Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No.

1 Januari 2008: 8 - 14

ANALISIS INTERAKSI OBAT ANTIDIABETIK ORAL PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT X DEPOK
Santi Purna Sari, Mahdi Jufri, dan Dini Permana Sari Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia

ABSTRACT
Oral antidiabetic medications has been used over 40 years to control blood glucosa level. Type 2 diabetes mellitus usually complicate with several chronic disease that cause diabetic therapy usually combined with other medications. This increase the possibility of drug interaction. The present research was done to reveal the prescribing pattern and drug interaction problem in a hospital (Hospital X) at Depok. Data was collected from 307 prescriptions contain oral antidiabetic which were prescribe during January 2005-May 2006. Result showed that the most prescribe oral antidiabetic medication was glimepiride (45,89%). Drug interaction occurred in 41,69% prescriptions. Using statistical analysis Chi square it was revealed that there is significant correlation between the number of medication in one prescription with the number of drug interaction found. Keywords: drug interaction, prescription, oral antidiabetic

ABSTRAK
Obat antidiabetik oral telah digunakan selama 40 tahun terakhir untuk mengontrol kadar glukosa darah. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 umumnya disertai dengan beberapa penyakit menahun, sehingga dalam terapi diabetes biasanya dikombinasikan dengan obat-obat lain. Hal ini meningkatkan terjadinya interaksi obat yang merugikan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peresepan dan masalah interaksi obat di Rumah Sakit X Depok. Data diambil dari 307 resep obat antidiabetik oral selama bulan Januari 2005-Mei 2006. Obat golongan sulfonilurea yang paling banyak diresepkan adalah glimepirid (45,89%). Sebanyak 41,69% resep obat antidiabetik oral memiliki interaksi. Dengan menggunakan uji stastistik Kai Kuadrat diketahui adanya hubungan yang bermakna antara jumlah obat dalam satu resep yang mengandung obat antidiabetik oral dengan jumlah interaksi obat yang teridentifikasi. Kata kunci: interaksi obat; resep; obat antidiabetik oral

PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang banyak menarik perhatian karena angka prevalensinya yang bertambah meningkat, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan pola pertambahan penduduk Indonesia saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk diatas 20 tahun sebanyak
8

178 juta, dengan asumsi prevalensi diabetes melitus sebanyak 4,6% maka diperkirakan akan terdapat 8,2 juta penderita diabetes melitus. Walaupun diabetes melitus belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan namun dampak negatifnya sudah terlihat jelas, yaitu pada penurunan kualitas sumber daya manusia, terutama akibat penyakit menahun yang

Analisis Interaksi Obat Antidiabetik Oral Di Rumah Sakit X Depok (Santi Purna Sari, Mahdi Jufri, dan Dini Permana Sari)

ditimbulkannya seperti penyakit serebro-vaskular, penyakit jantung koroner, penyakit mata, ginjal dan saraf. Kasus diabetes yang paling banyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2 yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Pada pasien diabetes melitus tipe 2, pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih merupakan pengobatan utama yang diikuti dengan latihan jasmani (olahraga), namun bila tindakan tersebut tidak atau kurang efektif untuk menormalkan glukosa darah maka perlu digunakan obat antidiabetik oral. Obat antidiabetik oral merupakan senyawa yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan diberikan secara oral. Pada penggunaan obat antidiabetik oral dapat terjadi interaksi dengan obat-obat tertentu yang digunakan oleh pasien sehingga menyebabkan terjadinya gejala hipoglikemia yang merupakan efek samping paling berbahaya. Hipoglikemia dapat terjadi apabila glukosa darah kurang dari 2,2 mmol per liter, namun kadar glukosa darah yang dapat menyebabkan hipoglikemia mungkin bervariasi. Gejala hipoglikemia berupa berkeringat, tremor, takikardia, kesemutan, pandangan kabur, konsentrasi berkurang, ataksia, hemiplegia dan koma. Interaksi obat merupakan peristiwa yang terjadi karena perubahan efek obat pertama oleh pemberian obat lain sebelumnya atau secara bersamaan. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit.

Pada pasien rawat jalan umumnya mendapatkan terapi obat yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasien rawat inap, namun risiko terjadinya interaksi obat pada pasien rawat jalan juga meningkat oleh beberapa faktor yaitu adanya praktek polifarmasi, pasien berobat pada lebih dari satu dokter spesialis, pengobatan sendiri dan mendapatkan obat yang lebih kuat dengan indeks terapi sempit. Dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya interaksi obat antidiabetik oral dan mengoptimalkan terapi, maka farmasis perlu memahami mengenai mekanisme dasar terjadinya interaksi obat, serta perubahan fisiologis dan patologis yang dapat mempengaruhi efek obat terhadap pasien dan respon pasien terhadap obat. Dengan pemahaman tersebut maka masalah interaksi obat yang berdampak buruk dapat diminimalkan atau diatasi. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pola peresepan dan masalah interaksi obat antidiabetik oral yang terjadi pada pasien diabetes melitus rawat jalan di Rumah Sakit X Depok. Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui adanya interaksi obat antidiabetik oral pada peresepan obat pasien diabetes melitus rawat jalan dan mengetahui adanya hubungan antara jumlah obat dalam satu resep dengan banyaknya interaksi obat yang terjadi. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian berdesain studi potong lintang (studycross sectional) dengan sifat deskritif analisis, untuk mencari hubungan antara jumlah obat dan jumlah interaksi obat yang dinilai secara simultan pada waktu yang sama. Pengamatan dilakukan secara retrospektif. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 8 - 14

sekunder yang diambil dari resep pasien rawat jalan bulan Desember 2005 Mei 2006. Populasi dan sampel Pengambilan sampel menggunakan cara total sampling, maka jumlah sampel sama dengan jumlah populasi penelitian, yaitu resep obat pasien rawat jalan yang mengandung obat antidiabetik oral dan pasien diabetes melitus yang berumur lebih dari 40 tahun selama bulan Desember 2005 Mei 2006. Cara kerja Pengambilan data sekunder dari resep di instalasi farmasi pada bulan Desember 2005 Mei 2006 meliputi jenis kelamin, obat yang digunakan (nama generik dan nama dagang). Selain itu dilakukan penelusuran resep menggunakan komputer untuk memperoleh data umur dan jenis kelamin. Penapisan (screening) terhadap obat-obat yang digunakan pasien melalui: (a). Penapisan elektronik menggunakan CD Adverse Drug Interactions edisi Agustus 2003 dan CD Drug Interactions About edisi 2006 (b). Penapisan manual menggunakan buku teks Drug Interactions Stockley. Analisis data Analisis data untuk melihat adanya hubungan antara jumlah obat dalam satu resep dengan jumlah interaksi obat, menggunakan Uji Kai Kuadrat (Chi Square Test) dengan SPSS 11,5. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran resep Berdasarkan data yang diambil dari resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum X Depok pada bulan Desember 2005-Mei 2006 diperoleh

hasil bahwa jumlah resep total resep pasien rawat jalan dari bulan Desember 2005-Mei 2006 sebesar 33.564 lembar dengan jumlah resep terbanyak pada bulan Maret sebesar 6.160 (18,35%) lembar dan jumlah resep yang diantaranya mengandung obat antidiabetik oral sebesar 307 lembar (0,92%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Distribusi Jumlah resep Rawat Jalan Berdasarkan Bulan Bulan Jumlah Resep rawat Jalan 5.800 5.487 5.642 6.160 5.082 5.393 33.564 Jumlah resep mengandung ADO 47 54 51 57 61 37 307

Desember Januari Februari Maret April Mei Total

Jumlah resep obat antidiabetik oral yang berinteraksi sebanyak 128 lembar (41,69%) dari keseluruhan resep obat antidiabetik oral diketahui memiliki interaksi. Berdasarkan jumlah obat dalam satu resep, resep dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu resep dengan jumlah obat sedikit (1-2 obat), sedang (3-4 obat) dan banyak (> 4 obat). Obat dengan kategori obat sedikit sebanyak 89 lembar (29,00%), kategori sedang sebanyak 158 lembar (51,47%) dan dengan kategori banyak sebesar 60 lembar (19,53%). Berdasarkan jumlah obat antidiabetik oral dalam satu resep diperoleh hasil sebanyak 262 lembar (85,34%) resep dengan 1 jenis obat antidiabetik oral, 44 lembar (14,33%) dengan 2 jenis obat antidiabetik oral

10

Analisis Interaksi Obat Antidiabetik Oral Di Rumah Sakit X Depok (Santi Purna Sari, Mahdi Jufri, dan Dini Permana Sari)

dan 1 lembar (0,33%) dengan 3 jenis obat antidiabetik oral. Berdasarkan golongan obat antidiabetik oral yang diresepkan diketahui terbanyak adalah obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea yaitu glimepirid 162 lembar (45,89%), glibenklamid 65 lembar (18,42%), gliklazid 15 lembar (4,25%), glipizid 1 (0,28%), golongan biguanid yaitu metformin 107 lembar (30,31%) dan golongan thiazolidinedion yaitu pioglitazone 3 lembar (0,85%). Gambaran pasien Berdasarkan data yang diperoleh dari resep dan penelusuran melalui komputer dapat diketahui bahwa 144 pasien (46,91%) berjenis kelamin lakilaki dan sebanyak 163 pasien

(53,09%) berjenis kelamin perempuan. Sedangkan berdasarkan distribusi umur, jumlah pasien yang berumur 41-50 tahun sebanyak 98 orang (31,92%) dan 47 orang (36,72%) diantaranya mengalami interaksi obat. Pada pasien dengan umur 51-60 tahun sebanyak 143 orang (46,58%) dan 54 orang (42,19%) diantaranya mengalami interaksi obat. Sementara pada pasien dengan umur 61-70 tahun sebanyak 49 orang (15,96%) dan 22 orang (17,19%) diantaranya mengalami interaksi obat dan pada umur 71-80 tahun sebanyak 17 orang (5,54%) dengan 5 orang (3,90%) diantaranya mengalami interaksi obat. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Distribusi Resep Berdasarkan Umur Pasien Umur 41-50 51-60 61-70 71-80 Total Pasien keseluruhan 98 143 49 17 307 Persentase (%) 31,92 43,58 15,96 5,54 100 Pasien Dengan Interaksi Obat 47 54 22 5 128 Persentase (%) 36,72 42,19 17,19 3,90 100

Gambaran interaksi obat Untuk mengklasifikasikan resep berdasarkan banyaknya interaksi obat dalam satu resep, resep dibedakan 3 kategori, yaitu resep dengan interaksi sedikit, sedang, dan banyak. Jumlah interaksi obat dengan kategori sedikit sebanyak 73 lembar (57,03%), kategori sedang sebanyak 48 lembar (37,50%) dan dengan kategori banyak sebanyak 7 lembar (5,47%). Kejadian interaksi obat yang menyebabkan peningkatan efek obat antidiabetik oral sebanyak 144 kejadian (73,85%), penurunan efek obat antidiabetik oral

sebanyak 32 kejadian (16,41%) dan interaksi yang menyebabkan timbulnya efek lain sebanyak 19 kejadian (9,74%). Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3 dan 4. Hasil uji Kai Kuadrat menunjukkan bahwa nilai probabilitas sebesar 0,000. Nilai probabilitas ini lebih kecil dari = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah obat dalam satu resep yang mengandung obat antidiabetik oral dengan banyaknya interaksi yang terjadi.

11

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 8 - 14

Tabel 3 Distribusi Resep Berdasarkan Jumlah Interaksi Obat Yang Terjadi Dalam Satu Resep Interaksi Obat Dalam Satu Resep Sedikit (1 interaksi) Sedang (2-3 interaksi) Banyak (>3 interaksi Total Jml 73 48 7 128 (%) 57,03 37,50 5,47 100

Tabel 4 Distribusi Resep Berdasarkan Jumlah Interaksi Obat Yang Terjadi Dalam Satu Resep Efek Interaksi Obat Meningkatkan efek Menurunkan efek Efek lain Total Jml 144 32 19 195 (%) 73,85 16,41 9,74 100

Jumlah resep rawat jalan yang diterima di Instalasi Farmasi Rumah Sakit X rata-rata perbulan sebanyak 5.594 lembar dan dari jumlah tersebut terdapat 307 lembar resep obat antidiabetik oral. Hasil analisis yang dilakukan terhadap resep obat yang mengandung obat antidiabetik oral diketahui bahwa resep dengan jumlah 3-4 obat merupakan proporsi yang terbanyak (51,47%). Berdasarkan jumlah obat antidiabetik oral yang digunakan dalam satu lembar resep dengan 1 jenis obat antidiabetik oral merupakan yang terbanyak diresepkan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit X yaitu 262 lembar (85,34%). Hal tersebut dapat memberikan gambaran bahwa dokter lebih sering meresepkan satu jenis obat antidiabetik oral mungkin dikarenakan kadar glukosa darah
12

pasien diabetes tersebut tidak terlalu tinggi atau pasien tersebut belum mengalami kegagalan sekunder. Golongan obat antidiabetik oral yang paling sering diresepkan pada penelitian ini adalah golongan sufonilurea (68,84%), hal ini mungkin disebabkan karena golongan sulfonilurea lebih efektif dibandingkan golongan lain, dimana golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah pada 85 90% pasien diabetes melitus tipe 2. Obat antidiabetik oral yang paling sering diresepkan adalah glimepirid yaitu sebanyak 162 lembar (45,89 %) yang merupakan obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea, hal ini mungkin disebabkan karena glimepirid dapat diberikan dalam dosis tunggal dan lebih lebih cepat menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan glibenklamid dan glipizid serta memiliki efek hipoglikemik yang setara dengan gliklazid. Metformin merupakan obat golongan biguanid yang juga paling banyak diresepkan yaitu sebanyak 107 lembar (30,31%). Hal ini mungkin disebabkan karena pasien diabetes melitus tipe 2 tersebut memiliki berat badan berlebih dan oleh karena itu dokter meresepkan metformin sebagai pilihan utama pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang gemuk. Pioglitazone merupakan obat antidiabetik oral golongan thiazolidinedion yang paling sedikit diresepkan yaitu sebanyak 3 lembar (0,85%). Hal ini mungkin disebabkan karena obat golongan thiazolidinedion ini harganya paling mahal dibandingkan golongan obat antidiabetik oral lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data 144 pasien (46,91%) berjenis kelamin laki-laki dan 163 pasien (53,09%) berjenis kelamin perempuan.

Analisis Interaksi Obat Antidiabetik Oral Di Rumah Sakit X Depok (Santi Purna Sari, Mahdi Jufri, dan Dini Permana Sari)

Pada hasil penelitian ini diperoleh umur pasien yang paling banyak menderita diabetes melitus ada pada kelompok umur 51-60 tahun yaitu sebanyak 143 orang (46,58%). Populasi pasien diabetes melitus tipe 2 diatas umur 60 tahun semakin sedikit yaitu pada kelompok umur 6170 tahun sebanyak 49 orang (15,96%) dan kelompok umur 71-80 tahun sebanyak 17 orang (5,54%). Hal ini disebabkan karena pasien yang didiagnosa pada usia lebih dini (sebelum 60 tahun) secara selektif hilang dari populasi oleh karena kematian setelah menderita diabetes selama waktu yang panjang. Interaksi obat kategori sedikit (1 interaksi) paling banyak ditemukan dalam peresepan obat antidiabetik oral yaitu sebanyak 73 lembar (57,03%), interaksi yang terjadi pada peresepan obat antidiabetik oral lebih banyak yang meningkatkan efek dari obat antidiabetik oral (73,88%) dibandingkan yang menurunkan efek obat antidiabetik oral (16,41%) dan efek lainnya yang terjadi seperti asidosis laktat (9,74%). Interaksi obat yang sering terjadi adalah interaksi obat antara golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan golongan penghambat Angiotensin Converting enzym (ACE), yaitu ramipril dan kaptoprilyang menimbulkan efek hipoglikemik sulfonilurea meningkat. Interaksi ini terjadi karena penghambat ACE meningkatkan sensitivitas insulin. Selain obat golongan sulfonilurea, obat antidiabetik oral golongan biguanid yaitu metformin juga memiliki interaksi obat dengan golongan penghambat ACE (kaptopril dan ramipril) yang mengakibatkan peningkatan efek hipoglikemik metfromin. Interaksi obat yang dapat meningkatkan efek hipoglikemik lainnya adalah interaksi obat

glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan ranitidin. Mekanisme interaksi obat yang terjadi yaitu ranitidin menginhibisi metabolisme dari glibenklamid dan gliklazid di hati sehingga menyebabkan kecepatan metabolisme glibenklamid, glimepirid dan gliklazid berkurang sehingga terjadi akumulasi dari obat-obat tersebut didalam tubuh. Interaksi obat tersebut umumnya jarang terjadi dikarenakan adanya interval waktu penggunaan antara glibenklamid yang diberikan sebelum makan dengan ranitidin yang diberikan sesudah makan. Interaksi obat glibenklamid dan gliklazid dengan antasida (aluminium hidroksida dan magnesium karbonat) melalui mekanisme peningkatan pH lambung sehingga kelarutan glibenklamid dan gliklazid meningkat, dengan demikian absorpsi glibenklamid dan gliklazid di usus akan meningkat. Interaksi antara glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan golongan AINS (diklofenak, asam mefenamat, meloksikam, tenoksikam, dexketoprofen) terjadi melalui mekanisme pergeseran ikatan protein. Hal ini terjadi akibat meningkatnya konsentrasi glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dalam kondisi bebas (tidak terikat oleh protein plasma). Interaksi obat antara glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan asam asetil salisilat terjadi melalui mekanisme aditif. Interaksi obat glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan kotrimoksazol, dapat terjadi akibat sulfonamida menginhibisi metabolisme sulfonilurea sehingga meningkatkan kadar serum sulfonilurea, akibatnya efek hipoglikemik meningkat. Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah sulfonamida dapat menggeser ikatan protein sulfonilurea dari tempat

13

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 8 - 14

ikatannya. Peningkatan efek hipoglikemik yang disebabkan karena interaksi obat-obat tersebut diatas dalam batas tertentu dapat menguntungkan pasien dengan kadar glukosa darah yang tinggi, namun kadar glukosa darah pasien harus tetap dimonitor untuk menjaga agar tidak terjadi kondisi yang tidak diinginkan seperti hipoglikemia. Pada penelitian ini juga ditemukan sejumlah obat yang memiliki efek antagonis dengan obat antidiabetik oral yaitu hidroklortiazid, furosemid dan obat kortikosteroid (deksametason dan prednison). Obatobat tersebut dapat menghambat sekresi insulin, sehingga meningkatkan kadar glukosa darah dan dengan demikian memperlemah kerja obat antidiabetik oral. Interaksi obat yang terjadi antara metformin dengan ranitidin mengakibatkan terjadinya asidosis laktat, mekanisme yang terjadi adalah kompetisi pada sistem transport yang sama sehingga ranitidin menurunkan eliminasi metformin di tubulus ginjal sehingga konsentrasi plasma metabolit metformin meningkat. Interaksi metformin dengan golongan AINS juga dapat menyebabkan terjadinya asidosis laktat yang diakibatkan karena terjadinya gangguan fungsi ginjal. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya hubungan antara jumlah obat dalam satu resep yang mengandung resep obat antidiabetik oral dengan banyaknya interaksi yang terjadi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan semakin banyak jumlah obat yang diresepkan maka semakin banyak interaksi yang terjadi. KESIMPULAN Dari penelitian dilakukan terhadap yang resep telah obat

antidiabetik oral pada bulan Desember 2005-Mei 2006 di Rumah sakit X depok dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Resep obat antidiabetik oral umumnya terdiri dari 1 jenis obat antidiabetik oral, dan glimepiride merupakan obat antidiabetik oral yang paling banyak diresepkan. 2. Resep obat antidiabetik oral yang diketahui berinteraksi sebanyak 41,69% dari jumlah sampel dengan proporsi lebih besar pada interaksi yang menyebabkanpeningkatan efek hipoglikemik obat antidiabetik oral. 3. Ada hubungan yang bermakna antara banyaknya interaksi yang terjadi dengan jumlah obat dalam satu resep. DAFTAR PUSTAKA
1. PERKENI: Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. Jakarta, 2000; 1. 2. Waspadji S. Diabetes melitus: Mekanisme dasar dan pengelolaannya yang rasional. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Terpadu. Pusat Diabetes dan Lipid RSCM-FKUI. Jakarta, 1999; 21. 3. Koda-Kimble MA, Betsy AC. Diabetes Mellitus. Dalam: Koda-Kimble MA, Lloyd Y. Apllied Therapeutics: The clinical use of drugs. Lipincott Wiliams and Wilkins, 2001; 48-68. 4. Langtry HD, Julia AB. Glimepiride: A review of its use in the management of type 2 diabetes mellitus. Drug TM. Adis International, 1998; 55(4): 564, 573. 5. Bloomgarden, ZT. The American Diabetes Association Annual Meeting, 1994: Treatment issues for NIDDM. Diabetes Care. 1994; 17(9):1078. 6. Stockley IH, A Lee. Drug Interactions. Dalam: Walker R, Clive E. ClinicalPharmacy and Therapeutics. 3rd ed. Churchill Li vingstone, 2003; 21-29.

14

Anda mungkin juga menyukai