cahaya sendiri dapat dibagi dua, yaitu cahaya alam (matahari) dan cahaya buatan (lampu). Kenyamanan dari sebuah cahaya menurut Moore (1999) ditentukan oleh : kondisi fisiologis mata, latar belakang objek, bentuk/wujud objek yang dipandang, mengontrol silau tingkat kekuatan penyinaran. Menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit bahwa tata laksana pencahayaan adalah sebagai beikut : 1. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas cukup berdasarkan fungsinya. 2. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang /peralatan perlu diberi penerangan.

Universitas Sumatera Utara

3. Ruangan pasien harus diberikan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan diediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik. Disetiap setiap area pencahayaan adalah faktor yang sangat penting, sebaiknya digunakan sistem pencahayaan dengan standar yang tinggi. Masing-masing cahaya perlu mempunyai suatu tenaga 30,000 lux, untuk menerangi suatu ukuran bidang sedikitnya 150 mm dan dengan konstruksi yang sempurna. Pertimbangan lain sebaiknya area klinis juga tetap harus diberikan pencahayaan walaupun dalam keadaan siang karena hal ini dapat mengurangi efek disorientasi bagi para staff dan pasien. Beberapa standar fisika bangunan dari DEPKES maupun literature lain dapat dilihat dari Tabel 1.1 Perbandingan Standar Fisika Bangunan
PERFORMANSI FISIK Pencahayaan (lux) Suhu Udara (0C) Suara (dB) Kelembaban DEPKES 100-300 26-28 52 BUILDING ENV. STD 100-200 24-27 45 35-45 30-40 50-60 NEUFERT STANDARD 200-300 IES 500-200 MANGUN. W 150 WIKU. A

2.4.

Kepuasan

2.4.1. Pengertian Kepuasan Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas, merasa senang, perihal (hal yang bersifat puas, senang, kelegaan dan kenyamanan). Kepuasan dapat

Universitas Sumatera Utara

diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan serta kenyamanan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa.

Menurut Supranto (2001) dalam Permata Bunda (2006) mendefinisikan

kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antar kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. Menurut Kotler (2002) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapan. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu (Tjiptono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas individu karena antara harapan dan kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang diberikan terpenuhi.

2.4.2. Kepuasan Pasien Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini adalah pasien. Merupakan hal penting yang memengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan memakai terus-menerus terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi (2002) dalam Permata Bunda (2006) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan. Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) dalam Permata Bunda (2006) yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan

Universitas Sumatera Utara

maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau jasa. Konsumen yang mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa dapat dikategorikan ke dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan konsumen individu. Menurut Prabowo (1999) dalam Permata Bunda (2006) pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan. Sedangkan menurut Aditama (2002) dalam Permata Bunda (2006) pasien adalah mereka yang diobati di rumah sakit. Berdasarkan defenisi di atas, maka dapat disimpulkan kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.

2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Menurut Kottler (2002) dalam Tjiptono (2008) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setalah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap suatu produk dan harapan-harapannya. Menurut Myers (1996), dalam setiap bisnis diupayakan untuk menciptakan kepuasan bagi internal maupun eksternal customer. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan keuntungan berupa rekomendasi dari mulut ke mulut dan terjadi pemberian ulang (repeat order) serta loyalitas. Kepuasan ditentukan oleh persepsi. Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengartikan sensasi dengan gambar-gambar

Universitas Sumatera Utara

dan hubungan-hubungan asosiasi di dalam memori untuk menafsirkan dunia di luar dirinya. Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Karena kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pasca-pembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas,

kegembiraan, atau kesenangan (Lovelock and Wright, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan menurut Garvin dalam Lovelock (1994), Pepard dan Rowland (1995) dalam Tjiptono (2008) antara lain : 1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya. Dalam pelayanan kesehatan pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit. 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya. Dalam

Universitas Sumatera Utara

pelayanan

kesehatan

ciri-ciri

atau

keistimewaan

tambahan

merupakan

karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki jasa pelayananan misalnya kelengkapan anterior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system dan sebagainya. 3. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak. Dalam pelayanan kesehatan keandalan dapat merupakan sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian atas pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat di dalam memberikan jasa keperawatannya yaitu kemampuan dan pengalaman yang baik di rumah sakit. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik disain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emosi terpenuhi, seperti ukruan as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan. Dalam pelayanan kesehatan kesesuaian dengan spesifikasi pada pelayanan kesehatan yaitu sejauhmana karakteristik pelayanan memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan. 5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan mobil buatan Amerika atau Eropa lebih

Universitas Sumatera Utara

baik daripada mobil buatan Jepang. Dalam pelayanan kesehatan daya tahan berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya. 6. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan. Dalam pelayanan kesehatan service ability meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu. 7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model/disain yang artistik, warna, dan sebagainya. Dalam pelayanan kesehatan estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, disain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi

Universitas Sumatera Utara

perusahaan, maupun negara pembuatnya. Umumnya orang akan menganggap mereka Mercedez, Roll Royce, Porche dan BMW sebagai jaminan mutu. Dalam pelayanan kesehatan kualitas yang dipersepsikan, citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tanggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat. Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu : a. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya. b. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. c. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung

Universitas Sumatera Utara

di rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan. d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudalnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut. e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepausan pasien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen. f. Image, yaitu cara reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. Pasien akan

Universitas Sumatera Utara

tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapan-harapan yang diinginkan pasien. g. Disain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan disain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu disain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepausan pasien atau konsumen. h. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepausan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut. i. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah sakit.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah :

kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana dan disain visual.

Universitas Sumatera Utara

Menurut McLaughin dan Kaluzny (Awinda, 2002), terdapat enam langkah pengukuran kepuasan pelanggan : 1. Penetapan tujuan Langkah pertama dalam membuat suatu survei pasien adalah menentukan terlebih dahulu tujuan dari survei tersebut. Beberapa pertanyaan yang sangat krusial, seperti : siapa saja yang dimaksud pasien, apa yang akan dicapai melalui survei ini, keuntungan apa yang di dapat oleh pasien dari penelitian ini, sehingga nantinya tergantung pada manajemen akan bagaimana menggunakan data ini. 2. Seleksi metode Langkah kedua yaitu memilih metode pengumpulan data yang akan digunakan pemilihan didasari oleh kelompok pasien yang dijadikan target serta informasi yang ingin didapat sesuai kebutuhan rumah sakit. Setiap mempunyai keuntungan dan kekurangan masing-masing. Kadangkala dilakukan penggabungan atau kombinasi dari beberapa metode pengumpulan data. Salah satu contoh adalah metode Focus Group Discussion (FGD). Metode ini sering digunakan untuk menggali segala kebutuhan dari pasien atau bahkan konflik yang sering terjadi diantara para staf professional. 3. Pembuatan alat pengumpulan data Dalam pembuatan instrumen pengumpulan data haruslah dipikirkan untuk menghindari kesalahan dalam pengukuran instrumen haruslah diujicobakan reliabilitas dan validitasnya serta sudah dibuktikan. Pembuatan instrumen ini membutuhkan keahlian khusus serta pengalaman. Salah satu contoh dari suatu

Universitas Sumatera Utara

instrumen pengumpulan data yang terdapat di rumah sakit terbagi dalam tujuh bagian yaitu : a. Aksesibilitas menuju rumah sakit, apakah penjelasan dari dokter yang merujuk jelas dan lengkap mengenai arah untuk menuju rumah sakit, apakah petunjuk arah di dalam rumah sakit jelas dll. b. Perparkiran ; seberapa jauh fasilitas dan pelayanan petugas parkir memenuhi kebutuhan anda. c. Registrasi ; menyangkut waktu tunggu, prilaku petugas, kelancaran proses registrasi, petugas bersikap informatif. d. Proses pemberian pelayanan pemeriksaan medis ; waktu tunggu yang diperlukan, penjelasan dokter yang sangat informatif, penjelasan dari staf lainnya, perilaku petugas, kelancaran atau efektifitas proses pelayanan, serta kebutuhan pribadi seperti : courtesy, interest, attention, and support show. e. Fasilitas yang ada f. Kepuasan secara umum terhadap rumah sakit g. Fakta pelayanan mengenai diri pasien ; bagian apa di rumah sakit yang telah memberikan pelayanan, pukul berapa datang ke rumah sakit, apakah pasien pria atau wanita dll. h. Pengumpulan dan penyimpanan data Disarankan agar segala informasi yang telah didapat disimpan dalam CIS (Customer Information System) database.

Universitas Sumatera Utara

i. Analisa data dan persentasi Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik dan analitik. j. Menterjemahkan hasil yang didapat dalam tindakan

2.5.

Landasan teori Menurut Kottler (2002) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa

seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan dalam penelitian ini dilakukan dengan pengukuran melalui Evaluasi Pasca Huni (EPH) menurut Aryadi dan Setiadi (1995). Menurut Miller dan Swensson (1995) mengenai disain fisik yang berhubungan dengan kebutuhan pelanggan meliputi : a. Physical comfort, meliputi kenyamanan temperatur, cahaya yang sesuai, tidak bising, funitur yang nyaman, ruangan yang tidak berbau. b. Social contact, meliputi cukup privasi (percakapan dengan dokter tidak mudah didengar orang yang tidak berkepentingan. c. Symbolic meaning, seperti ruang tunggu yang sempit dan kursi yang tidak nyaman akan mengesankan merendahkan pasien.
Komponenkomponenlingkunganfisikbangunanadalahsebagaiberikut:

1. Suhu-panas: ventilasi (bangunan), pengatur suhu (peralatan). 2. Pencahayaan: bukaan (bangunan), lampu (peralatan)

Universitas Sumatera Utara

3.Suara-bising-gema:perletakan, bukaan (bangunan), sistem akustik (peralatan/bahan) 4. Kelembaban: Arah dan dimensi bukaan (bangunan), Pengaturan (peralatan) 2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Dependen


Pelayanan IGD

Variabel

Keadaan Fisik IGD Suhu Pencahayaan Suara Kelembaban Kepuasan Pengguna IGD

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai