Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENGANTAR PENDIDIKAN PENGERTIAN PENDIDIKAN ANTARA SEKOLAH DAN MASYARAKAT Dosen Mata Kuliah : SYAAD PATMANTHARA

Oleh : TEGAR BAGAS PERMANA 130533608189 PTI D 2013

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA September 2013

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan. Harapan saya semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukanmasukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.

Apakah Pendidikan Itu?

1. Arti Beberapa Istilah Sebelum kita tinjau lebih lanjut apa yang dimaksud dengan pendidikan, terlebih dahulu perlu kiranya diterangkan dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan. Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala gejala perbuatan mendidik. Pedagogik berasal dari kata yunani paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak anak. Paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak anak ke dan dari sekolah. Juga di rumahnya, anak anak tersebut selalu dalam pengawasan dan penjagaan dari para paedagogos itu. Jadi, nyatalah bahwa pendidikan anak anak Yunani Kuno sebagian besar diserahkan kepada paedagogos itu. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing memimpin). Perkataan paedagogos yang mulanya berarti rendah (pelayan bujang) sekarang dipakai untuk pekerjaan yang mulia. Paedago (pendidik atau ahli didik) ialah seseorang yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri. 2. Apa yang Dimaksud dengan Mendidik? a. Dapat kita katakan dengan singkat : mendidik ialah memimpin anak. Mudah benar rupanya kata kata itu. Tetapi, sesungguhnya tidak semudah apa yang kita sangka. Ucapan tersebut menganding banyak masalah dalam dan luas serta pelik. Mendidik adalah pengertian yang sangat umum yang meliputi semua tindakan mengenai gejala gejala pendidikan. Belumlah tepat kiranya kita menjawab pertanyaan tersebut diatas dengan singkat sebelum kita mencoba menguraikannya pada pasal pasal berikut : Memang, kebanyakan orang masih menganggap enteng dan mudah terhadap hal mendidik itu. Kebanyakan orang tua mendidik anak anaknya hanya berdasarkan pengalamn pengalaman praktisnya saja. Mereka banyak meniru perbuatan nenek moyangnya yang belum tentu benar dan baik. Mereka beranggapan bawa kepandaian mendidik itu sudah dengan sendirinya akan dipunyai oleh setiap orang dari pergaulanya dengan anak anak. Mereka percaya bahwa dalam setiap situasi, intuitif akan mendapat sifat dan tindakan yang tepat. Jadi, mereka berkehendak bekerja secara intuitif belaka, tidak atau kurang mau mempelajari dan menyelidiki hal mendidik secara ilmu pengetahuan, secara teoritis. Dalam hal ini bukan berarti bahwa kami tidak mengargai pengalaman pengalaman dalam praktik dan mementingkan teori belaka. Sekali sekali tidak! Menurut pendapat kami, mendidik berdasarkan hasil hasil penyelidikan (teori) dan

berdasarkan pengalaman pengalaman (praktik) lebih banyak dan baik hasilnya daripada hanya berdasarkan pengalaman dan intuisi belaka. b. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, marilah kita kembali kepada persoalan : Apakah mendidik itu? Ada beberapa ahli yang mengumpamakan pekerjaan mendidik itu sama halnya dengan pekerjaan tukang kebun yang memelihara tanam tanamannya. Ia (si tukang kebun) menanam bibit tanaman itu ditempat yang telah digemburkan. Tanaman itu tumbuh sendiri, ada yang kurus, ada yang subur, ada yang lekas tinggi dan berbuah, tetapi ada pula yang pendek, tidak berubah, bahkan ada pula yang tidak tumbuh atau mati. Si tukang kebun tidak dapat memaksa tanaman itu agar lekas tinggi dan berbuah, umpamanya dengan menarik narik batangnya setiap pagi atau menguakkan kuncup bunganya agar lekas mekar. Tanaman itu tumbuh dengan sendirinya oleh kekuatan dari dalam, dan kecepatan tumbuhnya pin berbeda beda pada setiap tanaman. Si tukang kebun hanya dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman itu dari luar, umpamanya dengan menyiraminya setiap pagi, memberi pupuk, menyemprot dan membuang ulatnya, menyiangi atau membersihkan tanaman itu, dan bila perlu pula memindahkan tanaman itu ke tempat lain yang lebih subur. Demikian pula, seorang pendidik terhadap anak didiknya. Ia berusaha membimbing atau memimpin pertumbuhan anak, jasmani maupun rohaninya. Sama halnya si tukang kebun, ia pun tidak memaksa pertumbuhan anak sekehendaknya. Ia tidak dapat membuat anak agar lekas berjalan atau berkata kata jika memang belum waktu. Demikian pula, ia ridak mencetak anak itu untuk menjadi dokter, insinyur, ahli negara, atau hal hal yang memungkinkan tercapainya tujuan itu. Dalam pertumbugannya jasmani dan rohani, anak itu berkembang sendiri. Dan perkembangannya itu menurut tempo dan iramanya sendiri pula yang tidak sama antara anak yang satu dan anak yang lain. Anak mempunyai pembawaan dan bakat sendiri sendiri. Pendidik hanya dapat memimpin perkembangan anak itu dengan mempengaruhinya dari luar, seperti dengan memberi makan yang cukup sehatm member pakaian, menjaga supaya anak terhindar dari penyakit, menyediakan alat alat dan memberi kesempatan untuk bermain, menasehati, melarang, menghukum, menyekolahkan, dan perlu memindahkan anak itu ke dalam lingkungan yang lebih menguntungkan. Nyatalah bahwa tiap tiap tindakan pendidikan terhadap anak didiknya mengandung maksud tertentu, ada tujuan hendak dicapai. Untuk sementara, kita dapat mengatakan bahwa umumnya orang mendidik anaknya dengan maksud agar anaknya itu mempnyai bekal yang dapat dipergunakan dalam kehidupannya kelak, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. c. Menurut uraian diatas, perumpamaan pendidikan sebagai tukang kebun, kita harus berhati hati. Kita tidak dapat menyamakan begitu saja pekerjaan seorang pendidik dengan pekerjaan tukang kebun. Pertumbuhan seorang anak tidak dapat disamakan

dengan pertumbuhan sebatang tanaman perkembangan anak atau manusia tidak hanya melalui biologis. Jika perkembangan anak dapat ditentukan hanya dengan hukum hukum biologis yang sudah tetap, seperti diuraikan diatas, maka lapangan pekerjaan kita, para paedagoog, akan sangat terbatas. Pekerjaan kita akan sama dengan tukang kebun, yang menurut L. Gurlitt akan terbatas pada membiarkan tumbuh, memelihara, menjaga, dan menolong makhluk muda itu. Pendirian para pedagoog naturalis memang demikian. Mereka pesimistis dalam tindakannya mendidik anak. Tetapi, tugas pendidik hendaknya berusaha agar anak itu menjadi manusia yang lebih mulia. Anak atau manusia itu adalah makhluk yang berpribadi dan berkesusilaan. Ia dapat dan sanggup hidup menurut norma norma kesusilaan; ia dapat memilih dan menentukan apa apa yang akan dilakukan juga menghindari atau menolak segaka yang tidak disukainya. Seorang tukang kebun yang menyebarkan atau menanam biji, tidak akan khawatir bahwa tanaman yang satu akan agresif dan yang lain akan baik hati, yag ini akan lengah dan tidak menurut, sedangkan yang itu akan sungguh sungguh patuh, dan sebagainya. Sebaliknya, dalam mendidik anak anak hal semacam itu mungkin sekali terjadi. Pikirkan saja anak anak dari keluarga yang besar. Biarpun mereka berasal dari baak dan ibu yang sama, dan roman mukanya hampir sama, tetapi ternyata mereka mempunyai watak dan tingkah laku yang berbeda beda. Juga ada anak kembar, yang boleh dikatakan mempunyai pembawaan keturunan yang sama, akan tetapi terlihat pula perbedaan wataknya. Jadi, teranglah bahwa perkembangan manusia tidak dapat disamakan begitu saja dengan perkembangan biologis melulu, seerti pada tumbuh tumbuhan. Dalam hal ini berhati hatilah kita mengumpamakan pekerjaan mendidik itu dengan pekerjaan seorang tukang kebun.

3. Mengapa Anak Harus Dididik?

a. Dari uraian pasal pasal diatas, sudah jelas bahwa pertumbuhan seorang anak tidak dapat disamakan secara mutlak dengan pertumbuhan sebatang tanaman. Oleh karena itu, sekarang timbulah dalam diri kita pertanyaan pertanyaan : a. Haruskah anak itu mendapatkan pendidikan? b. Bagaimana jadinya jika anak itu tidak dididik? c. Siapa yang berkewajiban mendidik anak itu? d. Kemana akan kita bawa anak itu dengan pendidikan kita? e. Alat alat pendidikan manakah yang akan dipergunakan supaya pendidikan itu dapat mencapai tujuannya.

Pertanyaan pertanyaan tersebut adalah pertanyaan pertanyaan yang tidak mudah. Tidak cukup hanya dijawab dengan satu dua patah kata saja. Berdasarkan pertanyaan pertanyaan tersebut itulah, penulis akan berusaha menguraikan secara singkat dalam bab bab berikutnya. Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dalam pasal ini, kita ikuti uraian uraian berikut. Dalam dunia hewan sering terjadi gejala gejala aneh yang kadang kadang bertentangan dengan alam pikiran kita. Seekor anak kalajengking yang baru lahir, dengan secepat cepatnya berlari merangkak ke atas punggung induknya. Setelah anak kalajengking itu agak besar dan dapat mencari makannya sendiri, larilah ia sekencang kencangnya melepaskan diri dar induknya yang pelahap itu. Laba laba betina memakan jatannya ketika hampir masanya ia bertelur. Mungkin hal ini dilakukan untuk menjaga anak anaknya nanti agar jangan dimakan oleh bapaknya yag pelahap itu. Jadi, untuk melindungi anaknya dari bahaya. Lain ceritanya yang berlaku pada kalajengking dan pada laba laba itu dengan cara yang berlaku pada burung dan binatang binatang lainnya. Seekor burung betina yang sedang mengerami telur disarangnya, jarang dan hampir tidak mau meninggalkan sarangnya itu sampai telurnya menetas. Jantanlah yang bersusah payah mencari makanan untuk induk yang mengerami itu. Jika telurnya sudah menetas, kedua burung jantan dan betina itu mencari makanan untuk anak anaknya yang masih lemah itu. Sesudah anak anaknya itu agak besar da cukup bulunya untuk belajar terbang, datanglah waktunya sekarang bagi kedua burung itu melatih anak anaknya terbang dari ranting satu ke ranting lain. Mula mula dekat saja, lama kelamaan agak jauh; mula mula rendah dan lama lama agak tinggi, dan seterusnya, sehingga anak anaknya itu pandai terbang dan mencari makan sendiri seperti induknya. Sesudah itu, lepas dan terpisahlah burung burung muda itu dari pengawasan dan perlindungan induknya. Demikian pula, seekor anjing atau kucing yang beranak pada waktu anak anaknya masih lemah, disusuinya anaknya itu, dibersihkan badannya dengan air ludahnya. Sebelum anaknya itu menjadi besar, anak anaknya itu dilatih berbagai macam gerakan menerkam dan lari seperti kepandaian yang dimiliki induknya. Pada saat tertentu anak anaknya itu tidak boleh menyusu lagi. Setelah menjadi besar dan dapat mencari makanan sendiri, lepaslah anak anak kucing dan anjing itu dari induknya. Demikianlah contoh contoh tersebut, kita mengerti bahwa binatang pun mendidik anak anaknya. Binatang memelihara, melndungi, dan mengajari anak anaknya, sampai anak anaknya itu dapat berdiri sendiri seperti induknya. b. Samakah pendidikan yang dilakukan binatang binatang itu dengan pendidikan yang dilakukan manusia?

Terus terang, kita katakan tidak. Manusia mempunyai kelebihan dari binatang. Binatang mendidik anak anaknya secara instingtif. Kepandaian mendidik yang ada pada binatang bukan karena dipelajari dari binatang lain, melainkan kepandaian yang sudah ada pada tiap tiap jenis binatang dan sifatnya tetap, tidak berubah atau hampir tidak berubah. Juga kemampuan kemapuan untuk belajar yang ada pada binatang binatang muda itu adalah kemampuan kemampuan yang sudah ada dalam pembawaan dan akan berkembang dengan sendirinya tanpa oengaruh luar. Belajar secara demikian dalam psikologi disebut belajar instingtif. Ada pula beberapa jenis binatang atau hewan yang dapat dilatih untuk melakukan sesuatu. Tetapi, hasil atau prestasi dari latihan latihan itu sifatnya tetap dan tertentu, artinya hanya dalam batas batas yang tertentu insting itu dapat dibentuk dan diubah. Tindakan tindakan itu masih terbatas pada suasana, waktu, tempat, dan hal hal tertentu pula. Tindakan tindakan itu dilakukan hewan secara otomatis, tanpa rencana dan tanpa dipikirkan dahulu. Jadi, tindakan tindakan yang kita lakukan terhadap hewan itu bukanlah pendidikan, melainkan dresur. Demikianlah, kita dapat mendresur anjing untuk keperluan berburu, kuda untuk menarik pedati atau delman, kerbau atau lembu untuk membajak, dan sebagainya. Supaya agak lebih jelas lagi apa yang dimaksud dengan dresur dan apa perbedaannya dengan pendidikan, kita kutipkan disini Dresur dan Pendidikan dari buku ilmu mendidik karangan Prof. J. Gielen dan Prof. S. Strasser. c. Dresur dan pendidikan : sekarang timbul pertanyaan, apakah mendidik itu tidak boleh disamakan dengan tindakan tindakan menjinakkan, mendresur, dan melatih binatang. Karena pendidikan juga mempergunakan kecenderungan kecenderungan yang timbul pada masa perkembangan psikis, pendidik mengarahkan nafsu nafsu bawaan kepada tujuan yang berguna; ia menentukan bentuk bentuk tindakan instingtif yang boleh dilakukan. Ia turut menjaga, tetapi lebih lebih dengan menuntun dan memberikan bentuk pada perkambangan tadi. Kalau begitu, apakah tindakan tindakan dalam pendidikan tidak sama dengan dresur?. Menjawab pertanyaan ini, tidak boleh terburu buru mengatakan ya. Di antara situasi pendidikan dengan situasi dresur terdapat perbedaan yang dalam, yang akan kita tinjau lebih lanjut. Pertama tama, pada tindakan insting tidak terdapat pengertian tentang tujuan terakhir dari tindakan itu. Marilah kita mengambil dua contoh. Bayi yang baru lahir, yang menyusu, tidak tahu bahwa dengan begitu ia sedang mengambil makanan, apalagi mengetahui bahwa hal itu sangat perlu untuk kelangsungan hidupnya. Jadi, disini tidak ada pandangan tentang apa yang akhirnya harus dicapai. Bayi tadi menurut terus pada nafsu. Begitu pula anjing jika mengejar binatang buruan karena menuruti kecenderungan bawaan. Ia tidak dapat bertindak lain, ia didorong ke situ.

Dan disinilah terlihat ciri yang kedua*) dari tindakan insting : tindakan itu dilakukan otomatis dan tidak bebas. Lain halnya dengan apa yang terdapat dalam situasi pendidikan yang sesungguhnya.jika kita menyuruh anak mengerjakan sesuatu, tentulah kita menggap bahwa anak tadi dapat mengerti perintah kita. Pengertian mengenai apa yang diharapkan dilakukan olehnya merupakan syarat suaya ia dapat menurut perintah itu. Perhatikanlah : disini yang penting bukanlah pengertian tentang motif dari perintah itu, melainkan pengertian mengenai apa yang diminta dari anak itu. Dengan perkataan lain, isi perintah itu harus dipahami sungguh sungguh. Selanjutnya, kita menganggap sudah semestinya bahwa anak didik dengan kemauan bebas, dapat melatih antara menurut perintah dan tidak menurut perintah; bahwa jika ia melakukan perintah kita, tidaklah ia bertindak terpaksa dan otomatis, seperti orang yang dihipnotis. Karena hanyalah kalau ada kehendak bebas, kita dapat berkata menurut perintah. Baru kalau ada kemauan bebas itu, orang dapat melakukan tindakan yang susila atau tidak susila. Jadi, dalam situasi pendidikan yang sesungguhnya, pendidik selalu beranggapan bahwa pada manusia muda setidak tidaknya ada benih benih pemikiran dengan budai dan penentuan sendiri tentang baik buruknya tindakannya. Dalam situasi dresur tidak terdapat kedua ciri ini. Tentu saja menyenangkan bagi yang merawat dan bagi bayi sendiri, jika ia ingin makan pada waktu waktu tertentu; dan sungguhlah menguntungkan bahwa anjing pemburu membantu kita mengejar mangsa. Tetapi, tindakan tindakan ini menurut susila tidaklah baik dan juga tidaklah buruk. Karena hal itu hanya keluar dari pengubahan buatan insting insting bawaan, dengan cara pembiasaan dan latihan latihan. d. Dari uraian diatas jelas bahwa dresur tidak dapat disamakan dengan pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan yang dilakukan terhadap binatang berlainan dengan pendidikan yang dilakukan terhadap manusia. Dalam beberapa hal memang ada persamaan. Persamaan itu umumnya terletak pada pertumbuhan biologis saja, yaitu yang berhubungan dengan perkembangan jasmaniah, sedangkan pada manusia haruslah diperhitungkan pula perkembangan psikisnya. Binatang adalah makhluk alam, yang tidak berkebudayaan. Manusia masuk dalam bilangan alam, tetapi juga termasuk bilangan kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudi, berpikir; manusia adalah anggota dari persekutuan, masyarakat. Dengan adanya budi dan pikiran itu, manusia dapat menimbang nimbang, memilih dan menentukan dari berbagai kemungkinan yang akan dilakukannya. Ia lebih bebas dalam melakukannya, tetapi pertanggung jawabannya lebih besar pula. Sedangkan pada binatang tidak demikian. Perbuatan binatang terikat oleh alam, oleh instingnya; binatang tidak mengenal tanggung jawab. Karena perbuatan itulah, kehidupan manusia jauh lebih

sulit daripada kehidupan binatang. Itu pula yang menyebabkan mengapa masa muda pada manusia itu lebih lama daripada masa muda yang dialami oleh binatang. Bertambah sulit lagi kehidupan manusia itu karena manusia adalah anggota persekutuan atau masyarakat. Dari kenyataan itu, kita mengakui bahwa persekutuan itu bermacam macamcorak ragamnya, juga tinggi rendahnya. Setiap persekutuan itu bermacam macam golongan pula, yang berbeda beda bahasa maupun pekerjaannya. Ada persekutuan kampung, ada persekutuan kota, suku bangsa, dan lain lain. Ada bermacam macam golongan; golongan petani, pedagang, pekerja atau buruh, golongan politik, golongan kaum agama, dan sebagainya. Tingkat kecerdasan dan kebudayaan pun berlain lainan; ada yang sudah tinggi, dan ada yang masih rendah. Karena bermacam macam dan kompleksnya persekutuan itulah maka pendidikan manusia lebih sulit dan memakan waktu yang lebih lama. Kita harus mendidik anak anak agar ia dapat menyesuaikan diri di dalam dan terhadap persekutuan persekutuan itu. Jadi, anak harus kita didik supaya dapat hidup yang layak dan berguna bagi persekutuan atau masyarakat tempat ia hidup. Semakin kompleks struktur masyarakat, semakin sukar dan lama lagi anak anak untuk belajar mempersiapkan diri agar dapat hidup dalam masyarakat itu. Anak atau bayi yang sangat lemah keadaannya ketika dilahirkan, sudah tentu tidak mungkin dapat hidup terus jika tidak mendapat pertolongan dan pemeliharaan dari orang tuanya atau lingkungan tidak mengajarnya berbicara. Bahasa pada manusia itu bukanlah sesuatu yang datang begitu saja dari alam, seperti perbuatan perbuatan insting lain, tetapi hasil kebudayaan manusia yang harus dipelajari. Demikian pula untuk menyesuaikan diri terhadap masyarakat, anak membutuhkan pertolongan, pimpinan dari orang orang dewasa, terutama dari orang tuanya. Orang tua tau pendidik tidak dapat begitu saja membiarkan anak anakknya supaya tumbuh sendiri. Tanpa pimpinan, anak akan tumbuh ke arah pemuasan dorongan nafsu, yang sudah tentu banyak bertentangan dengan apa yang berlaku dan dikehendaki oleh masyarakat.

KESIMPULAN
Jadi pendidikan itu ialah segala usaha orang dewasa dalam memimpin perkembangan anak anaknya agar berguna bagi anak itu sendiri dalam berkehidupan bermasyarakat di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai