Anda di halaman 1dari 48

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Jalan merupakan sarana transportasi utama yang dapat meningkatkan taraf

kehidupan di bidang ekonomi. Dasar manusia yang ingin selalu berkomunikasi membuat kita terdorong untuk membuat sebuah sarana transportasi yang dapat memudahkan dalam melakukan interaksi yaitu jalan. Sejak dahulu jalan sudah ada, dengan adanya fakta tersebut menyatakan bahwa jalan berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi. Sejarah perkembangan jalan di Indonesia adalah dengan adanya pembangunan jalan Daendles pada zaman penjajajahan Belanda, dengan system kerja rodi yang dibangun dari Anyer (Banten) hingga Panarukan (Banyuwangi, Jawa Timur). Dengan perkiraan mencapai panjang 1000 Km. Pembangunan jalan ini bertujuan untuk kepentingan strategi dan di masa tanam paksa untuk memudahkan pengangukatan hasil bumi. Jalan Daendels ini belum direncanakan secara teknis baik geometric maupun perkerasaannya. Konstruksi perkerasan berkembang pesat pada zaman kejayaan Romawi. Namun pada abad 18 seakan terhenti dengan runtuhnya kekuasaan Romawi. Di abad 18 juga para ahli dari Perancis, Skotlandia menemukan bentuk perkerasan yang sampai saat ini banyak diaplikasikan dan secara umum digunakan di Indonesia. Di antaranya : konstruksi perkerasan batu belah (Telford) diciptakan oleh Thomas Telford (1757-1834) dan perkerasan Macadam diciptakan seorang berkebangsaan Skotlandia Londer Macadam (1756-1836). Pada tahun 625 SM di kota Babylon pertama kali ditemukannya perkerasan jalan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, akan tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang hingga ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dank Karl Benz pada tahun 1880. Dan mulai tahun 1920 sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan aspal sebagai bahan pengikat maju pesat. Di Indonesia perkembangan perkerasan aspal dimulai pada tahap awal yang berupa konstruksi Telford dan Macadam yang kemudian diberi lapisan aus

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar yang kemudian berkembang menjadi lapisan penetrasi (Lapisan, Brutu, Burda, Buras). Tahun 1980 diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar aspalnya. Sejak tahun 1990 adanya penyempurnaan melalui teknologi beton mastic dan tahun 1975 berkembangnya konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix), disusul dengan jenis aspal beton, dan lain-lain. Tahun 1982 di London ditemukan perkersan menggunakan semen, tetapi baru berkembang awal tahun 1900. Awal tahun 1970 di jalan tol Prof. Sediyatmo konstruksi perkerasan dengan menggunakan semen (concrete pavement) digunakan di Indonesia. Sejak tahun 1970 di Indonesia mulai berkembang konstruksi perkerasan jalan dengan dimulai diperkenalkannya pembangunan perkerasan jalan sesuai dengan fungsinya. Perkembangan geometric jalan mulai dikenal sekitar pertengahan tahun 1960 dan berkembang pesat sejak tahun 1980. Sebagai pengetahuan bahwa jalan raya pertama yang dibuat di Indonesia berada di Jakarta yaitu Jalan yang menghubungkan Cililitan dengan Tanjung Priok.

1.2

Maksud dan Tujuan Penulisan Makalah Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geometrik Jalan. 2. Supaya mampu memahami konsep mengenai klasifikasi dan spesifikasi jalan dan kendaraan serta keselamatan berlalu lintas.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

BAB II KLASIFIKASI DAN SPESIFIKASI JALAN 2.1 Pendahuluan Pengklasifikasian dan spesifikasi jalan dari tahun ke tahun terjadi perubahan. Perubahan ini dibuat untuk meningkatkan kualitas jalan raya. Jalan raya diklasifikasikan dari berbagai perspektif supaya mudah dalam pengaturan dan penentuan kebijakan. Menurut saya, klasifikasi jalan raya membuat semua pihak lebih mudah dalam tata kelola jalan raya dari hal perencanaan, pembuatan, dan perawatan. Sedangkan dalam hal spesifikasi jalan, menurut saya tiap tahun mengalami perubahan dan menunjukan sebuah kemajuan demi tercapainya jalan yang aman, nyaman, dan ekonomis. 2.2 Pengertian Jalan Raya

Sebagai sarana / prasarana di darat jalan raya berfungsi untuk melayani kelancaran arus lalu lintas. Di mana jalan raya merupakan lajur tanah yang disediakan khusus, sedangkan lalu lintas didefinisikan sebagai semua gerakan jenis pemakai jalan yang terdiri dari manusia pejalan kaki, dan semua alat pengangkut yang digerakan oleh manusia dan hewan.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

Adapun dalam undang-undang jalan raya no. 131 tahun 1980 bahwa jalan adalah : 1. Suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas. 2. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum. 3. Jalan khusus adalah jalan selain daripada yang termasuk di atas. 4. Jalan tol adalah jakan umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban membayar tol. Lebar jalan dan jumlah jalur yang menjadi tolok ukur dari kempampuan pelayanan yang dapat diberikan oleh setiap bagian jalan raya dan merupakan faktor penentu dari kelancaran lalu lintas di jalan raya. Agar terdapat kesesuaian antara kepadatan lalu lintas dengan tingkat pelayanan jalan maka ditetapkan klasifikasi dan spesifikasi suatu jalan raya. Hal ini berfungsi untuk memberikan informasi dan kejelasan dari kepadatan lalu lintas yang perlu dilayani oleh setiap bagian-bagian jalan. 2.3 Elemen Perencanaan Jalan Raya Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas dan sebagai akses ke rumah-rumah. Di dalam perencanaan geometrik tidak termasuk perencanaan tebal perkerasan jalan, meski dimensi dari perkerasan adalah bagian dari perencanaan geometrik sebagai bagian dari perencanaan jalan seutuhnya. Begitu juga pada drainase jalan. Sebagai dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya, dan karakteristik arus lalu lintas. Maka hal-hal ini yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan geometrik dan akan dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang mememnuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan. Adapun elemen dari perencanaan geometrik jalan adalah sebagai berikut :

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

1. Alinyemen horizontal / trase jala, terutama di titik beraratkan pada perencanaan sumbu jalan. Sumbu jalan terdiri dari serangkaian garis lurus, lengkung berbentuk lingkaran dan lengkung peralihan dari bentuk garis lurus ke bentuk busur lingkaran. Dalam perencanaan geometric jalanterfokus pada pemilihan letak dan panjang dari bagian-bagian ini, sesuai denagan kondisi medan yanga ada sehingga dapat terpenuhi kebutuhan akan pengoperasian lalu lintas, keamanan (ditinjau dari jarak pandangan dan sifat mengemudiakn kendaraan di tikungan). 2. Alinyemen vertical / penampang memanjang jalan. Pada perencanaan ini dipertimabangkan bagaimana meletakan sumbu jalan sesuai kondisi medan dengan memperhatikan sifat operasi kendaraan,keamanan, jarak pandangan dan fungsi jalan. Ini berakitan dengan pekerjaaan tanah yang mungkin timbul akibat adanya galian dan timbunan yang haru dilakukan. 3. Penampang melintang jalan Bagian-bagian dari jalan seperti lebar dan jumlah lajur, ada atau tidaknya median,drainase permukaan,kelandaian lereng tebing galian dan timbunan, serta bangunan pelengkap lainnya. 2.4 Klasifikasi Jalan Raya Berkembangnya angkutan darat, terutama kendaraan bermotor yang meliputi jenis ukuran dan jumlah maka timbul masalah kelancaraan lalu lintas keamanan, kenyamanan, dan daya dukung dari perkerasan jalan harus menjadi perhatian oleh karena itu perlu adanya pembatasan-pembatasan. Menurut P.P. No. 26 : jalan-jalan di lingkungan perkotaan terbagi dalam jaringan primer dan jalan sekunder. Jalan-jalan sekunder dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada lalu lintas dalam kota, jadi perencanaan dari jalan-jalan sekunder harus disesuaikan dengan rencana induk tata ruang kota yang bersangkutan. Ditinjau dari sudut pandang yang lain, seluruh jalan di perkotaan mempunyai kesamaan dalam satu hal yaitu kurangnya lahan untuk pengembanagan jalan tersebut. Dan dampak terhadap lingkungan di sekitarnya harus diperhatikan dan diingat bahwa
Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

jalan kota itu sendiri harus melayani berbagai kepentingan umum seperti tamantaman perkotaan. Klasifisikasi jalan berdasarkan Peraturan Dirjen Bina Marga No. 13 Tahun 1970 : a. Kelas jalan menurut fungsi 1. Jalan Primer (Utama atau Arteri), berperan sebagai urat nadi perekonomian bangsa. Yaitu jalan-jalan yang melayani lalu lintas yang tinggi antara kotakota penting, Jalan-jalan dalam golongan ini harus direncanakan untuk dapat melayani lalu lintas yang cepat dan berat. Adapun ciri-cirinya sebagai berikut; Dilalui oleh kendaraan berat > 10 ton, 10 ton adalah beban ganda. Dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan tinggi (PR) > 80 km/jam. Pelayanan jalan primer pada tingkat Nasioanal karena

menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi penting meliputi : a. Jalan raya dalam satu kota satuan wilayah pengembangan yang menghubungkan secara menerus Ibu Kota Propinsi, Ibu Kota Kabupaten / Kota, Kota-Kota Kecamatan, dan Kota-Kota yang lebih kecil pada jenjang bawahnya. b. Menghubungkan antar Ibu Kota Propinsi yang satu dengan Ibu Kota yang lainnya. 2. Jalan Sekunder (Kolektor atau Pemabagi), dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Yaitu jalan-jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi anatara kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil, serta melayani daerah-daerah di sekitarnya. Adapun cirinya sebagai berikut; Kendaraan yang melaluinya yaitu kendaraan ringan 10 ton Dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan sedang (40-80 km/jam) 3. Jalan Penghubung

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

Yaitu jalan-jalan untuk keperluan aktifitas daerah yang juda dipakai sebagai jalan penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau berlainan. b. Kelas jalan menurut pengelola 1. Jalan Arteri Yaitu jalan-jalan yang terletak di luar pusat perdaganagan (out lying business district), terdiri dari : a. Jalan Arteri Primer, yaitu jalan yang menghubungkan antar Ibu Koyta Propinsi atau menghubungkan Ibu Kota Propinsi dengan Ibu Kota kabupaten/ Kota. b. Jalan Arteri sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan antara daerah/kawasan primer dengan daerah/kawasan sekunder, dapat pula menghubungkan antara sesame daerah/kawasan sekunder atau daerah/kawasan sekunder dengan kawasan persil di bawahnya. 2. Jalan Kolektor Yaitu jalan-jalan yang terletak di pusat perdagangan (central business district), terdiri dari : a. Kolektor Primer : yaitu jaringan jalan yang menghubungkan antar kota, Kabupaten/Kota atau menghubungkan kota Kabupaten dengan kota Kecamatan. b. Kolektor Sekunder : yaitu jalan yangmenghubungkan antara kawasan sekunder ke I, atau jalan yang menghubungkan antara kawasan sekunder ke II dengan kawasan sekunder ke II. 3. Jalan Lokal Yaitu jalan-jalan yang terletak di daerah perumahan, terdiri dari : a. Jalan Lokal Primer : yaitu jalan yang menghubungkan antara kota Kecamatan, antar kota Kecamatan dengan kota pada jenjang bawahnya sampai persil. b. Jalan Lokal Sekunder :yaitu jalan-jalan yang menghubungkan antara kawasansekunder I, kawasan sekunder ke II dan ke III masing-masing dengan kawasan pemukiman/perumahan.
Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

c. Kelas jalan menurut tekanan gandar Menurut tekanan gandar kelas jalan dibagi menjadi beberapa kelas,sebagai berikut :

Kelas Jalan I II III A III B IV

Tekanan Gandar 7,00 ton 5,00 ton 3,50 ton 2,75 ton 1,50 ton

d. Kelas jalan menurut besarnya volume dan sifat-sifat lalu lintas 1. Jalan Kelas I Jalan ini mencakup semua jalan utama yang melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat kendaraan yang tidak bermuatan . Jalan-jalan ini kelas ini mempunyai jalur yang banyak. 2. Jalan Kelas II Jalan ini mencakup semua jalan Sekunder walau komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Jalan kelas II ini berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintas. Kelas jalan ini, selanjutnya berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya, dibagi dalam tiga kelas, yaitu : IIA, IIB dan IIC. Kelas IIA Adalah jalan-jalan raya sekuder dua jalur atau lebih dengan konlstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau yang setaraf, di mana dalam komposisi lalu lihtasnya terdapat kendaraan

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

lambat tapi, tanpa kendaraan tanpa kendaraan yang tak bermotor. Untuk lalu lintas lambat, harus disediakan jalur tcrsendiri. Kelas IIB Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi berganda atau yang setaraf di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, tapi tanpa kendaraan yang tak bermotor. Kelas IIC Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dari kendaraan tak bermotor. 3. Jalam Kelas III Jalan ini mencakup jalan-jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaan jalan ynag paling tinggi adalah penebaran dengan aspal.

2.5

Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi/Peranan Menurut PP Republik

Indonesia Tahun 2006 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No: 34 tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi menjadi empat jalan yaitu: 1. Jalan Arteri Jalan Arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanannya jarak jauh, dengan kecepatan rata-rata tinggi, danjumlah jalan masuk ke jalan ini sangat dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan Kolektor Jalan Kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

10

Jalan Lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata-rata rendah, dan jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan Lingkungan. Jalan Lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata-rata rendah, dan jalan masuk dibatasi.

A.

Sistem Jaringan Jalan Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang

terdiridari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki. Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan pedesaan. (Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ). 1. Sistem Jaringan Jalan Primer Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan yang disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut: a. menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; b. menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.

(i)

Jalan Arteri Primer Jalan arteri primer adalah jalan yang secara efisien menghubungkan antara

pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. ( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ) Persyaratan minimum untuk desain : a. Kecepatan rencana (Vr) paling rendah 60 km/jam. b. Lebar badan jalan paling rendah 11 meter. c. Kapasitas lebih besar dari pada volume lalu lintas rata-rata.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

11

d. Lalu lintas jarak jauh tidak terganggu oleh lalu lintas ulang-alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal. e. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien (jarak antar jalan masuk/akses langsung minimum 500 meter), agar kecepatan dan kapasitas dapat terpenuhi. f. Persimpangan dengan jalan lain dilakukan pengaturan tertentu, sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan. g. Tidak terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan.

(ii)

Jalan Kolektor Primer Jalan kolektor primer adalah jalan yang secara efisien

menghubungkanantara pusat kegiatan wilayah atau menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. ( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ) Persyaratan minimum untuk desain : a. Kecepatan rencana (Vr) paling rendah 40 km/jam. b. Lebar badan jalan paling rendah 9 meter. c. Kapasitas lebih besar dari pada volume lalu lintas rata-rata. d. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan (jarak antar jalan masuk/akses langsung minimum 400 meter). e. Persimpangan dengan jalan lain dilakukan pengaturan tertentu, sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan. f. Tidak terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan. g. Persyaratan teknis jalan masuk dan persimpangan ditetapkan oleh Menteri.

(iii)

Jalan Lokal Primer Jalan lokal primer adalah jalan menghubungkan pusat kegiatan

nasionaldengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

12

pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. ( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ) Persyaratan minimum untuk desain : a. Kecepatan rencana (Vr) paling rendah 20 km/jam. b. Lebar badan jalan paling rendah 7,5 meter. c. Tidak terputus walaupun memasuki desa.

(iv)

Jalan Lingkungan Primer Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan

di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. (Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ). Persyaratan minimum untuk desain : a. Kecepatan rencana (Vr) paling rendah 15 km/jam. b. Lebar badan jalan paling rendah 6,5 meter. c. Bila tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih, lebar badan jalan paling rendah 3,5 meter.

2.

Sistem Jaringan Jalan Sekunder Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata

ruangwilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil. ( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ). Sistem jaringan jalan sekunder terdiri atas jalan arteri sekunder, jalan kolektor sekunder, dan jalan lokal sekunder.

(i).

Jalan Arteri Sekunder Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan antara

kawasanprimer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. ( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ).

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

13

Persyaratan minimum untuk desain : a. Kecepatan rencana (Vr) paling rendah 30 km/jam dengan lebar badan jalan minimal 11 meter. b. Kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. c. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

(ii).

Jalan Kolektor Sekunder Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan

kawasansekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. ( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ). Persyaratan minimum untuk desain : a. Kecepatan rencana (Vr) paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan minimal 9 meter. b. Kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. c. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

(iii).

Jalan Lokal Sekunder Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan

sekunderkesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Persyaratan minimum untuk desain yaitu kecepatan rencana (Vr) paling rendah 10 km/jam dengan lebar badan jalan minimal 7,5 meter. ( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ). (iv) Jalan Lingkungan Sekunder Jalan lingkungan sekunder adalah jalan menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan. Persyaratan minimum untuk desain yaitu kecepatan rencana (Vr) paling rendah 10 km/jam dengan lebar badan jalan minimal 6,5 meter.( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ).

B.

Klasifikasi Jalan Menurut Status Jalan

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

14

Jaringan jalan menurut status jalan dikelompokan menjadi jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa. ( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ). 1. Jalan Nasional Jalan Nasional terdiri atas : a. Jalan arteri primer, b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan anar ibukota provinsi, c. Jalan tol, d. Jalan strategis nasional.

2. Jalan Provinsi Jalan provinsi terdiri atas: a. Jalan kolektor primer yang mengubungkan ibukota provinsi dengan ibu kota kabupaten atau kota, b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten dan kota c. Jalan strategis provinsi,

3. Jalan Kabupaten Jalan kabupaten terdiri atas : a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi, b. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa, c. Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam kota, d. Jalan strategis kabupaten.

4. Jalan Kota Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekuder di dalam kota.

5. Jalan Desa

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

15

Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten, dan merupakan jalan umum yang

menghubungkankawasan dan/atau antarpemukiman di dalam desa. 2.6 Klasifikasi Kelas Jalan Berdasarkan Spesifikasi Penyediaan

Prasarana Jalan Klasifikasi kelas jalan dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan. Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana

jalandikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalankecil. .( Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan ).

1. Jalan Bebas Hambatan ( Freeway ) Spesifikasi untuk jalan bebas hambatan ( freeway ) sebagaimana dimakasud dalam PP RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan adalah sebagai berikut: a. Merupakan jalan untuk lalu lintas umum, b. Pengendalian jalan masuk secara penuh, c. Tidak ada persimpangan sebidang, d. Dilengkapi pagar ruang milik jalan dan median, e. Paling sedikit mempunyai 2(dua) lajur setiap arah, f. Lebar paling sedikit 3,5 meter.

2. Jalan Raya ( Highway ) Spesifikasi untuk jalan raya ( highway )sebagaimana dimakasud dalam PP RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan adalah sebagai berikut: a. Merupakan jalan untuk lalu lintas umum untuk lalu lintas secara menerus b. Pengendalian jalan masuk secara terbatas, c. Dilengkapi dengan median, d. Paling sedikit 2(dua) lajur setiap arah, e. Lebar lajur paling sedikit 3,5 meter.

3. Jalan Sedang ( Road )

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

16

Spesifikasi untuk jalan sedang ( road )sebagaimana dimakasud dalam PP RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan adalah sebagai berikut: a. Merupakan jalan untuk lalu lintas umum, b. Untuk lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2(dua) lajur untuk 2(dua) arah, c. Lebar jalur paling sedikit 7 meter.

4. Jalan Kecil ( Street ) Spesifikasi untuk jalan kecil ( street )sebagaimana dimakasud dalam PP RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan adalah sebagai berikut: a. Merupakan jalan untuk lalu lintas umum untuk lalu lintas setempat, b. Paling sedikit 2(dua) lajur untuk 2(dua) arah, c. Lebar jalur paling sedikit 5,5 meter.

C. Klasifikasi Perencanaan Berdasarkan jenis hambatannya jalan-jalan perkotaan dibagi dalam dua tipe, dengan dasar klasifikasi perencanaan sebagai berikut : Tipe I : Pengaturan jalan masuk secara penuh

Tipe II : Sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk

Tipe I, kelas 1 : Adalah jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalu lintas cepat antar regional atau antar kota dengan pengaturan jalanmasuk secara penuh.

Tipe I, kelas 2 : Adalah jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalu lintas cepat antar regional atau di dalam kota-kota metropolitan dengan sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk.

Tipe II, kelas 1 : Adalah standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 4 lajur atau lebih, memberikan pelayanan angkutan cepat bagi angkutan angkutan antar kota atau dalam kota, dengan kontrol. antar kota bagi

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

17

Tipe II, kelas 2 : Adalah standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 2 atau 4 lajur dalam melayani angkutan cepat antar kota dan dalam kota, persimpangan tanpa lampu lalu lintas. terutama untuk

Tipe II, kelas 3 : Adalah standar menengah bagi jalan dengan 2 jalur untuk melayani angkutan dalam distrik dengan kecepatan sedang, untuk persimpanngan tanpa lampu lalu lintas.

Tipe II, kelas 4 : Adalah standar terendah bagi jalan satu arah yang melayani hubungan dengan jalan-jalan lingkungan.

Pada peraturan pemerintah tahun 2006 ini, klasifikasi jalan dibuat lebih detail, agar semakin ekonomis dan tepat guna dalam mendasain jalan raya, banyak perbaikan yang di tambahkan pada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai klasifikasi jalan raya pada PP tahun 2006 ini.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

18

2.5

Spesifikasi Jalan Raya Spesifikasi jalan raya di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan

spesifikasi jalan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI ini merupakan pedoman bagi seorang insinyur untuk merancang jalan raya. Penentuan SNI ini didapatkan berdasarkan penelitian yang berkelanjutan, sehingga jalan yang dibuat bisa memenuhi standar kenyamanan dan keamanan.

1.

[ SNI 03-2416-1991 ] Metode Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkelman Beam Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Metode ini digunakan untuk mendapatkan data lapangan yang akan digunakan dalam penilaian struktur perkerasan, peramalan perwujudan perkerasan, perencanaan teknik perkerasan atau lapis tambahan di atas perkerasan

2. [ SNI 03-4427-1997 ] Metode Pengujian Kekesatan Permukaan Perkerasan Jalan dengan Alat Pendulum Judul direvisi menjadi : Cara Uji Kekesatan Permukaan Perkerasan Menggunakan Alat British Pendulum Tester (BPT) Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Revisi Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Metode ini digunakan untuk memperoleh besaran atau angka kekesatan permukaan perkerasan beraspal atau perkerasan beton semen yang sudah dipadatkan. Standar ini menetapkan prosedur untuk mengukur kekesatan permukaan perkerasan menggunakan alat British Pendulum

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

19

Skid Resistance Tester (BPT), termasuk prosedur untuk mengkalibrasi alat uji 3. [ SNI 03-6748-2002 ] Metode pengujian kekesatan permukaan jalan dengan MU-meter Judul direvisi menjadi : Cara Uji Kekesatan Pada Permukaan Perkerasan Menggunakan Alat MU-meter Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Revisi Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Metode ini meliputi ketentuan teknik peralatan, dan cara pengujian perkerasan jalan beraspal, baik campuran panas atau dingin, dan perkerasan beton semen dalam keadaan basah. Standar ini menetapkan cara pengukuran kekesatan (the side force friction) permukaan perkerasan menggunakan alat yang biasanya disebut Mu-meter 4. [ SNI 03-6752-2002 ] Metode Pengujian Kadar Air Dan Kadar Fraksi Ringan Dalam Campuran Perkerasan Beraspal. Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Metode ini membahas ketentuan persiapan dan tata cara pengujian kadar air dan kadar fraksi ringan dalam campuran perkerasan beraspal. 5. [ SNI 03-6753-2002 ] Metode Pengujian Pengaruh Air Terhadap Kuat Tekan Campuran Beraspal Yang Dipadatkan Judul direvisi menjadi : Cara Uji Ketahanan Campuran Beraspal Terhadap Kerusakan Akibat Rendaman Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Revisi Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan
Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

20

Metode ini berisi cara pengukuran penurunan kuat tekan yang disebabkan oleh penurunan kohesi karena pengaruh air pada campuran beraspal yang telah dipadatkan 6. [ SNI 03-6754-2002 ] Metode Pengujian Rongga Udara Dalam Campuran Perkerasan Beraspal Gradasi Rapat Dan Terbuka Yang Dipadatkan Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Metode ini meliputi metode pengukuran penurunan kuat tekan yang disebabkan oleh penurunan kohesi karena pengaruh air pada campuran beraspal yang telah dipadatkan 7. [ SNI 03-6755-2002 ] Metode Pengujian Berat Jenis Nyata Campuran Beraspal Yang Dipadatkan Dengan Menggunakan Benda Uji Berlapiskan Parafin Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Metode ini meliputi penentuan berat jenis nyata campuran beraspal yang dipadatkan dan harus digunakan untuk benda uji yang mempunyai rongga udara terbuka atau saling berhubungan, atau mempunyai penyerapan air lebih dari 2 % terhadap isi. Berat jenis nyata dari campuran beraspal yang dipadatkan mungkin digunakan untuk menghitung satuan berat dari campuran itu 8. [ SNI 03-6756-2002 ] Metode Pengujian untuk Menentukan Tingkat Kepadatan Perkerasan Beraspal Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap
Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

21

Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Metode pengujian ini untuk menentukan tingkat kepadatan

perkerasan beraspal yang dibandingkan terhadap benda uji standar dari material yang sama dan berada dalam toleransi perencanaan campuran 9. [ SNI 03-6757-2002 ] Metode Pengujian Berat Jenis Nyata Campuran Beraspal di Padatkan Menggunakan Benda Uji Kering Permukaan Jenuh Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Metode pengujian ini meliputi penentuan berat jenis nyata campuran beraspal dipadatkan, prosedur dan untuk digunakan dalam menghitung berat volume campuran 10. [ SNI 03-6758-2002 ] Metode Pengujian Kuat Tekan Campuran Beraspal Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Metode pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kuat tekan campuran aspal panas yang digunakan untuk Lapis permukaan dan lapis Pondasi Jalan 11. [ SNI 03-6884-2002 ] Metode pengujian analisis saringan bahan pengisi untuk perkerasan jalan Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

22

Metode ini meliputi ketentuan-ketentuan, cara uji dan laporan hasil uji dari analisis saringan bahan pengisi untuk perkerasan jalan. Lingkup pengujian mencakup : 1) persiapan benda uji, 2) persiapan peralatan, 3) cara uji, dan 4) pelaporan 12. [ SNI 03-4814-1998 ] Spesifikasi Bahan Penutup Sambungan Beton Tipe Elastis Tuang Panas Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Spesifikasi ini digunakan sebagai bahan penutup sambungan beton tipe elastis tuang panas yang digunakan untuk menutup celah sambungan pada jalan beton, jembatan, dan bangunan lainnya 13. [ SNI 03-4815-1998 ] Spesifikasi Pengisi Siar Muai Siap Pakai Untuk Perkerasan Dan Bangunan Beton Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Spesifikasi ini membahas bahan pengisi siap pakai, ukuran dan toleransi, dan sifat fisik. 14. [ SNI 03-6751-2002 ] Spesifikasi Bahan Lapis Penetrasi Makadam Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Revisi Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

23

Spesifikasi ini digunakan dalam menilai mutu aspal dan mutu agregat yang akan digunakan yang bertujuan untuk menjamin

keseragaman kekuatan dan keawetan lapis penetrasi makadam. 15. [ SNI 03-1732-1989 ] Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Analisa Metode Komponen Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata Cara ini merupakan dasar dalam menentukan tebal perkerasan lentur yang dibutuhkan untuk suatu jalan raya 16. [ SNI 03-2403-1991 ] Tata Cara Pemasangan Blok Beton Terkunci untuk Permukaan Jalan Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata cara ini bertujuan untuk menda-patkan hasil lapis perkerasan blok beton terkunci yang memenuhi syarat sebagai lapis perkerasan 17. [ SNI 03-3425-1994 ] Tata Cara Pelaksanaan Lapis Tipis Beton Aspal untuk Jalan Raya Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata cara ini bertujuan menyeragamkan cara pelaksanaan Lataston serta menghemat waktu pelaksanaan dan pemakaian bahan 18. [ SNI 03-3426-1994 ] Tata Cara Survai Kerataan Permukaan Perkerasan Jalan dengan Alat Ukur Kerataan NAASRA
Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

24

Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata cara ini digunakan untuk pelaksanaan survai permukaan

perkerasan jalan dengan alat ukur NAASRA untuk mendapatkan keseragaman nilai kerataan 19. [ SNI 03-3437-1994 ] Tata Cara Pembuatan Rencana Stabilisasi Tanah dengan Kapur untuk Jalan Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata Cara ini digunakan dalam pembuatan rencana komposisi dan mutu stabilisasi tanah dengan kapur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 20. [ SNI 03-3438-1994 ] Tata Cara Pembuatan Rencana Stabilisasi Tanah dengan Semen Portland Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata cara ini digunakan dalam pembuatan rencana komposisi dan mutu stabilisasi tanah dengan semen sesuai dengan ketentuan yang berlaku 21. [ SNI 03-3439-1994 ] Tata Cara Pelaksanaan Stabilisasi Tanah dengan kapur untuk Jalan Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

25

Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata cara ini digunakan untuk mendapatkan hasil pelaksanaan

stabilisasi tanah dengan kapur di lapangan yang sesuai dengan perencanaan 22. [ SNI 03-3440-1994 ] Tata Cara Pelaksanaan Stabili-sasi Tanah dengan Semen Portland untuk Jalan Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata cara ini digunakan untuk mendapatkan hasil pelaksanaan stabilisasi tanah dengan semen di lapangan yang sesuai dengan perencanaan 23. [ SNI 03-3978-1995 ] Tata Cara Pelaksanaan Beton Aspal Campuran Dingin dengan Aspal Emulsi untuk Perkerasan Jalan Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata cara ini digunakan untuk menyeragamkan cara pelaksanaan campuran dingin dengan aspal emulsi agar diperoleh lapis perkerasan yang memenuhi persyaratan dan ketentuan serta dapat menghemat waktu pelaksanaan dan pemakaian bahan 24. [ SNI 03-3979-1995 ] Tata Cara Pelaksanaan Laburan Aspal Satu Lapis (Burtu) untuk Permukaan Jalan Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan,
Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

26

sub bidang : Perkerasan Jalan Tata Cara ini digunakan untuk meyeragamkan pelaksanaan

pelapisan perkerasan jalan dengan laburan aspal Satu Lapis agar diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan dan ketentuan serta untuk menghemat waktu pelaksanaan dan pemakaian bahan. 25. SNI 03-3980-1995 ] Tata Cara Pelaksanaan Laburan Aspal Dua Lapis (Burda) untuk Permukaan Jalan Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata Cara ini digunakan untuk meyeragam-kan pelaksanaan pelapisan perkerasan jalan dengan laburan aspal Dua Lapis agar diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan dan ketentuan serta untuk menghemat waktu pelaksanaan dan pemakaian bahan. 26. [ SNI03-2853-1992 ] Tata Cara Pelaksanaan Lapis Pondasi Jalan dengan Batu Pecah Jenis : Standar, tipe : Metode Uji. Status : Tetap Bidang : Jalan Dan Jembatan, sub bidang : Perkerasan Jalan Tata cara ini digunakan untuk menda-patkan lapis pondasi jalan menggunakan batu pecah yang memenuhi syarat sebagai lapis pondasi. 2.6 Komentar dan Kajian Berdasarkan perbandingan yang telah dijelaskan diatas, pada dasarnya pembagian klasifikasi jalan tidaklah berbeda. Namun, pembaruan yang dilakukan disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan penggunaan jalan. Klasifikasi jalan yang baru semakin jelas dan lebih spesifik sehingga lebih jelas dari pengklasifikasian sebelumnya.
Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

27

BAB III KLASIFIKASI DAN SPESIFIKASI KENDARAAN 3.1 Pendahuluan Klasifikasi dan spesifikasi kendaraan ditujukan untuk memudahkan pengelompokan kendaraan dan pengaturan kendaraan. Tujuannya adalah supaya menyeimbangkan dengan jalan raya. Dengan adanya spesifikasi dan klasifikasi kendaraan, maka hubungan antara jalan raya dan kendaraan akan

berkesinambungan. Dengan begitu, muaranya akan ada efisiensi yang maksimal dari penggunaan jalan raya. Menurut saya, kaitannya dengan pengklasifikasian kendaraan sangatlah penting. Meskipun dari tahun ke tahun ada perubahan mengenai peraturan pengklasifikasian, namun itu semua dibuat demi memudahkan pengaturan kendaraan yang bisa berkesinambungan dengan pembangunan jalan raya. Perubahan ini sangatlah penting menurut saya. Dengan adanya perubahan ini, maka pengklasifikasian kendaraan menjadi lebih spesifik dan efeknya adalah fungsi jalan menjadi optimal. 3.2 Pengertian Kendaraan

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

28

Kendaraan merupakan salah satu pengguna jalan. Kendaraan adalah sebuah alat/teknologi yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Ada berbagai jenis kendaraan yang ada di Indonesia, mulai dari kendaraan roda dua sampai kendaraan roda empat. Sejak dimulai dengan adanya kendaraan, perekonomian menjadi meningkat dan waktu yang ditempuh semakin cepat. Sesuai dengan perkembangan zaman, teknologi kendaraan semakin maju. Semakin modern kendaraan meningkat dalam hal kecepatan, kenyamanan, dan keamanan. 3.3 Klasifikasi Kendaraan Kendaraan yang ada di Indonesia sangatlah banyak. Namun, jika kita kategorikan dari berbagai perspektif yang berbeda-beda, pengelompokannya makin mengerucut. Kendaraan Darat

Kendaraan darat adalah alat transportasi yang berada di darat dan hanya bisa digunakan di darat. Kendaraan darat ini paling banyak digunakan, hampir semua orang dapat menggunaan kendaraan darat. Contoh kendaraan darat adalah mobil dan motor. Kendaraan Laut Kendaraan laut adalah alat transportasi yang berada di air (khususnya laut). Kendaraan ini mampu mengangkut penumpang sangat banyak karena biasanya digunakan sebagai sarana transportasi antar pulau. Tak sembarang orang bisa menggunakan kendaraan ini, butuh keahlian khusus untuk menggunakannya. Contoh kendaraan laut adalah kapal laut. Kendaraan Udara Kendaraan udara adalah alat transportasi yang berada di udara. Kendaraan ini sangat terbatas dalam hal mengangkut penumpang karena jika berlebihan akan membahayakan pengguna. Kendaraan ini membutuhkan keahlian khusus dalam hal pengemudi (pilot). Contoh kendaraan udara adalah pesawat terbang.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

29

Dalam kaitannya dengan mata kuliah Geometrik Jalan Raya adalah pengembangan jalan yang digunakan oleh alat transpportasi darat. Oleh karena itu, pembahasan kendaraan transportasi darat yang akan diutamakan. Berdasarkan Bahan Bakar Yang Digunakannya Kendaraan dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe tenaga penggerak sebagai berikut : Kendaraan mesin bensin Kendaraan tipe ini berjalan dengan mesin berbahan bakar bensin. Karena mesin bensin menghasilkan tenaga tinggi dengan ukuran mesin yang kecil, maka mesin berbahan bakar bensin umum digunakan pada kendaraan penumpang. Mesin yang serupa juga digunakan pada mesin CNG, mesin LPG dan mesin alkohol, yang menggunakan bahan bakar dengan tipe berbeda. CNG: Compressed Natural Gas LPG: Liquefied Petroleum Gas Kendaraan mesin diesel Kendaraan tipe ini berjalan dengan mesin berbahan bakar diesel. Karena mesin diesel menghasilkan torsi yang besar dan menawarkan keekonomisan bahan bakar, maka mesin tersebut umum digunakan untuk truk dan SUV (Sports Utility Vehicle) Kendaraan hybrid Kendaraan tipe ini dilengkapi dengan tenaga penggerak yang memiliki tipe yang berbeda, seperti mesin bensin dan motor listrik. Karena mesin bensin membangkitkan listrik, kendaraan tipe ini tidak memerlukan sumber luar untuk mengisi ulang baterai. Sistem penggerak roda menggunakan tegangan 270V, dan arus listrik 12V.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

30

Sebagai contoh: selama start, kendaraan tersebut menggunakan motor listrik yang menghasilkan tenaga tinggi meskipun kecepatannya rendah. Saat kecepatan kendaraan naik, maka akan mengoperasikan mesin bensin yang lebih efisien sifatnya pada kecepatan yang lebih tinggi. Dengan cara menggunakan sebaik-baiknya ke dua tipe tenaga penggerak ini, maka gas buang dapat dikurangi dan bahan bakar dapat lebih ekonomis. Kendaraan listrik Kendaraan ini menggunakan tenaga baterai untuk mengoperasikan motor listrik. Tidak seperti bahan bakar, baterai memerlukan pengisian ulang. Kendaraan tersebut menawarkan banyak manfaat, termasuk tidak adanya gas buang dan suara yang rendah selama pengoperasian. Sistem penggerak rodanya menggunakan tegangan 290V, sedangkan arus listrik 12V. Kendaraan berbahan bakar cell hybrid (Fuel cell hybrid vehicle) Kendaraan listrik ini menggunakan energi listrik yang diciptakan saat bahan bakar hidrogen bereaksi dengan oksigen di udara untuk membentuk air. Karena hanya mengeluarkan air, maka kendaraan ini dianggap sebagai kendaraan dengan tingkat polusi yang paling rendah, dan diperkirakan akan menjadi tenaga penggerak bagi generasi di masa datang. Jenis Kendaraan Bermotor Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Jenis Kendaraan bermotor menurut PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor 44 Tahun 1993 tentang KENDARAAN DAN PENGEMUDI Tanggal 14 Juli 1993 yang merupakan turunan dari Undangundang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan : 1. 2. Sepeda Motor Mobil Penumpang (termasuk juga dari jenis Mobil Keluarga Ideal Terbaik Indonesia) 3. Mobil Bus

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

31

4. 5.

Mobil Barang Kendaraan Khusus. Golongan jenis kendaraan bermotor pada jalan tol berdasarkan keputusan

Presiden Republik Indonesia nomor : 36 tahun 2003, tanggal : 10 juni 2003 1. Golongan I : Sedan, Jip, Pick Up, Bus Kecil, Truk Kecil (3/4), dan Bus Sedang. Umumnya termasuk jenis Mobil Keluarga Ideal Terbaik Indonesia 2. 3. 4. 5. Golongan I Umum : Bus Kecil dan Bus Sedang. Golongan IIA : Truk Besar dan Bus Besar, dengan 2 (dua) gandar. Golongan IIA Umum : Bus Besar dengan 2 (dua) gandar. Golongan IIB : Truk Besar dan Bus Besar, dengan 3 (tiga) gandar atau lebih. Keterangan : Gandar = Sumbu atau As Roda Penggolongan / Pengklasifikasian Kendaraan berdasarkan SNI 09-18252002 sebagai revisi Penggolongan / Pengklasifikasian Kendaraan SNI 09-18251990. Penggolongan / Pengklasifikasian Kendaraan disusun oleh Panitia Teknik Kendaraan Bermotor, Pusat Standardisasi dan Akreditasi Departemen

Perindustrian dan Perdagangan, dan ditulis sesuai pedoman BSN No.8 Tahun 20AO penulisan SNl mengacu kepada ECE RE-3 TRANSA//

P.29l79lREV.1/AMEND.2, Tanggal 16 April 1999, Consolidated Resolution on The Construction of Vehicles (R.E.3) KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI L yaitu kendaraan beroda kurang dari empat. Kendaraan kategori L dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

32

1.

Kategori L1 yaitu kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm' dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya

2.

Kategori L2 yaitu kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda sembarang dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya

3.

Kategori L3 yaitu kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya

4.

Kategori L4 yaitu kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya (sepeda motor dengan kereta)

5.

Kategori L5 yaitu kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.

KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI M yaitu kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang. Kendaraan kategori M dibagi menjadi beberapa bagian lagi, yaitu : 1. Mategori M1 yaitu kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi 2. Kategori M2 yaitu kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang

diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

33

3.

Kategori M3 yaitu kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang

diperbolehkan (GV\Af lebih dari 5 ton Kategori M2 dan M3 dibagi atas : 1. Kelas I yaitu kendaraan bermotor yang dikonstruksi untuk penumpang berdiri dan bergerak bebas 2. Kelas ll yaitu kendaraan bermotor yang pada prinsipnya dikonstruksi membawa penumpang duduk dan di desain untuk membawa penumpang berdiri di gang dan atau di daerah yang sudah disediakan tetapi luasnya tidak boleh lebih dari dua baris tempat duduk untuk dua orang 3. Kelas lll yaitu kendaraan bermotor yang di desain khusus untuk membawa penumpang duduk 4. Kelas A yaitu kendaraan bermotor di desain untuk membawa penumpang berdiri, kendaraan pada kelas ini memiliki tempat duduk dan memungkinkan penumpang berdiri 5. Kelas B yaitu kendaraan bermotor tidak di desain untuk membawa penumpang berdiri, kendaraan pada kelas ini tidak diijinkan adanya penumpang berdiri KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI N yaitu kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan barang. Kendaraan kategori N dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu : 1. Kategori N1 yaitu kendaraan bermotor untuk angkutan barang dan mempunyai jumrah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 3,5 ton.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

34

2.

Kategori N2 yaitu kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 12 ton.

3.

Kategori N3 yaitu kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) tebih dari 12 ton.

KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI O yaitu kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel. Kendaraan kategori O dibagi laagi menjadi beberapa kategori, diantaranya : 1. Kategori O1 yaitu kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton 2. Kategori O2 yaitu kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih dari 3,5 ton 3. Kategori O3 yaitu kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak tebih dari 10 ton 4. Kategori 04 yaitu kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 10 ton Kendaraan bermotor penarik untuk kategori 02, 03 dan dibedakan menjadi tiga tipe sebagai berikut : 1. Tempelan (semi trailer) yaitu kendaraan bermotor yang ditarik dengan sumbu roda (dapat lebih dari satu) terletak dibelakang pusat gravitasi kendaraan (terbebani merata) dan dilengkapi dengan alat penghubung yang meneruskan tenaga horisontal dan vertikal yari dibebankan ke kendaraan penarik. Satu atau lebih dari sumbu roda digerakkan oleh kendaraan penarik

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

35

2.

Gandengan (full trailer) yaitu kendaraan bermotor yang ditarik yang mempunyai sedikitnya dua sumbu roda dan dilengkapi dengan alat penarik yang dapat bergerak vertikal (terhadap kereta gandengan) dan mengontrol arah sumbu roda depan gandengan tetapi tidak membebani kendaraan penarik

3.

Gandengan sumbu tengah (Centre-exle trailer) yaitu kendaraan bermotor yang ditarik yang dilengkapi dengan alat penarik yang tidak dapat bergerak vertikal (terhadap kereta gandengan) dan sumbu roda (dapat lebih dari satu) terletak dekat dengan pusat gravitasi kendaraan (terbebani merata), beban vertikal statis kecil, tidak lebih dari 10% berat maksimum kereta gandengan, atau beban tidak lebih dari 10.000 N dibebankan pada kendaraan penarik. Satu atau lebih dari sumbu roda digerakkan oleh kendaraan penarik

KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI KHUSUS

yaitu kendaraan

bermotor khusus dari pengembangan atau modifikasi kategori kendaraan bermotor kategori M, N atau O untuk angkutan penumpang atau barang dan diperlukan pembuatan bodi khusus dan / atau perlengkapannya untuk menunjang fungsi khusus tersebut. 1. Kendaraan bermotor karavan yaitu kendaraan bermotor khusus kategori M1 dengan ruangan akomodasi yang sekurang-kurangnya terdapat perlengkapan : - meja dan kursi, - tempat tidur, yang terbentuk dari susunan kursi, - peralatan memasak, - fasilitas penyimpanan. Perlengkapan ini seharusnya terpasang tetap pada kompartemen tinggal, walaupun demikian mejanya dapat dilipat atau dipindahkan.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

36

2.

Kendaraan lapis baja yaitu kendaraan bermotor untuk perlindungan, untuk mengangkut penumpang dan / atau barang dan dilengkapi dengan pelat lapis baja anti peluru

3.

Ambulan yaitu kendaraan bermotor kategori M yang digunakan untuk mengangkut orang sakit atau kecelakaan dan mempunyai perlengkapan khusus untuk tujuan tersebut

4.

Kendaraan jenazah yaitu kendaraan bermotor yang digunakan untuk mengangkut orang meninggal dan mempunyai perlengkapan khusus untuk tujuan tersebut

KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI T yaitu kendaraan bermotor baik beroda maupun menggunakan roda rantai mempunyai paling sedikit dua sumbu roda, yang mempunyai fungsi pokok sebagai tenaga penarik, yaitu untuk menarik, menekan atau menggerakkan peralatan khusus, mesin atau gandengan untuk keperluan pertanian atau kehutanan. KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI G yaitu kendaraan bermotor off road merupakan pengembangan atau modifikasi kendaraan yang termasuk dalam kategori M dan N yang memenuhi persyaratan tertentu. Jika diperhatikan dengan seksama, maka penggolongan atau

pengklasifikasian atau pengketagorian jenis kendaraan bermotor di Indonesia dikeluarkan oleh 3 instansi terkait yang semuanya berbeda-beda yaitu Kepolisian (Samsat), Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Departemen Perhubungan. 3.4 Spesifikasi Kendaraan Spesifikasi kendaraan tidak dapat dijelaskan secara rinci karena banyaknya jenis/tipe kendaraan yang beredar di Indonesia. Maing-masing memiliki kualifikasi dan spesifikasi yang berbeda-beda tergantung pabrikan yang memproduksinya. Bahkan dalam satu produk kendaraan, setiap tipe mempunyai spesifikasi yang berbeda-beda.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

37

Secara umum dapat dijelaskan bahwa spesifikasi kendaraan yang baik harus memenuhi standar kendaraan untuk diproduksi. Dalam hal ini pemerintah harus membuat peraturan standar dalam pembuatan kendaraan pabrikan dengan mengatur SNI-nya. Tetapi, dalam kenyataannya setiap pabrikan kendaraan mempunyai standar masing-masing dan pada beberapa merk tertentu sudah memiliki standar yang diatas rata-rata, artinya standar yang digunakan lebih baik dari standar yang biasa. Kendaraan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut : Memenuhi syarat kenyamanan Memenuhi syarat keamanan bagi pengguna

Kedua syarat tersebut menjadi penentu apakah layak atau tidak kendaraan tersebut diproduksi. Tentunya dengan adanya syarat tersebut, maka akan muncul spesifikasi yang lebih khusus untuk masing-masing jenis kendaraan. 3.5 Komentar dan Kajian Pengklasifikasian kendaraan yang terbaru semakin jelas. Dengan perkembangan teknologi tentunya mempengaruhi klasifikasi kendaraan yang ada. Klasifikasi ini penting untuk kepentingan berbagai pihak. Kendaraan jika diklasifikasikan secara jelas dan lebih spesifik akan memudahkan dalam penggolongan kendaraan. Pembagian kelas jalan akan lebih efektif karena kendaraan yang diklasifikasikan semakin jelas.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

38

BAB IV KESELAMATAN LALU LINTAS 4.1 Pendahuluan Keselamatan lalu lintas menjadi penting karena akhir-akhir ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sebagian besar diakibatkan oleh kelalaian pengemudi yang mengendarai kendaraan. Dalam kecelakaan lalu lintas ada tiga pihak yang bertanggung jawab diantaranya adalah Pihak Pekerjaan Umum dalam hal perencana jalan, pihak Jasa Marga atau Departemen Perhubungan yang kaitannya dengan pemberian izin dan tata kelola penggunaan jalan, serta pihak kepolisian yang bertanggung jawab atas keamanan dan pengaturan prilaku pengguna kendaraan. Menurut saya, ketiga pihak tersebut sudah berupaya maksimal dalam peningkatan keselamatan lalu lintas. namun pada kenyataannya ada beberapa oknum yang mempolitisasi kebijakan yang mengatasnamakan keselamatan lalu lintas. Ada beberapa kebijakan dalam hal keselamatan lalu lintas yang kurang saya setujui, diantaranya adalah pengguna kendaraan roda dua (motor) wajib menyalakan lampu setiap saat. Menurut saya, kebijakan tersebut kurang pas digunakan di Indonesia. Saran yang saya berikan adalah lebih baik meningkatkan kinerja dalam ketegasan seperti contoh : pihak kepolisian dengan tegas menilang kendaraan yang melanggar rambu lalu lintas tanpa pandang bulu. Dengan begitu akan ada efek jera bagi masyarakat yang pernah ditilang tersebut. Meskipun kebijakan ini kurang populer, tapi kita wajib mendukung kebijakan tersebut supaya kita tahu dan merasakan manfaat dari kebijakan tersebut. Dengan begitu jika sudah dicoba dan kebijakan tersebut kurang tepat, maka kebijakan tersebut bisa ditinjau ulang. Menurut saya, faktor utama untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas adalah dengan membangun budaya berkendara yang santun. Setiap orang saling menghargai dengan pengendara yang lain dan tidak saling egois. Dengan begitu lalu lintas akan menjadi lebih tertib dan nyaman untuk dilalui.
Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

39

4.2

Pengertian Keselamatan Lalu Lintas

Masalah keselamatan lalu lintas dewasa ini menjadi salah satu isu utama dalam perencanaan transportasi. Ketidak-efektifan pengoprasian lalu lintas dapat dilihat dari seberapa jauh tingkat kongesi dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi di suatu sistem jaringan yang ada. Keselamatan lalu lintas muncul karena tidak tertibnya pengendara kendaraan bermotor dan meningkatnya kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan terjadi pada dasarnya merupakan resultan dari pengemudi, kendaraan, dan lingkungan jalan. Elemen-elemen tersebut baik secara individual maupun kombinasi dapat menyebabkan kecelakaan. 4.3 Peraturan Keselamatan Lalu Lintas Menurut buku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Beserta Peraturan Pelaksanaannya PP Nomor 41, 42, 43 dan 44 Tahun 1993 (dikutip dari halaman 174 pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tentang Prasarana Lalu Lintas), kecelakaan lalu lintas adalah : Suatu peristiwa di jalan yang tidak ada disangka-

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

40

sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraaan atau pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban jiwa atau kerugian lainnya. Di dalam buku tersebut, korban kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Korban meninggal Korban meninggal adalah korban yang sudah dipastikan meninggal sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama tiga hari setelah kecelakaan tersebut. 2. Korban luka berat Korban luka berat adalah korban yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau dirawat dalam jangka waktu lebih dari tiga puluh hari sejak terjadinya kecelakaan. 3. Korban luka ringan Korban luka ringan adalah korban yang tidak termasuk dalam pengertian korban meninggal dan korban luka berat.

A. Jenis dan Bentuk Kecelakaan Kecelakaan Lalu lintas dapat digolongkan atas tiga jenis menurut akibat dari kecelakaan tersebut, yaitu : 1. Kecelakaan dengan korban meninggal 2. Kecelakaan dengan korban luka-luka 3. Kecelakaan dengan kerugian dan kerusakan kendaraan Sedangkan pelanggaran antara kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menurut bentuk kejadian kecelakaannya, yaitu : 1. Tabrakan depan yaitu dua kendaraan yang tabrakan dengan berlawanan arah. 2. Tabrakan sudut atau samping yaitu tabrakan antara dua kendaraan yang bergerak dalam dua arah yang berbeda dan bukan berlawanan. 3. Tabrakan depanbelakang yaitu tabrakan yang terjadi pada dua buah kendaraan yang sedang berjalan pada arah yang sama. 4. Tabrakan sisi yaitu sebuah kendaraan yang dilanggar oleh kendaraan lain dari samping pada waktu bejalan di jalan yang sama atau berlawanan, biasanya terjadi pada jalur yang berbeda.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

41

5. Tabrakan belakang yaitu kendaraan yang mundur sehingga menabrak kendaraan yang ada di belakangnya.

B. Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas Pada umumnya kecelakaan lalu lintas diakibatkan oleh kombinasi beberapa faktor pendukung antara lain, yaitu : 1. Faktor Manusia Pelanggaran atau tindakan yang berbahaya oleh pengemudi, seperti ugalugalan, pengemudi dalam kondisi tidak sadar atau terpengaruh alkohol, karena pejalan kaki, seperti menyeberang jalan tidak hati-hat i. 2. Faktor Kendaraan Kendaraan yang digunakan tidak memenuhi standar kendaraan yang baik seperti tanpa rem yang baik, tanpa lampu penerangan, tanpa lampu tangan tanda berbahaya. 3. Faktor Jalan Jalan yang dilalui kendaraan kurang baik seperti kurangnya lebar badan jalan sehingga kendaraan melewati jalur lawan, jalan licin. 4. Faktor cuaca Cuaca yang buruk seperti hujan, kabut dan angin kencang.

Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa kecelakaan lalu-lintas merupakan wujud kegagalan dalam interaksi perjalanan dari pengemudi, pejalan kaki, kendaraan, jalan dan cuaca.

C. Kewajiban yang Harus Ditaati oleh Pengemudi Kendaraan Bermotor Kewjiban yang harus ditaati oleh pengemudi kendaraan bermotor antara lain : 1. Penggemudi kendaraan bermotor yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas wajib : a. Menghentikan kendaraannya, b. Menolong orang yang menjadi korban kecelakaan dan c. Melaporkan kecelakaan tersebut kepada Pejabat Polisi Negara Republik

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

42

Indonesia terdekat. 2. Apabila pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada no.1 oleh karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada no.1 huruf a dan b, kepadanya tetap diwajibkan segera melaporkan diri kepada Pejabat Polisi Republik Indonesia terdekat. 3. Pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang atau pemilik barang atau pihak ketiga, yang timbul karena kelalaian atas kesalahan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor, (dikutip dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahu 1992 Tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Beserta Peraturan Pelaksanaannya PP No.41, 42,43 dan 44 tahun 1993 halaman 10-11).

4.4

Metode Penanggulangan Kecelakaan Metode penanggulangan keselamatan secara garis besar meliputi :

a) Metode pre-emptif (penangkalan), b) Metode preventif (pencegahan), dan c) Metode represif (penanggulangan) Pengelompokan 3 jenis metode tersebut merupakan kerangka pola penanggulangan keselamatan yang didasarkan kepada pokok pemikiran bahwa setiap kecelakaan yang terjadi (dalam bentuk apa pun), pada hakikatnya merupakan resultan dari adanya korelasi antara berbagai faktor-faktor

penyebabnya, secara ekskalasi mulai dari tingkatan yang paling dini sampai dengan faktor penyebab terjadinya peristiwa kecelakaan. Terhadap ketiga faktor penyebab kecelakaan tersebut, maka metode penanggulangannya secara singkat adalah sebagai berikut : a) Metode pre-emptif, diarahkan untuk mengeliminasi FKK agar tidak berkembang menjadi PH atau bahkan AF b) Metode preventif, diarahkan untuk mengamankan kondisi PH (yang sudah sangat rawan/potensial terhadap terjadinya gangguan) c) Metode represif, berupa penindakan terhadap setiap bentuk yang terjadi.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

43

Metode Pre-Emptif Metode pre-emptif sebagai upaya penangkalan di dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas, pada dasarnya meliputi perekayasaan berbagai bidang yang berkaitan dengan masalah transportasi, yang dilaksanakan melalui koordinasi yang baik antar instansi terkait, maka kita akan lebih mampu mengantisipasi dan mengeliminasi secara dini dampak-dampak negatif yang mungkin akan timbul. Metode pre-emptif dalam menanggulangi kecelakan lalu lintas secara arbitrasi dapat diimplementasikan melalui tindakan terpadu di dalam : 1) Perencanaan pengembangan kota. 2) Perencanaan tata guna lahan. 3) Perencanaan pengembangan transportasi. 4) Perencanaan pengembangan angkitan umum, yang meliputi: Perencanaan jenis, ukuran, kapasitas kendaraan-kendaraan bermotor yang sesuai dan serasi dengan tingkat kebutuhan masyarakat, kondisi daerah-daerah yang akan dilayani, jaringan jalan, serta perencanaan proyeksi kebutuhan transportasi di masa mendatang. Perencanaan pengembangan angkutan umum yang berorientasi kepada pemakaian ruas jalan dengan mempertimbangkan dampak sosial, dampak lingkungan dan tingkat keselamatannya. Perencanaan pengembangan industri kendaraan bermotor yang layak untuk menunjang perencanaan angkutan umum secara lebih efisien dan efektif. 5) Perencanaan yang menyangkut komponen-komponen sistem lalu lintas.

Metode Preventif Metode preventif adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas, yang dalam bentuk konkretnya berupa kegiatankegiatan pengaturan lalu lintas, penjagaan tempat-tempat rawan, patroli, pengawalan dan lain sebagainya. Mengingat bahwa kecelakaan lalu lintas itu dapat terjadi karena faktor jalan, faktor manusia, dan faktor lingkungan secara simultan (dalam satu sistem, yaitu sistem lalu lintas) maka upaya-upaya pencegahannya pun dapat ditujukan

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

44

kepada pengaturan komponen-komponen lalu lintas tersebut serta sistem lalu lintasnya sendiri. Secara garis besar, upaya-upaya tersebut diuraikan sebagai berikut : 1) Upaya pengaturan faktor jalan a) Karakteristik prasarana jalan akan mempengaruhi intensitas dan kualitas kecelakaan lalu lintas, maka dalam pembangunan setiap jaringan jalan harus disesuaikan dengan pola tingkah laku dan kebiasaan pemakai jalannya. b) Lebar jalan yang cukup, permukaan yang nyaman dan aman, rancangan yang tepat untuk persimpangan dengan jarak pandang yang cukup aman, dilengkapi dengan rambu-rambu, marka jalan dan tanda jalan yang cukup banyak dan cukup jelas dapat dilihat (informatif), lampu penerangan jalan yang baik, serta koefisien gesekan permukaan jalan yang sesuai dengan standar geometrik. 2) Upaya pengaturan faktor kendaraan a) Faktor karakteristik kendaraan juga sering membawa dampak tingginya intensitas dan kualitas kecelakaan lalu lintas, kendaraan harus dirancang, dilengkapi dan dirawat sebaik-baiknya. Kecelakaan lalu lintas dapat dihindari apabila kondisi kendaraan prima, stabil. b) Kepakeman rem dan berfungsinya lampu-lampu adalah erat kaitannya dengan perawatan. Karena itu perlu pemeriksaan rutin melalui pengujian berkala yang dilaksanakan tanpa ada toleransi. 3) Upaya pengaturan faktor manusia a) Faktor pemakai jalan merupakan elemen yang paling kritis dalam sistem lalu lintas, karena kesalahan pejalan itu sendiri yang pada umumnya lengah, ketidakpatuhan pada peraturan, dan mengabaikan sopan santun berlalu lintas. b) Metode yang diterapkan dalam meningkatkan unjuk kerja pengemudi adalah dengan tes kesehatan fisik dan psikis, dengan pendidikan dan latihan. c) Pendidikan dan latihan harus mencakup pelajaran tentang sopan santun berlalu lintas. Penelitian tentang penyebab kecelakaan adalah mereka yang berpendidikan Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas. Fakta ini menunjukan adanya hubungan yang erat antara usia dan tingkat pendidikan dengan kecelakaan lalu lintas di jalan.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

45

d) Informasi tentang situasi lalu lintas dan keselamatan lalu lintas melalui bentuk kegiatan olah raga, eksibisi maupun melalui media massa. e) Penegakan hukum, pengawasan dan pemberian sanksi hukuman harus tetap terapkan seefektif mungkin agar pemakai jalan selalu menaati peraturan. 4) Upaya pengaturan lingkungan a) Peningkatan pajak kendaraan, retribusi parkir mungkin akan dapat mengurangi beroperasinya kendaraan pribadi dan akan menggiring untuk memakai saranan transportasi umum. b) Kecelakaan lalu lintas dapat ditekan apabila tata guna tanah dikontrol dan dikendalikan dengan memperpendek jarak perjalanan serat mempromosikan sarana transportasi umum yang aman. c) Pembangunan daerah pemukiman akan dapat mengurangi perjalanan perorangan, sehingga akan dapat mengurangi kecelakaan lalu lintas. 5) Upaya pengaturan sistem lalu lintas Tujuan dibuatnya peraturan lalu lintas adalah untuk kepentingan pengendalian umum kepada pemakai jalan, kendaraan dan prasarana jalan serta interaksinya di dalam sistem lalu lintas. Sebagaimana yang diatur di dalam UU No 14/1992 adalah masalah prasarana, kendaraan, pengemudi dan pejalan kaki serta tata cara berlalu lintas. 6) Upaya pengaturan pertolongan pertama pada gawat darurat Peningkatan pelayanan gawat darurat melalui penataan organisasi, penyediaan fasilitas, kemudahan kontak serta tersedianya tenaga para medis, akan sangat berperan dalam upaya penanggulangan kecelakaan lalu lintas.

Metode Represif Tindakan represif dilakukan terhadap setiap jenis pelanggaran lalu lintas atau bentuk penanganan kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Penegakan hukum yang dilakukan secara efektif dan intensif, pada hakekatnya bukan semata-mata ditujukan untuk memberikan pelajaran secara paksa atau untuk menghukum kepada setiap pelanggar yang bertindak, namun juga dimaksudkan untuk menimbulkan kejeraan bagi yang bersangkutan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

46

4.5

Tugas dan Peran Instansi Terkait Tugas dan kewajiban masing-masing instansi dapat diuraikan sebagai

berikut : a. Instansi Pembina LLAJ Sebagai koordinator, instansi ini berkewajiban untuk : 1) Melakukan identifikasi, diagnosis, dan analisis 2) Menyampaikan hasil kegiatan butir 1) terkait yaitu kepada POLRI dan instansi yang bertanggung jawab dalam pembinaan jalan. 3) Membahas alternatif-alternatif upaya penanggulangan dengan POLRI dan instansi yang bertanggung jawab dalam bidang pembinaan jalan dan usulan program penanggulangan terpadu. 4) Melakukan evaluasi bersama atas pelaksanaan program penanggulangan kecelakaan lalu lintas.

b. POLRI Dalam rangka koordinasi penanggulangan kecelakaan lalu lintas, POLRI berkewajiban : 1) Mengisi laporan kecelakaan lalu lintas dan menghimpun laporan kecelakaan lalu lintas yang diisi oleh instansi pembina LLAJ dan instansi pembina jalan. 2) Merekam data laporan kecelakaan lalu lintas dalam media yang disepakati dan menyampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab dalam bidang LLAJ. 3) Menyampaikan data pelanggaran lalu lintas dan pelaksanaan penegakan hukum kepada instansi yang bertanggung jawab dalam bidang LLAJ.

c. Instansi Pembina Jalan Dalam rangka koordinasi penanggulangan kecelakaan lalu lintas, instansi pembina jalan berkewajiban : 1) menyampaikan laporan hasil penelitian kecelakaan yang menjadi tanggung jawabnya kepada POLRI. 2) menyampaikan data keadaan jaringan jalan dan lingkungannya kepada Instansi pembina LLAJ

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

47

4.6

Komentar dan Kajian Berdasarkan penjelasan diatas, secara hukum keselamatan berlalulintas

belum bisa menjamin pengemudi akan selamat dalam berkendara. Kondisi budaya berkendara yang buruk menyebabkan banyaknya kecelakaan yang terjadi di Indonesia. Dilihat dari asuransi pun masih murah. Harga nyawa di In donesia masih murah, terbukti jika ada kecelakaan santunan yang diberikan oleh pihak pemerintah masih kecil. Peraturan Keselamatan lalu lintas harus dibuat secara jelas dan setiap warga negara harus mengetahui aturan tersebut. Kerjasama antara Instansi yang berkaitan harus dipererat. Sebagai contoh pihak kepolisian harus mampu mengendalikan kebiasaan buruk berkendara masyarakat Indonesia. Tapi, dalam beberapa kebijakan menurut saya ada yang patut diperbaharui. Contoh kebijakan yang menurut saya tidak populer yaitu kendaraan roda dua (motor) yang harus menyalakan lampu utama setiap saat. Kebijakan tersebut tentunya bertentangan dengan aspek lingkungan. Dengan dinyalakannya lampu utama pada siang hari, maka suhu udara makin meningkat. Sejauh ini, aturan yang dibuat pemerintah kurang efektif dikarenakan kurang adanya tindakan yang tegas mengenai pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Saya berharap semoga permasalah dalam keselamatan dapat cepat diselesaikan dan tentunya semua orang harus mendukung program pemerintah tentang keselamatan lalu lintas.

Universitas Pendidikan Indonesia

Geometrik Jalan | Teknik Sipil 2010

48

BAB V PENUTUP

5.1

Simpulan Klasifikasi dan Spesifikasi jalan raya dan kendaraan, serta keselmatan

berlalu lintas mempunyai hubungan yang sangat erat satu dengan yang lainnya. Jalan yang dibuat harus digunakan oleh kendaraan tertentu yang layak untuk menggunakan sesuai dengan klasifikasi jalan dan kendaraan. Setelah itu terpenuhi, maka harus ada peraturan yang mengatur supaya pengendara kendaraan dan jalan raya tidak seenaknya menggunakan jalan, ini dilakukan demi adanya keselamatan dalam berlalu lintas. Ketiga elemen tersebut harus di dukung oleh masyarakat. Masyarakat harus mempunyai rasa tanggung jawab dalam menggunakan jalan, harus santun dalam berkendara supaya keselamatan lalu lintas dapat terealisasi. Keselamatan berlalu lintas merupakan akibat dari baiknya sistem pengklasifikasian dan spesifikasi jalan dan kendaraan, yang banyak menyebabkan kecelakaan lalu lintas sebagian besar adalah faktor human error. 5.2 Saran Dalam perkembangan ilmu rekayasa sipil khususnya di bidang transportasi membuat banyak kemajuan dalam keselamatan lalu lintas. Tentunya semua pihak harus mendukung perkembangan ilmu ini dengan cara mentaati peraturan yang dibuat supaya penggunaan jalan menjadi optimal.

Universitas Pendidikan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai