Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Persamaan Diferensial Parsial
Persamaan diferensial parsial dapat dikatakan sebagai persamaan yang
mengandung satu atau lebih turunan-turunan parsial. Persamaan tersebut merupakan
laju perubahan terhadap dua atau lebih variabel bebas, yang dikatakan dengan waktu
dan jarak (ruang) (Triatmojo, 2002:199).
Persamaan diferensial parsial (PDP) adalah suatu persamaan yang
mengandung dua atau lebih derivatif parsial untuk suatu fungsi dari dua atau lebih
variabel bebas. Tingkat derivatif parsial tertinggi merupakan tingkat persamaan
diferensial parsial tersebut. Sedangkan pangkat tertinggi dari order tertinggi
merupakan derajat dari persamaan diferensial tersebut (Soeharjo,1996).
Ketika ada sebuah fungsi w(x, y) yang bergantung pada dua variabel bebas x
dan y, dan jika diturunkan terhadap x maka y bernilai konstan dan jika diturunkan
terhadap y, x bernilai konstan. Adapun notasi pelambangannya secara berturut urut
adalah
w
x
dan
w
2
w
x
2
dan turunan terhadap y dari
w
x
adalah
2
w
2
dan seterusnya.
Turunan parsial x dapat dituliskan berupa w
x
(Levine, 1997:4).
11
x
(x
0
, y
0
) = lim
x-0
(x
0
+x, y
0
) -(x
0
, y
0
)
x
Demikian pula, turunan parsial terhadap y di (x
0
, y
0
) dinyatakan oleh
(x
0
, y
0
)
dan dituliskan sebagai
(x
0
, y
0
) = lim
-0
(x
0
, y
0
+y) -(x
0
, y
0
)
y
Daripada menghitung
x
(x
0
, y
0
) dan
(x
0
, y
0
) secara langsung dari definisi di atas,
secara khas dicari
x
(x, y) dan
x
(x, y) =
x
=
o
ox
=
o
ox
(x, y) =
oz
ox
=
1
=
1
=
x
(x, y) =
=
o
oy
=
o
oy
(x, y) =
oz
oy
=
2
=
2
=
12
x
(x
0
, y
0
) =
oz
ox
_
(x
0
,
0
)
(x
0
, y
0
) =
oz
oy
_
(x
0
,
0
)
Dari notasi turunan tersebut di atas, maka dapat diketahui turunan dari turunan
parsial dari z = (x, y) yaitu:
1. Untuk mencari
x
pandang y sebagai konstanta dan diferensialkan (x, y)
terhadap x
2. Untuk mencari
, (
)
x
' dan (
ox
2
=
o
2
z
ox
2
(
x
)
=
x
=
12
=
o
oy
_
o
ox
] =
o
2
oyox
=
o
2
z
oyox
(
)
x
=
x
=
21
=
o
ox
_
o
oy
] =
o
2
oxoy
=
o
2
z
oxoy
(
=
22
=
o
oy
_
o
oy
] =
o
2
oy
2
=
o
2
z
oy
2
13
Dari notasi
x
(atau
2
]
x
) berarti bahwa dideferensialkan terhadap x kemudian
terhadap y. Sedangkan dalam menghitung
x
urutannya dibalik (Stewart, 2003).
2.2 Persamaan Diferensial Parsial Linear dan Tak Linear
Persamaan diferensial (PD) diklasifikasikan menjadi PD linear dan tak linear.
PD linear orde-n dengan variabel terikat y dan variabel bebas x yaitu suatu persamaan
yang bisa dinyatakan sebagai:
o
(x)
J
y
Jx
= b(x), o
n
(x) = u
n
=0
PD di atas dikatakan linear jika mempunyai ciri-ciri yaitu variabel terikat y dan
derivatifnya hanya berderajat satu, tidak ada perkalian antara y dan derivatifnya serta
antara derivatif, dan variabel terikat y bukan fungsi transenden (Baiduri,2002:4).
Sedangkan PD nonlinear adalah persamaan diferensial yang bukan persamaan linear
(Ross, 1984:5).
Bentuk umum PDP linear tingkat dua dengan dua variabel bebas adalah
A
o
2
u
ox
2
+2B
o
2
u
oxoy
+C
o
2
u
oy
2
+
ou
ox
+E
ou
oy
+Fu +0 = u
(2.1)
dengan A, B, C, D, E, F, dan G diberikan oleh fungsi x dan y. Dalam kasus tertentu
fungsi tersebut merupakan fungsi konstant (Kaplan, 1963). Persamaan (2.1)
merupakan PDP linear. Sedangkan, PDP orde kedua dalam dua variabel yang tidak
memenuhi persamaan (2.1) adalah PDP tidak linear, perhatikan contoh berikut:
14
a.
u
t
= o
2
2
u
x
2
(Linear)
b.
2
u
x
2
+
2
u
2
+u = sinx (Linear)
c. u
u
x
+y
u
+u = 1 (Tidak Linear)
d.
2
u
x
2
+
2
u
2
+u
2
= u (Tidak Linear)
2.3 Orde Persamaan Diferensial Parsial
Orde suatu persamaan diferensial adalah orde turunan tertinggi yang muncul
dalam persamaan tersebut (Stewart, 2003: 5). Persamaan diferensial parsial dengan
dua variabel bebas dikatakan berorde satu jika turunan tertinggi dari variabel
terikatnya adalah satu. Bentuk umum persamaan diferensial parsial linear dan non
linear berorde satu adalah:
o(x, t)
o:(x, t)
ox
+b(x, t)
o:(x, t)
ot
= c(x, t):(x, t) +J(x, t)
(2.2)
dengan o, b, c, uan J adalah fungsi dan di setiap titik (x, t) merupakan vektor
|o(x, t), b(x, t)] yang terdefinisi dan tidak nol. Persamaan (2.2) dapat ditulis
F(x, t, :(x, t), :
x
(x, t), :
t
(x, t)) = u
dengan :
x
(x, t) =
(x,t)
x
uan :
t
(x, t) =
(x,t)
t
(Zauderer, 2006: 63).
Demikian halnya dengan persamaan diferensial parsial dengan dua variabel
bebas dikatakan berorde dua, tiga, empat hingga berorde m jika turunan tertinggi dari
15
variabel terikatnya adalah dua, tiga, empat atau m. Bentuk umum persamaan
diferensial parsial linear dan non linear berorde dua, tiga, empat dan berorde n
a. o
]
2
u
x
i
x
]
n
]=1
+ b
u
x
i
n
=1
+cu +J = u
n
=1
b. o
]k
3
u
x
i
x
]
x
k
n
k=1
n
]=1
+ b
]
2
u
x
i
x
]
n
]=1
+
n
=1
n
=1
c
u
x
i
n
=1
+Ju +c = u
c. o
4
4
u
x
i
1
x
i
2
x
i
3
x
i
4
n
4
n
3
=1
n
2
=1
+
n
1
=1
b
3
3
u
x
i
1
x
i
2
x
i
3
n
3
=1
n
2
=1
+ c
2
2
u
x
i
1
x
i
2
n
2
=1
+
n
1
=1
n
1
=1
J
1
u
x
i
1
n
=1
+cu + = u
d. o
1
,
2
,
3
,,
m
m
u
x
i
1
x
i
m
n
4
n
m
=1
n
2
=1
+ = u
n
1
=1
(Zauderer, 2006: 137).
2.4 Metode Pemisahan Variabel
Metode pemisahan variabel adalah teknik klasik yang efektif untuk
menyelesaikan beberapa tipe dari persamaan diferensial parsial. Misalnya saja solusi
u(x, t) untuk persamaan diferensial parsial sebagai kombinasi linear tak hingga
fungsi komponen sederhana u
n
(x, t), n = u,1,2, yang juga memenuhi persamaan
dan kondisi batasnya (Nagle & Saff, 1993:536).
Untuk menentukan solusi komponen u
n
(x, t) , pertama kita misalkan
u
n
(x, t) = X
n
(x)I
n
(t). Selanjutnya dilakukan proses substitusi dari bentuk ini ke
16
+o
1
(x)y
+o
0
(x)y = (x) (2.3)
dengan koefisien-koefisien o
2
(x), o
1
(x), o
0
(x) dan fungsi (x) merupakan fungsi-
fungsi yang kontinu di dalam selang o x b dengan o
2
(x) = u di dalam selang
ini. Menentukan penyelesaian y(x) dari persamaan differensial (2.3) pada sebuah
titik x = x
0
di dalam selang o x b dan memenuhi dua syarat awal yang
diberikan
y(x
0
) = y
0
uan y
(x
0
) = y
1
(2.4)
yang merupakan suatu masalah nilai awal (MNA). Dalam banyak MNA variabel
bebas x dari persamaan diferensial pada umumnya menyatakan waktu, x
0
menyatakan waktu awal dan y
0
dan y
1
menyatakan syarat awal. Bila variabel x bebas
merupakan variabel yang menyatakan tempat (space variabel), maka mencari suatu
17
penyelesaian y(x) dari persamaan diferensial yang memenuhi syarat pada titik akhir
dari selang o x b
y(o) = A uan y(b) = B (2.5)
dengan A dan B dua buah konstanta, disebut syarat batas. Persamaan diferensial
(2.3), bersama-sama dengan syarat batas (2.5), merupakan suatu masalah nilai batas
(MNB). Bentuk dari syarat batas pada titik akhir dapat sangat berbeda-beda (Finzio
dan Ladas, 1982: 244).
Ada beberapa bentuk khusus syarat batas yang digunakan dalam aplikasi,
yaitu
Separated : o
1
y(o) +o
2
y
(o) = c
1
, b
1
y(b) +b
2
y
(b) = c
2
,
Dirichlet : y(o) = c
1
, y(b) = c
2
Neumann : y(o) = c
1
, y(b) = c
2
Periodic : y(-I) = y(I), y
(-I) = y
(I)
y(u) = y(2I), y
(u) = y
(2I)
dengan periodenya adalah 2T. Bentuk Dirichlet dan Neumann adalah syarat batas
yang khusus digunakan pada masalah nilai batas (Nagle & Saff, 1996: 612).
Contoh:
Pandang persamaan
ou
ot
(x, t) = [
o
2
u
ox
2
(x, t), u < x < I, t > u
(2.6)
18
2
u
x
2
= X
ii
(x)I(t).
(2.9)
Substitusi (2.9) ke persamaan (2.6) menghasilkan
X(x)I
i
(t) = [X
ii
(x)I(t)
dan pemisahan variabelnya menghasilkan
I
i
(t)
[I(t)
=
X
ii
(x)
X(x)
.
Selanjutnya
1
|
(t)
[1(t)
= K dan
X
||
(x)
X(x)
= K
atau
I
i
(t) -[KI(t) = u dan X
ii
(x) -KX(x) = u (2.10)
Karena persamaan (2.9) maka kondisi batas (2.7) menjadi
X(u)I(t) = u dan X(I)I(t) = u, t > u
Karena I(t) = u, t > u maka u(x, t) u atau X(u) = X(I) = u (10)
Dengan mengombinasi boundary condition (2.8) dan persamaan (2.10) maka
X
ii
(x) -KX(x) = u, X(u) = X(I) = u (2.11)
19
(t)
N(t)
= -
LM(x)
p(x)M(x)
. Selanjutnya dihasilkan IH(x) = zp(x)H(x) dan
dihasilkan pemisahan variabel dalam persamaan diferensial di atas, yaitu N
(t) +
zN(t) = u (Zauderer, 2006:180-183).
22
ox
2
+
o
2
oy
2
+g = u
dan persamaan Laplace
o
2
ox
2
+
o
2
oy
2
= u
2.7 Metode Pemisahan Variabel Persamaan Diferensial Parsial Nonlinear
2.7.1 Perkalian dan penjumlahan solusi-solusi terpisah
Pemisahan dari variabel-variabel adalah pendekatan yang biasanya digunakan
untuk menyelesaikan persamaan linear dari model matematika fisika yang dihadapi.
Untuk persamaan-persamaan yang melibatkan dua variabel bebas x, y dan variabel
tidak bebas w, maka pendekatan ini merujuk pada pencarian solusi analitik dalam
bentuk perkalian fungsi-fungsi yang bergantung pada argumen yang berbeda yaitu
w(x, t) = (x)(t) (2.13)
24
Integral untuk beberapa kelas khusus dari persamaan diferensial parsial nonlinear
orde satu berdasarkan mencari solusi analitik dalam bentuk penjumlahan fungsi-
fungsi yang bergantung pada argumen yang berbeda.
w(x, t) = (x) +(t) (2.14)
Untuk orde dua dan yang lebih tinggi maka solusi analitiknya boleh menggunakan
bentuk (2.13) atau (2.14). Masing-masing solusi disebut penyelesaian-penyelesaian
perkalian fungsi-fungsi terpisah dan penjumlahan fungsi-fungsi terpisah (Polyanin &
Zaitsev, 2003).
Selanjutnya, terdapat kasus-kasus sederhana dari pemisahan variabel untuk
persamaan persamaan diferensial parsial nonlinear. Dalam kasus yang jarang terjadi,
pemisahan variabel dalam persamaan nonlinier dilakukan dengan menggunakan
teknik yang sama seperti persamaan linear. Secara khusus, solusi analitik adalah
menemukan penyelesaian dalam bentuk perkalian atau penjumlahan fungsi-fungsi
yang bergantung pada argumen yang berbeda. Solusi analitik tersebut disubtitusikan
pada persamaan dan melakukan prosedur manipulasi aljabar dasar, diperoleh
persamaan dengan dua variabel terikat yang berbeda (untuk persamaan dengan dua
variabel). Kemudian disimpulkan bahwa masing-masing pihak harus sama dengan
jumlah konstan yang sama yang disebut pemisahan konstan. Selanjutnya
dipertimbangkan contoh-contoh konkret (Polyanin, 2003).
25
Contoh 1:
Persamaan gelombang dengan nonlinear eksponensial
t
2
= o
x
[c
xw
w
x
(2.15)
mempunyai solusi pemisahan penjumlahan. Dengan mensubtitusikan (2.14) ke (2.15)
dan dibagi dengan c
x
, diperoleh persamaan:
c
-x
tt
ii
= o(c
xq
x
i
)
x
i
Kemudian tiap ruas dipisahkan dan disamadengankan konstanta (C):
c
-x
tt
ii
= C uan o(c
xq
x
i
)
x
i
= C
(2.16)
Penyelesaian PDB dari bentuk (2.16) menghasilkan sebuah solusi dari persamaan
(2.15) dengan bentuk (2.13) (Polyanin & Zaitsev, 2003).
2.7.2 Struktur Solusi Pemisahan secara Umum
a. Bentuk umum dari solusi-solusi
Untuk mempermudah penjelasan, dibatasi pada kasus persamaan matematika
fisika dalam dua variabel bebas x, y dan variabel dependen w. Persamaan pemisahan
linear dari matematika fisika mempunyai solusi analitik
w(x, y) =
1
(x)
1
(y) +
2
(x)
2
(y) ++
n
(x)
n
(y) (2.17)
dengan w
(x)
1
(x)g
1
(y) |w]
1
+
2
(x)g
2
(y) |w]
2
++ (2.18)
26
m
(x)g
m
(y) |w]
m
= u
juga mempunyai solusi analitik bentuk (2.17). Pada bentuk (2.18) |w]
adalah
bentuk-bentuk diferensial yang merupakan perkalian-perkalian bilangan bulat non
negatif dari fungsi w dan turunan parsialnya yaitu
o
x
w, o
w, o
xx
w, o
x
w, o
w, o
xxx
w dll. Lihat solusi (2.17) dari persamaan nonlinear
(2.18) sebagai solusi pemisahan secara umum. Tidak seperti persamaan linear, pada
persamaan nonlinear fungsi
(x) uan
]
(y) dalam (2.17) harus diidentifikasi.
Perhatikan bahwa solusi yang paling umum dari solusi pemisahan secara
umum adalah solusi dari bentuk khusus
w(x, y) = (x)(y) +_(x);
variabel bebas di sisi kanan dapat ditukarkan. Dalam kasus khusus _(x) = u, ini
adalah solusi pemisahan perkalian, dan jika _(x) = 1, ini adalah solusi pemisahan
penjumlahan.
b. Bentuk umum dari persamaan diferensial fungsional
Secara umum, pada subtitusi bentuk (2.17) persamaan diferensial (2.18)
diperoleh persamaan diferensial fungsional
1
(X)
1
() +
2
(X)
2
() ++
k
(X)
k
() = u (2.19)
untuk
(x) dan
(y) . Fungsional
]
(X) dan
]
() masing-masing bergantung
pada x dan y,
27
]
(X) =
j
(x,
1
,
i
1
,
ii
1
, ,
n
,
i
n
,
ii
n
)
]
() =
j
(y,
1
,
i
1
,
ii
1
, ,
n
,
i
n
,
ii
n
)
(2.20)
Sebagai penyederhanaan, rumus ini ditulis untuk kasus dari persamaan orde dua
(2.18). Untuk persamaan orde tinggi, sisi kanan persamaan (2.20) akan berisi turunan
orde tinggi dari
dan
]
.
2.7.3 Solusi Persamaan Diferensial Fungsional dengan Diferensiasi
a. Penjelasan metode
Di bawah ini, dijelaskan suatu prosedur untuk membangun solusi persamaan
diferensial fungsional. Hal ini melibatkan tiga tahap berturut-turut
1. Asumsikan bahwa
k
u . Persamaan (2.19) dibagi dengan
k
dan diturunkan
terhadap y. Ini menghasilkan persamaan yang serupa tetapi dengan bentuk yang
lebih sederhana.
1
(X)
1
() +
2
(X)
2
() ++
k-1
(X)
k-1
() = u
]
(X) =
]
(X),
]
() = _
]
()
k
()
_
i
Selanjutnya diteruskan prosedur di atas sampai diperoleh dua bentuk persamaan
pemisahan
1
(X)
1
() +
2
(X)
2
() = u (2.21)
Terdapat kasus nondegenerate: |
1
(X)| +|
2
(X)| u dan |
1
()| +
|
2
()| u . Maka persamaan (2.21) ekuivalen dengan persamaan diferensial
biasa.
1
(X) +C
2
(X) = u, C
1
() -
2
() = u
28
2
= u dan
1
= u sesuai dengan kasus
limit C = .
Kasus two degenerate:
1
(X) u,
2
(X) u =
1,2
() orc ony:
1
() u,
2
() u =
1,2
(X)orc ony.
2. Solusi dua bentuk persamaan (2.21) harus disubstitusikan ke persamaan
diferensial fungsional (2.19) untuk menghilangkan konstanta yang berlebihan dari
pengintegralan (ini muncul karena persamaan (2.21) yang diperoleh dari (2.19)
dengan diferensiasi).
3. Kasus
k
u harus diperlakukan secara terpisah (karena dilakukan pembagian
persamaan dengan
k
u pada tahap pertama). Demikian juga, harus dipelajari
semua kasus-kasus lain di mana fungsional dari persamaan diferensial fungsional
lanjut yang telah dibagi itu menghilang.
b. Contoh konstruksi dalam membangun pemisahan solusi analitik secara
umum.
Contoh 4:
Persamaan parabolik nonlinear orde dua.
w
t
= ow
2
w
x
2
+b [
w
x
2
+C
(2.22)
Dicari pemisahan solusi analitik dari persamaan (2.22) dalam bentuk
w = (t) +(t)0(x) (2.23)
Subtitusikan (2.23) ke (2.22) sehingga menghasilkan
29
t
i
-C +
t
i
0 = o0
xx
ii
+
2
|o00
xx
ii
+b(0
x
i
)
2
] (2.24)
Persamaan (2.24) dibagi dengan
2
dan diturunkan terhadap t dan x sehingga
diperoleh [
t
|
t
i
0
x
i
= o [
q
t
i
0
xxx
iii
.
Memisahkan variabel-variabel sehingga kita mendapatkan persamaan diferential
biasa.
0
xxx
iii
= K0
x
i
(2.25)
[
t
|
t
i
= oK[
q
t
i
(2.26)
dengan K adalah konstan.
Solusi umum dari persamaan (2.25) diberikan
0 = _
A
1
x
2
+A
2
x +A
3
jika K = u
A
1
c
xx
+A
2
c
-xx
+A
3
jika K = z
2
> u
A
1
sin(zx) +A
2
cos(zx) + A
3
jika K = -z
2
< u
(2.27)
dengan A
1
, A
2
, A
3
konstan.
Persamaan (2.46) diintegralkan sehingga menghasilkan
=
B
t+C
1
, (t) sebarang J ika K = u
= B +
1
uK
t
|
+(A
1
c
xx
+A
2
c
-xx
) (sesuai untuk K = z
2
> u)
dengan fungsi = (t) adalah turunan dari persamaan diferensial biasa
autonomous.
Z
tt
ii
= ocz
2
+4o
2
z
4
A
1
A
2
c
2z
, = c
z
yang mana solusi itu dapat ditemukan dalam bentuk implicit. Pada kasus khusus,
A
1
= u atau A
2
= u kita mempunyai = C
1
exp[
1
2
ocz
2
t
2
+C
2
t.
3. Solusi b = -o:
w = -
1
ux
2
t
|
+|A
1
sin(zx) +A
2
cos(zx)] (sesuai untuk K = -z
2
< u)
dengan fungsi = (t) adalah turunan dari persamaan diferensial biasa
autonomous.
Z
tt
ii
= -ocz
2
+o
2
z
4
(A
1
2
+A
2
2
)c
2z
, = c
z
yang mana solusi itu dapat ditemukan dalam bentuk implisit.
31
n
=
n
() tidak diketahui jumlahnya (n =1, , k). Dapat ditunjukkan bahwa
persamaan fungsional bilinear (2.19) memiliki solusi yang berbeda untuk k-1:
(X) = C
,1
m+1
(X) +C
,2
m+2
(X) ++C
,k-m
k
(X),
i = 1, , m;
m+]
() = -C
1,]
1
() -C
2,]
2
() --C
m,]
m
(), ] =
1, , k -m;
(2.29)
2. Pada tahap kedua, disubstitusikan
(X) dan
]
() dari (2.20) ke semua solusi
(2.29) untuk mendapatkan sistem persamaan diferensial biasa (untuk fungsi yang
32
tidak diketahui
p
(x) dan
q
(y) ). Penyelesaian sistem ini didapatkan solusi
pemisahan secara umum dari bentuk (2.17).
Gambar 2.1: Skema umum untuk mengkonstruksi solusi pemisahan secara
umum dengan splitting method.
PersamaanAwal:F(x, y, w, w
x
, w
, w
xx
, w
x
, w
, ) = u
Mencarisolusipemisahansecaraumum
Mendefinisikansolusi:w =
1
(x)
1
(y) ++
n
(x)
n
(y)
Substitusikankepersamaanawal
Menuliskankembalipersamaandiferensialfungsional
Memakaisplittingprosedure
Diperoleh:(i)persamaanfungsional,(ii)menentukansistempersamaandiferensialbiasa
Perlakukanpersamaanfungsional(i)
Menyelesaikanpersamaanfungsional:
1
(x)
1
(y) ++
k
(x)
k
(y) = u
Substitusikan
m
m
padasistemyang
telahditentukan(ii)
Menyelesaikansistempersamaandiferensialbiasayangtelahditentukan
Memperoleh
m
dan
m
darisistempersamaan
diferensialbiasayangtelahditentukan
Menuliskankembalisolusipemisahansecaraumumdaripersamaanawal
33
1
+
2
2
+
3
3
= u (2.30)
dengan
1
= A
1
3
,
2
= A
2
3
,
3
= -A
1
1
-A
2
2
;
1
= A
1
3
,
2
= A
2
3
,
3
= -A
1
1
-A
2
2
;
(2.31)
Sebarang konstanta diubah namanya menjadi A
1
= C
1,1
dan A
2
= C
2,1
pada solusi
pertama, dan pada solusi kedua A
1
= -
1
C
1,2
dan A
2
=
C
1,1
C
1,2
. Fungsi dari sisi sebelah
kanan persamaan (2.30) diasumsikan sebarang.
2. Persamaan fungsional
1
+
2
2
+
3
3
+
4
4
= u (2.32)
dengan
1
= A
1
3
+A
2
4
,
2
= A
3
3
+A
4
4
;
3
= -A
1
1
-A
3
2
,
4
= -A
2
1
-A
4
2
;
(2.33)
bergantung pada empat konstanta sebarang A
1
, , A
4
. Lihat solusi (2.29) dengan
k = 4, m = 2, C
1,1
= A
1
, C
1,2
= A
2
, C
2,1
= A
3
dan C
2,2
= A
4
.
Fungsi dari sisi kanan persamaan (2.31) diasumsikan sebarang.
34
1
= A
1
4
,
2
= A
2
4
,
3
= A
3
4
,
4
=
-A
1
1
-A
2
2
-A
3
3
;
1
= A
1
4
,
2
= A
2
4
,
3
= A
3
4
,
4
=
-A
1
1
-A
2
2
-A
3
3
;
(2.34)
yang melibatkan tiga konstanta sebarang. Pada solusi pertama A
1
= C
1,1
, A
2
=
C
2,1
, dan A
3
= C
3,1
dan di solusi kedua A
1
= -
1
C
1,3
, A
2
= C
1,1
C
1,3
dan A
3
=
C
1,2
C
1.3
.
Solusi (2.34) terkadang disebut degenerated, untuk menegaskan fakta bahwa solusi
(2.34) memuat lebih sedikit konstanta sebarang daripada solusi (2.33).
Contoh 5:
Persamaan nonlinear
2
w
xt
+[
w
x
2
-w
2
w
x
2
= v
3
w
x
3
(2.35)
dicari solusi analitik dari bentuk
w = (t)0(x) +(t) (2.36)
Substitusi (2.36) ke dalam persamaan (2.35) sehingga menghasilkan
t
i
0
x
i
-0
xx
ii
+
2
|(0
x
i
)
2
-00
xx
ii
] -v0
xxx
iii
= u
Persamaan diferensial fungsional ini dapat dikurangi ke persamaan (2.32) dengan
1
=
t
i
,
2
= ,
3
=
2
,
4
= v,
1
= 0
x
i
,
2
= -0
xx
ii
,
3
= (0
x
i
)
2
-00
xx
ii
,
4
= -0
xxx
iii
(2.37)
35
t
i
= A
1
2
+A
2
v, = A
3
2
+A
4
v, (0
x
i
)
2
-00
xx
ii
=
-A
1
0
x
i
+A
3
0
xx
ii
,
0
xxx
iii
= A
2
0
x
i
-A
4
0
xx
ii
Ini dapat ditunjukkan bahwa dua persamaan terakhir di (2.37) adalah konsisten jika
dan hanya jika fungsi 0 dan turunannya bergantung linear.
0
x
i
= B
1
0 +B
2
(2.38)
enam konstanta B
1
, B
2
, A
1
, A
2
, A
3
, uan A
4
harus memenuhi tiga kondisi
B
1
(A
1
+B
2
-A
3
B
1
) = u,
B
2
(A
1
+B
2
-A
3
B
1
) = u,
B
1
2
+A
4
B
1
-A
2
= u
(2.39)
Integralkan (2.38) sehingga menghasilkan
0 = _
B
3
exp(B
1
x) -
B
2
B
1
, ]iko B
1
= u
B
2
x +B
3
, ]iko B
1
= u
(2.40)
dengan B
3
adalah sebarang konstanta.
Dua persamaan pertama di (2.38) menyebabkan dan :
= _
A
2
v
C cxp(-A
2
vt)-A
1
, ]iko A
2
= u
-
1
A
1
t+C
, ]iko A
2
= u
= A
3
+A
4
v (2.41)
dengan C adalah sebarang konstanta.
Formula (2.40), (2.41) dengan relasi (2.39) mengarahkan untuk menemukan solusi
persamaan (2.35) dalam bentuk (2.36):
36
w =
x+C
1
t+C
2
+C
3
, ]iko A
2
= B
1
= u, B
2
= -A
1
w =
C
1
c
-Zx
+1
xt+C
2
+vz, ]iko A
2
= u, B
1
= -A
4
, B
2
= -A
1
-A
3
A
4
w = C
1
c
-x(x+[vt)
+v(z +[), ]iko A
1
= A
3
= B
2
= u, A
2
= B
1
2
+A
4
B
1
w =
v[+C
1
c
-Zx
1+C
2
c^-vx[t
+v(z -[), ]iko A
1
= A
3
B
1
-B
2
, A
2
= B
1
2
+A
4
B
1
dengan C
1
, C
2
, C
3
, [, uan z sebaiang konstanta.
Analisis dari solusi kedua persamaan (2.34) dari persamaan fungsional (2.32)
menyebabkan solusi persamaan diferensial (2.35) lebih dari dua
w =
x
t +C
1
+(t), w = (t)c
-xx
-
t
i
(t)
z(t)
+vz
dengan (t) dan (t) sebarang fungsi, dan C
1
uan z adalah sebarang konstanta.
2.7.5 Penyederhanaan Skema untuk Mengkonstruksi Solusi Pemisahan secara
Umum
a. Penjelasan penyederhanaan skema
Untuk membangun solusi analitik dari persamaan (2.18) dengan nonlinear
kuadratik yang tidak bergantung secara eksplisit pada x (semua
(x) = x
(x) = c
x
i
x
,
(x) = sin(o
x) ,
(x) =
cos([
x)
(2.42)
Rangkaian fungsi ini terhingga (dalam berbagai kombinasi) dapat digunakan
untuk mencari solusi pemisahan (2.17), dengan z
, o
, dan [
dianggap sebagai
parameter bebas. Sistem fungsi lain {
Ketika b
2
-4oc > u, akar r
1
uan r
2
adalah real dan nyata. J ika b
2
-4oc = u, maka
akar-akarnya real dan sama. Ketika b
2
-4oc < u maka akar-akarnya adalah
bilangan kompleks konjugat.
J ika auxiliary equation mempunyai akar-akar real yang berbeda (distinct real
roots) yaitu akar-akar real r
1
dan r
2
, maka c
1
x
dan c
2
x
adalah solusi untuk
persamaan (2.44). Oleh karena itu, solusi umum dari persamaan (2.44) adalah
y(x) = c
1
c
1
x
+c
2
c
2
x
dengan c
1
dan c
2
konstan.
J ika auxiliary equation mempunyai akar kembar (repeated root) yaitu r, maka
solusi untuk persamaan (2.44) adalah c
x
dan xc
x
, dan solusi umumnya adalah
y(x) = c
1
c
x
+c
2
xc
x
dengan c
1
dan c
2
konstan.
J ika auxiliary equation mempunyai akar-akar kompleks (complex conjugate
roots) yaitu o _i[, maka solusi untuk persamaan (2.45) adalah
c
ux
cos [x uan c
ux
sin[x
dan solusi umumnya adalah
y(x) = c
1
c
ux
cos [x +c
2
c
ux
cos [x
dengan c
1
dan c
2
konstan (Nagle, 1993:153-162).
42
op
x
(x, y) +
1
2
o
2
p
xx
(x, y)
Dengan asumsi q -p = u dan lim
6-0,:-0
6
:
= y = u, maka
p
t
(x, y) = up
x
(x, y) +E(o
2
)
yakni
p
t
(x, y) = up
x
(x, y)
44
(x, y) +
1
2
o
2
p
(x, y)_ +
q jp(x, y) +op
(x, y) +
1
2
o
2
p
(x, y)[
atau
p
t
(x, y) = (p +q -1)p(x, y) +(q -p)op
(x, y) +
1
2
(p +q)o
2
p
(x, y)
Dengan asumsi bahwa probabilitas p +q = 1, maka bentuk terakhir dapat ditulis
p
t
(x, y) = (q -p)op
(x, y) +
1
2
o
2
p
(x, y)
yakni
p
t
(x, y) =
(q -p)
op
(x, y) +
1
2
o
2
(x, y)
Dengan asumsi q -p = u dan lim
6-0,:-0
6
:
= y = :, maka
p
t
(x, y) = :p
(x, y) +E(o
2
)
yakni
p
t
(x, y) = :p
(x, y)
45
(x, y) (2.50)
Sehingga penjumlahan persamaan (2.49) dan (2.50) adalah
2p
t
(x, y) = up
x
(x, y) +:p
(x, y)
yakni
p
t
(x, y) =
u
2
p
x
(x, y) +
:
2
p
(x, y)
Jz = p
t
(x, y) = u
s
p
x
(x, y) +:
s
p
(x, y) (2.51)
Sehingga diperoleh persamaan (2.51) yang merupakan kondisi kinematik di
permukaan.
Setelah kondisi kinematik di permukaan sudah didapatkan, selanjutnya akan
dikonstruksi kondisi batas di dasar perairan dengan fungsi z = -b(x, y). Kondisi
batas di dasar perairan didapatkan serupa dengan kondisi kinematik di permukaan.
Distribusi probabilitas z pada saat berada di x -o, y pada saat t dan x +o, y pada
saat t
-b(x, y, t +) = -p|b(x -o, y)] -g|b(x +o, y)]
Bentuk di atas dapat diuraikan kembali menjadi
-|b(x, y) +b
t
(x, y)] = -p _b(x, y) -ob
x
(x, y) +
1
2
o
2
b
xx
(x, y)_ -
q jb(x, y) +ob
x
(x, y) +
1
2
o
2
b
xx
(x, y)[
46
atau
-b
t
(x, y) = (-p -q +1)b(x, y) +(p -q)ob
x
(x, y) +
1
2
(-p -q)o
2
b
xx
(x, y)
yakni
-b
t
(x, y) = -(q -p)ob
x
(x, y) +(-1)
1
2
o
2
b
xx
(x, y)
sehingga
b
t
(x, y) =
-(q -p)
-
ob
x
(x, y) +E(o
2
)
Dengan asumsi q -p = u dan lim
6-0,:-0
6
:
=u (kecepatan di x), maka
b
t
(x, y) = ub
x
(x, y) +E(o
2
)
yakni
b
t
(x, y) = u
b
b
x
(x, y)
Sehingga diperoleh distribusi probabilitas dasar perairan pada saat partikel berada di
x -o , ypada saat t dan x +o , ypada saat t, yaitu
b
t
(x, y) = u
b
b
x
(x, y) (2.52)
Distribusi probabilitas dasar perairan pada saat partikel berada di x, y -o
pada saat t dan x , y +o pada saat t
-b(x, y, t +) = -p|b(x, y -o)] -g|b(x, y +o)]
Bentuk di atas dapat diuraikan kembali menjadi
-|b(x, y) +b
t
(x, y)] = -p _b(x, y) -ob
(x, y) +
1
2
o
2
b
(x, y)_ -
q jb(x, y) +ob
(x, y) +
1
2
o
2
b
(x, y)[
47
atau
-b
t
(x, y) = (-p -q +1)b(x, y) +(p -q)ob
(x, y) +
1
2
(-p -q)o
2
b
(x, y)
yakni
-b
t
(x, y) = -(q -p)ob
(x, y) +(-1)
1
2
o
2
b
(x, y)
sehingga
b
t
(x, y) =
-(q -p)
-
ob
(x, y) +E(o
2
)
Dengan asumsi q -p = u dan lim
6-0,:-0
6
:
=: (kecepatan di y), maka
b
t
(x, y) = :b
(x, y) +E(o
2
)
yakni
b
t
(x, y) = :
b
b
(x, y)
Sehingga diperoleh distribusi probabilitas dasar perairan pada saat partikel berada di
x, y -o pada saat t dan x, y +o pada saat t yaitu
b
t
(x, y) = :
b
b
(x, y) (2.53)
Selanjutnya penjumlahan persamaan (2.52) dan (2.53) adalah
2b
t
(x, y) = u(-b)
x
(x, y) +:(-b)
(x, y)
yakni
ub
x
(x, y) +:b
(x, y) = u
48
= u (2.54)
Dalam hal ini, b(x, y) adalah kedalaman perairan.
Selanjutnya akan dilakukan pengintegralan fungsi kontinu. Dalam hal ini
z = p(x, y, t), maka z = p(x(t), y(t)). Selanjutnya berdasarkan kondisi kinematik di
permukaan (2.51) dan kondisi batas di dasar perairan (2.54), maka
u
b
b
x
+:
b
b
= u
yakni
= u
b
(-b)
x
+:
b
(-b)
= u
Pinch (1992:37) dalam buku yang berjudul Optimal Control and The
Calculus of Variations menyebutkan bahwa
_ _p
o
ox
+p
o
ox
] Jt
t
1
t
0
dapat diselesaikan dengan mengintegralkan masing-masing ditambahkan dengan
kondisi batasnya sehingga
_ p
o
ox
Jt = _p
o
ox
__
t
1
t
0
t
1
t
0
-_ p
o
ot
_
o
ox
] Jt
t
1
t
0
Akibatnya, integral fungsi kontinu
_
ou
Jx
+_
o:
Jy
q
-h
q
-h
= _u
__ uJz
q
-h
_
x
-u
s
p
x
+u
b
(-b)
x
+__ :Jz
q
-h
_
-:
s
p
+:
b
(-b)
= u
49
__ uJz
q
-h
_
x
+__ :Jz
q
-h
_
-u
s
p
x
-:
s
p
+u
b
(-b)
x
+:
b
(-b)
= u
__ uJz
q
-h
_
x
+__ :Jz
q
-h
_
-u
s
p
x
-:
s
p
+u = u
__ uJz
q
-h
_
x
+__ :Jz
q
-h
_
-p
t
= u
(2.55)
Selanjutnya ditentukan fungsi tekanan di permukaan maupun di dasar
perairan. Tekanan di perairan di pengaruhi oleh tekanan atmosfir (p
u
), gaya gravitasi
bumi terhadap permukaan (g) dan gaya gravitasi bumi terhadap dasar.
Gambar 2.3: Ilustrasi tekanan atmosfer dan gaya gravitasi
Dalam hal ini g(b(x, y)) dapat diabaikan sehingga
p(x, y) = p
u
(x, y) +g(p(x, y))
Dengan p
u
(x, y) adalah suatu konstanta, akibatnya jika dianggap p
u
(x, y) =
p(x
0
, y
0
) = u maka p(x, y) = g(p(x, y))
p
u
(x, y)
g(p(x, y))
g(b(x, y))
50
Sehingga distribusi probabilitas p pada saat partikel berada di x +o, y pada saat t
dan distribusi probabilitas p pada saat partikel berada di x +o, y pada saat t
dikalikan g adalah sama.
p(x +o, y) = g|p(x +o, y)]
Bentuk di atas dapat diuraikan menjadi
p(x, y) +op
x
(x, y) = g|p(x, y) +op
x
(x, y)]
atau
op
x
(x, y) = g(p(x, y)) -p(x, y) +gop
x
(x, y)
Karena p(x, y) dan p(x, y) dianggap sama, maka
p
x
(x, y) = g_
o
o
p
x
(x, y)_
sehingga
p
x
(x, y) = gp
x
(x, y) (2.56)
Begitu juga distribusi probabilitas p pada saat partikel berada di x, y +o pada saat t
dan distribusi probabilitas p pada saat partikel berada di x, y +o pada saat t
dikalikan g adalah sama.
p(x, y +o) = g|p(x, y +o)]
Bentuk di atas dapat diuraikan kembali menjadi
p(x, y) +op
(x, y)]
atau
op
(x, y)
51
(x, y) = g_
o
o
p
(x, y)_
sehingga
p
(x, y) = gp
(x, y) (2.57)
Persamaan (2.56) dan (2.57) Navier-Stokes menjadi:
ou
ot
+u
ou
ox
+:
ou
oy
= -gp
x
+v _
o
2
u
ox
2
+
o
2
u
oy
2
_
(2.58)
o:
ot
+u
o:
ox
+:
o:
oy
= -gp
+v _
o
2
:
ox
2
+
o
2
:
oy
2
_
(2.59)
Selanjutnya konstruksi kondisi tangensial stress di x dan di y (kondisi tekanan
permukaan). J ika diasumsikan permukaan air laminer/flat horizontal, maka bentuk
tekanan di batas searah x dan y (stress boundary conditions):
Gambar 2.4: Kondisi tekanan di permukaan perairan
Akibatnya tekanan searah x adalah up
x
= p
t
-:p
Artinya u
x
p
x
= p
t
-:
= p
x
(x
1
, y
1
) -p
u
(x
0
, y
0
) = |u
u
-u
s
|
52
= p
t
-:p
x
artinya :
= p
t
-u
x
p
x
= p
(x
1
, y
1
) -p
u
(x
0
, y
0
) = |:
u
-:
s
|
Sehingga diperoleh kondisi tangensial stress di y:
:
= y
1
|:
u
-:
s
|
Maka
v j
2
u
x
2
+
2
u
2
[ = v j(u
x
)
x
+(:
[
= v(u
x
)
x
+v(:
= y
1
(|u
u
-u
s
|) +y
1
|:
u
-:
s
|
Selanjutnya ditentukan kondisi batas untuk tekanan di dasar perairan. Pada daerah
dasar perairan, tekanan/stress hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi.
p(x, y) = g(-b(x, y))
atau
p(x, y) - g(-b(x, y)) = u
Sehingga stress searah x dan y adalah
p(x +o, y) = g(-b(x +o, y))
p(x, y +o) = g(-b(x, y +o))
Untuk stress searah sumbu x:
p(x, y) +op
x
(x, y) = g(-b(x, y) +o(-b
x
)(x, y))
53
atau
op
x
(x, y) = g(-b(x, y)) -p(x, y) +o(-b
x
)(x, y)
Karena g(-b(x, y)) -p(x, y) = u
Maka p
x
(x, y) = -b
x
(x, y)
Untuk stress searah sumbu y:
p(x, y) +op
)(x, y))
atau
op
)(x, y)
Karena g(-b(x, y)) -p(x, y) = u
maka p
(x, y) = -b
(x, y)
Kondisi tekanan di dasar perairan dapat diilustrasikan dalam gambar di bawah ini:
Gambar 2.5: Kondisi tekanan di dasar perairan
yaitu
b
t
(x, y) = u
b
b
x
(x, y)
b
t
(x, y) = :
b
b
(x, y)
u
b
b
x
+:
b
b
= u
54
= :
b
Artinya fungsi stress searah y adalah:
:
= y
B
(:
b
)
Sehingga kondisi batas di dasar perairan
u
x
b
x
= y
B
(u
b
) dan :
= y
B
(:
b
)
Selanjutnya the laterally/depth shallow water equation (konstruksi persamaan
di sepanjang x dan sepanjang y perairan dangkal) adalah sebagai berikut.
a) Konstruksi persamaan lateral/searah x
Gambar 2.6: Pergerakan partikel pada batas kiri dan kanan
l(x, y) r(x, y)
B(x, y) = |l(x, y) - r(x, y)|
55
= ur
x
(x, y) +:r
) = y
I
u.........................................kondisi batas kekentalan di kanan
-v(u
x
r
x
-u
) = y
Rata-rata permukaan p:
p
1
=
1
B
_ pJx
x
2
x
1
p
2
=
1
B
_ pJy
x
2
x
1
Rata-rata kecepatan searah sumbu y:
I
1
=
1
B
_ :Jx
I
I
2
=
1
B
_ :Jy
I
Selanjutnya adalah integral ruas kiri x momentum Navier-Stokes (2.58) adalah
] j
u
t
+u
u
x
+:
u
[
x
2
=I
x
1
=
Jx
= [] u Jx
x
2
=I
x
1
=
t
+[] uu Jx
I
x
+[] :u Jx
I
+u|
l
r
[] u Jx
I
x
+:|
l
r
[] u Jx
I
Karena :|
l
r
[] u Jx
I
diabaikan maka:
_ _
ou
ot
+u
ou
ox
+:
ou
oy
_
x
2
=I
x
1
=
Jx
= (Bu
1
)
t
+(u
1
Bu
1
)
x
+(BI
1
u
1
)
+u
|ur
x
(x, y) +:r
(x, y) -u
] -
u
I
|ul
x
(x, y) +:l
(x, y) -u
I
]
= (Bu
1
)
t
+(Bu
1
u
1
)
x
+(BI
1
u
1
)
+(u
|ur
x
(x, y) -u
] -u
I
|ul
x
(x, y) -u
I
]) +
u
|:r
(x, y)] -u
I
|:l
(x, y)]
57
= (Bu
1
)
t
+(Bu
1
u
1
)
x
+(BI
1
u
1
)
+|u(u
r
x
(x, y) -u
I
l
x
(x, y))] -u
+u
I
u
I
+
|u
:r
(x, y)]
= (Bu
1
)
t
+(Bu
1
u
1
)
x
+(BI
1
u
1
)
+j]
(u -u
1
)Jx
I
[
x
+
j]
(u -u
1
)(: -I
1
)Jx
I
(2.60)
Selanjutnya adalah integral gradient tekanan barotropik pada ruas kanan x
momentum Navier-Stokes (2.58) adalah
p
I
l(x -o, y) p(x, y, t +) p
r(x +o, y)
Gambar 2.7: Pergerakan partikel di x momentum
sehingga:
p((x, y, t +) = pl(x -o, y) +pr(x +o, y)
Bentuk diatas dapat diuraikan kembali sebagai berikut:
p(x, y) +p
t
(x, y) = p|l(x, y) -ol
x
(x, y)] +p|r(x, y) +or
x
(x, y)]
atau
p(x, y) +p
t
(x, y) = p|l(x, y) -r(x, y)] -pol
x
(x, y) +por
x
(x, y)
yakni
p(x, y) +p
t
(x, y) = p(x, y) -pol
x
(x, y) +por
x
(x, y)
atau
p
t
(x, y) = -opl
x
(x, y) +opr
x
(x, y)
58
yakni
p
t
(x, y) =
-o
pl
x
(x, y) +
o
pr
x
(x, y)
atau
p
t
(x, y) = ypl
x
(x, y) +ypr
x
(x, y) ,vlim
6 -0
:-0
6
:
= y
sehingga:
] p
x
Jx = [] p Jx
I
x
I
+p
t
(x, y)
] p
x
Jx = [] p Jx
I
x
I
-p
I
l
x
(x, y) +p
r
x
(x, y)
= (Bp
1
)
x
-(p
I
-p
1
)l
x
+(p
-p
1
)r
x
(2.61)
Selanjutnya integral kekentalan pada ruas kanan x momentum Navier-Stokes
(2.60) dari kiri ke kanan adalah
_v _
o
2
u
ox
2
+
o
2
u
oy
2
_
I
Jx = _ |(vu
x
)
x
+(vu
]
I
Jx
Dengan menggunakan asumsi kondisi batas kekentalan di sepanjang sumbu x yaitu:
v(u
x
l
x
-u
) = y
I
u
v(u
x
r
x
-u
) = y
u
Dalam hal ini
vu(x, y, t +) = vur(x +o, y) +vul(x -o, y)
Bentuk diatas dapat diuraikan kembali menjadi
vu(x, y) +vu
t
(x, y) = vur(x, y) +vuor
x
(x, y) +vul(x, y) -vuol
x
(x, y)
59
atau
vu(x, y) +vu
t
(x, y) = vu(r(x, y) -l(x, y)) +vuor
x
(x, y) -vuol
x
(x, y)
yakni
vu(x, y) +vu
t
(x, y) = vu(x, y) +vuor
x
(x, y) -vuol
x
(x, y)
sehingga
vu
t
(x, y) = vuor
x
(x, y) -vuol
x
(x, y)
yakni
vu
t
(x, y) = vu
o
r
x
(x, y) -vu
o
l
x
(x, y)
sehingga
vu
t
(x, y) = vur
x
(x, y) -vul
x
(x, y)
Sehingga integral ruas kiri pada kekentalan Navier-Stokes adalah
_ (vu
x
)
x
Jx +
I
_ (vu
Jx
I
= __ vu
x
Jx
I
_
x
+__ vu
Jx
I
+v(u
x
l
x
-u
) - v(u
x
r
x
-u
)
= __ vu
x
Jx
I
_
x
+__ vu
Jx
I
+v(u
x
l
x
-u
x
r
x
) +v(u
-u
)
= (I
1
B(u
1
)
x
)
x
+(I
1
B(u
1
)
+v(u
x
l
x
-u
x
r
x
)
= (I
1
B(u
1
)
x
)
x
+(I
1
B(u
1
)
+vu
1
(2.62)
60
+j]
(u -u
1
)Jx
I
[
x
+
j]
(u -u
1
)(: -I
1
)Jx
I
dengan j]
(u -u
1
)Jx
I
[
x
+j]
(u -u
1
)(: -I
1
)Jx
I
-p
1
)r
x
dengan -(p
I
-p
1
)l
x
+(p
-p
1
)r
x
diabaikan karena terlalu kecil
3. Integral kekentalan (2.62)
(v
1
B(u
1
)
x
)
x
+(v
1
B(u
1
)
+vu
1
Sehingga persamaan x momentum Saint Venant 2D adalah:
(Bu
1
)
t
+(Bu
1
u
1
)
x
+(BI
1
u
1
)
=
-g(Bp
1
)
x
+(v
1
B(u
1
)
x
)
x
+(v
1
B(u
1
)
+vu
1
(2.63)
Dengan cara yang analog, maka dapat dikonstruksi y momentum Saint
Venant dengan integral Navier Stokes.
61
_
x
+__::Jy
I
+:|
l
r
__:Jy
I
_
x
+:|
l
r
__:Jy
I
Dengan menggunakan kondisi batas di kiri dan di kanan
v(ur
x
(x, y) +:r
(x, y) -u
) = y
u
-v(ul
x
(x, y) +:l
(x, y) -u
I
) = y
I
u
maka
_ _
o:
ot
+u
o:
ox
+:
o:
oy
_
x
2
=I
x
1
=
Jy
= (BI
2
)
t
+(u
2
BI
2
)
x
+(BI
2
I
2
)
+:
|ur
x
(x, y) +:r
(x, y) -:
]
-:
I
|ul
x
(x, y) +:l
(x, y) -:
I
]
= (BI
2
)
t
+(u
2
BI
2
)
x
+(BI
2
I
2
)
+(:
|ur
x
(x, y) -:
] -:
I
|ul
x
(x, y) -:
I
])
+:
|:r
(x, y)] -:
I
|:l
(x, y)]
= (BI
2
)
t
+(u
2
BI
2
)
x
+(BI
2
I
2
)
+|u(:
r
x
(x, y) -:
I
l
x
(x, y))] -:
+:
I
:
I
+|:
:r
(x, y)]
= (BI
2
)
t
+(u
2
BI
2
)
x
+(BI
2
I
2
)
(2.64)
62
r(x +o, y)
Gambar 2.8: Pergerakan partikel di y momentum
sehingga
p((x, y, t +) = pl(x -o, y) +pr(x +o, y)
Bentuk di atas dapat diuraikan kembali menjadi
p(x, y) +p
t
(x, y) = p|l(x, y) -ol
x
(x, y)] +p|r(x, y) +or
x
(x, y)]
atau
p(x, y) +p
t
(x, y) = p|l(x, y) -r(x, y)] -pol
x
(x, y) +por
x
(x, y)
sehingga
p(x, y) +p
t
(x, y) = p(x, y) -pol
x
(x, y) +por
x
(x, y)
didapatkan
p
t
(x, y) = -opl
x
(x, y) +opr
x
(x, y)
yakni
p
t
(x, y) =
-o
pl
x
(x, y) +
o
pr
x
(x, y)
atau
p
t
(x, y) = ypl
x
(x, y) +ypr
x
(x, y) ,vlim
6 -0
:-0
6
:
= y
63
sehingga
] p
Jy = [] p Jy
I
+p
t
(x, y)
_p
x
Jx = __p Jy
I
-p
I
l
x
(x, y) +p
r
x
(x, y)
= (Bp
2
)
-(p
I
-p
1
)l
x
+(p
-p
1
)r
x
(2.65)
Selanjutnya integral persamaan kontinu dengan batas l(x, p) dan r(x, p)
adalah
_
ou
Jx
Jz +_
o:
Jy
Jz
I
= u
__ u
I
Jz_
x
-ul
x
+ur
x
+__ :
I
Jz_
-:
I
+:
= u
__ u
I
Jz_
x
+__ :
I
Jz_
-ul
x
-:
I
+ur
x
+:
= u
(Bu
1
)
x
+(BI
1
)
-ul
x
-:
I
+ur
x
+:
= u
(Bu
1
)
x
+(BI
1
)
= u
Selanjutnya integral persamaan kontinu sepanjang y adalah
_
ou
Jx
+_
o:
Jy
q
-h
q
-h
= u
__ uJz
q
-h
_
x
+__ :Jz
q
-h
_
-p
t
= u
_ _-p
t
+__ uJz
q
-h
_
x
+__ :Jz
q
-h
_
_Jx = u
I(x,q)
(x,q)
64
[-] pJx
I
t
-pl
x
+pr
x
+j] Jx
I
] uJz
q
-h
[
x
-(] uJz
q
-h
)(l
x
) +(] uJz
q
-h
)(r
x
) +
j] Jx
I
] uJz
q
-h
[
-] :
I
Jz
q
-h
+] :
Jz
q
-h
= u
[-] EJx
I
t
-El
x
+Er
x
+j] Jx
I
] uJz
q
-h
[
x
-(] uJz
q
-h
)(l
x
) +
(] uJz
q
-h
)(r
x
) +j] Jx
I
] uJz
q
-h
[
-] :
I
Jz
q
-h
+] :
Jz
q
-h
= u
A
totuI
+__ Bu
2
q
-h
_
x
= u
Selanjutnya integral kekentalan pada ruas kanan y momentum Navier-Stokes dari
kiri ke kanan adalah
_v _
o
2
:
ox
2
+
o
2
:
oy
2
_
I
Jy = _ |(v:
x
)
x
+(v:
]
I
Jy
Dengan menggunakan asumsi kondisi batas kekentalan di sepanjang sumbu y
v(-:
x
p
x
-:
) = y
1
(:
u
-:
s
)
Dalam hal ini
v:(x, y, t +) = v:p(x +o, y) +v:(-b(x -o, y))
Bentuk di atas dapat diuraikan kembali menjadi
v:(x, y) +v:
t
(x, y)
= v:p(x, y) +v:op
x
(x, y) +vu(-b(x, y)) -v:o(-b
x
(x, y))
atau
v:(x, y) +v:
t
(x, y)
= v:(p(x, y) -(-b(x, y))) +v:op
x
(x, y) -v:o-(b
x
(x, y))
65
sehingga
v:(x, y) +v:
t
(x, y) = v:(x, y) +v:op
x
(x, y) -v:o(-b
x
(x, y))
atau
v:
t
(x, y) = v:op
x
(x, y) -v:o(-b
x
(x, y))
sehingga
v:
t
(x, y) = v:
o
p
x
(x, y) -v:
o
(-b
x
(x, y))
didapatkan
v:
t
(x, y) = v:p
x
(x, y) -v:(-b
x
(x, y))
Sehingga integral ruas kiri pada kekentalan Navier-Stokes adalah
]
(v:
x
)
x
Jy +
I
] (v:
Jy
I
= __ v:
x
Jy
I
_
x
+__ v:
Jy
I
+v(-:
x
p
x
-:
)
= __ v:
x
Jy
I
_
x
+__ v:
Jy
I
+v(-:
x
p
x
-:
)
= (v
2
B(I
2
)
x
)
x
+(v
2
B(I
2
)
+v(-:
x
p
x
-:
)
= (v
2
B(I
2
)
x
)
x
+(v
2
B(I
2
)
+vI
2
(2.66)
66
+ju[:
r
x
(x, y) -:
I
l
x
(x, y)[ -:
+
:
I
:
I
+|:
:r
(x, y)]
dengan |u(:
r
x
(x, y) -:
I
l
x
(x, y))] -:
+:
I
:
I
+|:
:r
(x, y)] -
|:
I
:l
-(p
I
-p
1
)l
x
+(p
-p
1
)r
x
dengan -(p
I
-p
1
)l
x
+(p
-p
1
)r
x
diabaikan karena terlalu kecil
3. Integral Kekentalan (2.66)
(v
2
B(I
2
)
x
)
x
+(v
2
B(I
2
)
+vI
2
Sehingga persamaan y momentum Saint Venant 2D adalah:
(BI
2
)
t
+(u
2
BI
2
)
x
+(BI
2
I
2
)
=
-g(Bp
2
)
+(v
2
B(I
2
)
x
)
x
+(v
2
B(I
2
)
+vI
2
(2.67)
67
sempit adalah asas pokok dari agama Islam (Tafsir DEPAG RI, 2009). Sesuai dengan
firman Allah S.W.T dalam Q. S. Al-Hajj ayat 78 sebagai berikut:
$... _ /3= 9# lm ...
Artinya:
...dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan...
Begitu pula firman Allah S.W.T dalam Q. S. An-Nisa ayat 28:
` !# & # 3 ,=z }# $
Artinya:
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat
lemah.
Yaitu dalam syari'at di antaranya boleh menikahi budak bila telah cukup syarat-
syaratnya.
Firman-Nya pula dalam Q. S. Al-Baqarah ayat 185:
`... !# `6/ ``9# ` `6/ `9# ...
Artinya:
...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu...
Kemudian Allah S.W.T menerangkan hasil beban yang telah dibebankan dan
dilaksanakan oleh manusia, yaitu amal saleh yang dikerjakan mereka, maka
balasannya akan diterima dan dirasakan oleh mereka berupa pahala dan surga.
69
Sebaliknya perbuatan dosa yang dikerjakan oleh manusia, maka hukuman karena
mengerjakan perbuatan itu akan dirasakan dan ditanggung pula oleh mereka, yaitu
siksa dan azab di neraka (Tafsir DEPAG RI, 2009).
Ayat ini mendorong manusia agar mengerjakan perbuatan yang baik serta
menunaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh agama.
Ayat ini memberi pengertian bahwa perbuatan baik itu adalah perbuatan yang mudah
dikerjakan manusia karena sesuai dengan watak dan tabiatnya, sedang perbuatan yang
jahat adalah perbuatan yang sukar dikerjakan manusia karena tidak sesuai dengan
watak dan tabiatnya (Tafsir DEPAG RI, 2009).
Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yang suci dan telah tertanam dalam
hatinya jiwa ketauhidan. Sekalipun manusia oleh Allah S.W.T diberi persediaan
untuk menjadi baik dan persediaan menjadi buruk, tetapi dengan adanya jiwa tauhid
yang telah tertanam dalam hatinya sejak ia masih dalam rahim ibunya, maka tabiat
ingin mengerjakan kebajikan itu lebih nyata dalam hati manusia dibanding dengan
tabiat ingin mengerjakan kejahatan. Adanya keinginan yang tertanam pada diri
seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang baik akan memberikan
kemungkinan baginya untuk mendapat jalan yang mudah dalam mengerjakan
pekerjaan itu apalagi bila ia berhasil dan dapat menikmati usahanya itu, maka
dorongan dan semangat untuk mengerjakan pekerjaan baik yang lain semakin
bertambah pada dirinya (Tafsir DEPAG RI, 2009).
Setiap jiwa akan mendapat pahala kebaikan yang dilakukannya dan dosa atas
kejahatan yang dilakukannya, Allah S.W.T mengampuni keterbatasan mereka dalam
70
tentang ruh, bahkan sebagian dari para sufi menjelaskan hakikat ruh serta mengklaim
aib bagi orang yang melarang membahas ruh (Atsqolani, 2004).
4. Para Nabi dan ulama banyak berbicara tentang Allah S.W.T, mulai dari sifat-
sifat-Nya, Asma al-Husna-Nya, lalu membahas tentang wujud, wahdaniat, kalam al-
Ilahi dan sebagainya, dan kita tidak mendengar seorang pun yang mengharamkan
untuk membahasnya ataupun memakruhkannya, padahal sudah jelas bahwa al-Quran
menjelaskan bahwa Allah S.W.T itu Esa. Maka ruh derajatnya tidak lebih tinggi dari
pada semua hal yang berhubungan dengan-Nya (Muyassar, 1988:19-20).