Anda di halaman 1dari 33

157

TRANSISTOR
6.1 Pendahuluan
(a)
(b)
Gambar 6.1. Berbagai macam jenis
transistor saat ini.
Pada awalnya transistor seperti
yang terihat pada gambar 6.1
ditemukan pada tahun 1948 oleh
sekelompok fisikawan Amerika Serikat
yaitu J.Barden, W.Brattain dan
W.Shockley di Bell Laboratories.
Ketiga fisikawan tersebut akhirnya
diberikan penghargaan Nobel pada
tahun 1956 atas penemuan mereka
tersebut. Komponen yang ditemukan
oleh sekelompok fisikawan Amerika
tersebut dinyatakan sebagai transistor
oleh ilmuwan-ilmuwan Amerika
Serikat. Penemuan mereka tersebut
merupakan awal dari sebuah revolusi
teknologi (technological revolution)
yang terus berkelanjutan hingga saat
ini. Transistor yang telah mereka
temukan tersebut digunakan pada
banyak peralatan elektronika yang
kompleks hingga pada sistem-sistem
yang digunakan saat ini.
6.1.1 Transistor Bipolar (Bipolar Transistor)
Pada tahun 1952, salah satu dari sekelompok fisikawan Amerika yang telah
menemukan transistor, W.Shockley, menemukan jenis transistor lain yang
dinamakan sebagai transistor efek medan listrik (field effect transistor), kemudian
akhirnya untuk dapat membedakan penemuan-penemuan tersebut, maka transistor
158
Gambar 6.2. Persambungan PN (PN junction) pada sebuah transistor.
(a)
(b)
Gambar 6.3. (a). Transistor bipolar tipe
NPN.
(b). Transistor bipolar tipe PNP.
yang ditemukan oleh sekelompok
fisikawan (Bardeen, Brattain dan
Shockley) dinyatakan sebagai transistor
bipolar.
Pada prinsipnya transistor bipolar
yang ditemukan oleh Bardeen, Brattain
dan Shockley terdiri atas 3 (tiga) daerah
semikonduktor, yaitu 2 (dua) daerah P
dan 1 (satu) daerah N atau sebaliknya 2
(dua) daerah N dan 1 (satu daerah P).
Ketiga daerah semikonduktor tersebut
dipisahkan oleh 2 (dua) persambungan
PN (PN junction) yang saling
membelakangi (back-to-back) antara
satu dan lainnya seperti yang terlihat
pada gambar 6.2. Transistor bipolar ter-
sebut umumnya disebut sebagai transistor, yaitu transistor persambungan 2 (dua)
kutub (bipolar junction transistor) sederhana yang sering digunakan. Ketiga
daerah yang terdapat pada transistor bipolar tersebut dinyatakan sebagai daerah
basis (base), daerah kolektor (collector) dan daerah emiter (emitter) serta
dinyatakan sebagai B, C dan E secara berturut-turut.
159
Pada dasarnya 2 (dua) persambungan PN (PN junction) yang terletak di
antara daerah basis (base), daerah kolektor (collector) dan daerah emiter (emitter)
dinyatakan sebagai persambungan basis-kolektor (base-collector junction) bila
berada di antara daerah basis (base) dan daerah kolektor (collector) serta sebagai
persambungan basis-emiter (base-emitter junction) bila berada di antara daerah
basis (base) dan daerah emiter (emitter). Ketiga daerah semikonduktor (base,
collector dan emitter) tersebut dikelompokan ke dalam 2 (bagian), yaitu PNP dan
NPN atau umumnya dinyatakan sebagai transistor PNP dan transistor NPN seperti
yang terlihat pada gambar 6.3. Transistor PNP merupakan kelompok transistor
yang terdiri atas 2 (dua) daerah semikonduktor tipe P dan 1 (satu) daerah
semikonduktor tipe N, sedangkan transistor NPN merupakan kelompok transistor
yang terdiri atas 2 (dua) daerah semikonduktor tipe N dan 1 (satu) daerah
semikonduktor tipe P. Transistor PNP tersebut tersusun atas sebuah daerah N
yang tipis dan berada di antara 2 (dua) daerah P yang lebih tebal, sedangkan
transistor NPN tersusun atas sebuah daerah P yang tipis dan berada di antara 2
(dua) daerah N yang lebih tebal.
Pada dasarnya pengoperasian dari transistor PNP dan transistor NPN adalah
sama kecuali mengenai aturan-aturan elektron dan lubang (holes), polaritas
tegangan sumber (bias voltage) dan arah arus semuanya adalah tebalik. Transistor
PNP dan NPN tersebut umumnya digunakan pada 2 (dua) bidang dasar, yaitu
sebagai penguat linear (linear amplifier) untuk menaikan (boost) atau
memperkuat (amplify) sebuah sinyal elektris dan sebagai saklar elektronik
(electronic switch).
6.1.2 Simbol
Secara umum transistor yang umum digunakan (bipolar transistor)
disimbolkan seperti yang terlihat pada gambar 6.4 di bawah ini. Simbol transistor
tersebut dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu simbol untuk
transistor PNP dan simbol untuk transistor NPN.
160
Gambar 6.4. Simbol transistor bipolar.
6.2 Rangkaian Transistor
Gambar 6.5. Rangkaian transistor.
Pada dasarnya rangkaian transistor
dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua)
bagian, yaitu:
1. Prategangan maju (forward bias).
2. Prategangan balik (reverse bias).
6.2.1 Prategangan Maju (Forwad Bias)
Gambar 6.6. Syarat untuk membuat
sebuah transistor berkondisi
prategangan maju (forward bias).
Pada prinsipnya sebuah transistor
akan berkondisi prategangan maju
(forward bias) bila 2 (syarat) seperti
yang terlihat pada gambar 6.6
terpenuhi, yaitu:
1. Persambungan basis-emiter (base-
emitter junction) berada pada
kondisi prategangan maju
161
(forward-biased).
2. Persambungan basis-kolektor (base-collector junction) berada pada kondisi
prategangan balik (reverse-biased).
Gambar 6.7. Rangkaian transistor NPN
dalam kondisi prategangan maju
(forward bias).
Gambar 6.8. Rangkaian transistor PNP
dalam kondisi prategangan maju
(forward bias).
Pada dasarnya persambungan
basis-emiter (base-emiter junction)
pada transistor NPN dapat dibuat
berkondisi prategangan maju (forward
bias) seperti yang terlihat pada gambar
6.7, yaitu dengan menghubungkan
polaritas negatif sumber tegangan
(forward voltage) ke emiter serta
menghubungkan polaritas positif
sumber tegangan (forward voltage) ke
basis, sedangkan untuk membuat
persambungan basis-kolektor (base-
collector junction) pada transistor NPN
menjadi berkondisi prategangan balik
(reverse bias) dapat dilakukan dengan
menghubungkan polaritas positif
tegangan sumber (reverse voltage) ke
kolektor serta menghubungkan polaritas
negatif sumber tegangan (reverse bias)
ke basis.
Pada transistor PNP seperti yang
terlihat pada gambar 6.8 adalah berbeda
, yaitu untuk membuat persambungan basis-emiter (base-emitter junction) pada
transistor PNP menjadi berkonndisi prategangan maju (forward bias), maka
polaritas positif dari tegangan sumber (forward voltage) dihubungkan ke emiter
serta polaritas negatif dari sumber tegangan (forward voltage) dihubungkan ke
basis, sedangkan persambungan basis-kolektor (base-collector junction) pada
162
transistor PNP dapat dibuat berkondisi prategangan balik dengan menghubungkan
polaritas negatif sumber tegangan (reverse bias) ke kolektor serta
menghubungkan polaritas positif dari tegangan sumber (reverse bias) ke kolektor.
Secara matematis sumber tegangan (forward voltage) yang membentuk
rangkaian prategangan maju (forward voltage) pada transistor NPN dan PNP
dinyatakan sebagai
BB
E , sedangkan sumber tegangan (reverse voltage) yang
membentuk rangkaian prategangan balik (reverse bias) pada transistor NPN dan
PNP dinyatakan sebagai
CC
E .
Perhatikan rangkaian penguat yang terdapat pada gambar 6.9 dan 6.10
berikut.
Gambar 6.9. Rangkaian penguat basis bersama (common-base amplifier).
Pada rangkaian tersebut dapat dilihat bahwa tahanan beban (load resistance -
C
R ) dihubungkan ke kolektor dan
CC
E secara seri. Tahanan beban tersebut
memiliki tegangan keluaran (output voltage) sebesar
O
E , sedangkan tegangan
masukan (input voltage) sebesar
S
E dihubungkan secara seri ke basis dan
BB
E .
Tegangan masukan (input voltage)
S
E dan tegangan keluaran (output voltage)
O
E menggunakan basis secara bersama-sama sehingga rangkaian tersebut
umumnya dinyatakan sebagai rangkaian penguat basis bersama atau common-base
163
(CB) amplifier.
Pada rangkaian tersebut terlihat bahwa basis (base) digunakan secara
bersama-sama oleh sinyal masukan E
S
dan sinyal keluaran E
O
sehingga rangkaian
seperti itu dinyatakan sebagai rangkaian penguat basis bersama atau common-base
(CB) amplifier
Gambar 6.10. Pada rangkaian peguat basis bersama (common-base amplifier)
tegangan masukan , )
S
E dan tegangan keluaran , )
O
E menggunakan basis secara
bersama-sama.
Pada rangkaian tersebut dapat dilihat bahwa persambungan basis-emiter
(base-emiter junction) dalam kondisi prategangan maju (forward bias) sehingga
elektron-elektron yang bersumber dari tegangan masukan
S
E siap untuk masuk ke
dalam emiter. Elektron-elektron yang telah berada di daerah emiter tersebut
kemudian menyebrangi persambungan basis-emiter (base-emitter junction) untuk
masuk ke dalam daerah basis (base region), karena daerah basis (base region)
yang sangat tipis, maka daerah basis (base region) tersebut memiliki nilai tahanan
yang lebih besar daripada tahanan yang terdapat pada daerah emiter (emitter
region) maupun daerah kolektor (collector region). Daerah basis (base region)
yang memiliki nilai tahanan yang kecil tersebut membuat elektron-elektron yang
164
di daerah basis (base region) lebih banyak yang menyebrangi persambungan
basis-kolektor (base-collector region) menuju daerah kolektor (collector region)
daripada yang hilang . Elektron-elektron yang telah tiba di daerah kolektor
(collector region) tersebut kemudian menuju ke tahanan beban (load resistance)
hingga akhirnya ditarik oleh polaritas positif pada sumber tegangan (reverse bias).
Pada rangkaian penguat (amplifier) tersebut telah terjadi sebuah penguatan
(amplify) terhadapa tegangan masukan (input voltage) sebesar
V
A . Perolehan
penguatan (amplify) tersebut merupakan perbandingan antara tegangan keluaran
(output voltage) yang terdapat pada tahanan beban (load resistance -
C
R ) dengan
tegangan masukan (input voltage). Secara matematis perbandingan perolehan
penguatan (amplify) dapat ditulis sebagai berikut:
S
O
V
E
E
A =
Di mana:
V
A = Perolehan penguatan (amplify)
O
E = Tegangan keluaran (output voltage volt)
S
E = Tegangan masukan (input voltage volt)
Pada prinsipnya tegangan keluaran (output voltage) yang terdapat pada
tahanan beban (load resistance -
C
R ) merupakan hasil antara nilai tahanan beban
dan arus keluaran (
C
I ). Secara matematis tegangan keluaran (output voltage)
tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
C C O
R I E =
Di mana:
C
I = Arus keluaran atau arus kolektor , )
C
I
C
R = Tahanan beban , ) O
Pada prinsipnya tegangan masukan (input voltage) merupakan hasil antara
nilai arus kolektor , )
C
I dengan tahanan pada persambungan basis-emiter (base-
emiter junction) saat kondisi prategangan maju (forward bias) terjadi. Secara
165
matematis tegangan masukan (input voltage) tersebut dapat ditulis sebagai
berikut:
d C S
R I E =
Di mana:
d
R = Tahanan pada persambungan basis-emiter (base-emitter junction) O
Kemudian substitusikan kedua persamaan tersebut, yaitu:
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
=
d
C
O
C
V
R
R
I
I
A
Pada umumnya perbandingan antara
C
I dan
B
I tersebut dinyatakan sebagai
penguatan arus hubung singkat (short-circuit current gain) dari sebuah transistor
di dalam rangkaian penguatan basis bersama (common-base amplifier) serta
disimbolkan dengan
fb
h .
Kemudian substitusikan
fb
h ke dalam persamaan di atas, yaitu:
d
C
fb V
R
R
h A =
Pada dasarnya arus kolektor , )
C
I kurang sedikit daripada arus emiter , )
e
I ,
umumnya arus kolektor sekitar 95% daripada arus emiter, namun karena nilai
C
R
lebih besar daripada
d
R maka nilai perolehan penguatan (amplify), yaitu
V
A ,
selalu lebih besar daripada 1 (satu)
6.2.2 Prategangan Balik (Reverse Bias)
Pada prinsipnya sebuah transistor menjadi berkondisi prategangan balik
(reverse bias) bila kedua syarat prategangan maju (forward bias) tidak dilakukan.
6.3 Parameter Transistor
Pada dasarnya transistor memiliki 15 parameter untuk menjelaskan
karakteristik transistor tersebut seperti yang terlihat pada gambar 6.11 di bawah
ini, yaitu:
1. Tegangan basis-kolektor (base-collector voltage).
166
2. Tegangan langsung emiter-kolektor (emitter-collector direct voltage).
3. Tegangan tak langsung emiter-kolektor (emitter-collector indirect voltage)
4. Tegangan basis-emiter (base-emitter voltage).
5. Tegangan jenuh kolektor (collector saturation voltage)
6. Tahanan masukan sinyal kecil (small-signal input resistance).
7. Admitansi keluaran sinyal kecil (small-signal output admittance).
8. Perbandingan hantaran tegangan balik sinyal kecil
(small-signal reverse-voltage transfer ratio).
9. Penguatan arus maju sinyal kecil (small-signal forward-current gain).
10. Penguatan arus maju dc (dc forward-current gain).
11. Pembuangan kolektor (collector dissipation).
12. Frekuensi terputus (cutoff frequency).
13. Arus terputus kolektor-emiter terbuka (collector-cutoff current)
14. Arus terputus kolektor-basis terbuka (collector-cutoff current).
15. Kapasitansi basis-kolektor (base-collector capacitance)
Gambar 6.11. Beberapa parameter pada transistor
6.3.1 Tegangan Basis-Kolektor (Base-Collector Voltage)
Pada dasarnya tegangan basis-kolektor atau yang disebut juga dengan base-
167
collector voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.12 di bawah ini merupakan
tegangan maksimum yang dapat diberikan kepada kolektor (collector) dan basis
(base) dari sebuah transistor saat hubungan emiter (emitter) dalam kondisi terbuka
(opened emitter). Secara sederhana tegangan basis-kolektor (base-collector
voltage) dapat disamakan dengan tegangan maksimum yang dapat diberikan pada
sebuah transistor untuk membuat persambungan basis-kolektor (base-collector
junction) menjadi berkondisi prategangan balik (reverse bias). Secara matematis
tegangan basis-kolektor (base-collector voltage) disimbolkan dengan
CBO
V .
(a) (b)
Gambar 6.12. (a). Base-collector voltage pada transistor NPN.
(b). Base-collector voltage pada transistor PNP.
6.3.2 Tegangan Langsung Emiter-Kolektor
(Emitter-Collector Direct Voltage)
(a) (b)
Gambar 6.13. (a). Emitter-collector direct voltage pada transistor NPN.
(b). Emitter-collector direct voltage pada transistor PNP.
168
Pada dasarnya tegangan langsung emiter-kolektor atau yang disebut juga
dengan emitter-collector direct voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.13 di
atas merupakan tegangan maksimum yang dapat diberikan kepada kolektor
(collector) dan emiter (emitter) dari sebuah transistor saat hubungan antara basis
(base) dan emiter (emitter) berada dalam kondisi hubung-singkat (short circuit).
Nilai tegangan langsung emiter-kolektor (emitter-collector direct voltage) tersebut
umumnya bernilai
2
1
dari
CBO
V (base-collector voltage).
6.3.3 Tegangan Tak Langsung Emiter-Kolektor
(Emitter-Collector Indirect Voltage)
(a)
(b)
Gambar 6.14. (a). Collector-emitter voltage dengan tahanan kolektor-emitor pada
transistor NPN.
(b). Collector-emitter voltage dengan tahanan kolektor-emitor pada transistor
PNP.
Pada dasarnya tegangan tak langsung emiter-kolektor atau yang disebut juga
dengan emitter-collector indirect voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.14 di
atas merupakan tegangan maksimum yang dapat diberikan kepada emiter (emitter)
dan kolektor (collector) dengan resistor di antara emiter (emitter) dan kolektor
169
(collector) tersebut. Nilai tegangan tak langsung emiter-kolektor (emitter-colletor
indirect voltage) tersebut umumnya lebih besar daripada
CES
V (emitter-collector
direct voltage) dan lebih kecil daripada
CBO
V (base-collector voltage)
6.3.4 Tegangan Basis-Emiter (Base-Emitter Voltage)
(a)
(b)
Gambar 6.15. (a). base-emitter voltage pada transistor NPN.
(b). base-emitter voltage pada transistor PNP.
Pada dasarnya tegangan basis-emiter atau yang disebut juga dengan base-
emitter voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.15 di atas merupakan tegangan
maksimum yang dapat diberikan kepada emiter (emitter) dan basis (base) dari
sebuah transistor saat kolektor (collector) terbuka. Tegangan basis-emiter (base-
emitter voltage) adalah parameter yang sebaiknya diketahui untuk membuat
persambungan basis-emiter (base-emitter junction) menjadi berkondisi
prategangan maju (forward bias). Secara matematis tegangan basis-emiter (base-
emitter voltage) disimbolkan dengan
EBO
V .
6.3.5 Tegangan Jenuh Kolektor (Colletor Saturation Voltage)
Pada dasarnya tegangan jenuh kolektor atau yang disebut juga dengan
collector saturation voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.16 di bawah ini
170
merupakan tegangan yang dibutuhkan oleh kolektor (collector) dan emiter
(emitter) untuk membuat sebuah transistor dapat menghantarkan arus listrik
dengan optimal. Tegangan jenuh kolektor (collector saturation voltage) adalah
parameter yang sebaiknya diketahui untuk mengoperasikan transistor sebagai
saklar (switch mode). Secara matematis tegangan jenuh kolektor (collector
saturation voltage) disimbolkan dengan
sat CE
V
,
.
(a) (b)
Gambar 6.16. (a). Collector saturation pada transistor NPN.
(b). Collector saturation pada transistor PNP.
6.3.6 Tahanan Masukan Sinyal Kecil (Small-Signal Input Resistance)
Pada prinsipnya tahanan masukan sinyal kecil atau yang disebut juga dengan
small-signal input resistance seperti yang terlihat pada gambar 6.17 di bawah ini
merupakan tahanan masukan dari sebuah transistor dengan keluaran yang
dihubung singkat (short circuit). Tahanan masukan sinyal kecil (small-signal
input resistance) adalah parameter yang sebaiknya diketahui untuk
mengoperasikan transistor sebagai penguat basis bersama (common base
amplifier) maupun sebagai penguat emiter bersama (common emitter amplifier).
Secara matematis tahanan masukan sinyal kecil (small-signal input resistance)
disimbolkan dengan
ib
h dan
ie
h . Subskrip kedua pada kedua simbol tersebut
menunjukan jenis rangkaian transistor yang dioperasikan, yaitu b untuk basis
bersama (common base) dan e untuk emiter bersama ( common emitter).
171
(a)
(b)
(a)
(b)
Gambar 6.17. (a). Small-Signal Input Resistance pada common-emitter (NPN).
(b). Small-Signal Input Resistance pada common-emitter (PNP).
(c). Small-Signal Input Resistance pada common-base (NPN).
(d). Small-Signal Input Resistance pada common-base (PNP).
6.3.7 Admitansi Keluaran Sinyal Kecil (Small-Signal Output Admittance)
Pada prinsipnya admitansi keluaran sinyal kecil atau yang disebut juga
dengan (small-signal output admittance) merupakan admintansi keluaran dari
sebuah transistor saat tegangan masukan (input voltage) sedang tidak terhubung
(opened input). Secara matematis admitansi keluaran sinyal kecil (small-signal
output admittance) disimbolkan dengan
ob
h dan
oe
h .
6.3.8 Perbandingan Hantaran Tegangan Balik Sinyal Kecil
(Small-Signal Reverse-Voltage Transfer Ratio)
172
Pada prinsipnya perbandingan hantaran tegangan balik sinyal kecil atau yang
disebut juga dengan small-signal reverse-voltage transfer ratio merupakan
perbandingan dari tegangan yang terjadi pada masukan transistor (input voltage)
terhadap tegangan yang dihasilkan pada keluaran (output voltage) saat keadaan
tegangan masukan (input voltage) tidak terhubung (opened input). Secara
matematis perbandingan hantaran tegangan balik sinyal kecil (small-signal
reverse-voltage transfer ratio) disimbolkan dengan
rb
h dan
re
h .
6.3.9 Penguatan Arus Maju Sinyal Kecil
(Small-Signal Forward-Current Gain)
Gambar 6.18. Small-signal forward-
current gain pada sebuah common
emitter amplifier.
Pada prinsispnya penguatan arus
maju sinyal kecil atau yang disebut juga
dengan small-signal forward-current
gain seperti yang terlihat pada gambar
6.18 di samping ini merupakan
perbandingan antara arus keluaran
(output current) dan arus masukan
(input current) saat keluaran dihubung
singkat (short-circuit). Penguatan arus
maju sinyal kecil (smallsignal
forward-current gain) adalah parameter
yang sebaiknya diketahui saat mengoperasikan transistor sebagai penguat
(amplifier). Secara matematis penguatan arus maju sinyal kecil (small-signal
forward-current gain) disimbolkan dengan
fb
h dan
fe
h . Subskrip kedua pada
kedua simbol tersebut menunjukan jenis penguatan yang dioperasikan, yaitu b
untuk penguat basis bersama (common base amplifier) dan e untuk penguatan
emiter bersama (common emiter amplifier).
6.3.10 Penguatan Arus Maju DC (DC Forward-Current Gain)
Pada prinsipnya penguatan arus maju dc (direct current) atau yang disebut
173
juga dengan dc forward-current gain merupakan perbandingan antara arus dc
(direct current) kolektor (collector) dan arus dc basis (base) pada sebuah
transistor di dalam rangkaian penguat emiter bersama (common emitter amplifier).
Penguatan arus maju dc (dc forward-current gain) adalah parameter yang
sebaiknya diketahui saat mengoperasikan transistor sebagai penguat emiter
bersama (common emmiter amplifier). Secara matematis penguatan arus maju dc
(dc forward-current gain) tersebut disimbolkan dengan
FE
h . Subskrip dengan
huruf besar merupakan parameter yang digunakan untuk arus dc (direct current)
sedangkan subskrip dengan huruf kecil digunakan untuk arus ac (alternating
current) maupun sinyal tegangan lainnya yang tidak linear.
6.3.11 Pembuangan Kolektor (Collector Dissipation)
(a) (b)
Gambar 6.19. (a). Collector dissipation pada common-emitter (NPN).
(b). Collector dissipation pada common-emitter (PNP).
Pada dasarnya pembuangan kolektor atau yang disebut juga dengan collector
dissipation seperti yang terlihat pada gambar 6.19 di atas merupakan jumlah daya
yang dikeluarkan oleh kolektor (collector) di dalam sebuah transistor.
Pembuangan daya (collector dissipation) tersebut adalah hasil antara arus dc
(direct current) kolektor (collector) dan tegangan dc kolektor-emitor (dc
collector-emitter voltage). Pembuangan kolektor (collector dissipation) tersebut
174
adalah parameter yang sebaiknya diketahui untuk mengoperasikan transistor
menjadi penguat (amplifier). Secara matematis pembuangan kolektor disimbolkan
dengan
C
P .
6.3.12 Frekuensi Terputus (Cutoff Frequency)
Pada prinsipnya frekuensi terputus atau yang disebut juga dengan cutoff
frequency merupakan penguatan arus maju sinyal kecil (small-signal forward-
current gain) yang nilainya mencapai 0,707 kali daripada nilainya pada frekuensi
1 KHz. Secara matematis frekuensi terputus (cutoff frequency) tersebut
disimbolkan dengan
hfb
f dan
hfe
f .
6.3.13 Arus Terputus Kolektor (Emitter Terbuka)
(Collector-Cutoff Current)
Pada prinsipnya arus terputus kolektor (emiter terbuka) atau yang disebut
juga dengan collector-cutoff current merupakan kebocoran arus (current leakage)
jenuh (saturation) yang mengalir di antara kolektor (collector) dan basis (base)
saat emiter (emitter) dalam keadaan terbuka (opened emitter). Arus terputus
kolektor (collector-cutoff current) saat emiter terbuka (opened emitter) tersebut
merupakan parameter yang sebaiknya diketahui untuk melakukan efisiensi pada
sebuah transistor yang dikonfigurasikan menjadi sebuah penguat (amplifier).
Secara matematis arus terputus kolektor (collector-cutoff current) saat emiter
terbuka (opnend emitter) tersebut disimbolkan dengan
CBO
I dan
CO
I .
6.3.14 Arus Terputus Kolektor (Basis Terbuka)
(Collector-Cutoff Current)
Pada prinsipnya arus terputus kolektor (basis terbuka) atau yang disebut juga
dengan collector-cutoff current merupakan kebocoran (leakage) arus jenuh
(saturation current) yang mengalir di antara kolektor (collector) dan emiter
(emitter) saat basis (base) dalam kondisi terbuka (opened base). Secara matematis
arus terputus kolektor (collector-cutoff current) saat basis terbuka (opened base)
175
disimbolkan dengan
CEO
I .
6.4.15 Kapasitansi Basis-Kolektor (Collector-Base Capacitance)
Pada prinsipnya kapasitansi basis-kolektor atau yang disebut juga dengan
collector-base capacitance merupakan kapasitansi pada sebuah transistor yang
melintasi basis (base) dan kolektor (collector). Kapasitansi basis-kolektor (base-
collector capacitance) tersebut akan meningkat nilainya sesuai dengan
peningkatan frekuensi yang terjadi pada transistor dan hal tersebut perlu
diperhatikan saat mengoperasikan transistor pada aplikasi rangkaian frekuensi
tinggi (high frekuensi). Secara matematis kapasitansi basis-kolektor (base-
collector capacitance) disimbolkan dengan
ob
C dan
cb
C
6.4 Analisa Transistor
Pada dasarnya transistor dapat digunakan pada berbagai aplikasi rangkaian
yang membutuhkan penguatan (amplifying) dan pensaklaran (switching). Berikut
ini adalah beberapa analisa dari aplikasi-aplikasi rangkaian tersebut.
6.4.1 Transistor Sebagai Saklar
Gambar 6.20. Grafik hubungan antara
keadaan terhubung (saturation) dan
keadaan terputus (cutoff) pada sebuah
transistor.
Pada umumnya transistor
digunakan sebagai saklar elektronik
(electronic switching) pada aplikasi-
aplikasi rangkaian yang membutuhkan
tingkat pensaklaran (switch timing)
cukup singkat. Transistor-transistor
yang digunakan sebagai saklar tersebut
dapat berupa transistor tipe NPN seperti
2N2219, 2N222 dan 2N3053 maupun
transistor tipe PNP seperti 2N3905,
2N3906 dan 2N4126.
176
Gambar 6.21. Transistor NPN yang
dioperasikan sebagai sebuah saklar
(switch mode) elektronik (electronic
switch).
Gambar 6.22. Kolektor dan emiter
dihubung singkat (short circuit) untuk
mengetahui nilai dari arus jenuh
kolektor (collector saturation current).
Pada prinsipnya penggunaan
transistor sebagai saklar dapat
dilakukan dengan memanfaatkan 2
(hal) seperti yang terlihat pada gambar
6.20, yaitu:
1. Keadaan saturasi (saturation) pada
transistor.
2. Keadaan terputus (cutoff) pada
transistor.
Keadaan saturasi (saturation) pada
transistor tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai keadaan saklar yang tertutup
(closed switch). Transistor yang sedang
dalam kondisi saturasi (saturation)
tersebut akan menghantarkan arus
kolektor (collector current) sebesar
C
I
kepada beban, sedangkan pada saat
kondisi terputus (cutoff), maka
transistor akan beroperasi layaknya
seperti saklar yang terbuka (opened
switch).
Perhatikan rangkaian pensaklaran
(switching circuit) pada gambar 6.21.
Pada gambar tersebut dapat dilihat
sebuah rangkaian pensaklaran
(switching circuit) yang dioperasikan
dengan menggunakan tegangan step
(step voltage) sebagai tegangan
masukan transistor. Tegangan step (step
voltage) yang digunakan sebagai
177
Gambar 6.23. Transistor dalam keadaan
terhubung (saturation).
tegangan masukan transistor tersebut
dinyatakan sebagai tegangan yang
membuat persambungan basis-emiter
(base-emitter junction) menjadi
berkondisi prategangan maju dan
disimbolkan dengan
BB
V (tegangan
basis).
Pada gambar di atas kita dapat
mengetahui arus basis
B
I sebesar:
B
BE
B
R
V
I

=
BB
V
Di mana:
B
I = Arus basis (Ampere)
BB
V = Tegangan basis (5 volt)
BE
V = Tegangan basis-emiter (0,7 volt)
B
R = Tahanan basis , ) O K 2
Maka substitusikan persamaan di atas dengan nilainya masing-masing.
O

=
K
V V
I
B
2
7 , 0 5
mA
K
V
I
B
15 , 2
2
3 , 4
=
O
=
Setelah mendapatkan arus basis , )
B
I sebesar 2,15 mA, maka selanjutnya kita
harus mengetahui arus jenuh kolektor (collector saturation current) seperti yang
terlihat pada gambar 6.22. Arus jenuh kolektor (collector saturation current)
tersebut dapat diketahui dengan cara menghubung singkat (short circuit) kolektor
dan emiter sehingga arus jenuh kolektor tersebut adalah:
C
CC
sat C
R
V
I =
,
Di mana:
178
sat C
I
,
= Arus jenuh kolektor (Ampere)
CC
V = Tegangan kolektor , ) volt 9
C
R = Tahanan kolektor , ) O 500
Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan, yaitu:
mA
volt
I
sat C
15
600
9
,
=
O
=
Pada rangkaian seperti yang terlihat pada gambar 6.23 tersebut dipasang
sebuah LED (light emitting diode) yang akan nyala bila saklar tertutup (closed
switch), yaitu saat transistor dalam kondisi saturasi (saturation), sedangkan saat
transistor dalam kondisi terputus (cutoff), maka LED tersebut akan padam. Saat
transistor dalam keadaan saturasi (saturation) tersebut, maka arus yang akan
mengalir kepada LED adalah (umumnya tegangan LED adalah 2 volt):
C
LED CC
LED
R
V V
I

=
Di mana:
LED
I = Arus LED (Ampere)
LED
V = Tegangan LED , ) volt 3
Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan, yaitu:
O

=
600
2 9 volt volt
I
LED
mA
volt
I
LED
12
600
7
=
O
=
Maka arus yang mengalir kepada LED saat transistor saturasi (saturation)
adalah sebesar mA 12 .
6.4.2 Transistor Dengan Pembagi Tegangan (Voltage Divider)
Pada dasarnya transistor dengan pembagi tegangan umum digunakan pada
aplikasi rangkaian-rangkaian linear. Transistor dengan pembagi tegangan tersebut
merupakan salah satu analisa transistor yang sebaiknya diketahui untuk
mengoperasikan transistor sebagai penguat (amplifier). Perhatikan rangkaian
179
dengan pembagi tegangan pada gambar 6.24 di bawah ini.
Gambar 6.24. Rangkaian transistor
dengan pembagi tegangan (voltage
divider).
Gambar 6.25.
1
R dan
2
R membentuk
sebuah pembagi tegangan (voltage
divider).
Pada rangkaian transistor tersebut
terlihat bahwa transistor disusun
dengan menggunakan
1
R ,
2
R ,
C
R dan
E
R . Susunan
1
R dan
2
R pada
rangkaian transistor tersebut
membentuk suatu pembagi tegangan
seperti yang terlihat pada gambar 6.25
dan oleh karena itu rangkaian transistor
tersebut dinyatakan sebagai transistor
dengan pembagi tegangan. Pembagi
tegangan yang dibentuk oleh
1
R dan
2
R tersebut akan memberikan tegangan
kepada basis transistor , )
B
V seperti
yang terlihat pada gambar 6.26.
Tegangan yang diberikan kepada basis
tersebut sering dinyatakan sebagai
tegangan Thevenin dan disimbolkan
dengan
TH
V . Secara matematis
tegangan yang dihasilkan oleh pembagi
tegangan tersebut dapat ditulis sebagai
berikut:
CC TH
V
R R
R
V
+
=
2 1
2
Di mana:
TH
V = Tegangan yang dihasilkan oleh
pembagi tegangan
tegangan Thevenin).
1
R = Tahanan pada
1
R , ) O .
180
Gambar 6.26. Tegangan Thevenin
, )
TH
V adalah sama dengan tegangan
basis , )
B
V .
Gambar 6.27. Rangkaian ekivalen.
2
R = Tahanan pada , ) O
2
R .
CC
V = Tegangan kolektor , ) volt .
Maka substitusikan nilai-nilai
tersebut ke dalam persamaan di atas,
yaitu:
volt
K K
K
V
TH
15
5 , 5 8
5 , 5

O + O
O
=
volt
K
K
V
TH
15
5 , 13
5 , 5

O
O
=
volt volt V
TH
1 , 6 15 407 , 0 = =
Maka nilai tegangan yang
dihasilkan oleh pembagi tegangan atau
disebut juga dengan tegangan Thevenin
adalah sebesar volt 1 , 6 . Tegangan
tersebut akan diberikan kepada basis
sehingga tegangan basis adalah sama
dengan tegangan Thevenin.
volt V V
TH B
1 , 6 = =
1
R dan
2
R pada rangkaian
transistor tersebut merupakan 2 (dua)
tahanan yang disusun secara paralel,
maka kedua tahanan , )
2 1
R dan R
tersebut dapat diganti dengan tahanan
ekivalen yaitu sebesar
TH
R (tahanan
Thevenin).
Tahanan Thevenin , )
TH
R tersebut adalah:
2 1
1 1 1
R R R
TH
+ =
Di mana:
181
TH
R = Tahanan pengganti
1
R dan
2
R (tahanan Thevenin).
Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan di atas, yaitu:
2 1
1 1 1
R R R
TH
+ =
2 1
1
2 1
2
1
R R
R
R R
R
R
TH
+ =
2 1
2 1
1
R R
R R
R
TH
+
=
2 1
2 1
1 R R
R R R
TH
+
=
2 1
2 1
R R
R R
R
TH
+
=
O + O
O O
=
K K
K K
R
TH
5 , 5 8
5 , 5 8
, ) , )
, ) , ) O +
O
=
3 3
3 3
10 5 , 5 10 8
10 5 , 5 10 8
TH
R
O =
O
O
=
3
3
6
10 26 , 3
10 5 , 13
10 44
TH
R
O = K R
TH
26 , 3
Setelah mendapatkan nilai tahanan ekivalen tersebut maka selanjutnya kita
harus mengetahui arus yang mengalir pada emitter , )
E
I . Secara matematis arus
emitter , )
E
I tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
E
BE TH
E
R
V V
I

=
Di mana:
E
I = Arus emitter (Ampere)
TH
V = Tegangan Thevenin , ) volt
BE
V = Tegangan basis-emiter , ) volt 7 , 0
E
R = Tahanan emitter , ) O
182
Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan di atas, yaitu:
O

=
K
volt volt
I
E
3
7 , 0 1 , 6
mA
K
volt
I
E
8 , 1
3
4 , 5
=
O
=
Maka arus emiter , )
E
I pada rangkaian transistor dengan pembagi tegangan
tersebut adalah mA 8 , 1 . Rangkaian transistor dengan pembagi tegangan tersebut
dapat disamakan dengan rangkaian yang terlihat pada gambar 6.27.
6.4.3 Transistor Sebagai Penguat
Gambar 6.28. Rangkaian penguat
transistor (amplifier circuit).
Pada dasarnya sebuah transistor
memiliki tahanan tersendiri di dalam
emitter. Tahanan tersebut akan
berfungsi bila transistor diberikan
tegangan ac (alternating current)
ataupun tegangan non-linear lainnya.
Tahanan pada emiter tersebut
dinyatakan sebagai tahanan ac
(alternating current) transistor dan
disimbolkan dengan
e
r' . Besarnya
tahanan ac (alternating current) pada
transistor tersebut adalah:
E
e
I
mV
r
25
' =
Di mana:
e
r' = Tahanan ac (alternating current) transistor , ) O .
E
I = Arus emiter (Ampere).
Perhatikan rangkaian pada gambar 6.28 di atas.
Rangkaian pada gambar di atas merupakan rangkaian transistor dengan
pembagi tegangan (voltage divider) yang tidak memiliki tahanan kolektor , )
C
R
183
serta memiliki sebuah kapasitor di antara tegangan masukan (input voltage) dan
pembagi tegangan (voltage divider). Kapasitor yang terletak di antara tegangan
masukan (input voltage) dan pembagi tegangan (voltage divider) tersebut
berfungsi sebagai penghantar tegangan masukan yang berupa tegangan ac
(alternating current) kepada pembagi tegangan.
Pada rangkaian tersebut dapat diperoleh tegangan Thevenin sebesar volt 1 , 6 .
volt V
TH
1 , 6 =
Maka tegangan emitor adalah , )
E
V .
BE B E
V V V =
BE TH E
V V V =
volt volt volt V
E
4 , 5 7 , 0 1 , 6 = =
Pada rangkaian tersebut terlihat bahwa kolektor terhubung langsung dengan
tegangan sumber maka tegangan kolektor , )
C
V adalah sama dengan tegangan
sumber
CC
V .
Gambar 6.29. Transistor memiliki
tahanan ac pada bagian emiter.
volt V V
CC C
15 = =
Arus emiter , )
E
I pada rangkaian
tersebut adalah mA 8 , 1 .
mA I
E
8 , 1 =
Maka tahanan ac (alternating
current) transistor adalah seperti yang
terlihat pada gambar 6.29 yaitu:
E
e
I
mV
r
25
' =
O = = 9 , 13
8 , 1
25
'
mA
mV
r
e
Maka perolehan penguatan tegangan adalah:
e E
E
r R
R
A
' +
=
184
O + O
O
=
9 , 13 3
3
K
K
A
O + O
O
=
9 , 13 000 . 3
000 . 3
A
995 , 0
9 , 013 . 3
000 . 3
=
O
O
= A
Maka tegangan keluaran mempunyai puncak tegangan seperti yang terlihat
pada gambar 6.30 di bawah ini, yaitu:
volt volt v
out
99 , 1 2 995 , 0 = =
dan tegangan keluaran tersebut adalah:
volt volt volt V
positif Puncak
39 , 7 99 , 1 4 , 5 = + =
volt volt volt V
negatif Puncak
41 , 3 99 , 1 4 , 5 = = .
Gambar 6.30. Analisa rangkaian penguat transistor (amplifier circuit).
6.4.4 Transistor Sebagai Pengumpan Balik
Pada dasarnya transistor umum digunakan sebagai pengumpan balik dengan
menggunakan kolektor (collector) dari transistor tersebut. Rangkaian pegumpan
balik tersebut umumnya digunakan pada aplikasi-aplikasi rangkaian kontrol
(control) maupun penapis (filter).
Perhatikan rangkaian umpan-balik kolektor pada gambar 6.31 di bawah ini.
Pada rangkaian umpan-balik kolektor tersebut terlihat transistor disusun
185
bersama
B
R dan
C
R . Tahanan basis , )
B
R , tahanan kolektor , )
C
R , tegangan
kolektor , )
CC
V dan tegangan kolektor-emiter , )
CE
V pada rangkaian tersebut
membentuk sebuah simpul tertutup dan simpul tertutup tersebut dinyatakan
sebagai simpul kolektor. Secara matematis simpul kolektor tersebut dapat ditulis
sebagai berikut:
, ) 0 = + +
C B C CC CE
R I I V V
Gambar 6.31. Rangkaian umpan-balik
kolektor.
Pada persamaan tersebut nilai arus
basis , )
B
I dapat diabaikan karena
nilainya yang sangat kecil daripada
nilai arus kolektor , )
C
I sehingga
persamaan tersebut menjadi:
0 = +
C C CC CE
R I V V
Maka arus kolektor pada transistor
tersebut adalah:
CC CE C C
V V R I + =
CE CC C C
V V R I =
C
CE CC
C
R
V V
I

=
Persamaan di atas merupakan persamaan simpul kolektor, kemudian jika kita
perhatikan pada simpul basis, maka simpul tersebut terdiri atas tahanan basis
, )
B
R , tegangan basis-emiter , )
BE
V , arus basis , )
B
I , arus kolektor , )
C
I dan
tahanan kolektor , )
C
R . Komponen-komponen pada simpul basis tersebut
membuat sebuah persamaan simpul basis, yaitu:
0 = + +
B B C C CC BE
R I R I V V
Di mana
FE
C
B
B
C
FE
h
I
I
I
I
h = = , maka:
0 = + +
B
FE
C
C C CC BE
R
h
I
R I V V
186
0 =
|
|
.
|

\
|
+ +
C
FE
B
C CC BE
I
h
R
R V V
0 = +
|
|
.
|

\
|
+
CC BE
FE
B
C C
V V
h
R
R I
CC BE
FE
B
C C
V V
h
R
R I + =
|
|
.
|

\
|
+
BE CC
FE
B
C C
V V
h
R
R I =
|
|
.
|

\
|
+
FE B C
BE CC
C
h R R
V V
I
+

=
Kemudian masukan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan, yaitu:
100
7 , 4
3 , 5
7 , 0 15
O
+ O

=
K
K
volt volt
I
C
O + O
=
47 3 , 5
3 , 14
K
volt
I
C
O + O 47 300 . 5
3 , 14 volt
I
C
mA
volt
I
C
63 , 2
347 . 5
3 , 14
=
O
=
Maka arus kolektor , )
C
I pada rangkaian umpan balik tersebut adalah
mA 63 , 2 .
6.4.5 Transistor Sebagai Umpan-Balik Emiter
Pada dasarnya transistor juga umum digunakan sebagai umpan-balik emiter.
Rangkaian umpan-balik emiter tersebut merupakan pengaturan terhadap kenaikan
arus kolektor , )
C
I untuk menghasilkan kenaikan tegangan pada tahanan emiter
, )
E
V dan penurunan arus basis , )
B
I serta arus kolektor , )
C
I . Rangkaian umpan
balik tersebut umumnya digunakan pada aplikasi-aplikasi rangkaian kendali
(control) dan penapis (filter).
187
Perhatikan rangkaian pada gambar 6.32 dan 6.33 di bawah ini.
Pada rangkaian tersebut terlihat bahwa transistor disusun secara bersama
dengan tahanan basis , )
B
R , tahanan kolektor , )
C
R , tahanan emiter , )
E
R ,
tegangan kolektor-kolektor , )
CC
V dan tegangan basis-basis , )
BB
V .
Gambar 6.32. Rangkaian umpan-balik
emiter.
Gambar 6.33. Rangkaian ekivalen.
Pada simpul kolektor dapat kita perhatikan bahwa simpul tersebut terdiri atas
tegangan kolektor-emiter , )
CE
V , arus emiter , )
E
I , tahanan emiter , )
E
R , tegangan
kolektor-kolektor , )
CC
V , arus kolektor , )
C
I dan tahanan kolektor , )
C
R . Secara
matematis simpul kolektor tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
0 = + +
C C CC E E CE
R I V R I V
Seperti yang sudah dibahasa pada bagian sebelumnya bahwa arus kolektor
, )
C
I umumnya adalah 95% dari arus emiter , )
E
I , maka arus kolektor dari
persamaan tersebut adalah:
0 = + +
C C CC E C CE
R I V R I V
0 = + +
C C E C CC CE
R I R I V V
, ) 0 = + +
C C E CC CE
I R R V V
, )
CC CE C C E
V V I R R + = +
, )
CE CC C C E
V V I R R = +
188
C E
CE CC
C
R R
V V
I
+

=
Pada simpul basis dapat kita perhatikan bahwa simpul tersebut terdiri atas
tegangan basis-emiter , )
BE
V , arus emiter , )
E
I , tahanan emiter , )
E
R , tegangan
kolektor-kolektor , )
CC
V , arus basis , )
B
I dan tahanan basis , )
B
R . Secara
matematis simpul basis tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
0 = + +
B B CC E E BE
R I V R I V
Di mana
FE
C
B
B
C
FE
h
I
I
I
I
h = = , maka arus kolektor , )
C
I adalah:
0 = + +
B
FE
C
CC E E BE
R
h
I
V R I V
0 = + +
B
FE
C
CC E C BE
R
h
I
V R I V
0 = + +
B
FE
C
E C CC BE
R
h
I
R I V V
0 =
|
|
.
|

\
|
+ +
C
FE
B
E CC BE
I
h
R
R V V
CC BE C
FE
B
E
V V I
h
R
R + =
|
|
.
|

\
|
+
BE CC C
FE
B
E
V V I
h
R
R =
|
|
.
|

\
|
+
FE B E
BE CC
C
h R R
V V
I
+

=
Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan di atas, yaitu:
100 8 , 1 1
7 , 0 9
O + O

=
K K
volt volt
I
C
O + O
=
18 000 . 1
3 , 8 volt
I
C
189
mA
volt
I
C
15 , 8
018 . 1
3 , 8
=
O
=
Maka arus kolektor , )
C
I pada rangkaian umpan-balik emiter tersebut adalah
mA 15 , 8 .

Anda mungkin juga menyukai