Anda di halaman 1dari 9

METODE PENGAMBILAN SAMPEL

A. SAMPEL
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika
tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita
teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya,
agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan
sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen
tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan
elemen atau unsur tadi. Secara umum, pengambilan sampel dapat dilakukan
dengan cara acak (random sampling) atau tanpa acak (non-random sampling).
2


B. Pengambilan secara sampel acak
Pengambilan sampel acak dilakukan secara objektif sedemikian rupa
sehingga probabilitas setiap unit sampel tidak diketahui, sedangkan pengambilan
sampel tanpa acak dilakukan sedemikian rupa sehingga probabilitas setiap unit
sampel tidak diketahui dan faktor subjektif memegang peran penting. Oleh
karena itu, pengambilan sampel tanpa acak ini, walaupun dilakukan sedemikian
rupa sehingga mempunyai tingkat kewakilan yang tinggi, tetap tidak dapat
dievaluasi secara objektif.
Random sampling yang akan diuraikan adalah sebagai berikut.
1. Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling)
Pengambilan sampel acak sederhana ini ialah pengambilan sampel sedemikian
rupa sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama
unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil
sebagai sebagai sampel. Cara ini merupakan cara paling sederhana dan dalam
praktik jarang digunakan secara tunggal terutama saat pengambilan sampel
pada populasi yang besar. Cara ini mempunyai arti sangat penting karena
pengambilan sampel acak sederhana merupakan dasar dari cara pengambilan
sampel yang lain.
Contoh : pada populasi sebesar 800 maka gulungan kertas ditulis mulai dari 0
sampai dengan 8 dan diambil tiga digit.
Cara pengambilan, untuk digit pertama mula-mula gulungan kertas diambil
satu dan angka yang terdapat pada gulungan kertas ditulis. Selanjutnya ,
gulungan kertas di kembalikan lagi lalu kita ambil satu lagi gulungan kertas
untuk digit kedua dan hasilnya ditulis kemudian untuk pengambilan digit
ketiga lakukan seperti pada pengambilan digit pertama dan kedua atau diambil
3 sekaligus.

2. Pengambilan sampel acak stratifikasi (stratified random sampling), bila
pengambilan dengan dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa
strata, dimana setiap strata homogen, sedangkan antara antara strata terdapat
sifat yang berbeda kemudian dilakukan pengambilan pada setiap strata.
Keuntungan : keuntungan cara pengambilan sampel acak dengan stratifikasi
adalah cara ini memiliki ketepatan yang lebih tinggi dengan simpangan baku
yang lebih kecil dibandingkan dengan pengambilan sampel acak sederhana
terutama bila pengambilan sampel acak sederhana terutama bila pengambilan
sampel dilakukan secara proposional.
Kerugian :- kita harus mengetahui kondisi populasi agar dapat dilakukan
stratifikasi dengan baik
- Sulit untuk membuat kelompok yang homogen.
3. Pengambilan sampel acak bertahap (multistage random sampling). Cara
pengambilan merupakan salah satu model pengambilan sampel secara acak
yang pelaksanaannya dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa
fraksi kemudian diambil sampelnya. Sampel fraksi yang dihasilkan dibagi lagi
menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil kemudian diambil sampel nya.
Pembagian menjadi fraksi ini dilakukan terus menerus sampai pada unit
sample yang diinginkan.unit sampel pertama di sebut primary sampling unit
(PSU). Contoh : Misalnya kita ingin meneliti Berat badan dan Tinggi badan
murid SMA. Sesuai kondisi dan perhitungan, maka jumlah sampel yang akan
diambil 2000.

Cara ini dipergunakan bila:
a. Populasinya cukup homogen
b. Jumlah populasi sangat besar
c. Populasi menempati daerah yang sangat luas
d. Biaya penelitian kecil
Keuntungan: Biaya transportasi kurang
Kerugian: Prosedur estimasi sulit, prosedur pengambilan sampel memerlukan
perencanaan yang lebih cermat.
4. Pengambilan sampel acak sistematik (systematic random sampling), Proses
pengambilan sampel, setiap urutan ke K" dari titik awal yang dipilih secara
random, dimana:

Misalnya, setiap pasien yang ke tiga yang berobat ke suatu Rumah Sakit,
diambil sebagai sampel (pasien No. 3,6,9,15) dan seterusnya.
Cara ini dipergunakan :
- Bila ada sedikit Stratifikasi Pada populasi.
Keuntungan : Perencanan dan penggunaanya mudah, Sampel tersebar di
daerah populasi.
Kerugian : Membutuhkan daftar populasi.
5. Pengambilan sampel acak kelompok (cluster random sampling ), Pengambilan
sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unitnya terdiri
dari satu kelompok (cluster). Tiap item (individu) di dalam kelompok yang
terpilih akan diambil sebagai sampel. Cara ini dipakai : bila populasi dapat
dibagi dalam kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada
dalam setiap kelompok.
Contoh : misal kita akan mengadakan penelitian tentang status gizi murid
sekolah dasar (SD) di suatu kota maka sebagai unit sampel adalah sekolah
dasar. Bila seluruh sampel murid SD diteliti status gizinya maka di sebut one
stage simple cluster sampling.
Keuntungan :Tidak memerlukan daftar populasi, Biaya transportasi kurang
Kerugian : Prosudur estimasi sulit.
1

C. Pengambilan sampel secara tidak acak (Nonprobability/Nonrandom
Sampling)
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak.
Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa
dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa
disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah
direncanakan oleh peneliti.
1. Accidental Sampling
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali
berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena
kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut.
Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental
sampling tidak disengaja atau juga captive sample (man-on-the-street)
Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan,
yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara
acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel
ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
2. Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara
proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan
40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua
jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki
sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi,
teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak,
melainkan secara kebetulan saja.
3. Purposive sampling
Dikatakan pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan bila cara
pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga kewakilannya
ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan orang-orang yang telah
berpengalaman. Cara ini lebih baik dari dua cara sebelumnya karena telah
dilakukan berdasarkan pengalaman berbagai pihak.
Contoh : pengambilan sampel satu desa dalam suatu kabupaten yang dapat
mewakili akan sangat sulit dilakukan secara acak. Dalam kondisi demikian
maka cara yang memadai adalah dilakukan pengambilan sampel dengan
perrtimbangan orang-orang yang telah berpengalaman hingga didapat sampel
yang cukup dapat mewakili kabupaten tersebut.
1

D. Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak
mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus
valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin
diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya
orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur
sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh
dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan bias
(kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan
yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya bias
atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa there is no systematic variance
yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena
pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung
mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata
luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang
terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias.
Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode
penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest
(sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper
& Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932
majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon
presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan
dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan
jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D.
Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata
Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat
kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang
diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang
sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili,
padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari
kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas
dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2)
agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai
selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi
estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan
karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50
orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50
potong produk X. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa
menghasilkan produk X per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan
harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan
dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara
rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi
sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi
sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat
keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama sampling error Presisi
diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara
simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari
populasi makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat
presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel,
karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah (
Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di
antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya
ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat
kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger
2


besar
kesalahan
kecil
kecil besarnya sampel besar


E. Perkiraan Besarnya Sampel
Setelah cara pengambila sampel ditentukan maka selanjutnya ditentukan
perkiraan besar sampelnya. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
menghitung perkiraan besarnya sampel. Hal-hal yang harus dipertimbangkan
dalam menghitung perkiraan biasanya sampel minimal yang dibutuhkan dalam
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Perkiraan Proporsi Variable Penting Dalam Penelitian, Misalnya penelitian
tentang relevansi tbc dalam suatu daerah. Bila tidak diketahui besarnya
proporsi yang sebenarnya, sebaiknya diambil proporsi terbesar yaitu 50%
karena dengan cara ini akan diperoleh sampel yang terbesar.
2. Derajat Kecermatan Yang Diinginkan. Karena pengamatan dalam
penelitian tidak dilakukan terhadap seluruh populasi tetapi diambil sampel
maka bagaimana pun hasil sampel tidak mungkin sama dengan keadaan
populasi yang sebenarnya maka perbedaan antara hasil sampel dan
populasi harus ditentukan besarnya yang masih ditoleransi hingga hasil
penelitian dapat diekstrapolasi pada populasi studi tanpa menimbulkan
kesalahan yang berarti.
3. Tentukan Derajat Kepercayaan Yang Diinginkan. Derajat kepercayaan
merupakan besarnya kepercayaan terhadap hasil pengamatan pada sampel.
Untuk besarnya derajat kepercayaan, biasanya digunakan 95% atau 99%.
4. Besarnya populasi. Bila populasi studi lebih dari pada 10.000 dianggap
populasi besar dan ketepatan besarnya populasi tidak merupakan masalah,
tetapi bila populasi studi kurang dari 10.000 harus dinyatakan dengan tepat
berapa besarnya populasi tersebut karena dianggap sebagai populasi
terbatas dan dilakukan koreksi hingga besarnya sampel lebih kecil
dibandingkan dengan populasi tak terhingga.



DAFTAR PUSTAKA
1. Budiarto, Eko, 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta :EGC
2. library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf
3. Budiarto, Eko, 2002. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : EGC
4. Derajat kepercayaan merupakan besarnya kepercayaan terhadap hasil
pengamatan pada sampel. Untuk besarnya derajat kepercayaan, biasanyan
digunakan 95% atau 99%. Besarnaya populasi sebesar bila Populasi Studi
Lebih Dasar Dari Pada 10.00 Dianggap Populasi Besar Dan Ketetapan
Besarnya Populasi.

Anda mungkin juga menyukai