Anda di halaman 1dari 5

Senandung Cinta Jiwa yang terkapar nada rindu mengusik kalbu Nyanyian yang tiada pernah tergores tinta

Nada kasih mengalir menembus sukma Menyentuh batin mengalirkan sayang Nyanyian yang tiada pernah tergores tinta Sungguh...betapa segala resah mendesah Bimbang mengguncang dalam ketidak-abadian Untuk siapa nada ini kan menyapa Di relung jiwa bersemayam segala rasa Terhempas risau, melayang hilang Menjelajah hati menjawab tanya Hadir membayang dalam bayang-bayang Getar ujung jemari kabarkan kehadirannya Nyata terasa getaran dijiwa. Bening air mata, berkaca-kaca Bak air telaga yang memantulkan gemerlap bintang Sendu merayu ditengah heningnya malam Bercengkrama bersama titik-titik embun Membongkar dinginnya kabut rahasia Hingga kebenaran, datang menjelang Nada lahir dari ujung renungan Mengalun bersama kesunyian Menepis semua kebisingan Mengalir diantara mimpi dan bayangan Adalah cinta terbawa nyata diantara alunan nada Rindu memecah sepi, lantang bergemuruh menderu hati Menabur mimpi, dalam hasrat menggebu di ujung rindu Dibalik nada-nada cinta, aku menemukanmu

Keagungan Cinta

Ketika air mata menitik di pipimu Saat kau masih peduli terhadapnya Dan dia tak lagi mempedulikanmu Meski engkau masih setia menantinya Manakala dia bisa mencintai selain dirimu Namun kau tetap tersenyum bahagia Dan terucap jujur dari mulut, lalu berkata Aku turut bahagia dalam kebahagiaanmu Jika cinta bertepuk sebelah tangan, lepaskan tanganmu Terbang dan kepakkan sayapmu selebar angkasa biru Arungi luas alam bebas, hingga kau dapati tempat berteduh Tuk tentukan arah, temukan cinta yang pernah hilang

Nyanyian Sukma

Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku, Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku. Betapa dapat aku mendesahkannya? Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana Kepada siapa aku akan menyanyikannya? Dia tersimpan dalam relung sukmaku Kerna aku risau, dia akan terhempas Di telinga pendengaran yang keras. Pabila kutatap penglihatan batinku Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya, Dan pabila kusentuh hujung jemariku Terasa getaran kehadirannya. Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya, Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan. Air mataku menandai sendu Bagai titik-titik embun syahdu Yang membongkarkan rahsia mawar layu. Lagu itu digubah oleh renungan, Dan dikumandangkan oleh kesunyian, Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran, Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan, Dan difahami oleh cinta, Dan disembunyikan oleh kesedaran siang Dan dinyanyikan oleh sukma malam. Lagu itu lagu kasih-sayang, Gerangan Cain atau Esau manakah Yang mampu membawakannya berkumandang? Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati: Suara manakah yang dapat menangkapnya? Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci, Getar nada mana yang mampu menggoyahnya? Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam? Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian? Siapa berani memecah sunyi Dan lantang menuturkan bisikan sanubari Yang hanya terungkap oleh hati? Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?

Aku Bicara Perihal Cinta

Apabila cinta memberi isyarat kepadamu, ikutilah dia, Walau jalannya sukar dan curam. Dan pabila sayapnva memelukmu menyerahlah kepadanya. Walau pedang tersembunyi di antara ujung-ujung sayapnya bisa melukaimu. Dan kalau dia bicara padamu percayalah padanya. Walau suaranya bisa membuyarkan mimpi-mimpimu bagai angin utara mengobrak-abrik taman. Karena sebagaimana cinta memahkotai engkau, demikian pula dia kan menyalibmu. Sebagaimana dia ada untuk pertumbuhanmu, demikian pula dia ada untuk pemangkasanmu. Sebagaimana dia mendaki kepuncakmu, dan membelai mesra ranting-rantingmu nan paling lembut yang bergetar dalam cahaya matahari. Demikian pula dia akan menghunjam ke akarmu, dan mengguncang-guncangnya di dalam cengkeraman mereka kepada kami. Laksana ikatan-ikatan dia menghimpun engkau pada dirinya sendiri. Dia menebah engkau hingga engkau telanjang. Dia mengetam engkau demi membebaskan engkau dari kulit arimu. Dia menggosok-gosokkan engkau sampai putih bersih. Dia merembas engkau hingga kau menjadi liar; Dan kemudian dia mengangkat engkau ke api sucinya. Sehingga engkau bisa menjadi roti suci untuk pesta kudus Tuhan. Semua ini akan ditunaikan padamu oleh Sang Cinta, supaya bisa kaupahami rahasia hatimu, dan di dalam pemahaman dia menjadi sekeping hati Kehidupan. Namun pabila dalam ketakutanmu, kau hanya akan mencari kedamaian dan kenikmatan cinta. Maka lebih baiklah bagimu, kalau kaututupi ketelanjanganmu, dan menyingkir dari lantai-penebah cinta. Memasuki dunia tanpa musim tempat kaudapat tertawa, tapi tak seluruh gelak tawamu, dan menangis, tapi tak sehabis semua airmatamu. Cinta tak memberikan apa-apa kecuali dirinya sendiri, dan tiada mengambil apa pun kecuali dari dirinya sendiri. Cinta tiada memiliki, pun tiada ingin dimiliki; Karena cinta telah cukup bagi cinta. Pabila kau mencintai kau takkan berkata, TUHAN ada di dalam hatiku, tapi sebaliknya, Aku berada di dalam hati TUHAN. Dan jangan mengira kaudapat mengarahkan jalannya Cinta, sebab cinta, pabila dia menilaimu memang pantas, mengarahkan jalanmu.

Cinta tak menginginkan yang lain kecuali memenuhi dirinya. Namun pabila kau mencintai dan terpaksa memiliki berbagai keinginan, biarlah ini menjadi aneka keinginanmu: Meluluhkan diri dan mengalir bagaikan kali, yang menyanyikan melodinya bagai sang malam. Mengenali penderitaan dari kelembutan yang begitu jauh. Merasa dilukai akibat pemahamanmu sendiri tenung cinta; Dan meneteskan darah dengan ikhlas dan gembira. Terjaga di kala fajar dengan hati seringan awan, dan mensyukuri hari haru penuh cahaya kasih; Istirah di kala siang dan merenungkan kegembiraan cinta yang meluap-luap; Kembali ke rumah di kala senja dengan rasa syukur; Dan lalu tertidur dengan doa bagi kekasih di dalam hatimu, dan sebuah gita puji pada bibirmu. Khalil Gibran

Anda mungkin juga menyukai