Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pernapasan atau respirasi merupakan proses pengambilan Oksigen dari luar tubuh dan pengeluaran zat hasil metabolism yang berupa CO2 dan uap air. Berdasarkan tempat terjadinya pertukaran gas O2 dan CO2, pernapasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

pernapasan luar/respirasi eksternal, yaitu pertukaran O2 dengan CO2 yang berlangsung di kapiler darah pada alveoulus pernapasan dalam/respirasi internal, yaitu pertukaran gas O2 dengan CO2 yang terjadi antara pembuluh darah dan sel-sel tubuh (Anonim,2012) Menurut Susilo dan Sastrodihardjo (1991), ada dua metode yang dapat

digunakan untuk menghitung konsumsi oksigen pada ikan. Metode pertama adalah metode OHara dalam kondisi air mengalir. Prinsip kerjanya adalah air dari reservasi masuk melalui tabung berisi ikan ke tabung pembuangan dan dikembalikan lagi ke reservoir oleh pompa air. Kecepatan air dijaga secara konstan selama sirkulasi air berjalan, tabung berisi ikan dan tabung air buangan diisi air penuh dan bebas dari gelembung udara untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan suhu selama pengamatan maka tabung berisi akan ditempatkan dalam bejana yang lebih besar dan berisi air. Kadar oksigen dalam tabung reservoir dan tabung air buangan diukur secara terpisah menggunakan dua DO meter yang terpisah. Bila kecepatan air diketahui, maka perbedaan kadar oksigen dalam tabung reservoir dan tabung air buangan adalah konsumsi oksigen ikan uji dalam tabung uji. Metode kedua adalah metode Winkler. Peralatan yang digunakan pada metode Winkler mirip dengan metode OHara hanya saja ada beberapa modifikasi. Perbedaan metode terletak pada metode Winkler yang mengunakan hasil titrasi pada

perhitungan konsumsi oksigen, sementara metode OHara menggunakan DO meter untuk pengukuran oksigen terlarutnya. 1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Menentukan laju konsumsi oksigen pada mencit dengan menggunakan respirometer ( Mus muculus) 2. Menentukan laju konsumsi oksigen pada ikan komet dengan menggunakan metode Winkler ( Carassius auratos) 3. Menentukan cara kerja inhalasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respirasi Respirasi dibagi 2 macam, respirasi dan . Eksternal respirasi adalah seluruh proses yang berhubungan dengan pertukaran oksigen dan

karbondioksida antara cairan tubuh dengan lingkungan sekitar. Sedangkan internal respirasi adalah pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam sel. (Martini,2012)

2.2 Mekanisme respirasi hewan terestrial dan hewan akuatik Menurut Campbell (2012), hampir semua hewan akuatik memiliki insang. Insang merupakan sambungan dari permukaan tubuh yang berspesialisasi sebagai tempat pertukaran gas. Gas berdifusi melewati permukaan insang antara air dan darah. Untuk mengefisiensikan pertukaran gas antara pembukuh darah dan air, terdapat mekanisme yang disebut dengan countercurrent, yaitu pembuluh darah mengalirkan darah berlawanan arah dengan arah aliran air. Sementara pada hewan terestrial, tempat respirasi berada di dalam tubuh. Udara masuk melewati celah sempit untuk menuju tempat pertukaran gas. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelembaban tempat respirasi berlangsung. Serangga menggunakan sistem trakea. Cabang paling kecil pada sistem trakea melakukan pertukaran gas dengan sel tubuh secara langsung. Pertukaran gas dalam serangga juga tidak melibatkan sistem sirkulasi. Kebanyakan hewan terestrial vertebrata memiliki paru-paru sebagai sistem respirasinya. Permukaan paru-paru yang lebih dalam terbagi-bagi sehingga memiliki permukaan untuk tempat pertukaran gas yang lebih luas. Pertukaran gas yang berada diantara paru-paru dan sel tubuh melibatkan sistem sirkulasi pada prosesnya

2.3 Faktor-faktor yang memengaruhi laju respirasi Pada umumnya setiap menit manusia mampu bernapas antara 15 18 kali. Cepat atau lambatnya manusia bernapas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

Umur, pada umumnya, laju pernafasan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan karena menurunnya metabilisme tubuh. Jenis kelamin, umumnya laki-laki lebih banyak gerak dan metabolism yang lebh besar daripada wanita, sehingga lebih banyak memerlukan energi Suhu tubuh, makin tinggi suhu tubuh semakin cepat frekuensi pernapasannya. Suhu juga mempengaruhi kadar oksigen yang terdapat pada udara. Kegiatan, karena orang yang giat melakukan kegiatan memerlukan lebih banyak energy. Aktivitas juga memengaruhi metabolism tubuh (Anonim, 2012)

2.4 Metode winkler Sekarang sudah ditemukan metode untuk menghitung laju respirasi yang lebih efektif dibandingkan metode Winkler. Dengan berdasarkan oxygen luminescence quenching in sensor spots ditemukan bahwa pengukuran kadar oksigen bisa lebih akurat dan lebih cepat dibandingkan metode

Winkler.(Warkentin et al, 2007). Prinsip dari pengukuran laju respirasi oleh metode Winkler adalah sebagai berikut : MnSO4 bereaksi dengan OH- membentuk endapan Mn(OH)2 dalam larutan basa kuat. Karena Mn(OH)2 tidak stabil maka oleh O2 dioksidasi menjadi Mn(OH)3. Reaksi oksidasi ini bersifat kuantitatif yang berarti jumlah Mn(OH)3 yang terbentuk ekivalen dengan O2 yang terdapat dalam larutan contoh. Setelah terbentuk. H2SO4 yang berguna untuk melarutkan Mn(OH)3 dan menghasilkan ion Mn2+. Ion ini bersifat oksidator kuat sehingga mengoksidasi ion I- menjadi I2. I2 berikutnya dititrasi dengan Na2S2O3.. I2 adalah indikator dari amillum maka ion I2 akan berikatan dengan amillum. Tetapi ikatan antara I2 dengan amillum tidak kuat sehingga I2 akan lepas dan berikatan dengan S2O32-. Titrasi dihentikan ketika warna biru tepat menghilang menjadi tidak berwarna. Banyaknya O2 yang ekivalen dengan banyaknya I2 yang dilepaskan. Sedangkan, banyaknya I2 yang dilepaskan

ekivalen dengan Na2S2O3 yang dipakai. Oleh karena itu, kadar oksigen dapat diukur dari banyaknya larutan thiosulfat yang digunakan. (Hutagalung, 1985) 2.5 Respirometer Pengukuran laju metabolisme dengan berdasarkan konsumsi oksigen adalah cara yang berguna untuk mengukur energi yang diperlukan untuk hidup dari suatu binatang. Oleh karena itu untuk mengukur laju metabolisme banyak diciptakan alat untuk mengukur laju metabolisme. Akan tetapi, alat-alat

tersebut memiliki kendala yaitu terlalu spesifik dan terlalu mahal. Oleh karena itu diciptakan respirometer, selain murah juga bisa untuk mengukur respirasi dalam waktu yang lama maupun sebentar secara bersamaan. Prinsip kerja dari respirometer ini adalah tekanan udara yang konstan dan bahan kimia yang bisa menukar CO2 menjadi O2 didalam ruang bahan kimianya. Akan tetapi respirometer ini diciptakan untuk mengukur laju respirasi dari mamalia bertubuh kecil (contoh : mencit). (Dimitrov , 2005)

Pendedahan zat melalui jalur inhalasi Pendedahan melalui jaur inhalasi selalu memakai zat-zat yang mudah menguap agar zat dapat dengan cepat masuk ke tubuh. Inhalasi mudah dilakukan dan juga dapat dimonitor sehingga lebih disukai untuk anastesi. Tidak seperti intravena, konsentrasi inhalasi pada jaringan dapat dinilai dengan melihat nilai konsentrasi tidal akhir zat tersebut. Kekurangan dari pendedahan memelalui jalur inhalasi adalah sempitnya dosis yang dapat diberikan karena jika dosisnya berlebihan maka dapat menyebabkan kematian. Hal ini dapat dicegah dengan memantau kondisi jaringan dan mentitrasi kondisi klinis pasien. Faktor-faktor yang menentukan konsentrasi zat inhalasi yang diinduksi adalah : (1) Konsentrasi inspirasi; (2) Ventilator alveolar; (3) Koefisien darah / gas; (4) Curah jantung atau aliran darah paru; (5) Hubungan ventilasi-perfusi. Keuntungan inhalasi adalah metode inhalasi cepat dalam memunculkan efek dari zat karena zat langsung

masuk ke sistem pernafasan. Yang berikutnya adalah zat yang masuk dalam bentuk/fase gas. Sehingga, tidak ada perbedaan yang signifikan dari sifat ideal gas dan juga zat-zat ini tidak terionisasi dan memiliki berat molekul yang rendah. Dengan sifat-sifat tersebut, zat yag akan diinhalasi akan bedifusi ke dalam darah dengan cepat. Jika dilakukan pada manusia, inhalasi dapat dilakukan melalui jalur khusus yaitu paru-paru. Oleh karena itu, aplikas inhalasi biasanya digunakan pada bidang kedokteran dan farmakologi. (Barash, 2001)

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan Berikut ini adalah table alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini
Tabel 3.1 Alat dan Bahan

Alat Stopwatch Kapas Respirometer Pipet tetes Syringe Labu Erlenmeyer 2L Labu Erlenmeyer 250mL Botol Winkler 250mL Gelas Ukur 100mL Sumbat Karet Selang Plastik Penjepit Buret Statif Klemp Mencit

Bahan

Larutan KOH 20% Laruta eosin Vaseline Ikan komet Larutan thiosulfat (Na2S2O3) Larutan H2SO4 Larutan KOH-KI Larutan MnSO4 Larutan Amilum1%

3.2 Cara Kerja 3.2.1 Respirometer Kapas dimasukkan ke dalam tabung respirometer dan ditetesi Larutan KOH hingga jenuh. Mencit yang telah ditimbang dimasukkan dan pipa berskala dipasang. Celah ditutup pada penutup tabung respirometer dengan vaseline. Eosin dimasukkan secukupnya pada syringe pada ujung pipa berskala. Laju respirasi dihitung untuk konsumsi oksigen sebanyak 1mL. Pengamatan dilakukan duplo. 3.2.2 Metode Winkler Labu Erlenmeyer 2L disusun dengan dua selang. Salah satu selang dihubungkan dengan keran air supaya menjadi saluran masuk, sedangkan yang satu lagi sebagai saluran keluarnya air. Erlenmeyer 2L diisi dengan air secukupnya, lalu dimasukkan ikan yang sudah ditimbang sebelumnya ke dalam Erlenmeyer tersebut. Botol ditutup lalu dialirkan air. Apabila terdapat gelembung, air terus dialirkan hingga gelembung menghilang. Ikan didiamkan beberapa saat untuk penyesuaian diri di dalam botol percobaan dan air dibiarkan tetap mengalir. Saat pengamatan, air yang keluar dari saluran keluar ditampung dengan Erlenmeyer 250mL. Penampungan air dilakukan dengan cara air dimasukkan perlahan ke mulut botol supaya percikan air dan gelembung udara dapat dihindari. Botol Winkler ditutup dan kedua selang dijepit dengan penjepit. Selanjutnya, dilakukan proses titrasi. Botol Winkler dibuka, lalu ditambahkan 1mL larutan MnSO4 dengan pipet tetes. Setelah itu, larutan KOH-KI ditambahkan dengan cara yang sama. Botol ditutup dan pembentukan gelembung dihindari. Kemudian, botol dibolak-balik perlahan selama kurang lebih 5 menit hingga O2 terikat sempurna. Botol didiamkan selama 20 menit hingga terbentuk endapan di dasar botol. Setelah 20 menit dan terbentuk endapan, botol dibuka dan buang 2mL larutan dengan pipet. Selanjutnya ditambahkan 1mL H2SO4 pekat dengan pipet ukur. Botol ditutup dan dibolak-balik lagi hingga berwarna kuning kecoklatan dan seluruh endapan larut. 100 mL larutan dari botol Winkler

dipindahkan kedalam

Erlenmeyer 250 mL dengan gelas ukur. Larutan lalu

dititrasi dengan natrium thiosulfat (Na2S2O3) hingga berwarna kuning muda. Larutan Amilum 1% ditambhakan hingga berubah warna menjadi biru tua. Titrasi dilanjutkan dengan natrium thiosulfat hingga warna biru tua tepat menghilang. Pengulangan perhitungan kadar oksigen dilakukan setelah ikan didiamkan selama satu jam di dalam Erlenmeyer.

3.2.3 Inhalasi Zat yang akan digunakan untuk mendedah mencit disimpan dalam suatu wadah. Zat yang digunakan adalah zat yang mudah menguap sehingga bisa dengan cepat didedahkan pada hewan percobaan. Mencit dimasukkan ke dalam wadah tertutup bersama bahan tersebut. Wadah tersebut haruslah kedap udara supaya tidak ada udara keluar/masuk ke wadah tersebut. Mencit diamati hingga terjadi ada perubahan pada tubuh mencit. (Barash, 2001)

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Penghitungan Laju Konsumsi Oksigen Ikan Komet (Carassius auratus) Berikut ini adalah tabel hasil percobaan pengukuran laju konsumsi oksigen pada ikan komet
Tabel 4.1 Tabel Pengamatan laju konsumi oksigen Carasius auratus

Ikan (kelompok)

Jenis Air

Massa Ikan (gr)

V0 thoisulfat V1 thiosulfat rata-rata (mL) rata-rata (mL) 1,75

V0 - V1 (mL)

Waktu (s)

Ikan 1 (1&2) Ikan 2 (11&12) Ikan 3 (5&6)

Air keran

2,375

0,625

1 jam

Air sabun

9,3

1,775

1,325

0,450

0,2 jam

Air keran

9,8

3,2

1,2

1 jam

Laju konsumsi Oksigen ikan 1 = = = = 0,026 mLg-1jam-1 = 0,060 mLg-1jam-1

Laju konsumsi Oksigen ikan 2 =

Laju konsumsi Oksigen ikan 3 = (


( ) ( )

= 0,051 mLg-1jam-1 )

= 0,0385 mLg-1jam-1

4.1.2 Penghitungan Laju Konsumsi Oksigen Mencit (Mus musculus) Berikut ini adalah tabel hasil percobaan pengukuran laju konsumsi oksigen pada ikan mencit
Tabel 4.2 Tabel Pengamatan laju konsumsi mencit (Mus musculus)

Massa Mencit (gr) 22,19 22,19

Volume O2 (mL) 0,5 0,5

Waktu(menit) 0,392 0,392

( ) = = 0,0577 mLg-1menit-1

( ) = = 0,0577 mLg-1menit-1

10

( )

( ) )

= 0,0577 mLg-1menit-1

4. 2 Pembahasan Dari percobaan yang dilakukan, didapat data konsumsi oksigen sebesar 0,0577 mLg-1menit-1 pada Mus musculus. Berdasarkan penetitian oleh angka 2,64 mLg-1jam-1 atau 0,044 mLg-1menit-1. Hal

Gorecki,et al (1990) didapat

ini menunjukkan bahwa percobaan yang dilakukan dapat dianggap berhasil karena nilai kedua percobaan tidak terlalu jauh. Faktor yang memperngaruhi laju konsumsi oksigen adalah suhu, metabolism, aktivitas, jenis kelamin, dan usia hewan percobaan. Perbedaan yang terjadi antara penelitian Gorecki, el at (1990) dan percobaan yang dilakukan disebabkan karena adanya perbedaan suhu pada aat percobaan dilakukan. Penelitian oleh Gorecki dikondisikan pada suhu 300C sedangkan pada pecobaan dilakukan pada suhu kamar, yaitu sekitar 250C 270. Kemudian pada saat percobaan yang dilakukan kemungkinan terdapat tekanan dari dalam respirometer yang menyebabkan terhambatnya laju Eosin. Dari percobaan yang dilakukan, didapat data konsumsi oksigen sebesar 0,0385 mLg-1menit-1 di air keran dan 0,060 mLg-1menit-1 pada air sabun pada Carassius auratus. Berdasarkan peneitian oleh Bearnish dan Moolherjii (1964) didapat bahwa nilai laju konsumsi Carassisus auratus adalah 0.850 mLg-1jam-1 atau sekitar 0,014 mLg-1menit-1. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan yang dilakukan dapat dianggap berhasil karena nilai kedua percobaan tidak terlalu jauh. Perbedaan hasil dari percobaan dan penelitian kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kualitas air (bahan-bahan mineral, pH dan kadar oksigen) yang digunakan.

11

Berdasarkan percobaan dan penelitian literatur, reagen yang digunakan antara lain MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Thiosulfat,dan amilum pada metode Winkler serta KOH dan Eosin pada respirometer. MnSO4 digunakan pada awal metode Winkler yang digunakan sebagai pereaksi dengan KOH-KI unutk mengendapkan Mn(OH)2 dan kemudian Mn(OH)2 bereaksi dengan O2

membentuk MnO(OH)2. H2SO4 akan melarutkan MnO(OH)2 menghasilkan Mn(SO4)2. Mn(SO4)2 bereaksi dengan KI dari KOH-KI membentuk I2. Amilum digunakan untuk medeteksi adanya I2 pada larutan. Pada percobaan respirometer, reagen yang digunakan adalah butiran KOH. Fungsi dari KOH adalah CO2 yang dihasilkan oleh mencit. Eosin digunakan sebagai indikator. (Hutagalung,1985) Mekanisme dan prinsip dari pendedahan melalui inhalasi adalah menggunakan zat yang mudah menguap untuk memasukkan zat ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan. Keuntungan pendedahan melalui jalur inhalasi adalah inhalasi cepat dalam menunjukkan efek karena langsung dari sistem pernafasan. (Barash, 2001)

12

BAB V KESIMPULAN 1. Laju konsumsi oksigen pada mencit (Mus muculus) berdasarkan percobaan menggunakan respirometer adalah 0,0577 mLg-1menit-1 2. Laju konsumsi oksigen pada ikan komet (Carassius auratos) berdasarkan percobaan menggunakan metode Winkler adalah 0,0385 mLg-1jam-1 pada air keran dan 0,060 0,0385 mLg-1jam-1 pada air sabun. 3. Cara kerja inhalasi adalah menggukanan memasukkan zat yang mudah menguap ke dalam tubuh melalui sistem respirasi.

13

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Sistem respirasi (3) : Respirasi pada manusia. http://biologimediacentre.com/sistem-respirasi-3-respirasi-pada-manusia/ (diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 22.30) Barash, P. G., B. F. Cullen, dan R. K. Stoelting. 2001. Clinical Anesthesia 4th edition. Washington : Lippincott Williams & Wilkins Publishers Beamish, F.W.H., P.S. Mookherjii. 1964. Respiration of Fishes with Special Emphasis on Standard Oxygen Consumption: I. Influence of Weight and Temperature on Respiration of Goldfish, Carassius auratus L Canadian Journal of Zoology. 42(2) h. 161-175. Campbell, N.A., J.B. Reece, dan M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky, R.B Jackson.2010. Biology, edisi ke-9.New Jersey : Pearson Inc Dimitrov K., Ts.Yordanova, & R. Metcheva. 2005. Application of an Advanced Closed Respirometer for Small Mammals. Biotechnol. & Biotechnol. 19 : 210-214 Gorecki, A., R. Meczeva, T. Pis, S. Gerasimov, dan W.Walkowa. 1990. Geographical variation of thermoregulation in wild populations of Mus muscu/us and Mus spretus" Acta Theriologica. 35 (3-4) h.209-214. Hutagalung Horas P., Abdul Rozak, Irman Lutan. 1985. Beberapa Catatan tentang Penentuan Kadar Oksigen dalam Air Laut berdasarkan Metode Winkler. Oseana X : 138-149 Martini Frederic H., Judi L. Nath, & Edwin F. Bartholomew. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology Ninth Edition. San Fransisco : Pearson Education, Inc Warkentin Mareike, Heike M. Freese, Ulf Karsten, & Rhena Schumann. 2007. New and Fast Method To Quantify Respiration Rate of Bacterial and Plankton Communities in Freshwater Ecosystem by Using Optical Oxygen Sensor Spots. Applied and Environmental Microbiology73(21) : 6722-6729

14

Anda mungkin juga menyukai